BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu - Kemetaforaan Dalam Kumpulan Puisi Aku Ingin Jadi Peluru Karya Wiji Thukul

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Kajian pustaka dalam penelitan ini dilakukan dengan cara menelusuri penelitian-penelitian terdahulu, khususnya yang berkaitan dengan kemetaforaan. Adapun beberapa penelitian yang berkaitan dan relevan dengan penelitian ini, sebagai berikut. Penelitian Henry Yustanto (1988) berupa skripsi yang berjudul

  “Kemetaforaan Dalam Puisi-puisi Chairil Anwar”, Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, membahas keekspresifan metafora dalam puisi-puisi karya Chairil Anwar.

  Permasalahan lain yang dibahas dalam skripsi ini adalah jenis-jenis metafora yang dipakai Chairil Anwar dalam mewujudkan gagasannya. Simpulan dari penelitian ini adalah: (1) puisi-puisi karya Chairil Anwar sangat ekspresif, (2) metafora yang terdapat di dalamnya berhubungan dengan masalah kehidupan keras sesuai keadaan zaman sang penyair.

  Winarno (1997) dalam skripsinya “Metafora dan Kemetaforaan Karya- karya Danarto”, Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, meneliti jenis dan tipe metafora pada kumpulan cerpen dan novel karya Danarto, keekspresifan metafora berdasarkan jarak antara tenor dan wahana, dan pengaruh realitas sosial terhadap penciptaan metafora. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa, Danarto banyak menciptakan ungkapan metafora yang berbentuk klausa dalam kumpulan cerpen dan novelnya (“Godlob”, ”Adam Ma’rifat”, dan “Orang Jawa Naik Haji”).

  Skripsi Sarwo Indah Ika Wigati (2003), Fakultas Sastra dan Seni Rupa membahas wujud tuturan metafora dari segi bentuk dan jenisnya, serta keekspresifan yang terdapat dalam lirik lagu tersebut. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa metafora kalimatif dan metafora kategori manusia (human) banyak ditemukan dalam lirik lagu Ebiet G. Ade sebesar 35,55 %. Dari 149 data metafora dalam lirik lagu Ebiet G. Ade terdapat lima metafora konvensional dan empat metafora mati.

  Penelitian Endang Dwi Suryawati (2006) berupa skripsi, Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS yang berjudul “Kemetaforaan dalam Lirik Lagu Dangdut” membahas tipe dan jenis metafora, tingkat keekspresifan metafora, dan fungsi tuturan tulis metafora dalam lirik lagu dangdut. Simpulan dari penelitian ini adalah metafora dalam lirik lagu dangdut tidak seluruhnya memiliki tenor dan wahana. Disebutkan pula bahwa fungsi metafora berdasarkan konteks pemakaiannya dalam lirik lagu dangdut adalah untuk: (1) memperkaya makna, (2) menjelaskan yang abstrak agar lebih konkret, (3) mengungkapkan makna secara berlebihan, dan (4) memperhalus bahasa.

  Skripsi Suharn o (2009) “Kemetaforaan SMS dalam Kolom Halo Ole!- Mania pada Tabloid Bola

  ”, Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, membahas wujud dan makna ungkapan metaforis yang terdapat dalam SMS pada Kolom “Halo Ole!- Mania” pada Tabloid Bola. Simpulan dari penelitian ini adalah wujud ungkapan metafora yang terdapat dalam SMS pada Kolom “Halo- Ole!- Mania” pada Tabloid Bola dari segi sintaksis terdapat beberapa bentuk, yaitu metafora nominatif, metafora komplementatif, metafora predikatif, metafora klausa, dan metafora kalimatif. Kemudian dilihat dari jenis metafora menurut Stephen Ullman terdapat beberapa bentuk yaitu metafora antropomorfis, metafora binatang, metafora konkret ke abstrak, dan metafora sinaestetik. Makna ungkapan metaforis yang terdapat d alam SMS pada Kolom “Halo Ole!- Mania” pada

  Tabloid Bola bervariasi dan sangat ekspresif. Disebutkan pula bahwa terdapat keterkaitan antara pencipta metafora dalam SMS pada Kolom “Halo Ole!- Mania” pada Tabloid Bola dengan ruang persepsi manusia, dan paling banyak menduduki keterkaitan yaitu binatang atau anime.

  Penelitian Farida Trisnaningtyas (2010) berupa skripsi yang berjudul “Metafora pada Rubrik Opini dalam Majalah Tempo”, Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, membahas bentuk, jenis, dan pengimajian menurut ruang persepsi manusia pada tuturan metaforis yang terdapat dalam rubrik opini majalah Tempo.

