EFEKTIVITAS PELATIHAN KETRAMPILAN SOSIAL TERHADAP PENYESUAIAN DIRI SOSIAL PADA ANAK BERBAKAT INTELEKTUAL DI PROGRAM AKSELERASI Nur Hidayah Mira Aliza Rachmawati INTISARI

  

EFEKTIVITAS PELATIHAN KETRAMPILAN SOSIAL TERHADAP

PENYESUAIAN DIRI SOSIAL PADA ANAK BERBAKAT INTELEKTUAL DI

PROGRAM AKSELERASI

  Nur Hidayah Mira Aliza Rachmawati

  

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh signifikan pelatihan

ketrampilan sosial terhadap penyesuaian diri sosial pada anak berbakat intelektual di program

akselerasi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu ada perbedaan penyesuaian diri sosial

antara sebelum dan sesudah pelatihan ketrampilan sosial. Semakin tinggi pengaruh pelatihan

ketrampilan sosial maka semakin tinggi penyesuaian diri sosial dan sebaliknya semakin rendah

pengaruh pelatihan ketrampilan sosial maka semakin rendah penyesuaian diri sosial pada anak berbakat

intelektual di program akeselerasi.

  Subyek dalam penelitian ini adalah anak berbakat intelektual di program akselerasi kelas X,

yang diambil dari SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 18

orang. Skala yang digunakan untuk mengukur penyesuaian diri sosial dimodifikasi dan diadaptasi dari

alat ukur yang sudah ada yaitu skala yang sebagian aitem-aitemnya dibuat oleh Kusuma (2007) dengan

mengacu pada aspek-aspek penyesuaian diri sosial yang dikemukakan Schneiders (1964). Modul

pelatihan ketrampilan sosial mengacu pada ketrampilan sosial yang dikemukakan Caldarella & Merrell

(Merrell & Gimpel, 1998).

  Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bantuan program

SPPS 15.0 for windows. Analisis data dalam penelitian ini dengan paired sample t-test yang

menunjukkan t = -2,46 dengan p = 0,025 (p < 0,05) yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan

antara penyesuaian diri sosial sebelum dan setelah mengikuti pelatihan ketrampilan sosial, dengan

demikian dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan bahwa ada pengaruh yang signifikan pelatihan

ketrampilan sosial terhadap penyesuaian diri sosial pada anak berbakat intelektual di program akselerasi

dapat diterima.

  

Kata kunci: Pelatihan Ketrampilan Sosial, Penyesuaian Diri Sosial, Anak Berbakat Intelektual, Program

Akselerasi

  PENGANTAR Manusia adalah makhluk sosial, saling bergantung dengan manusia lain.

  Manusia melakukan interaksi dan menjalin hubungan dengan lingkungan sosial untuk memenuhi kebutuhan, harapan, dan tuntutan di dalam dirinya, yang harus disesuaikan dengan tuntutan lingkungan. Pemenuhan kebutuhan diri individu terhadap tuntutan lingkungan sosial dapat dilakukan melalui penyesuaian.

  Penyesuaian ialah mengakomodasikan diri terhadap lingkungan sekitar, yang terdiri dari aspek fisik, psikologis, sosial dan moral (Kartono & Gulo, 2003). Salah satunya penyesuaian diri sosial yang merupakan proses penyesuaian yang dilakukan untuk mencari titik temu antara kondisi diri dan tuntutan lingkungan di tempat individu berada. Kehidupan yang terus berlanjut menuntut manusia untuk melakukan penyesuaian. Demikian juga anak berbakat intelektual selayaknya makhluk sosial, mereka juga membutuhkan lingkungan sosial untuk penyesuaian diri dan menjalin hubungan dengan sesama.

  Anak berbakat intelektual diidentifikasi sebagai individu yang memiliki kemampuan menonjol untuk berkinerja tinggi. Kemampuan anak berbakat untuk melakukan penyesuaian diri sosial menjadi semakin penting manakala mereka sudah menginjak usia remaja. Hal ini berkaitan dengan tugas perkembangan masa remaja yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Karena pada masa remaja, individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas di mana pengaruh teman-teman dan

  Fenomena yang terjadi pemisahan anak berbakat intelektual ke dalam kelas akselerasi yang bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangan keberbakatan mereka ternyata memiliki sisi negatif yaitu timbulnya berbagai masalah penyesuaian. Hal tersebut terjadi di lingkungan sekolah maupun lingkungan di mana anak berbakat intelektual berada. Penyesuaian diri yang dilakukan anak berbakat tidak hanya lingkungan sosial saja, namun juga lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga.

  Penelitian Wandansari (2004) menyatakan diantara 25 % dari 100 klien anak berbakat usia 3 tahun sampai usia remaja yang ditangani, mengalami hambatan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial merupakan masalah yang cukup menonjol (25 kasus). Hambatan penyesuaian diri pada anak berbakat disebabkan oleh kemampuan bakat mereka yang lebih menonjol dibanding anak normal pada umumnya. Hal ini ditunjukkan anak dalam perilaku sulit bersosialisasi, tidak suka bergaul, menyendiri, tidak berminat dengan teman sebaya.

  Penelitian Kusuma (2007) menyatakan penyesuaian diri sosial dapat mengurangi tekanan-tekanan yang terjadi dalam diri individu. Penyesuaian diri sosial memiliki sumbangan efektif sebesar 39% terhadap stres pada siswa akselerasi. Tingkat stres yang tinggi menjadi dampak rendahnya penyesuaian diri sosial anak berbakat di program akselerasi. Hal ini menunjukkan penyesuaian diri sosial memiliki peran untuk mengatasi masalah-masalah tuntutan sosial.

  Hasil observasi pada tanggal 2 dan 5 Mei 2008 sikap siswa berbakat intelektual program akselerasi di salah satu SMU swasta di Yogyakarta, kurang baik; cenderung cuek, kesulitan bergaul dan kurangnya kemampuan dalam menjalin hubungan sosial dengan lingkungan sekitar, tidak suka bergaul bahkan beberapa di antara mereka hanya bergaul dengan komunitas di program tersebut. Guru BK di sekolah tersebut, mengatakan bahwa anak berbakat diprogram akselerasi selalu diarahkan agar dapat bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya dari kelas reguler.

  Hasil survei yang dilakukan peneliti pada tanggal 22 Juli 2008, menunjukkan perilaku 6 subjek dari 15 subjek di program akselerasi diantaranya mudah panik, kurang percaya diri dan susah untuk beradaptasi. Di sini hal yang tidak kalah penting adalah kemampuan ketrampilan sosial dari masing-masing siswa akselerasi dalam menjalin hubungan dengan teman sebayanya.

  Penelitian ini menggunakan metode pelatihan dimaksudkan sebagai upaya untuk melatihkan ketrampilan sosial pada anak berbakat intelektual dengan program akselerasi. Variabel penyesuaian diri sosial sebagai variabel yang akan dipengaruhi oleh adanya “pelatihan ketrampilan sosial.” Sebagai asumsi keterbatasan dalam interaksi sosial yang merupakan pendahulu dari penyesuaian diri sosial seseorang akan menjadi lebih baik setelah adanya pelatihan ketrampilan sosial. Melalui pelatihan ketrampilan sosial ini, anak berbakat intelektual di program akselerasi akan dibekali pengetahuan dan ketrampilan sosial selama 2 hari berturut-turut. Sebagai asumsi ketrampilan sosial dapat mempermudah individu dalam melakukan penyesuaian diri di lingkungan sosial, rumah, dan sekolah.

  Berdasarkan ulasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan ketrampilan sosial dapat diberikan sebagai upaya untuk mengurangi keterbatasan penyesuaian diri sosial pada anak akselerasi. Adanya indikasi tidak dimilikinya ketrampilan sosial yang baik sebagai salah satu faktor munculnya permasalahan penyesuaian diri sosial pada anak berbakat intelektual dengan program akselerasi, dan adanya penurunan ketrampilan sosial sebagai akibat dari interaksi sosial yang tidak terjalin dengan baik pada anak berbakat intelektual dengan program akselerasi dengan penyesuaian diri sosial. Hal ini menjadikan dasar bagi peneliti untuk menyusun pelatihan ketrampilan sosial.

  

Penyesuaian Diri Sosial

1. Pengertian Penyesuaian Diri Sosial

  Definisi penyesuaian diri menurut Schneiders (1964) merupakan suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku individu sebagai usaha dalam menghadapi stres, frustrasi, dan konflik terhadap tuntutan di lingkungan di mana ia berada. Penyesuaian diri merupakan proses yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan- kebutuhan, tegangan-tegangan, frustrasi-frustrasi, dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin ini dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya oleh dunia di mana ia hidup (Semiun, 2006). Tidak ada individu yang dapat melakukan penyesuaian diri secara sempurna.

  Definisi lain penyesuaian diri menurut Tyson (Semiun, 2006) adalah: ? Kemampuan dalam beradaptasi, ? Kemampuan berafeksi, ? Kehidupan yang seimbang, ? Kemampuan untuk mengambil keuntungan dari pengalaman, ? Toleransi terhadap frustrasi, ? Humor, ? Sikap yang tidak ekstrem, ? Objektivitas, dan lain-lain.

2. Aspek – aspek Penyesuaian Diri Sosial

  Adapun penyesuaian diri sosial menurut Schneiders (1964) terdiri dari aspek-aspek yang meliputi: 1)

  Penyesuaian terhadap rumah dan keluarga Penyesuaian terhadap rumah dan keluarga meliputi kebutuhan pokok antara lain: memiliki kerjasama dan hubungan sehat diantara anggota keluarga, penerimaan diri atas otoritas yang berkenaan dengan orangtua, kapasitas untuk mengasumsikan tanggung jawab dan penerimaan terhadap aturan-aturan, tolong-menolong antar anggota keluarga, keterbukaan antar anggota keluarga. 2)

  Penyesuaian terhadap sekolah Rasa hormat dan penerimaan terhadap otoritas, minat dan keikutsertaan individu yang berkaitan dengan aktivitas dan fungsi sekolah. Diantaranya yaitu menjalin hubungan ramah dan sehat terhadap teman sekelas, guru dan konselor, patuh terhadap aturan- aturan dan dan tanggung jawab, serta membantu sekolah untuk merealisir kebenaran obyektif yang disebabkan oleh keadaan luar sehingga penyesuaian di sekolah dapat lebih efektif untuk direalisir. 3)

  Penyesuaian terhadap masayarakat Penyesuaian diri sosial menandakan kapasitas untuk beraksi secara efektif dan sehat dalam menghadapi kenyataan dan situasi sosial, sehingga hubungan demikian dapat memuaskan dan bisa diterima untuk kehidupan sosial.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Sosial

  Proses penyesuaian diri sosial pada remaja diungkapkan oleh Allen dan Hauser (Doyle dan Moretti, 2000) dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu keterlibatan orangtua, kontrol perilaku yang dihubungkan dengan kompetensi sosial, sikap positif yang berkaitan dengan sekolah dan pekerjaan, self esteem dan prestasi akademik.