  Simpulan penelitian ini adalah dari segi hubungan antara tenor dan wahana, metafora yang terdapat dalam rubrik opini majalah Tempo dapat dikelompokkan menjadi kemiripan bentuk dan kemiripan emotif. Dari segi sintaksisnya, metafora bentuk kalimatif yang paling banyak digunakan. Dari segi pengimajian menurut medan persepsi manusia, metafora yang berkategori human paling banyak digunakan.

  Penelitian selanjutnya, penelitian Lilis Yulaika (2012) berupa skripsi yang berjudul “Kemetaforaan Dalam Lirik Lagu Group Band Sheila On 7”, Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, membahas jenis metafora dan jarak antara tenor dan wahana dalam lirik lagu Group Band Sheila On 7. Simpulan penelitian ini adalah Jenis metafora yang terkandung dalam lirik lagu Group Band Sheila On 7 meliputi metafora antropomorfis berjumlah 26 buah, metafora binatang 5 buah, metafora dari konkret ke abstrak 55 buah, dan metafora sinaestetik 16 buah. Serta jarak antara tenor dan wahana metafora-metafora yang terdapat dalam lirik lagu

  

Group Band Sheila on 7 cukup jauh atau samar. Akibat jauhnya jarak antara

  tenor dan wahana tersebut, maka metafora yang ada cukup ekspresif. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya jumlah kemiripan emotif antara tenor dan wahana metafora-metafora tersebut, yaitu 88 buah.

  Berdasarkan pengamatan tentang adanya penelitian terdahulu yang relevan, penelitian yang mengkaji Kemetaforaan dalam Kumpulan Puisi Aku

  

Ingin Jadi Peluru Karya Wiji Thukul belum pernah dilakukan. Oleh karena itu,

sebagai kelengkapan dalam perkembangan bahasa, penelitian ini perlu dilakukan.

B. Landasan Teori

1. Pengertian Metafora Ullman berpendapat tentang metafora sebagai berikut.

  

Methapor is so closely intertwined with the very texture of human speech that

we have already encountered it in various guises: as a major factor in

motivation, as an expressive device, as a source of synonymy and polysemy, as

an outlet for intense emotions, as a means of filling gaps in vocabulary, and in

several other roles (Metafora begitu erat terkait dengan jaringan tutur manusia

  yang dapat kita jumpai, antara lain: sebagai faktor utama dalam motivasi, sebagai perangkat ekspresif, sebagai sumber sinonim dan polisemi, sebagai saluran emosi yang kuat, sebagai sarana mengisi kesenjangan dalam kosa kata, dan dalam beberapa peran lain) (Ullman, 1972:212).

  Metafora merupakan suatu perbandingan antara dua hal yang bersifat menyatu. Dapat pula dikatakan perbandingan antara dua hal yang bersifat langsung karena kemiripan yang bersifat konkret tanpa menggunakan kata-kata yang mengungkapkan perbandingan misalnya, seperti, bak, laksana, atau

  

bagaikan . Dua hal yang diperbandingkan tersebut, yang satu disebut sesuatu yang

  sedang kita perbincangkan (tenor), dan yang lain disebut sesuatu tempat kita memperbandingkan sesuatu yang pertama (wahana) (Ullman, 1972:212).

2. Jenis Metafora

  Ullman (1972:214-218) membedakan metafora menjadi empat jenis, yaitu (1) metafora antropomorfis (anthropomorphic metaphor), (2) metafora binatang , (3) metafora yang timbul akibat pemindahan pengalaman dari

  (animal metaphor)

  konkret ke abstrak atau sebaliknya (from concrete to abstract), (4) metafora sinaestetik (synaestetic metaphor). Berikut ini adalah penjelasan mengenai batasan jenis-jenis metafora tersebut.

  1) Metafora antropomorfis

  Metafora antropomorfis, yaitu metafora yang mengacu pada benda mati yang diambil dari transfer nama-nama bagian tubuh manusia, baik indera maupun perasaan atau sebaliknya. Misalnya, mulut sungai, paru-paru kota, punggung bukit, dan sebagainya. Namun, secara keseluruhan jenis metafora ini tampaknya berasal dari cara yang lebih umum, yaitu berhubungan dengan diri manusia (Ullman, 1972:214).

  2) Metafora binatang Metafora binatang yaitu metafora yang bersumber pada dunia binatang.

  Dalam bahasa Inggris ada nama tumbuhan

  goat’s-beard (jenggot kambing),

cock’s-foot (kaki ayam), dog’s-tail (ekor anjing), dan sebagainya (Ullman, 1972:

  215). Jenis metafora binatang sebagaimana yang diungkapkan Ullman tersebut, oleh Sumarsono dicontohkan dengan lidah buaya, kumis kucing, jambu monyet, kuping gajah, cocor bebek, dan sebagainya (Ullman dan diadaptasi oleh Sumarsono, 2007:269).

  Selain itu bisa juga dari imajinasi terhadap binatang ini ditransfer kepada manusia yang dapat menimbulkan sesuatu yang lucu atau humor, ironis, melemahkan nilai atau peyorasi, dan konotasi aneh. Seseorang dapat disamakan dengan binatang, misalnya menyebutnya dengan anjing, kucing, babi, keledai, tikus, angsa, singa, seekor serigala, dan sebagainya.

  3) Dari konkret ke abstrak

  Merupakan metafora yang timbul karena pemindahan pengalaman dari konkret ke abstrak atau sebaliknya. Dalam bahasa Inggris ada metafora yang berhubungan dengan light (cahaya), misalnya to throw light on (menjelaskan sesuatu), leading light (orang penting), to enlighten (memberi pencerahan),

  

brilliant (pintar), dan sebagainya (Ullman, 1972:214). Jenis metafora dari konkret

  ke abstrak sebagaimana yang diungkapkan Ullman tersebut, oleh Sumarsono dicontohkan dengan sorot mata, sinar wajah, sinar mata, hidupnya sedang bersinar, ajarannya menyinari dunia, menyoroti perilaku pemimpin, harta yang menyilaukan, kejayaannya meredup, dan sebagainya (Ullman dan diadaptasi oleh Sumarsono, 2007:269).

  4) Metafora sinaestetik

  Metafora sinaestetik merupakan metafora yang diciptakan berdasarkan pengalihan tanggapan, yaitu pengalihan dari tanggapan berdasarkan satu indra ke indra yang lain. Misalnya, bicaranya manis (dari indra pendengaran/telinga ke indra pengecap/lidah), warnanya keras (dari indra penglihatan/mata ke indra perasa/kulit), baunya manis (dari indra penciuman/hidung ke indra pengecap/lidah), suaranya tajam (dari indra pendengaran/telinga ke indra perasa/kulit), dan sebagainya (Ullman, 1972:216).

3. Tenor dan Wahana

  Dasar penciptaan metafora adalah keserupaan atau kemiripan antara dua unsur yang membentuknya. Ullman (1972:213) mengungkapkan,

  “The basic

structure of metaphor is very simple. There are always two terms present: the

  (Struktur dasar

  thing we are talking about and that to which we are comparing it

  metafora sangat sederhana. Selalu ada dua istilah: hal yang sedang kita bicarakan dan y ang dibandingkan)”.

  Dua hal itu diperkenalkan dengan sebutan tenor dan vehicle (wahana) yang di dalamnya terdapat fitur-fitur yang dimiliki dalam bentuk umum dasar metafora. Tenor adalah sesuatu yang dibicarakan atau yang dituturkan secara metaforis, sedangkan vehicle (wahana) adalah sesuatu tempat tenor itu diperbandingkan (Ullman, 1972:213). Mengacu pada pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa makna metafora merupakan produk interaksi antara wahana dan tenor. Kekuatan yang dihasilkan dari kesenjangan di antara keduanya dapat menimbulkan daya tarik yang tinggi bagi pembaca.

  Dalam bahasa Latin, ada kata musculus (tikus kecil) sebuah bentuk diminutif dari mus (tikus), juga digunakan dalam makna kias otot. Dalam bahasa Inggris menjadi muscle (otot). Metafora terbentuk dari dua term atau hal, sehingga bentuk metafora tersebut, otot merupakan tenor dan tikus kecil merupakan wahananya (Ullman, 1972:213).

  Adapun contoh lain, misalnya dalam bahasa Inggris puncak gunung disebut crest (jambul atau jengger) karena puncak itu mirip dengan jengger pada kepala binatang. Ini berarti puncak gunung merupakan tenor dan jengger adalah wahananya (Ullman, 1972:213).

  Dalam bahasa Indonesia, contohnya dalam kalimat “Fernando menanduk bol a”. Maka dapat dipahami bahwa seorang manusia bernama Fernando diumpamakan sebagai seekor binatang bertanduk yang bisa menanduk, misalnya kerbau atau sapi. Fernando ialah sesuatu yang dibicarakan (tenor), dan binatang adalah bandingannya (wahana). Pada keduanya, Fernando dan kerbau, ada unsur umum yang dapat dibayangkan yang mengacu ada kesamaan makna, yakni suatu tindakan yang menggunakan kepala. Pada manusia hal itu disebut menyundul, sedangkan pada kerbau disebut menanduk (Ullman dan diadaptasi oleh Sumarsono, 2007:266).

  Keekspresifan suatu tuturan metafora terletak pada kemiripan antara tenor dan wahana. Kemiripan antara tenor dan wahana ada dua, yakni sebagai berikut.

  1) Kemiripan objektif

  Jika kemiripan antara tenor dan wahana cukup jelas, tuturan metafora yang dihasilkan dianggap kurang ekspresif. Kemiripan semacam ini disebut kemiripan objektif. Kemiripan objektif merupakan kemiripan antara tenor dan wahana dalam hal wujud atau bentuk, misalnya Fernando menanduk bola.