  Kompetensi sosial itu sendiri merupakan keahlian individu dalam bidang sosial. Menurut Elksnin dan Elksnin (Adiyanti, 1999) ketrampilan sosial merupakan bagian dari kompetensi sosial. Artinya untuk dapat dikatakan memiliki kompetensi sosial, individu harus memiliki ketrampilan sosial.

  Hurlock (1972) menyatakan bahwa penyesuaian diri yang baik dipengaruhi oleh ketrampilan sosial seperti: ? Kemampuan untuk menjalin hubungan secara diplomatis dengan orang lain, ? Kemampuan menjalin hubungan baik terhadap teman maupun orang yang

  ? Kemampuan menjalin hubungan baik sehingga sikap orang lain terhadap mereka menyenangkan.

  

Pelatihan Ketrampilan Sosial

1. Pengertian Pelatihan Ketrampilan Sosial

  Kartono dan Gulo (2003) mengartikan pelatihan sebagai sejumlah instruksi; perlakuan atau manipulasi yang harus dijalani oleh seekor binatang atau seorang manusia agar dapat memahami atau sanggup melaksanakan tugas atau peranan tertentu. Menurut Utami (2004) pelatihan adalah salah satu bentuk belajar yang efektif dimana individu dapat meningkatkan pengetahuan dan penguasaan ketrampilan yang baik. Sementara itu, menurut Truelave (Utami, 2004) pelatihan adalah salah satu usaha untuk mengajarkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang berhubungan dengan tugas tertentu.

  Ketrampilan sosial merupakan suatu perilaku yang mengarah atau kemampuan sosial yang berdasarkan bagaimana implementasi seseorang dipandang cukup dalam bidang sosial (Merrell & Gimpel, 1998). Suatu dimensi tingkah laku menggolongkan tingkat ketrampilan sosial bagi anak-anak dan remaja dalam metodologi yang telah digunakan Quay (Merrell & Gimpel, 1998) lima dimensi ketrampilan sosial tersebut meliputi: peer relation, self management, academic,

  compliance

  , dan assertion skill. Menurut Merrell & Gimpel (1998) dimensi inilah yang menjadi implikasi penting bagi pengembangan ketrampilan sosial pada anak- anak dan remaja. Dimensi ketrampilan sosial ini telah dikenal sejak 20 tahun yang lalu oleh research, praktisi, dan peneliti untuk dipertimbangkan pada area assessment dan intervensi . Dimensi ketrampilan sosial ini juga telah dilakukan analisa ulang oleh Caldarella dan Merrell (1997) untuk mendapatkan hasil metodologi yang lebih detail (dalam, Merrell & Gimpel, 1998).

2. Aspek-aspek Ketrampilan Sosial

  Menurut Caldarella & Merrel (Merrel & Gimpel, 1998) ketrampilan sosial yang telah dikembangkan untuk analisa dan ditinjau ulang diidentifikasi menjadi lima dimensi utama untuk anak-anak dan remaja yang meliputi:

  a) Peer relationship skills

  Dimensi ini terdiri dari karakteristik dan ketrampilan soial seorang individu untuk menjadikan orang lain sebagai panutan atau contoh model yang baik.

  b) Self management skills

  Self management merupakan kemampuan individu dalam mengendalikan kontrol diri atau perangainya untuk mengikuti aturan dan batasan tertentu, kemampuan dalam berkompromi dengan orang lain, serta kemampuan dalam menerima kritikan orang lain secara baik.

  c) Academic skills

  Dimensi ketrampilan akademis banyak dihubungkan dengan pergaulan di lingkungan sosial, melalui kemampuan ini individu mencerminkan seorang remaja yang lebih produktif dan mandiri dibidangnya.

  d) Compliance skills

  Dimensi ini meliputi ketrampilan dan karakteristik individu dalam menjalin hubungan akrab dengan orang lain yang sewajarnya serta dapat mengikuti aturan dan harapan, penggunaan bebas waktu (menejemen waktu) dan sharing akan berbagai hal.

  e) Assertion skills

  Merupakan kemampuan individu dalam memberikan suatu pernyataan secara

  extrovert

  (terbuka) dan ramah kepada orang lain sebagai sarana latih diri dan begitu juga dengan pernyataan sosial sebagai pemenuhan kebutuhan diri..

3. Materi-materi Pelatihan Ketrampilan Sosial

  Modul pelatihan ini disusun dan telah dimodifikasi peneliti berdasarkan pada dimensi ketrampilan sosial yang dikemukakan oleh Caldarella & Merrel (Merrel & Gimpel, 1998) yaitu peer relation, self management, academic, compliance, dan

  assertion skill

  . Sedangkan materi-materi pelatihan yang akan diberikan meliputi: a. Self awareness

  Sesi pelatihan ini dirancang untuk membangun konsep perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri yaitu motivasi, pilihan, kepribadian dan pengambilan keputusan dan interaksi dengan orang lain.

  b.

  Time management Sesi pelatihan ini dirancang untuk mengetahui kemampuan diri individu dalam megelola waktu. c.

  Stres management Sesi pelatihan ini dirancang untuk mengetahui kemampuan diri dalam mengatur respon terhadap situasi terjadi dalam kehidupan ini.

  d.

  Interpersonal skill Sesi pelatihan ini dirancang untuk pemahaman partisipan terhadap perilaku dalam menjalin hubungan dengan orang lain, memahami dan berkomunikasi dengan orang lain, ketrampilan dalam melihat perbedaan mood, temperamen dan motivasi.

  e.

  Ketrampilan berkomunikasi Sesi pelatihan ini dirancang untuk mengarahkan partisipan pada ketrampilan menjalin hubungan sosial yang baik. Partisipan dibekali dengan ketrampilan- ketrampilan komunikasi verbal dan non verbal.

  f.

  Assertion skill Pada sesi pelatihan ini, partisipan diajak untuk berani dalam menyampaikan sesuatu yang benar (speak up).

  g.

  Living value Pada sesi pelatihan ini, partisipan dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan living value (pendidikan nilai) meliputi; kejujuran, tanggung jawab, toleransi, kerja sama, dan kebahagiaan.

  Pengaruh Pelatihan Ketrampilan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Sosial pada Anak Berbakat Intelektual di Program Akselerasi

  Pelatihan ketrampilan sosial dirancang untuk mengajarkan ketrampilan dasar yang berguna untuk penyesuaian diri sosial bagi anak berbakat intelektual. Berkaitan dengan penyesuaian diri sosial menurut Schneiders (1964) didefinisikan sebagai suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku individu sebagai usaha dalam menghadapi stress, frustasi, dan konflik terhadap tuntutan di lingkungan dimana individu berada. Selain itu, tujuan pelatihan ini adalah untuk membantu anak berbakat intelektual di program akselerasi dalam mengatasi kesulitan-kesulitan penyesuaian diri sosialnya, karena seharusnya antara anak berbakat intelektual di program akselerasi dan lingkungannya memiliki hubungan sosial yang baik.

  Program akselerasi menurut Southern & Jones (1991) dapat menimbulkan berbagai dampak yang merugikan, diantaranya dibidang akademis, penyesuaian emosional dan penyesuain sosial Assaat (Gunarsa, 2006). Tidak semua anak berbakat intelektual di program akselerasi mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri. Begitu juga dengan tingkat penyesuaian diri pada anak berbakat intelektual di program akselerasi sangat bervariasi, salah satunya adalah penyesuaian diri sosial, dimana individu mengalami kesulitan untuk penyesuaian diri disituasi sosial saja.

  Pelatihan ketrampilan sosial dapat meningkatkan kemampuan penyesuaian diri sosial bagi anak berbakat intelektual, sehingga kebahagiaan dan keberhasilan dapat dicapai dalam kehidupannya. Seperti yang diungkapkan Schneiders (1964) bahwasanya seseorang dikatakan memiliki kemampuan penyesuaian yang baik manakala mampu melakukan respon-respon yang matang efisien, memuaskan, dan sehat.

  Maka dari itu, untuk pencapaian penyesuaian diri sosial yang baik dibutuhkan suatu ketrampilan sosial dimana ketrampilan tersebut dijabarkan oleh Caldarella & Merrel (dalam Merrel & Gimpel, 1998) menjadi lima dimensi utama yang harus dipelajari dan diketahui anak berbakat intelektual di program akselerasi.

  peer relationship skill

  Aspek yang pertama yaitu merupakan ketrampilan sosialisasi yang menjadi dasar dalam menjalin hubungan interpersonal dimana seorang individu menjadikan orang sebagai model atau contoh yang baik . Perilaku ini juga disebut dengan ketrampilan menjalin persahabatan. Maka, melalui ketrampilan ini individu dapat menjalin interaksi dengan orang lain terlebih dahulu, dapat menyampaikan tawaran bantuan ketika dibutuhkan, adanya rasa terima kasih, dan pujian terhadap orang lain, sehingga dengan begitu individu akan memiliki banyak teman.

  self management skill

  Aspek yang kedua yaitu merupakan ketrampilan individu dalam mengendalikan kontrol diri, kemampuan dalam berkompromi dengan orang lain, serta kemampuan dalam menerima kritikan orang lain dengan baik. Individu yang memiliki ketrampilan ini akan mampu menenangkan diri ketika menghadapi masalah dan memiliki kontrol diri pada saat marah. Individu yang menguasai ketrampilan ini biasanya memiliki kematangan dalam merespon dan menghadapi frustrasi, stress, dan tuntutan sosial, sehingga individu akan memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri dan lingkungannya.

  

academic skill

  Aspek yang ketiga yaitu merupakan ketrampilan akademis yang berhubungan dengan pergaulan di lingkungan sosial, melalui kemampuan ini individu dapat lebih produktif dan mandiri dibidang akademisnya. Melalui aspek ini juga individu memiliki tanggung jawab dan mampu melakukan pengembangan diri untuk mencapai prestasi yang diharapkan. Individu yang menguasai ketrampilan ini biasanya memiliki respon yang baik pada saat di sekolah melalui kemampuannya untuk mendengar, bertanya, memperhatikan dan menyelesaikan tugas dari guru.

  Aspek yang keempat yaitu compliance skill merupakan ketrampilan individu dalam menjalin hubungan akrab dengan orang lain yang sewajarnya serta dpat mengikuti aturan yang yang telah ada. Melalui aspek ini individu dapat menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri maupun orang lain, sehingga bila individu mampu memahami dan mempraktekkan kemampuan ini maka akan membantu individu dalam melakukan penyesuaian diri sosial. Hal ini dapat menjadikan individu merasa menerima dan diterima oleh lingkungannya.

  assertion skill

  Aspek kelima yaitu merupakan ketrampilan individu dalam memberikan suatu pernyataan secara extrovert (terbuka) dan ramah terhadap orang lain. Melalui aspek ini individu memiliki insiatif untuk melakukan percakapan dengan orang lain dan memiliki rasa percaya diri yang baik, sehingga membantu

  Ketrampilan Sosial Penyesuaian Diri Sosial individu untuk melakukan penyesuaian diri sosial. Gambar 1: Dinamika Psikologis Ketrampilan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Sosial

METODE PENELITIAN

  

Subjek Penelitian

  Subjek penelitian dalam penelitian eksperimen ini adalah siswa SMU berbakat intelektual dengan karakteristik sebagai berikut: berjenis kelamin laki-laki dan perempuan kelas X di program akselerasi.

  

Metode Pengumpulan Data

  Skala penyesuaian diri sosial dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan penyesuaian sosial pada diri subjek. Skala yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan skala penyesuaian diri yang disusun sendiri oleh peneliti dan telah dimodifikasi dari skala penyesuaian diri sosial milik Kusuma (2007). Penyusunan skala ini mengacu pada aspek-aspek penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneiders (1964) terdiri dari tiga aspek yang mencakup: penyesuaian terhadap rumah dan keluarga, penyesuaian terhadap sekolah, dan penyesuaian terhadap masyarakat.

  Jumlah aitem dari skala penyesuaian diri sosial ini adalah 51 aitem, yang semuanya favorable. Respon subjek terhadap aitem-aitem dalam skala ini dikelompokkan menjadi empat, yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Nilai bergerak antara 1-4, karena seluruh aitem dalam skala ini adalah

  

favorable maka nilai 4 untuk sangat setuju, nilai 3 untuk setuju, nilai 2 untuk tidak

  setuju dan nilai 1 untuk sangat tidak setuju. Skor total diperoleh dari keseluruhan jumlah skor aitem pada skala penyesuaian diri.

  Alat eksperimen yang dimaksud adalah “Pelatihan Ketrampilan Sosial”. Pelatihan ketrampilan sosial ini akan dilakukan oleh seorang trainer yang memang sudah biasa memberikan memberikan ketrampilan sosial. Pelatihan ini terdapat modul ketrampilan sosial yang telah dimodifikasi oleh peneliti dari aspek-aspek ketrampilan sosial yang dikemukakan oleh Caldarella & Merrel (Merrel & Gimpel, 1998) dimana isi dari modul itu mengacu pada lima dimensi ketrampilan sosial tersebut meliputi: peer relation, self management, academic, compliance, dan

  assertion skill .

  

Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik.

  Metode yang digunakan untuk melihat perbedaan antara penyesuaian diri subyek pada saat sebelum mengikuti pelatihan ketrampilan sosial dengan penyesuaian diri subyek setelah mengikuti pelatihan tersebut dilihat melalui analisis paired sample t- test.

  Analisis dari variabel-variabel tersebut dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS versi 15.0 for Windows.

  

Hasil Penelitian

1. Uji Asumsi Uji asumsi dilakukan untuk melihat distribusi subyek dalam kurva normal.

  a.

  Uji normalitas

  Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik analisis one-sample

  Kolmogorov-Smirnov Test

  dari program SPSS 15.0 for windows. Diperoleh hasil sebaran data variabel penyesuaian diri sosial mengikuti kurva normal (K- S Z = 0,716; p = 0,684 atau p > 0,05 untuk data pretest dan K- S Z = 0,672; p = 0,757 atau data p > 0,05 untuk data posttest

2. Uji Hipotesis

  Setelah diketahui bahwa data skor penyesuaian diri sosial subyek penelitian terdistribusi normal, dilakukan uji paired sample t-test untuk menguji hipotesis.

  Setelah dilakukan analisis terlihat bahwa terdapat perbedaan penyesuaian diri sosial sebesar 3,66 poin dilihat dari rerata penyesuaian diri sosial pretest sebesar 139,67 menjadi 143,33 (rerata posttest). Hasil analisis paired sample t-test menghasilkan t = - 2,46 dengan p = 0,025 (p < 0,05) sehingga terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penyesuaian diri sosial sebelum dan setelah mengikuti pelatihan ketrampilan sosial.

  Dengan demikian hipotesis diterima. Artinya pelatihan ketrampilan sosial dapat meningkatkan penyesuaian diri sosial. Penyesuaian diri sosial anak berbakat intelektual meningkat setelah diberikan pelatihan ketrampilan sosial.

  

Pembahasan

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelatihan ketrampilan sosial terhadap penyesuaian diri sosial pada anak berbakat intelektual di program yang diberikan kepada subyek sebagai bekal dalam menghadapi kehidupan sosial pada khususnya penyesuaian diri sosial, dalam hal ini yang menjadi subyek penelitian adalah anak berbakat intelektual di program akselerasi.

  Hasil dari analisis data penelitian menunjukkan bahwa pelatihan ketrampilan sosial dapat meningkatkan penyesuaian diri sosial. Setelah dilakukan analisis data penelitian terlihat bahwa terdapat perbedaan penyesuaian diri sosial sebesar 3,66 poin sehingga terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penyesuaian diri sosial sebelum dan setelah mengikuti pelatihan ketrampilan sosial. Jadi, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima.

  Diterimanya hipotesis penelitian menunjukkan bahwa penyesuaian diri sosial anak berbakat intelektual di program akselerasi meningkat setelah diberikan pelatihan ketrampilan sosial. Pelatihan ketrampilan sosial yang diberikan kepada subyek merupakan bentuk belajar yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan penguasaan ketrampilan yang baik (Utami, 2004). Hal ini dapat dilihat dari proses yang dialami siswa akselerasi sebelum diberikan pelatihan ketrampilan sosial merasa stress, frustrasi terhadap tuntutan tugas belajar selama ini. Namun setelah diberikan pelatihan ketrampilan sosial anak berbakat intelektual di program akselerasi mengetahui cara untuk mengelola stress dan frustrasi yang sering anak berbakat intelektual alami (Schneiders, 1964). Selain itu, bila ketrampilan sosial dapat dipraktekkan oleh anak berbakat intelektual di program akselerasi secara berkesinambungan, maka frustrasi dan konflik batin dalam menghadapi tuntutan yang melalui ketrampilan sosial maka anak berbakat intelektual di program akselerasi dapat diterima baik oleh lingkungannya, karena penyesuaian diri sosial dapat dikatakan baik bilamana anak berbakat intelektual dapat melakukan penyesuaian diri terhadap orang lain pada umumnya dan kelompok dimana individu berada (Hurlock, 1950).

  Hasil skor pretest dan posttest menunjukkan penyesuaian diri sosial meningkat setelah diberikan pelatihan ketrampilan sosial sejumlah 13 orang dari keseluruhan subyek yang berjumlah 18 orang. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh pelatihan ketrampilan sosial terhadap penyesuaian diri sosial. Adapun 5 orang lainnya mengalami penurunan setelah diberikan pelatihan ketrampilan sosial, hal ini disebabkan ketidakseriusan subyek dalam mengikuti pelatihan ketrampilan sosial.

  Setelah dilihat dari hasil observasi selama dua (2) hari pelatihan ketrampilan sosial, ketidakseriusan subyek disebabkan kurangnya konsentrasi. Salah satu subyek diketahui memainkan hp pada saat sesi pelatihan, dan beberapa subyek lainnya cenderung pasif selama sesi pelatihan berlangsung.

  Selain itu, hasil evaluasi harian yang dilakukan terhadap subyek juga menunjukkan beberapa subyek yang merasa akan pentingnya penyesuaian diri. Hal ini dimulai dengan sadar akan makna kehidupan, kesadaran diri, kemampuan dalam mengelola waktu, kemampuan dalam mengelola stress, menjalin hubungan interpersonal, dan kemampuan dalam mengungkapkan sesuatu kepada orang lain selama 2 hari mengikuti “pelatihan ketrampilan sosial”. Subyek yang mulai sadar akan makna kehidupan berjumlah 7 orang yang dapat dilihat pada tabel hasil evaluasi dapat dilihat pada tabel hasil evaluasi harian kolom evaluasi II. Subyek yang merasa akan pentingnya manajemen waktu berjumlah 16 orang yang dapat dilihat pada tabel hasil evaluasi harian kolom evaluasi III, selain itu subyek mulai berusaha mengatur tekanan batin dalam diri, mengontrol emosi dan mengendalikan stress berjumlah 14 orang yang dapat dilihat pada tabel hasil evaluasi harian kolom IV. Sedangkan subyek yang berusaha untuk menjalin hubungan menjadi lebih baik dengan interaksi dengan orang lain berjumlah 10 orang yang dapat dilihat pada tabel hasil evaluasi harian kolom evaluasi V, subyek yang mencoba berkomunikasi dengan baik dan merasa perlu mengubah cara berkomunikasinya berjumlah 9 orang dapat dilihat pada tabel hasil evaluasi harian kolom evaluasi VI, dan subyek yang mulai sadar terhadap kemampuan diri dan kemampuan dalam mengungkapkan sesuatu kepada orang lain berjumlah 13 orang dapat dilihat pada tabel hasil evaluasi harian kolom evaluasi VII.

  Hasil temuan diatas memberikan kontribusi untuk menunjukkan penyesuaian diri sosial meningkat setelah diberikan ketrampilan sosial, karena untuk melakukan hubungan dengan orang lain dalam konteks sosial diperlukan ketrampilan sosial sehingga individu dapat diterima dan dihargai oleh orang lain dan lingkungan (Combs & Slaby dalam Merrell, 1998), selain itu ketrampilan sosial akan ditentukan oleh kemampuan individu dalam berinteraksi dengan orang lain (Hargie dkk dalam Merrell, 1998).

  Setelah diberikan pelatihan ketrampilan sosial anak berbakat intelektual mulai berusaha untuk menerapkan pengetahuan yang telah didapatkan dalam melakukan hubungan yang baik dan memuaskan bagi dirinya maupun orang lain disekitarnya (Adiyanti, 1999). Disisi lain ketrampilan sosial merupakan bagian dari kompetensi sosial, anak berbakat intelektual dapat dikatakan memiliki kompetensi sosial bilamana anak tersebut memiliki; penyesuaian sosial, performansi sosial dan ketrampilan sosial yang baik (Cavell dalam Cartledge dan Milburn, 1995).

  Ketrampilan sosial terdapat aspek-aspek yang mempengaruhinya terdiri dari lima dimensi. Aspek pertama peer relationship skill merupakan ketrampilan dalam sosialisasi yang menjadi dasar bagi individu untuk menjalin hubungan interpersonal yang baik. Melalui peer relationship skill anak berbakat intelektual dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain. Setelah diberikan pelatihan ketrampilan sosial anak berbakat intelektual berusaha untuk menjalin hubungan menjadi lebih baik melalui interaksi dengan orang lain. Karena berinteraksi dengan semua orang di waktu, tempat, orang, dan suasana yang tepat akan lebih mudah dalam melakukan penyesuaian diri. Hal ini terlihat pada salah satu subyek yang merupakan siswa baru (pindahan) di kelas akselerasi. Pada awalnya subyek terlihat diam diantara teman- teman lainnya. Namun setelah sesi materi pelatihan berlangsung, subyek mulai dapat menyesuaikan diri. Hal ini dapat terlihat pada saat sesi materi berlangsung maupun pada saat dinamika kelompok. Subyek juga termasuk aktif dalam mengikuti setiap sesi pelatihan. Meskipun subyek adalah siswa baru, namun subyek memiliki kemampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain.

  Aspek kedua self management skill merupakan ketrampilan individu dalam kemampuan dalam menerima kritikan orang lain dengan baik. Self management skill sangat dibutuhkan anak berbakat intelektual di program akselerasi agar dapat manajemen diri, sehingga anak dapat memiliki kontrol diri yang baik begitu juga sadar akan kemampuan yang dimilikinya. Selain itu, melalui self management skill anak lebih dapat mengatur dan mengendalikan emosi, sehingga dapat menerima kritikan orang lain dengan baik. Terdapat penemuan yang menarik pada saat pelatihan ketrampilan sosial berlangsung, tepatnya pada saat sesi self awareness dua orang dari subyek penelitian secara bergantian memberanikan diri mengungkapkan perasaannya dihadapan teman-teman lainnya. Satu diantaranya meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia perbuat selama di kelas yang mengakibatkan ia dibenci oleh teman- temannya, sedangkan satu lainnya mengaku pernah bersalah kepada orang tua dengan tidak berkata jujur. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran diri pada subyek penelitian setelah diberikan pelatihan ketrampilan sosial.

  Aspek ketiga academic skill merupakan ketrampilan akademis yang berhubungan dengan pergaulan di lingkungan sosial, melalui kemampuan ini individu dapat lebih produktif dan mandiri dibidang akademisnya. Academic skill sangat dibutuhkan bagi anak berbakat intelektual di program akselerasi, karena anak dituntut untuk selalu belajar dan berprestasi. Tidak sedikit anak berbakat intelektual menjadi orang yang serius hingga tidak peduli dengan lingkungan di sekitarnya. Salah satunya yang terjadi selama pelatihan ketrampilan sosial, pada saat observasi terlihat keunikan pada salah satu subyek. Subyek terlihat pendiam, pasif dan suka menghindar dari trainer hanya tersenyum saja, pada akhirnya ketika seluruh subyek berani mengungkapkan pendapat, subyek ini memberanikan diri untuk berbicara meskipun harus dipaksa. Hal ini menunjukkan sebuah proses perubahan pada diri subyek, bilamana terdapat dukungan dan ketrampilan sosial terus dipraktekkan.

  Aspek keempat compliance skill merupakan ketrampilan individu dalam menjalin hubungan akrab dengan orang lain yang sewajarnya serta dapat mengikuti aturan yang yang telah ada. Compliance skill dibutuhkan bagi subyek untuk menjalin hubungan akrab dengan orang lain, salah satunya yaitu ketrampilan berkomunikasi.

  Melalui ketrampilan berkomunikasi, subyek dapat menyampaikan informasi dengan lebih baik dan mudah. Meskipun beberapa anak berbakat intelektual di program akselerasi terlihat pendiam dan serius pembawaannya, komunikasi yang disampaikan dapat diketahui melalui bahasa non verbal (bahasa tubuh). Pada saat diberikan pelatihan ketrampilan sosial, beberapa subyek terlihat sangat serius dan tegang. Namun pada saat sesi dinamika kelompok subyek mulai bersikap santai dan aktif. Hal ini menunjukkan bahwa bekal pengetahuan dapat mempengaruhi sikap individu, bilamana ketrampilan sosial dapat terus dipraktekkan secara berkesinambungan.

  Aspek kelima assertion skill merupakan ketrampilan individu dalam memberikan suatu pernyataan secara extrovert (terbuka) dan ramah terhadap orang lain. Assertion skill atau yang sering disebut asertivitas sangat dibutuhkan bagi anak berbakat intelektual di program akselerasi. Melalui assertion skill subyek menjadi memiliki keberanian dalam memberikan suatu pernyataan secara terbuka. Pada saat percaya diri dan berani dalam menyampaikan pernyataan. Salah satu penemuan menarik pada sesi ini adalah ketika subyek diminta untuk memberikan pernyataan tentang teman yang paling disukai di kelas dan pernyataan tentang sikap guru terhadap murid di kelas. Hal ini menunjukkan bahwa assertion skill dapat menjadi solusi dalam menghadapi suatu masalah, sehingga beban masalah yang sering dihadapi dapat teratasi dengan baik.

  Berdasarkan pembahasan di atas, diketahui kelima aspek ketrampilan sosial memiliki keterkaitan antara satu sama lain. Bilamana kelima aspek peer relationship,

  self management

  , academic, compliance, dan assertion skill terus dikembangkan dan dipraktekkan secara berkesinambungan maka akan terjalin hubungan sosial yang baik dan harmonis sehingga tidak ada lagi masalah-masalah yang muncul dalam penyesuaian diri sosial.

  Penelitian ini juga memiliki keterbatasan dan kelemahan, salah satunya terletak pada tidak adanya kelompok kontrol, disebabkan penulis mengalami kesulitan dalam mencari kelompok kontrol yang kategorinya sangat terbatas. Tidak adanya kelompok kontrol menjadikan validitas internal masih lemah karena adanya variabel ekstraneous yang belum dikendalikan.

  Kelemahan lain dalam penelitian ini meliputi pemilihan subjek dan desain penelitian. Pemilihan subjek dengan cara non random menjadikan validitas internal masih lemah karena besarnya peluang untuk terpilih menjadi sampel tidak diketahui. Begitu juga pada desain pelatihan akan lebih efektif bilamana dilakukan beberapa penelitian akan tampak lebih optimal. Keterbatasan ini hendaknya diperhatikan agar penelitian selanjutnya menjadi lebih baik secara kualitas dan aplikasinya.

  

Kesimpulan

  Kesimpulan yang bisa diambil dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai “Efektivitas Pelatihan Ketrampilan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Sosial pada Anak Berbakat Intelektual di Program Akselerasi” adalah pelatihan ketrampilan sosial dapat meningkatkan penyesuaian diri sosial pada anak berbakat intelektual di program akselerasi. Penyesuaian diri sosial meningkat setelah diberikan pelatihan

  

Saran

1.

  Bagi Subyek Penelitian Pada dasarnya pelatihan ketrampilan sosial merupakan bekal bagi masa depan. Maka dari itu pengetahuan ketrampilan sosial agar terus dikembangkan dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai hasil yang lebih baik.

  2. Bagi Pihak Sekolah Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pihak sekolah untuk lebih sering mengadakan pelatihan seperti ini, agar lebih efektif dalam menunjang kreativitas dan kehidupan sosial sebagai upaya penyesuaian diri sosial menjadi lebih baik khususnya dilingkungan sekolah.

  3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini masih banyak terdapat keterbatasan dan kekurangan, bagi peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut hendaknya memperhatikan desain penelitian dengan menggunakan kelompok kontrol. Hal ini dimaksudkan agar hasil penelitian akan lebih tampak perubahan, jika penelitian yang akan datang diikutsertakan kelompok kontrol (kelompok pembanding).

  Selain itu, peneliti selanjutnya sebaiknya menambah waktu pelatihan. Pelatihan akan lebih efektif bilamana dilakukan beberapa kali atau lebih dari 2 kali dan berlangsung secara berkesinambungan, sehingga hasil penelitian akan tampak lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

  Adiyanti, M.G. 1999. Skala Ketrampilan Sosial. Laporan Penelitian (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Agustiani, H. 2006. Psikologi PerkembanganPendekatan Ekologi kaitannya dengan

  Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja”

  . Bandung: PT. Refika Aditama. Azwar, S. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Campbell, L. Campbell, B. & Dickinson, D. 2002. Multiple Intelligences: metode

  terbaru “ Melesatkan Kecerdasan” . Depok. Inisiasi Press.

  Cartledge, G. & Milburn,J.F. 1995. Teaching Social Skill to Children and Youth.

  Boston: Allyn and Bacon. Cutler, C.G. 2005. Self Efficacy and Social Adjustment of Patients with Mood

  Disorder. Journal of theAmerican Psychiatric Nurses Association, 11 (5), 283-289. DeJanasz, S.C. Dowd, K.O. & Schneider, B.Z. 2002. Interpersonal Skills in

  Organizations . Singapore. McGraw-Hill.

  Doyle, A.B. & Moretti, M.M. 2000. Attachment to Parent and Adjustment in Adolescence. Literature Review and Policy Implication. 032ss.H5219-9- CYH7/001/SS.

  Goleman, D. 2006. Emotional Intelligence. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Gunarsa, S.D. 2006. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan “Dari Anak sampai

  usia Lanjut ”. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

  Hapsari. 2007. Efektivitas Pelatihan Ketrampilan Sosial pada Remaja dengan Kecemasan Sosial. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

  Helmi, A.F. & Ramdhani, N. 2004. Modul Khusus Trainer “Living Skill 2004”.

  www.google.com

  Hurlock, E.B., 1980. Psikologi Perkembangan “Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

  Kehidupan ” edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

  Hurlock, E.B.,1972. Child Development. Fifth edition. USA: McGraw-Hill.

  Kartono, K., & Gulo, Dali. 2003. Kamus Psikologi. Bandung. Pionir Jaya. Kroehnert, G. 1991. 100 Training Games. Australia: McGraw-Hill. Kurniawati, L.Y.S. 2003. Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Kemampuan Penyesuaian Diri pada Remaja. Naskah Publikasi (Tidak Diterbitkan).

  Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Kusuma, P.P. 2007. Hubungan antara Penyesuaian Diri Sosial dengan Stres pada

  Siswa Akselerasi. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Latipun. 2004. Psikologi Eksperimen. Malang. UMM Press. Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya. Usaha Nasional. Merrell, K.W & Gimpel, G.A. 1998. Social Skill of Children and Adolescents Conceptualization, Assessment, Treatment.

  New Jersey London. Lawrence Erlbaum Associates. Rachmawatie. 2006. Pengaruh Pelatihan Ketrampilan Sosial terhadap Efektivitas Komunikasi Interpersonal pada Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan).

  Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Satiadarma, M.P. & Waruwu, F.E. 2003. Mendidik Kecerdasan. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

  Schneiders, A.A. 1964. Personal Adjustment and Mental Health. New York. Holt, Rinehart and Winston. Seniati, L., Yulianto, A. & Setiadi, B.N. 2005. Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT.

  Indeks. Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta. Kanisius. Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta. Kanisius. Somantri, S. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung. PT. Refika Aditama. Supratiknya, A. 2008. Merancang Program dan Modul Psikoedukasi. Yogyakarta.

  USD. Tillman, D. 2004. Living Value Activities for Young Adults. Jakarta. PT. Gramedia. Utami, R.R. 2004. Efektivitas Pelatihan untuk Meningkatkan Ketrampilan Sosial pada

  Anak Sekolah Dasar Kelas 5. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

  Walls, T.R., & Little, T.D. 2005. Relations Among Personal Agency, Motivation, School Adjustment in Early Adolescence. Journal of Educational

  Psychology , Vol. 97, No. 1, 23-31.

  Walthall, J.C., Konold, T.R., & Pianta, R.C. 2005. Factor Structure of the Social Skill Rating System Across Child Gender and Ethnicity. Journal of

  Psychoeducational Assessment , 23, 201-215.

  Wandansari, Y. 2004. Peran Dukungan Orangtua dan Guru terhadap Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Intelektual. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

  Widyawati. 2003. Hubungan antara Berpikir Positif dengan Penyesuaian Diri Remaja.

  Skripsi

  (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. __________, 2006. Anak Berbakat. www.depdiknas.go.id

  http://eworld-indonesia.com/eworld/?pilih=news&aksi=arsip&topik=10 http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2008/02/ketrampilan- sosial.pdf http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel/tabel-komentar.asp?art_id=390 http://groups.yahoo.com/group/sekolahrumah