  2) Kemiripan emotif Jenis kemiripan secara emotif melibatkan fungsi inderawi untuk merasa.

  Jika antara tenor dan wahana memiliki kemiripan yang berhubungan dengan perasaan atau emosi maka kemiripan metafora semacam ini dikatakan sebagai emotif. Misalnya, kita berbicara tentang pengalaman pahit (kekecewaan) karena efek yang ditimbulkan mirip dengan rasa pahit (minuman).

  Apabila dua hal yang dibandingkan sangat berdekatan, misalnya bunga dibandingkan dengan bunga yang lain maka metafora akan muncul juga, tetapi mutu ekspresifnya tidak ada sama sekali. Sebaliknya, apabila jarak antara dua objek yang dibandingkan itu cukup jauh maka metafora itu semakin efektif (Ullman, 1972:213).

  Hal serupa juga diungkapkan Richard (dalam Ullman, 1972:214)

  “As the

two things put together are more remote, the tension created is, of course,

greater. That tension is the spring of the bow, the source of the energy of the

shot…(Apabila dua hal yang dipertautkan itu makin jauh jaraknya, tentunya kadar

  keefektifan metafora yang diciptakan akan lebih besar sehingga lebih ekspresif. Kadar keefektifan merupakan tolok ukur dari sebuah kekuatan atau keekspresifan metafora tersebut

  )”.

4. Pengertian Puisi

  Rachmat Djoko Pradopo (1993:7) menyatakan bahwa puisi merupakan rekaan dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, dinyatakan dalam wujud yang menarik dan berkesan. Adapun Tarigan (1993:4-5) mendefinisikan puisi sebagai hasil sebuah ide atau gagasan yang menghasilkan seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kadang-kadang kata kiasan sehingga tercipta keselarasan yang menyenangkan. Selanjutnya Herman J. Waluyo (1987:3) menyatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian aspek fisik dan batinnya.

  Dalam sebuah puisi, bentuk pertama yang terlihat sebagai sebuah karya sastra adalah bahasa (kata-kata) yang tersusun indah. Puisi memiliki ragam bahasa yang berbeda (bahkan cenderung menyimpang) dari bahasa sehari-hari. Dalam hal ini dikenal dengan bahasa kiasan. Salah satu wujud bahasa kiasan yang dominan dalam puisi adalah metafora. Di dalam puisi, metafora berperan untuk mengonkretkan sesuatu yang abstrak, memperindah bahasa, memperkaya makna, memperdalam arti, dan sebagainya (Edi Subroto, 2011:115-126).

C. Kerangka Pikir

  Kerangka pikir adalah cara kerja yang digunakan oleh penulis untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Kerangka pikir melibatkan faktor- faktor yang ada dalam penelitian ini. Kerangka pikir penelitian ini secara garis besar digambarkan pada bagan berikut.

  Bagan Kerangka Pikir Kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul

  Ungkapan metafora Teori Stephen Ullman

  Jenis metafora Kemiripan antara tenor dan wahana

  • Metafora antropomorfis
  • Metafora binatang

  Kemiripan emotif

  • Metafora dari konkret ke abstrak
  • Metafora sinaestetik

  Kemiripan objektif

  Simpulan Adapun penjelasan dari bagan kerangka pikir di atas, sebagai berikut.

  Kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul hanya diambil yang mengandung ungkapan metafora sebagai data. Konteks kalimat pembentuk tuturan metafora diikutsertakan pula dalam penulisan data guna mengetahui makna yang terkandung dalam tuturan metafora tersebut. Selanjutnya dengan menggunakan teori Stephen Ullman tuturan metafora akan digolongkan ke dalam jenis metafora yang sesuai dengan ciri-ciri yang dimiliki ungkapan metafora tersebut (metafora antropomorfis, metafora binatang, metafora dari konkret ke abstrak, atau metafora sinaestetik). Langkah selanjutnya, ungkapan metafora juga dianalisis dengan teori Stephen Ullman untuk mengetahui tenor dan wahana serta kemiripannya, yakni termasuk ke dalam kemiripan emotif atau kemiripan objektif. Kemiripan tenor dan wahana akan menunjukkan tingkat keekspresifan sebuah metafora.

  Dari keseluruhan langkah di atas maka dapat ditarik sebuah simpulan, yakni jumlah masing-masing jenis metafora sehingga dapat diketahui jenis metafora yang paling banyak digunakan dalam kumpulan puisi Aku Ingin Jadi karya Wiji Thukul. Selanjutnya dapat diketahui pula jumlah kemiripan

  Peluru

  emotif dan objektif sehingga dapat diketahui tingkat keekspresifan metafora dalam kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul.