AL QURAN SEBAGAI SUMBER HUKUM UTAMA DALA
AL-QURAN SEBAGAI SUMBER HUKUM UTAMA
DALAM AGAMA ISLAM
KELOMPOK 1
KHALIL NURUL ISLAM
30700115027
SUMIATI
30700115021
WAHYUNI
30700115018
FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
ALAUDDIN MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur
kami
persembahkan
kepada
kehadiran
Tuhan
semesta alam yaitu Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kegiatan penulisan makalah ini dapat berjalan dengan baik,
meskipun , terdapat beberapa kendala dari penulisan ini yang
menunjukkan
keterbatasan
kapasitas
kami
sebagai
seorang
manusia.Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan
umat Islam pembawa risalah kebenaran yaitu Rasulullah Muhammad
saw.
Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada pembimbing
kami , yaitu Darmawati H.S.Ag.,M.HI. yang telah memberikan tugas
kepada kami yang sekaligus kami dididik dan dilatih untuk jauh lebih
berkualitas dan profesional sesuai bidang studi kami di dalam dunia
perkuliahan.
Kami juga meminta maaf atas kesalahan dan kekeliruan yang
terdapat dalam penulisan makalah kami .Oleh karena itu , kami
meminta saran dan kritikan yang akan membawa kami menuju kearah
yang lebih baik.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang tidak hanya
menjadi
petunjuk
bagi
umat
islam,
melainkan
dia
merupakan
seperangkat aturan yang sangat fundamental ( mendasar ) terhadap
sebuah
peradaban
(civilisation)
umat
manusia
secara
universal
(keseluruhan).
Pada hakikatnya manusia diciptakan oleh Allah swt untuk
beribadah kepadanya, hal ini telah dijelaskan di dalam al-Qur’an, surah
Azd- dzariyat Ayat 56 ;
ت ٱلعنج لين يوٱلعنإنيس نإ ليلا لني يععبدددونن
يويما ي
خل يقع د
Terjemahannya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku” (Q.S. Adz-dzariyat: 56 ).
Prinsip al-Qur’an itu sangat jelas menempatkan manusia sebagai
seorang hamba yang harus mengabdikan diri kepada-Nya, namun,
bukan
berarti
Allah
melarang
manusia
untuk
mencari
sumber
penghidupan di dunia ini. Dan baik itu masalah ibadah dan muamalah
telah diatur sedemikian rupa dalam agama lewat dalil-dalil-Nya, akan
tetapi terdapat beberapa perbedaan dalam mengatur suatu hukum
dikalangan umat muslim sendiri.
Sumber
atau
dalil
fikih
yang
telah
disepakati
,
seperti
dikemukakan ‘abd. Al-Majid Muhammad al-Khafawi, ahli hukum islam
berkebangsaan
Mesir,
ada
4
(empat),
yaitu
al-Quran,
Sunnah
Rasulullah, Ijma’, dan Qiyas.
Dari latar belakang di atas , maka penulis tertarik untuk
menyusun makalah dengan judul : Al-Quran Sebagai Sumber
Hukum Utama dalam Agama Islam
B.Rumusan Masalah
1. Bagaimana al-Quran menjadi sumber hukum dalam syariat islam?
2. Apa tujuan dari disyariatkannya al-Quran sebagai sumber hukum
dalam islam?
C.Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penulisan
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana al-Quran menjadi sumber hukum
dalam syariat islam.
2. Untuk mengetahui apa tujuan dari disyariatkannya al-Quran sebagai
sumber hukum dalam islam.
D.Manfaat
Dengan penulisan makalah ilmiah ini , penulis mengharapkan
dapat
memberikan
banyak
manfaat
dalam
berbagai
bidang,
diantaranya :
1. Bidang pendidikan, dalam kegiatan penulisan makalah ini
diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan
secara teori maupun praktik.
2. Bidang
agama,
dalam
kegiatan
penulisan
makalah
ini
diharapkan dapat menjadi syiar agama khususnya syiar alQur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Rasulullah
Muhammad saw. menjadi petunjuk bagi ummat manusia secara
universal ( keseluruhan ) . sebelum Islam menyebar ke penjuru dunia ,
agama ini terlebih dahulu turun di Mekah tanah Arab, yang pada masa
itu dikenal sebagai peradaban jahiliah. Namun, meskipun agama ini
membawa risalah dari Tuhan yang disampaikan oleh orang yang
terpercaya akan kejujurannya sebelum beliau menjadi rasul yaitu
Rasulullah Muhammad saw., tidak bisa langsung diterima oleh bangsa
Arab saat itu, karena banyaknya pertentangan dengan tradisi bangsa
Arab di masa itu.1
Sebelum membahas lebih jauh tentang al-Quran sebagai sumber
hukum dalam agama islam maka pemakalah akan memaparkan secara
singkat tentang Bangsa Arab Pra-Islam, yaitu ditinjau dari kondisi
sosiologis dan perudang-undangannya.
1. Kondisi Sosiologis Bangsa Arab
Bangsa Arab Pra-Islam – kecuali sedikit dari mereka hidup
dengan cara primitif, dan sebagian yang lainnya menetap di
sebuah kawasan desa dan kota yang berpradaban seperti
yaman , kota Yastrib “Madinah” dan Makkah dengan kehidupan
menetap.
Mereka
adalah
masyarakat
kota.Sedangkan
masyarakat badui arab mendiami pedalaman dan menjalani
kehidupan berpindah-pindah untuk mencari padang rumput dan
air .
Bangsa Arab terdiri atas beraneka ragam suku . Sistem
kemasyarakatan mereka berlandaskan fanatisme kesukuan di
antara individu-individunya. Suku bukanlah suatu entitas 2 politik,
melainkan hanya sebuah kesatuan sosial yang berpijak pada
hubungan kekerabatan dan ikatan darah.
1 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H. 11.
2 Entitas adalah satuan yg berwujud; wujud ( KBBI Offline )
Diantara
implikasi3
fanatisme
kesukuan
adalah
kebanggaan dan pembelaan mereka terhadap nasab melebihi
pembelaan menyangkut kebenaran dan kebatilan. 4
2. Kondisi Perundang-undangan Masyarakat Arab
Masyarakat
Arab
jahiliah
pra-islam
tidak
memiliki
pemerintahan atau kekuasaan legislatif yang membuat undangundang.Mereka hanya memiliki adat, kebiasaan, dan tradisi yang
bisa disebut sebagai undang-undang jahiliah. Karena tidak
memiliki kekuasaan eksekutif , mereka hanya merujuk kepada
kepala suku atau dukun.diantara undang-undang masyarakat
arab jahiliah adalah sebagai berikut;
A. Undang-undang Keluarga
1. Pernikahan dan Hukum yang Terkait Dengannya
Masyarakat arab jahiliah mengenal bermacam-macam
pernikahan.
Diantaranya
adalah
pernikahan
yang
dipraktekkan manusia hari ini. Seorang laki-laki melamar
kepada
laki-laki
lain
untuk
menikahi
perempuan
yang
diwalikannya atau anak perempuannya, lalu ia memberinya
mahar
dan
menikahinya.Islam
mengakui
pernikahan
semacam ini dan membuat sejumlah batasan dan norma.
Ada juga bentuk-bentuk pernikahan yang rusak dan ditolak
oleh syariat islam. Diantara pernikahan yang rusak ini
adalah :
3 Implikasi adalah keterlibatan atau keadaan terlibat: -- manusia sbg objek
percobaan atau penelitian semakin terasa manfaat dan kepentingannya; yg termasuk
atau tersimpul; yg disugestikan, tetapi tidak dinyatakan: apakah ada -- dl pertanyaan
itu?
4 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta :
Robbani Press, 2008) ,H.15
a. Nikah al-syighar, yaitu seorang laki-laki menikahkan anak
perempuannya atau yang berada dalam kewaliannya dengan
laki-laki lain,dengan syarat laki-laki itu menikahkan anak
perempuannya atau yang diwalikannya dengan laki-laki
pertama , dan diantara keduanya tidak ada mahar ,
melainkan masing-masing dari dua istri itu merupakan mahar
bagi yang lain. Islam melarang pernikahan semacam ini.
b. Nikah al-Muqthi (keji), yaitu anak laki-laki menikahi isteri
bapaknya setelah meninggal, jika ia bukan ibunya. Islam
menentang pernikahan yang keji ini dan hal-hal yang
berkaitan dengannya.
c. Permpuan-perempuan yang haram dinikahi. Masyarakat Arab
memiliki
aturan
pengharaman
menikahi
ibu,
anak
perempuan, bibi dari ayah dan bibi dari ibu.Islam mengakui
pengharaman ibu dan semisalnya serta menjelaskan siapa
saja yang haram dinikahi.5
2. Wasiat dan Warisan
a. Wasiat
Wasiat adalah kepemilikan yang ditangguhkan hingga
setelah
kematian.
Masyarakat
Arab
mengenal
tindakan
hukum ini. Mereka memperkenankan wasiat kepada ahli
waris dan selainnya tanpa membatasi kuantitasnya . Islam
mengakui prinsip wasiat dan menentukan batas sepertiga
dari peninggalan pemberi wasiat.
5 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.27-28.
b. Warisan
Warisan
termasuk
faktor
penyebab
pindahnya
kepemilikan, dimana harta dan hak-haknya berpindah dari
orang yang mewariskan (mayit) kepada ahli warisnya melalui
kepusakaan berdasar hukum syariat setelah pemenuhan
kewajiban
yang
berkaitan
dengan
peninggalan
mayit.
Masyarakat Arab telah mengenal warisan sebagai salah satu
sarana kepemilikan. Mereka menjalankan ketentuan waris
berdasarkan dua hal : nasab dan usaha. Mereka yang
mendapatkan
warisan
lantaran
nasab
adalah
para
kerabat,yaitu anak laki-laki yang telah dewasa dan berperang
di atas kuda , membawa pedang dan mengambil rampasan.
Adapun pewarisan karena usaha itu meliputi pewarisan
dengan sebab adopsi, aliansi, dan akad.ketika islam datang ,
ia membiarkan masyarakat Arab sekian waktu untuk berpijak
pada
tradisi
mereka
,kemudian
menghapus
pewarisan
dengan sebab adopsi.6
B. Muamalah
Masyarakat arab pra-islam mengenal berbagai muamalah
seperti syirkah (perseroan) ,mudharabah (bagi hasil),rahn
(gadai),bai’(jual-beli)
dan
lain-lain.adapun
penjelasannya
lebih lanjut sebagai berikut;
1. Akad syirkah (perseroan) telah dikenal oleh masyarakat Arab
pra-islam ,hal tersebut dibuktikan dalam sirah nabawiyah “
6 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.35-36.
Rasulullah saw., sebelum kenabian berserikat dengan sa’ib
bin sa’ib. Islam mengakui perseroan (syirkah) dan para ulama
fiqih menjelaskan syarat-syarat dan implikasinya.
2. Qardh (pinjaman dan riba) . masyarakat telah mengenal akad
qardh , dan mereka menjalankannya dengan riba. Mereka
berhutang
hingga
batas
waktu
tertentu
dengan
pengembalian yang lebih dan bersyarat.
3. Jual-beli.Masyarakat pra-islam mengenal berbagai jenis jualbeli, namun islam hanya mengakui jual-beli yang benar dan
didasarkan pada sikap saling rela ,serta menghapus jual –beli
yang bertentangan dengan prinsip saling rela, mengandung
penipuan atau mengambil harta pihak lain dengan cara batil. 7
C. Qishash dan Diyat
Qishash terhadap prilaku kriminal dikenal dikalangan
masyarakat arab , tetapi mereka tidak membatasi qishash
pada pelaku kriminal saja melainkan meluas hingga semua
anggota suku. Maka islam datang membatasi tanggung jawab
atas pelaku kejahatan secara individual.
Hukum Diyat juga dilaksanakan di kalangan masyarakat
Arab . mereka menganggapnya sebagai tindakan terpuji . Islam
mengakui aturan ini dan membebankan diyat pembunuhan tak
7 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.37-40.
sengaja kepada aqilah ( keluarga ) pelaku, maksudnya kerabat
laki-laki dari sukunya.8
B. Al-Quran Sebagai Sumber Hukum Syariat Islam
Dalam Islam kita mengenal berbagai sumber hukum
diantaranya adalah al-Quran, dan al-Quran ini adalah sumber
utama dalam pengambilan hukum. Rasulullah pernah bertanya
jawab dengan sahabatnya bernama Mu’adz bin Jabal sebagai
berikut;
“ Nabi saw. Bertanya kepada Mu’adz , “bagaimana engkau
berbuat jika dihadapkan kepada suatu perkara ?” jawab Mu’adz
“saya memutuskan dengan apa yang terdapat dalam kitab
Allah. Jika perkara itu tidak terdapat dalam kitab Allah?” tanya
Nabi saw. Lagi . jawab Mu’adz “maka saya memutuskan dengan
apa yang terdapat dalam sunnah Rasulullah saw. Tanya nabi lagi
“jika perkara itu tidak terdapat dalam sunnah Rasulullah ?”
Mu’adz menjawab “saya berijtihad dengan pendapatku, dan
saya tidak akan berlaku ceroboh.9
1. Pengertian
Ditinjau dari segi bahasa (etimologi) kata القرانterambil
dari kata
يقرا ي. Bentuknya sepola dengan kata
فعلنseperti kata
الدغففيرادن
Penambahan huruf alif dan nun berfungsi untuk menunjukkan
kesempurnaan. Maka secara bahasa kata الدقفرادنbukan sekadar
bacaan (( قراءةtetapi bacaan yang sempurna. Kata “bacaan” ini
mengandung arti bahwa al-Qur’an merupakan sesuatu yang
selalu dibaca ((يمفقدرودء. Hal ini diperkuat oleh ayat al-Qur’an sebagai
berikut:
8 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.42.
9Umar Hasyim, Membahas Khilafiyah Memecah Persatuan Wajib Bermadzhab
dan Pintu Ijtihad Tertutup?> , Cetakan Pertama. H.60.
١٨ يفنإيذا يقيرأعن نيده يفٱتل ينبعع دقرعيءان يدهۥ١٧ عل ييعينا يجمعيعدهۥ يودقرعيءان يدهۥ
نإ لين ي
Terjemah :
17. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya
(di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
18. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaannya itu.(QS.al-Qiyamah:17-18).
Secara terminologi,ada beberapa defenisi yang dikemukakan
oleh para ulama tentang al-Qur’an. Berikut ini akan dikemukakan tiga
defenisi saja:
a. Menurut Abdul Wahab Khallaf, al-Qur’an ialah kalam Allah
yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui
Malaikat Jibril dengan lafaz berbahas Arab dengan makna
yang benar sebagai hujah bagi Rasul, sebagai pedoman
hidup, dianggap ibadah membacanya dan urutannya dimulai
dari surat an-Nas serta dijamin keasliannya.
b. Menurut Mahmud Syaitut, al-Qur’an ialah lafaz berbahasa
Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Yang
dinukilkan sampai kepada kita secara mutawatir.
c. Menurut Abu Zahra, al-Qur’an ialah kitab yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw. Berupa ayat yang pertama
turun, yaitu انفقيرا ف نبسم ربك الذى خلق... dan ayat yang terakhir turun,
yaitu اليوم اكملت لكم دينك...10
Al-Quran dalam kajian ushul fiqh merupakan objek utama dan
pertama pada kegiatan penelitian dalam memecahkan suatu hukum.
Al-Quran menurut bahasa berarti “bacaan” dan menurut istilah ushul
10 . Sapiudin Shidiq,Ushul Fiqh(cet.II. Jakarta, Kencana 2014,h.26-27)
fiqh al-Quran berarti “kalam (perkataan) Allah yang diturunkan-Nya
dengan perantaraan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw.
dengan bahasa arab serta dianggap beribadah membacanya”. 11
Syariat dari segi bahasa berarti mazdhab dan jalan lurus. Kata
syir’atul ma’ berarti sumber12 air yang hendak diminum , kata syara’a
bermakna nahaja ( meneliti ), menerangkan , dan menjelaskan
berbagai jalan titian . kata syara’a juga berarti sanna (menetapkan).
Menurut istilah , syariat berarti agama dan berbagai hukum yang
disyariatkan Allah untuk hamba-hamba-Nya.hukum-hukum ini disebut
Syariat-Nya, karena ia lurus dan menyerupai mata air , karena ia
memberi kehidupan bagi jiwa dan akal sebagaimana mata air
membawa kehidupan bagi fisik.
Syariat, din, dan millah memiliki arti yang sama , yaitu hukumhukum
yang
hukum-hukum
disyariatkan
Allah
ini
syariat
disebut
untuk
hamba-hamba-Nya.Namun
karena
aspek
pembuatannya,
kejelasannya, dan konsistensinya; disebut din karena menjadi sarana
untuk patuh dan beribadah kepada Allah: dan disebut millah karena
didektekan (diimla’kan) kepada manusia.13
11 Satria Effendi, Ushul Fiqh, cet.v. Jakarta : Kencana , 2014, H.79
12 Menurut kamus umum bahasa Indonesia, kata ‘sumber’ memilki arti ‘asal
usul sesuatu’. Berarti ‘sumber hukum Islam’ memiliki arti ‘asal atau tempat
pengambilan hukum Islam’. Sedangkan dalam kepustakaan hukum Islam di Indonesia,
sumber hukum Islam terkadang disebut ‘dalil hukum Islam atau pokok hukum Islam
atau dasar hukum Islam’. Menurut istilah ahli ushul fiqh, hukum adalah titah Allah Swt.
mengenai pekerjaan mukalaf, baik titah itu mengandung tuntutan suruhan atau
larangan, atau semata-mata sebagai suatu pilihan dan ketetapan.
13 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.231.
Islam artinya menyerah diri kepada Allah swt. Kemudian
penggunaan kata islam ini dibatasi oleh agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw. dari Allah swt.
14
2. Karakteristik al-Quran
Pertama,
lafadz
dan
makna
al-Quran
berasal
dari
Allah,
sedangkan Rasul saw. tidak lain hanya menyampaikan . lafadz
al-
Quran dengan menggunakan bahasa Arab.
Kedua, al-Quran disampaikan kepada kita secara mutawatir,
yaitu penyampaian al-Quran dari Nabi saw. Oleh orang-orang yang tak
terhingga jumlahnya , dan tidak terbayangkan oleh akal akan
kesepakatan mereka untuk berdusta, kemudian diriwayatkan dari kaum
tersebut oleh kaum lain yang tidak terbayangkan oleh akal bahwa
mereka bersepakat untuk berdusta, karena banyaknya jumlah mereka
dan berlainan tempat tinggalnya.
Ketiga, al-Quran bersifat Mu’jiz, yakni seluruh manusia tidak
mampu mendatangkan semisalnya. I’jaz ini berupa tantangan al-Quran
kepada bangsa Arab yang menentang al-Quran , mereka sangat
menguasai
balaghah
dan
kefasihan
bahasa
bahkan
memiliki
kekuasaan. Seandainya mereka berdaya , pastilah mereka tidak tinggal
diam. Jika orang arab saja tidak berdaya hingga hari ini,maka
dipastikan al-Quran itu berasal dari Allah.15
14 Ismail, Ahmad Satori , Islam Moderat: Menebar Islam Rahmatan Lil
‘Alamin,( Jakarta : Ikadi , 2012 , cet.II ) H.158.
15 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.232.
3. Karakteristik Penetapan Syariat Islam
Penetapan syariat Islam berpijak pada prinsip menjaga
kemaslahatan maasyarakat dan menghindarkan mudharat dan
kerusakan dari mereka.Inilah prinsip besar yang mencakup
seluruh hukum syariat Islam .Diantara karakteristik tersebut,
atau katakanlah manifestasi tersebut, adalah :
1. Penetapan Syariat Secara Bertahap
Hukum-hukum al-Quran tidak turun sekaligus,begitu juga
hukum-hukum as-Sunnah tidak datang sekaligus.Hikmah dari
penetapan syariat secara bertahap ini bahwa hukum-hukum
itu dirasakan lebih ringan bagi jiwa daripada diturunkan
sekaligus.
Kebertahapan ( tadarruj ) dalam penetapan syariat ini
bermacam-macam bentuknya.
a. Bertahap dari segi waktu. Yakni hukum-hukum tidak
diturunkan dalam satu waktu, melainkan ada yang
didahulukan dan ada yang diakhirkan, seperti yang telah
kita ketahui. Hukum-hukum di dalam undang-undang
Islam tidak ditetapkan sekaligus, melainkan ditetapkan
sepanjang masa kenabian.
b. Bertahap dari segi jenis-jenis hukum yang disyariatkan.Hal
ini sudah jelas,karena umat islam tidak dibebani dengan
banyak kewajiban di permulaan islam. Tetapi mereka
diperlakukan
dengan
lemah
meringankan jiwa mereka.
lembut
demi
untuk
c. Bertahap
dari segi penjelasan
hukum-hukum secara
global, kemudian setelah itu diberikan perinciannya.
Penetapan syariat di Mekah, berkenaan dengan hukumhukum praksis, turun dalam bentuk global. Kemudian
turun penetapan syariat di Madinah yang merinci hukumhukum yang bersifat global tersebut.
2. Menghilangkan Kesulitan
Diantara
karakteristik
penetapan
syariat
adalah
menghilangkan kesulitan . Hal ini tampak jelas bagi orang
yang meneliti hukum-hukum syariat. Disana ada nash-nash
Sharih ( tegas ) yang menunjukkan bahwa Allah tidak
menghendaki kecuali kemudahan bagi hamba-hamba-Nya,
dan tidak ingin mempersulit dan memperberat dengan
hukum-hukum-Nya.Allah berfirman dalam al-Quran surah alBaqarah ayat 185 :
Terjemah:
“ Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak
menghendaki kesulitan untukmu”.
Di dalam Sunnah juga terdapat banyak nash tentang
makna ini. Di antaranya;
تعسروايسرواول
Artinya :
“ Mudahkanlah dan jangan mempersulit”.
Terdapat riwayat shahih bahwa tidaklah
nabi saw.
Diberikan dua pilihan kecuali beliau memilih yang termudah.
Beliau
bersabda
“
Seandainya
bukan
karena
khawatir
memberatkan
umatku
,
niscaya
kuperintahkan
mereka
bersiwak setiap hendak shalat.” 16
3 . Nasakh
Nasakh berarti menghapuskan hukum yang terdahulu
dengan hukum yang datang sesudahnya. Diantaranya,
a) ‘iddah istri
yang ditinggal mati suaminya pada masa
permulaan Islam adalah satu tahun genap, dan suami harus
mewasiatkan nafkah dan tempat tinggal bagi istri selama
masa ‘iddah , hal ini telah disebutkan di dalm al-Quran surah
al-Baqarah ayat 140.
b) Dahulu wasiat untuk kedua orang tua dan kerabat hukumnya
wajib ,kemudian dihapus dengan ayat waris , seperti yang
disebutkan dalam sunnah untuk menegaskan penghapusan
tersebut.
Dalam
sebuah
hadis
nabi
saw.
Bersabda
“Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada yang
berhak. Ketahuilah , tidak ada wasiat untuk ahli waris .”
c) Nabi
pernah
melarang
membolehkannya
setelah
ziarah
itu.
kubur
Dalam
,
kemudian
sebuah
hadis
disebutkan “ Aku pernah melarang ziarah kubur . ketahuilah ,
sekarang berziaralah , karena ia dapat mengingatkanmu
akan akhirat.”
d) Kiblat pada mulanya menghadap ke Baitul Maqdis, kemudian
kiblat dalam shalat diubah kearah ka’bah. 17
16 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press, 2008) ,
H. 140-144.
17 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press, 2008),
H. 145-146.
4. Kedudukan al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Islam
Sebagai sumber hukum Islam, al-Qur’an memiliki kedudukan yang
sangat tinggi. Ia merupakan sumber utama dan pertama sehingga
semua persoalan harus merujuk dan berpedoman kepada Al-Qur'an.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam al-Qur’an: Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan ta’atilah RasulNya (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara
kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah Swt. (al-Qur’an) dan Rasu-Nyal (sunnah),
jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih
utama
(bagimu)
dan
lebih
baik
akibatnya.”
(Q.S.
an-
Nisa’/4:59)Dalam ayat yang lain Allah Swt. menyatakan: Artinya:
“Sungguh,
Kami
telah
menurunkan
Kitab
(al-Qur’an)
kepadamu
(Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara
manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan
janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah),
karena (membela) orang yang berkhianat.” (Q.S. an-Nisa’/4:105)
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim, Rasulullah saw. bersabda: Artinya: “... Amma ba’du wahai
sekalian manusia, bukankah aku sebagaimana manusia biasa yang
diangkat menjadi rasul dan saya tinggalkan bagi kalian semua dua
perkara utama/besar, yang pertama adalah kitab Allah yang di
dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya/penerang, maka ikutilah kitab
Allah (al-Qur’an) dan berpegang teguhlah kepadanya ... (H.R. Muslim)
Berdasarkan dua ayat dan hadis di atas, jelaslah bahwa al-Qur’an
merupakan kitab yang berisi sebagai petunjuk dan peringatan bagi
orang-orang yang beriman. Al-Qur’an merupakan sumber dari segala
sumber hukum baik dalam konteks kehidupan di dunia maupun di
akhirat. Namun demikian, hukum-hukum yang terdapat dalam Kitab
Suci al-Qur’an ada yang bersifat rinci dan sangat jelas maksudnya, tapi
ada yang masih bersifat umum dan perlu pemahaman mendalam
untuk memahaminya.
5. Macam-macam Hukum Al-Quran
Hukum al-Quran bermacam-macam ;
Pertama, hukum-hukum yang berkaitan dengan akidah seperti
iman kepada Allah, Rasul-Nya dan Hari akhir. Ini adalah hukum-hukum
i’tiqadiyyah.
Kedua, hukum-hukum yang berkaitan dengan tazkiyatunnafs,
dan penjelasan tentang akhlak terpuji yang wajib dijadikan perhiasan ,
dan akhlak tercela yang wajib ditinggalkan. Ini adalah hukum-hukum
akhlaqiyah.
Ketiga, hukum-hukum yang berkaitan dengan ucapan dan
tindakan mukallaf di luar dua macam di atas . ini adalah hukum-hukum
‘amaliyah (praksis) dan masuk dalam tema fiqih. Ia terbagi menjadi
dua : ibadah dan muamalah.18
6. Cara al-Quran Menjelaskan Hukum
Penjelasan al-Quran tentang berbagai hukum ada tiga jenis:
H. 233.
18 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press, 2008) ,
1. Pertama , penjelasan umum (kulli), yaitu dengan menyebutkan
kaidah-kaidah19
prinsip
umum
yang
menjadi
dasar
untuk
menentukan hukum-hukum furu’, seperti:
a. Perintah berbuat adil dan memutuskan secara adil :
عنن ٱلعيفحعيشانء يوٱلعدمنك ينر يوٱلعبيغ نعيي
۞نإ لين ٱلل لييه ي يأعدمدر نبٱلعيعدعنل يوٱلعنإحع ينسنن يونإييتا ن يي نذي ٱلعقدرعبينى يوي ينعيهنى ي
٩٠ ي ينعدظك دمع ل ييعل ليك دمع تييذك ل يدروين
90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.
b. seseorang tidak ditanya tentang dosa orang lain :
رىي
دقلع أ ي ي
غيعير ٱلل لينه أ يبعنغي ير لببا يودهيو ير لد
ب ك د لدل ن يفعسس نإ ليلا ي
عل ييعيهاي يويلا تينزدر يوانزيرةة نوزعير أ دخع ي ن
ب ك د ل نل يشيعءءي يويلا تيكعنس د
١٦٤ كم نبيما دكنتدمع نفينه تيخعتيلندفوين
كم ل يمرعنجدعك دمع يفي دن ي نبلئد د
ث دلمي نإل ينى ير نبل د
164. Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah,
padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang
membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya
sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakanNya kepadamu apa yang kamu perselisihkan"
c. sanksi setimpal dengan pelanggaran:
ب ٱلنليظلننميين
عيلى ٱل لي ن ي
له نإن ليدهۥ يلا ي دنح لد
عيفا يوأ يصعل ييح يفأ يجعدردهۥ ي
يويج ين ززدؤا ف يس ني لئيءة يس ني لئيةة نلمثعل ديهاا يفيمنع ي
40. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa,
maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka
pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak
menyukai orang-orang yang zalim.
19 Kaidah adalah rumusan asas yg menjadi hukum; aturan yg sudah pasti; patokan; dalil
2.
Kedua, penjelasan global (ijmali), yaitu penyebutan hukum-hukum
secara global yang membutuhkan penjelasan dan perincian. Diantara
hukum-hukum ini adalah:
a. Kewajiban shalat dan zakat . Allah berfirman :
له نإ لين ٱلل لييه نبيما تيععيمدلوين بينصيةر
خيعءر تينجددوده نعنيد ٱل لي ن ه
كم نلم ع
يوأ ينقيدموا ف ٱل ليصل ينوية يويءادتوا ف ٱل ليزك ينو ية يويما تديقنلددموا ف لنيأندفنس د
ن ي
١١٠
110. Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan
apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan
mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha
Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
Disini al-Quran tidak menyebutkan jumlah rakaatnya dan
tata caranya. Inilah fungsi Rasul menjelaskannya lewat hadis ,
begitupun zakat.
b. Kewajiban haji. Allah berfirman,
عيلى ٱل ل ينانس نح لدج ٱلعبييع ن
ت يمنن ٱسعتييطايع نإل ييعنه
ت ل يميقادم نإبعنير ن يا
هيم يويمن يد ي
يتت بي ني لن ني ة
نفينه يءا ني د
خل يدهۥ يكاين يءانمبن ها يولنل لينه ي
٩٧ عنن ٱلعنيعل ينميين
يسنبيبلاي يويمن ك ييفير يفنإ لين ٱلل لييه ي
غنن ل ي
ي ي
97. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya)
maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu)
menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Sunnah
menjelaskan
cara
pelaksanaannya
beserta
rukun-
rukunnya.20
c. Halalnya jual beli dan haramnya riba:
مسي نيذلنيك نبأ ين ليدهمع يقال دوزا ف نإن لييما
ٱل لينذيين ي يأعك ددلوين ٱلنلربينوا ف يلا ي يدقودموين نإ ليلا ك ييما ي يدقودم ٱل لينذي ي يتي ي
خبل يدطده ٱل ليشيع ينطدن نمين ٱلع ي ن ل
ٱلعبييعدع نمثعدل ٱلنلربينو ها ف يوأ ييح ل يل ٱلل ليده ٱلعبييعيع يويح ليريم ٱلنلربينو يا ف يفيمن يجايءدهۥ يموعنعيظةة نلمن ل ير نبلنهۦ يفٱنتييهنى يفل يدهۥ يما يسل ييف
٢٧٥ خلنددوين
ب ٱل ل ي ن ا
يوأ يمعدردهۥز نإيلى ٱل لي ن ا
نار دهمع نفييها ني
له يويمنع ي
عايد يفأ دفو زل يننئيك أ يصع ني
ح د
20 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H. 233-236.
Terjemah :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orangorang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa
yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya”.
Selanjutnya sunnah menjelaskan jual beli yang halal dan
haram, serta yang dimaksud dengan riba.
3 Ketiga, penjelasan rinci ( tafshili), yaitu menyebutkan hukum-hukum
secara
rinci
.misalnya
pembagian
warisan,
cara
talak
dan
jumlahnya , wanita-wanita yang haram dinikahi dan hukum-hukum
tafshili lain di dalam al-Quran.21
C. Konsep Maqasid ( Tujuan ) Syariah dalam Islam
Ulama salaf yang melahirkan konsep asli , berangkat dari
keterangan al-Quran, sunnah , dan prinsip-prinsip umum syari’ah
setelah dilakukan istiqra’ (induksi22) terhadap seluruh bentuk formal
syariah
dan
substansinya,
baik
dalam
persoalan
ibadah,muamalah,pernikahan, hudud, qisas,dan lain-lain.
Maqasid syari’ah adalah suatu prinsip dasar ilmu ushul fiqh yang
memiliki aturan jelas dan standar pasti agar tidak dijadikan alat untuk
merelatifkan teks dan menganulirnya. Penetapan-penetapan tujuan
21 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H. 236.
22 Induksi adalah 1 metode pemikiran yg bertolak dr kaidah (hal-hal atau peristiwa) khusus untuk
menentukan hukum (kaidah) yg umum; penarikan kesimpulan berdasarkan keadaan yg khusus untuk diperlakukan secara
umum; penentuan kaidah umum berdasarkan kaidah khusus. (KBBI Ofline )
syar’i tidak bisa dibangun oleh asumsi-asumsi dan prakiraan semu.oleh
sebab itu, Imam Syathibi sebagai peletak dasar ilmu maqasid telah
menetapkan berbagai aturan bahi upaya menggali maqasid syari’ah.
23
Maqasid syari’ah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam
merumuskan hukum-hukum islam . tujuan itu dapat ditelusuri dalam
ayat-ayat al-Quran dan sunnah Rasulullah sebagai alasan logis bagi
rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat
manusia.24
Abu ishaq al-Syatibi dalam buku ushul fiqh membagi tingkat
kemaslahatan kepada tiga tingkatan yaitu :
a. Kebutuhan Dharuriyat
Kebutuhan dharuriyat ialah tingkat kebutuhan yang harus
ada
atau
disebut
dengan
kebutuhan
primer.Bila
tingkat
kebutuhan ini tidak terpenuhi , akan terancam keselamatan
umat manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Menurut al-Syatibi ada lima hal yang termasuk dalam
kategori ini, yaitu memelihara agama, jiwa , akal , kehormatan
dan keturunan serta memelihara harta. Untuk memelihara lima
pokok inilah syariat islam diturunkan. Misalnya firman Allah
dalam mewajibkan jihad ayat 179 surah al-Baqarah :
يول يك دمع نفي ٱلعنقيصانص يحي ينوةة زي ينأ دفونلي ٱلعأ يلعبنينب ل ييعل ليك دمع تيتل يدقوين
23 Fahmi Salim, Tafsir Sesat: 58 Essai Kritis Wacana Islam di Indonesia ,
(Jakarta : Gema Insani , 2013, Cetakan Pertama), H.137-140
24 Satria Effendi, Ushul Fiqh, cet.v. Jakarta : Kencana , 2014, H.233
Terjemah:
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup
bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”.
b. Kebutuhan Hajiyat
Kebutuhan hajiyat ialah kebutuhan-kebutuhan sekunder,
dimana
bila
tidak
diwujudkan
tidak
sampai
mengancam
keselamatannya ,namun akan mengalami kesulitan .syariat
islam menghilangkan segala kesulitan itu .
Adanya hukum
takhshish (keringanan) seperti dijelaskan Abd.
Al-Wahhab
khallaf, adalah sebagai contoh dari kepedulian syariat islam
terhadap kebutuhan ini.
Dalam lapangan ibadat, islam mensyariatkan beberapa
hukum
rukhshah
mendapat
(keringanan)
kesulitan
dalam
bilamana
menjalankan
kenyataannya
perintah-perintah
taklif.Misalnya islam membolehkan tidak berpuasa bilamana
dalam perjalanan dalam jarak tertentu dengan syarat diganti
pada hari yang lain.
c. Kebutuhan Tahsiniyat
Kebutuhan
tahsiniyat
ialah
tingkat
kebutuhan
yang
apabila tidak terpenuhi , tidak mengancam eksistensi 25 salah
satu dari lima pokok di atas dan tidak pula menimbulkan
kesulitan.
Dalam lapangan muamalat islam melarang boros, kikir ,
menaikkan harga , monopoli dan lain-lain.dalam bidang uqubat
25 Eksistensi adalah hal berada; keberadaan
islam mengharamkan membunuh anak-anak dalam peperangan
dan kaum wanita.
Tujuan Syariat seperti tersebut tadi bisa disimak dalam
beberapa ayat, misalnya ayat 6 surah al-Maidah:
عل ييعك دمع ل ييعل ليك دمع تيشعك ددروين
… يول نينكن ي دنريدد لني ديطنلهيرك دمع يولني دنتلمي ننععيمتيدهۥ ي.
Terjemah :
“……
tetapi
Dia
hendak
membersihkan
kamu
dan
menyempurnakan
nikmat-Nya
bagimu,
supaya
kamu
bersyukur”.26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penulisan makalah ini , dapat disimpulkan
beberapa poin , diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Sebelum al-Quran diturunkan di tengah masyarakat Arab ,
ternyata mereka telah mengenal bermacam-macam
tradisi
yang kemudian mereka jadikan undang-undang. Dan setelah alQuran diturunkan terdapat beberapa tradisi yang diterima dan
ditolak . Dalam al-Quran Allah menetapkan syariat-Nya secara
bertahap baik dari segi waktu dan jenis-jenis hukumnya.
2. Adapun tujuan atau maqashidu al-Syariah dari penetapan syariat
Islam, baik dalam al-Quran dan hadis dan lainnya adalah
menjaga kemaslahatan manusia dan menolak mudharat dari
mereka.
26 Satria Effendi, Ushul Fiqh, cet.v. Jakarta : Kencana , 2014, H.233-237.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Satria ,Ushul Fiqh, Jakarta : Kencana , 2014, cet.v
Hasyim,Umar , Membahas Khilafiyah Memecah Persatuan Wajib
Bermadzhab dan Pintu Ijtihad Tertutup?> , Cetakan Pertama.
Ismail, Ahmad Satori , Islam Moderat: Menebar Islam Rahmatan
Lil ‘Alamin, Jakarta : Ikadi , 2012 , cet.II
KBBI Ofline 1.5.1
Salim, Fahmi , Tafsir Sesat: 58 Essai Kritis Wacana Islam di
Indonesia , Jakarta : Gema Insani , 2013, Cetakan Pertama.
Shidiq, Sapiudin ,Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2014. cet.II
Zaidan, Abdul Karim , Pengantar Studi Syariat , Jakarta : Robbani
Press , 2008 , cet.1
DALAM AGAMA ISLAM
KELOMPOK 1
KHALIL NURUL ISLAM
30700115027
SUMIATI
30700115021
WAHYUNI
30700115018
FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
ALAUDDIN MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur
kami
persembahkan
kepada
kehadiran
Tuhan
semesta alam yaitu Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kegiatan penulisan makalah ini dapat berjalan dengan baik,
meskipun , terdapat beberapa kendala dari penulisan ini yang
menunjukkan
keterbatasan
kapasitas
kami
sebagai
seorang
manusia.Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan
umat Islam pembawa risalah kebenaran yaitu Rasulullah Muhammad
saw.
Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada pembimbing
kami , yaitu Darmawati H.S.Ag.,M.HI. yang telah memberikan tugas
kepada kami yang sekaligus kami dididik dan dilatih untuk jauh lebih
berkualitas dan profesional sesuai bidang studi kami di dalam dunia
perkuliahan.
Kami juga meminta maaf atas kesalahan dan kekeliruan yang
terdapat dalam penulisan makalah kami .Oleh karena itu , kami
meminta saran dan kritikan yang akan membawa kami menuju kearah
yang lebih baik.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang tidak hanya
menjadi
petunjuk
bagi
umat
islam,
melainkan
dia
merupakan
seperangkat aturan yang sangat fundamental ( mendasar ) terhadap
sebuah
peradaban
(civilisation)
umat
manusia
secara
universal
(keseluruhan).
Pada hakikatnya manusia diciptakan oleh Allah swt untuk
beribadah kepadanya, hal ini telah dijelaskan di dalam al-Qur’an, surah
Azd- dzariyat Ayat 56 ;
ت ٱلعنج لين يوٱلعنإنيس نإ ليلا لني يععبدددونن
يويما ي
خل يقع د
Terjemahannya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku” (Q.S. Adz-dzariyat: 56 ).
Prinsip al-Qur’an itu sangat jelas menempatkan manusia sebagai
seorang hamba yang harus mengabdikan diri kepada-Nya, namun,
bukan
berarti
Allah
melarang
manusia
untuk
mencari
sumber
penghidupan di dunia ini. Dan baik itu masalah ibadah dan muamalah
telah diatur sedemikian rupa dalam agama lewat dalil-dalil-Nya, akan
tetapi terdapat beberapa perbedaan dalam mengatur suatu hukum
dikalangan umat muslim sendiri.
Sumber
atau
dalil
fikih
yang
telah
disepakati
,
seperti
dikemukakan ‘abd. Al-Majid Muhammad al-Khafawi, ahli hukum islam
berkebangsaan
Mesir,
ada
4
(empat),
yaitu
al-Quran,
Sunnah
Rasulullah, Ijma’, dan Qiyas.
Dari latar belakang di atas , maka penulis tertarik untuk
menyusun makalah dengan judul : Al-Quran Sebagai Sumber
Hukum Utama dalam Agama Islam
B.Rumusan Masalah
1. Bagaimana al-Quran menjadi sumber hukum dalam syariat islam?
2. Apa tujuan dari disyariatkannya al-Quran sebagai sumber hukum
dalam islam?
C.Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penulisan
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana al-Quran menjadi sumber hukum
dalam syariat islam.
2. Untuk mengetahui apa tujuan dari disyariatkannya al-Quran sebagai
sumber hukum dalam islam.
D.Manfaat
Dengan penulisan makalah ilmiah ini , penulis mengharapkan
dapat
memberikan
banyak
manfaat
dalam
berbagai
bidang,
diantaranya :
1. Bidang pendidikan, dalam kegiatan penulisan makalah ini
diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan
secara teori maupun praktik.
2. Bidang
agama,
dalam
kegiatan
penulisan
makalah
ini
diharapkan dapat menjadi syiar agama khususnya syiar alQur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Rasulullah
Muhammad saw. menjadi petunjuk bagi ummat manusia secara
universal ( keseluruhan ) . sebelum Islam menyebar ke penjuru dunia ,
agama ini terlebih dahulu turun di Mekah tanah Arab, yang pada masa
itu dikenal sebagai peradaban jahiliah. Namun, meskipun agama ini
membawa risalah dari Tuhan yang disampaikan oleh orang yang
terpercaya akan kejujurannya sebelum beliau menjadi rasul yaitu
Rasulullah Muhammad saw., tidak bisa langsung diterima oleh bangsa
Arab saat itu, karena banyaknya pertentangan dengan tradisi bangsa
Arab di masa itu.1
Sebelum membahas lebih jauh tentang al-Quran sebagai sumber
hukum dalam agama islam maka pemakalah akan memaparkan secara
singkat tentang Bangsa Arab Pra-Islam, yaitu ditinjau dari kondisi
sosiologis dan perudang-undangannya.
1. Kondisi Sosiologis Bangsa Arab
Bangsa Arab Pra-Islam – kecuali sedikit dari mereka hidup
dengan cara primitif, dan sebagian yang lainnya menetap di
sebuah kawasan desa dan kota yang berpradaban seperti
yaman , kota Yastrib “Madinah” dan Makkah dengan kehidupan
menetap.
Mereka
adalah
masyarakat
kota.Sedangkan
masyarakat badui arab mendiami pedalaman dan menjalani
kehidupan berpindah-pindah untuk mencari padang rumput dan
air .
Bangsa Arab terdiri atas beraneka ragam suku . Sistem
kemasyarakatan mereka berlandaskan fanatisme kesukuan di
antara individu-individunya. Suku bukanlah suatu entitas 2 politik,
melainkan hanya sebuah kesatuan sosial yang berpijak pada
hubungan kekerabatan dan ikatan darah.
1 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H. 11.
2 Entitas adalah satuan yg berwujud; wujud ( KBBI Offline )
Diantara
implikasi3
fanatisme
kesukuan
adalah
kebanggaan dan pembelaan mereka terhadap nasab melebihi
pembelaan menyangkut kebenaran dan kebatilan. 4
2. Kondisi Perundang-undangan Masyarakat Arab
Masyarakat
Arab
jahiliah
pra-islam
tidak
memiliki
pemerintahan atau kekuasaan legislatif yang membuat undangundang.Mereka hanya memiliki adat, kebiasaan, dan tradisi yang
bisa disebut sebagai undang-undang jahiliah. Karena tidak
memiliki kekuasaan eksekutif , mereka hanya merujuk kepada
kepala suku atau dukun.diantara undang-undang masyarakat
arab jahiliah adalah sebagai berikut;
A. Undang-undang Keluarga
1. Pernikahan dan Hukum yang Terkait Dengannya
Masyarakat arab jahiliah mengenal bermacam-macam
pernikahan.
Diantaranya
adalah
pernikahan
yang
dipraktekkan manusia hari ini. Seorang laki-laki melamar
kepada
laki-laki
lain
untuk
menikahi
perempuan
yang
diwalikannya atau anak perempuannya, lalu ia memberinya
mahar
dan
menikahinya.Islam
mengakui
pernikahan
semacam ini dan membuat sejumlah batasan dan norma.
Ada juga bentuk-bentuk pernikahan yang rusak dan ditolak
oleh syariat islam. Diantara pernikahan yang rusak ini
adalah :
3 Implikasi adalah keterlibatan atau keadaan terlibat: -- manusia sbg objek
percobaan atau penelitian semakin terasa manfaat dan kepentingannya; yg termasuk
atau tersimpul; yg disugestikan, tetapi tidak dinyatakan: apakah ada -- dl pertanyaan
itu?
4 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta :
Robbani Press, 2008) ,H.15
a. Nikah al-syighar, yaitu seorang laki-laki menikahkan anak
perempuannya atau yang berada dalam kewaliannya dengan
laki-laki lain,dengan syarat laki-laki itu menikahkan anak
perempuannya atau yang diwalikannya dengan laki-laki
pertama , dan diantara keduanya tidak ada mahar ,
melainkan masing-masing dari dua istri itu merupakan mahar
bagi yang lain. Islam melarang pernikahan semacam ini.
b. Nikah al-Muqthi (keji), yaitu anak laki-laki menikahi isteri
bapaknya setelah meninggal, jika ia bukan ibunya. Islam
menentang pernikahan yang keji ini dan hal-hal yang
berkaitan dengannya.
c. Permpuan-perempuan yang haram dinikahi. Masyarakat Arab
memiliki
aturan
pengharaman
menikahi
ibu,
anak
perempuan, bibi dari ayah dan bibi dari ibu.Islam mengakui
pengharaman ibu dan semisalnya serta menjelaskan siapa
saja yang haram dinikahi.5
2. Wasiat dan Warisan
a. Wasiat
Wasiat adalah kepemilikan yang ditangguhkan hingga
setelah
kematian.
Masyarakat
Arab
mengenal
tindakan
hukum ini. Mereka memperkenankan wasiat kepada ahli
waris dan selainnya tanpa membatasi kuantitasnya . Islam
mengakui prinsip wasiat dan menentukan batas sepertiga
dari peninggalan pemberi wasiat.
5 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.27-28.
b. Warisan
Warisan
termasuk
faktor
penyebab
pindahnya
kepemilikan, dimana harta dan hak-haknya berpindah dari
orang yang mewariskan (mayit) kepada ahli warisnya melalui
kepusakaan berdasar hukum syariat setelah pemenuhan
kewajiban
yang
berkaitan
dengan
peninggalan
mayit.
Masyarakat Arab telah mengenal warisan sebagai salah satu
sarana kepemilikan. Mereka menjalankan ketentuan waris
berdasarkan dua hal : nasab dan usaha. Mereka yang
mendapatkan
warisan
lantaran
nasab
adalah
para
kerabat,yaitu anak laki-laki yang telah dewasa dan berperang
di atas kuda , membawa pedang dan mengambil rampasan.
Adapun pewarisan karena usaha itu meliputi pewarisan
dengan sebab adopsi, aliansi, dan akad.ketika islam datang ,
ia membiarkan masyarakat Arab sekian waktu untuk berpijak
pada
tradisi
mereka
,kemudian
menghapus
pewarisan
dengan sebab adopsi.6
B. Muamalah
Masyarakat arab pra-islam mengenal berbagai muamalah
seperti syirkah (perseroan) ,mudharabah (bagi hasil),rahn
(gadai),bai’(jual-beli)
dan
lain-lain.adapun
penjelasannya
lebih lanjut sebagai berikut;
1. Akad syirkah (perseroan) telah dikenal oleh masyarakat Arab
pra-islam ,hal tersebut dibuktikan dalam sirah nabawiyah “
6 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.35-36.
Rasulullah saw., sebelum kenabian berserikat dengan sa’ib
bin sa’ib. Islam mengakui perseroan (syirkah) dan para ulama
fiqih menjelaskan syarat-syarat dan implikasinya.
2. Qardh (pinjaman dan riba) . masyarakat telah mengenal akad
qardh , dan mereka menjalankannya dengan riba. Mereka
berhutang
hingga
batas
waktu
tertentu
dengan
pengembalian yang lebih dan bersyarat.
3. Jual-beli.Masyarakat pra-islam mengenal berbagai jenis jualbeli, namun islam hanya mengakui jual-beli yang benar dan
didasarkan pada sikap saling rela ,serta menghapus jual –beli
yang bertentangan dengan prinsip saling rela, mengandung
penipuan atau mengambil harta pihak lain dengan cara batil. 7
C. Qishash dan Diyat
Qishash terhadap prilaku kriminal dikenal dikalangan
masyarakat arab , tetapi mereka tidak membatasi qishash
pada pelaku kriminal saja melainkan meluas hingga semua
anggota suku. Maka islam datang membatasi tanggung jawab
atas pelaku kejahatan secara individual.
Hukum Diyat juga dilaksanakan di kalangan masyarakat
Arab . mereka menganggapnya sebagai tindakan terpuji . Islam
mengakui aturan ini dan membebankan diyat pembunuhan tak
7 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.37-40.
sengaja kepada aqilah ( keluarga ) pelaku, maksudnya kerabat
laki-laki dari sukunya.8
B. Al-Quran Sebagai Sumber Hukum Syariat Islam
Dalam Islam kita mengenal berbagai sumber hukum
diantaranya adalah al-Quran, dan al-Quran ini adalah sumber
utama dalam pengambilan hukum. Rasulullah pernah bertanya
jawab dengan sahabatnya bernama Mu’adz bin Jabal sebagai
berikut;
“ Nabi saw. Bertanya kepada Mu’adz , “bagaimana engkau
berbuat jika dihadapkan kepada suatu perkara ?” jawab Mu’adz
“saya memutuskan dengan apa yang terdapat dalam kitab
Allah. Jika perkara itu tidak terdapat dalam kitab Allah?” tanya
Nabi saw. Lagi . jawab Mu’adz “maka saya memutuskan dengan
apa yang terdapat dalam sunnah Rasulullah saw. Tanya nabi lagi
“jika perkara itu tidak terdapat dalam sunnah Rasulullah ?”
Mu’adz menjawab “saya berijtihad dengan pendapatku, dan
saya tidak akan berlaku ceroboh.9
1. Pengertian
Ditinjau dari segi bahasa (etimologi) kata القرانterambil
dari kata
يقرا ي. Bentuknya sepola dengan kata
فعلنseperti kata
الدغففيرادن
Penambahan huruf alif dan nun berfungsi untuk menunjukkan
kesempurnaan. Maka secara bahasa kata الدقفرادنbukan sekadar
bacaan (( قراءةtetapi bacaan yang sempurna. Kata “bacaan” ini
mengandung arti bahwa al-Qur’an merupakan sesuatu yang
selalu dibaca ((يمفقدرودء. Hal ini diperkuat oleh ayat al-Qur’an sebagai
berikut:
8 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.42.
9Umar Hasyim, Membahas Khilafiyah Memecah Persatuan Wajib Bermadzhab
dan Pintu Ijtihad Tertutup?> , Cetakan Pertama. H.60.
١٨ يفنإيذا يقيرأعن نيده يفٱتل ينبعع دقرعيءان يدهۥ١٧ عل ييعينا يجمعيعدهۥ يودقرعيءان يدهۥ
نإ لين ي
Terjemah :
17. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya
(di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
18. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaannya itu.(QS.al-Qiyamah:17-18).
Secara terminologi,ada beberapa defenisi yang dikemukakan
oleh para ulama tentang al-Qur’an. Berikut ini akan dikemukakan tiga
defenisi saja:
a. Menurut Abdul Wahab Khallaf, al-Qur’an ialah kalam Allah
yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui
Malaikat Jibril dengan lafaz berbahas Arab dengan makna
yang benar sebagai hujah bagi Rasul, sebagai pedoman
hidup, dianggap ibadah membacanya dan urutannya dimulai
dari surat an-Nas serta dijamin keasliannya.
b. Menurut Mahmud Syaitut, al-Qur’an ialah lafaz berbahasa
Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Yang
dinukilkan sampai kepada kita secara mutawatir.
c. Menurut Abu Zahra, al-Qur’an ialah kitab yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw. Berupa ayat yang pertama
turun, yaitu انفقيرا ف نبسم ربك الذى خلق... dan ayat yang terakhir turun,
yaitu اليوم اكملت لكم دينك...10
Al-Quran dalam kajian ushul fiqh merupakan objek utama dan
pertama pada kegiatan penelitian dalam memecahkan suatu hukum.
Al-Quran menurut bahasa berarti “bacaan” dan menurut istilah ushul
10 . Sapiudin Shidiq,Ushul Fiqh(cet.II. Jakarta, Kencana 2014,h.26-27)
fiqh al-Quran berarti “kalam (perkataan) Allah yang diturunkan-Nya
dengan perantaraan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw.
dengan bahasa arab serta dianggap beribadah membacanya”. 11
Syariat dari segi bahasa berarti mazdhab dan jalan lurus. Kata
syir’atul ma’ berarti sumber12 air yang hendak diminum , kata syara’a
bermakna nahaja ( meneliti ), menerangkan , dan menjelaskan
berbagai jalan titian . kata syara’a juga berarti sanna (menetapkan).
Menurut istilah , syariat berarti agama dan berbagai hukum yang
disyariatkan Allah untuk hamba-hamba-Nya.hukum-hukum ini disebut
Syariat-Nya, karena ia lurus dan menyerupai mata air , karena ia
memberi kehidupan bagi jiwa dan akal sebagaimana mata air
membawa kehidupan bagi fisik.
Syariat, din, dan millah memiliki arti yang sama , yaitu hukumhukum
yang
hukum-hukum
disyariatkan
Allah
ini
syariat
disebut
untuk
hamba-hamba-Nya.Namun
karena
aspek
pembuatannya,
kejelasannya, dan konsistensinya; disebut din karena menjadi sarana
untuk patuh dan beribadah kepada Allah: dan disebut millah karena
didektekan (diimla’kan) kepada manusia.13
11 Satria Effendi, Ushul Fiqh, cet.v. Jakarta : Kencana , 2014, H.79
12 Menurut kamus umum bahasa Indonesia, kata ‘sumber’ memilki arti ‘asal
usul sesuatu’. Berarti ‘sumber hukum Islam’ memiliki arti ‘asal atau tempat
pengambilan hukum Islam’. Sedangkan dalam kepustakaan hukum Islam di Indonesia,
sumber hukum Islam terkadang disebut ‘dalil hukum Islam atau pokok hukum Islam
atau dasar hukum Islam’. Menurut istilah ahli ushul fiqh, hukum adalah titah Allah Swt.
mengenai pekerjaan mukalaf, baik titah itu mengandung tuntutan suruhan atau
larangan, atau semata-mata sebagai suatu pilihan dan ketetapan.
13 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.231.
Islam artinya menyerah diri kepada Allah swt. Kemudian
penggunaan kata islam ini dibatasi oleh agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw. dari Allah swt.
14
2. Karakteristik al-Quran
Pertama,
lafadz
dan
makna
al-Quran
berasal
dari
Allah,
sedangkan Rasul saw. tidak lain hanya menyampaikan . lafadz
al-
Quran dengan menggunakan bahasa Arab.
Kedua, al-Quran disampaikan kepada kita secara mutawatir,
yaitu penyampaian al-Quran dari Nabi saw. Oleh orang-orang yang tak
terhingga jumlahnya , dan tidak terbayangkan oleh akal akan
kesepakatan mereka untuk berdusta, kemudian diriwayatkan dari kaum
tersebut oleh kaum lain yang tidak terbayangkan oleh akal bahwa
mereka bersepakat untuk berdusta, karena banyaknya jumlah mereka
dan berlainan tempat tinggalnya.
Ketiga, al-Quran bersifat Mu’jiz, yakni seluruh manusia tidak
mampu mendatangkan semisalnya. I’jaz ini berupa tantangan al-Quran
kepada bangsa Arab yang menentang al-Quran , mereka sangat
menguasai
balaghah
dan
kefasihan
bahasa
bahkan
memiliki
kekuasaan. Seandainya mereka berdaya , pastilah mereka tidak tinggal
diam. Jika orang arab saja tidak berdaya hingga hari ini,maka
dipastikan al-Quran itu berasal dari Allah.15
14 Ismail, Ahmad Satori , Islam Moderat: Menebar Islam Rahmatan Lil
‘Alamin,( Jakarta : Ikadi , 2012 , cet.II ) H.158.
15 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.232.
3. Karakteristik Penetapan Syariat Islam
Penetapan syariat Islam berpijak pada prinsip menjaga
kemaslahatan maasyarakat dan menghindarkan mudharat dan
kerusakan dari mereka.Inilah prinsip besar yang mencakup
seluruh hukum syariat Islam .Diantara karakteristik tersebut,
atau katakanlah manifestasi tersebut, adalah :
1. Penetapan Syariat Secara Bertahap
Hukum-hukum al-Quran tidak turun sekaligus,begitu juga
hukum-hukum as-Sunnah tidak datang sekaligus.Hikmah dari
penetapan syariat secara bertahap ini bahwa hukum-hukum
itu dirasakan lebih ringan bagi jiwa daripada diturunkan
sekaligus.
Kebertahapan ( tadarruj ) dalam penetapan syariat ini
bermacam-macam bentuknya.
a. Bertahap dari segi waktu. Yakni hukum-hukum tidak
diturunkan dalam satu waktu, melainkan ada yang
didahulukan dan ada yang diakhirkan, seperti yang telah
kita ketahui. Hukum-hukum di dalam undang-undang
Islam tidak ditetapkan sekaligus, melainkan ditetapkan
sepanjang masa kenabian.
b. Bertahap dari segi jenis-jenis hukum yang disyariatkan.Hal
ini sudah jelas,karena umat islam tidak dibebani dengan
banyak kewajiban di permulaan islam. Tetapi mereka
diperlakukan
dengan
lemah
meringankan jiwa mereka.
lembut
demi
untuk
c. Bertahap
dari segi penjelasan
hukum-hukum secara
global, kemudian setelah itu diberikan perinciannya.
Penetapan syariat di Mekah, berkenaan dengan hukumhukum praksis, turun dalam bentuk global. Kemudian
turun penetapan syariat di Madinah yang merinci hukumhukum yang bersifat global tersebut.
2. Menghilangkan Kesulitan
Diantara
karakteristik
penetapan
syariat
adalah
menghilangkan kesulitan . Hal ini tampak jelas bagi orang
yang meneliti hukum-hukum syariat. Disana ada nash-nash
Sharih ( tegas ) yang menunjukkan bahwa Allah tidak
menghendaki kecuali kemudahan bagi hamba-hamba-Nya,
dan tidak ingin mempersulit dan memperberat dengan
hukum-hukum-Nya.Allah berfirman dalam al-Quran surah alBaqarah ayat 185 :
Terjemah:
“ Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak
menghendaki kesulitan untukmu”.
Di dalam Sunnah juga terdapat banyak nash tentang
makna ini. Di antaranya;
تعسروايسرواول
Artinya :
“ Mudahkanlah dan jangan mempersulit”.
Terdapat riwayat shahih bahwa tidaklah
nabi saw.
Diberikan dua pilihan kecuali beliau memilih yang termudah.
Beliau
bersabda
“
Seandainya
bukan
karena
khawatir
memberatkan
umatku
,
niscaya
kuperintahkan
mereka
bersiwak setiap hendak shalat.” 16
3 . Nasakh
Nasakh berarti menghapuskan hukum yang terdahulu
dengan hukum yang datang sesudahnya. Diantaranya,
a) ‘iddah istri
yang ditinggal mati suaminya pada masa
permulaan Islam adalah satu tahun genap, dan suami harus
mewasiatkan nafkah dan tempat tinggal bagi istri selama
masa ‘iddah , hal ini telah disebutkan di dalm al-Quran surah
al-Baqarah ayat 140.
b) Dahulu wasiat untuk kedua orang tua dan kerabat hukumnya
wajib ,kemudian dihapus dengan ayat waris , seperti yang
disebutkan dalam sunnah untuk menegaskan penghapusan
tersebut.
Dalam
sebuah
hadis
nabi
saw.
Bersabda
“Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada yang
berhak. Ketahuilah , tidak ada wasiat untuk ahli waris .”
c) Nabi
pernah
melarang
membolehkannya
setelah
ziarah
itu.
kubur
Dalam
,
kemudian
sebuah
hadis
disebutkan “ Aku pernah melarang ziarah kubur . ketahuilah ,
sekarang berziaralah , karena ia dapat mengingatkanmu
akan akhirat.”
d) Kiblat pada mulanya menghadap ke Baitul Maqdis, kemudian
kiblat dalam shalat diubah kearah ka’bah. 17
16 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press, 2008) ,
H. 140-144.
17 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press, 2008),
H. 145-146.
4. Kedudukan al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Islam
Sebagai sumber hukum Islam, al-Qur’an memiliki kedudukan yang
sangat tinggi. Ia merupakan sumber utama dan pertama sehingga
semua persoalan harus merujuk dan berpedoman kepada Al-Qur'an.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam al-Qur’an: Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan ta’atilah RasulNya (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara
kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah Swt. (al-Qur’an) dan Rasu-Nyal (sunnah),
jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih
utama
(bagimu)
dan
lebih
baik
akibatnya.”
(Q.S.
an-
Nisa’/4:59)Dalam ayat yang lain Allah Swt. menyatakan: Artinya:
“Sungguh,
Kami
telah
menurunkan
Kitab
(al-Qur’an)
kepadamu
(Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara
manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan
janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah),
karena (membela) orang yang berkhianat.” (Q.S. an-Nisa’/4:105)
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim, Rasulullah saw. bersabda: Artinya: “... Amma ba’du wahai
sekalian manusia, bukankah aku sebagaimana manusia biasa yang
diangkat menjadi rasul dan saya tinggalkan bagi kalian semua dua
perkara utama/besar, yang pertama adalah kitab Allah yang di
dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya/penerang, maka ikutilah kitab
Allah (al-Qur’an) dan berpegang teguhlah kepadanya ... (H.R. Muslim)
Berdasarkan dua ayat dan hadis di atas, jelaslah bahwa al-Qur’an
merupakan kitab yang berisi sebagai petunjuk dan peringatan bagi
orang-orang yang beriman. Al-Qur’an merupakan sumber dari segala
sumber hukum baik dalam konteks kehidupan di dunia maupun di
akhirat. Namun demikian, hukum-hukum yang terdapat dalam Kitab
Suci al-Qur’an ada yang bersifat rinci dan sangat jelas maksudnya, tapi
ada yang masih bersifat umum dan perlu pemahaman mendalam
untuk memahaminya.
5. Macam-macam Hukum Al-Quran
Hukum al-Quran bermacam-macam ;
Pertama, hukum-hukum yang berkaitan dengan akidah seperti
iman kepada Allah, Rasul-Nya dan Hari akhir. Ini adalah hukum-hukum
i’tiqadiyyah.
Kedua, hukum-hukum yang berkaitan dengan tazkiyatunnafs,
dan penjelasan tentang akhlak terpuji yang wajib dijadikan perhiasan ,
dan akhlak tercela yang wajib ditinggalkan. Ini adalah hukum-hukum
akhlaqiyah.
Ketiga, hukum-hukum yang berkaitan dengan ucapan dan
tindakan mukallaf di luar dua macam di atas . ini adalah hukum-hukum
‘amaliyah (praksis) dan masuk dalam tema fiqih. Ia terbagi menjadi
dua : ibadah dan muamalah.18
6. Cara al-Quran Menjelaskan Hukum
Penjelasan al-Quran tentang berbagai hukum ada tiga jenis:
H. 233.
18 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press, 2008) ,
1. Pertama , penjelasan umum (kulli), yaitu dengan menyebutkan
kaidah-kaidah19
prinsip
umum
yang
menjadi
dasar
untuk
menentukan hukum-hukum furu’, seperti:
a. Perintah berbuat adil dan memutuskan secara adil :
عنن ٱلعيفحعيشانء يوٱلعدمنك ينر يوٱلعبيغ نعيي
۞نإ لين ٱلل لييه ي يأعدمدر نبٱلعيعدعنل يوٱلعنإحع ينسنن يونإييتا ن يي نذي ٱلعقدرعبينى يوي ينعيهنى ي
٩٠ ي ينعدظك دمع ل ييعل ليك دمع تييذك ل يدروين
90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.
b. seseorang tidak ditanya tentang dosa orang lain :
رىي
دقلع أ ي ي
غيعير ٱلل لينه أ يبعنغي ير لببا يودهيو ير لد
ب ك د لدل ن يفعسس نإ ليلا ي
عل ييعيهاي يويلا تينزدر يوانزيرةة نوزعير أ دخع ي ن
ب ك د ل نل يشيعءءي يويلا تيكعنس د
١٦٤ كم نبيما دكنتدمع نفينه تيخعتيلندفوين
كم ل يمرعنجدعك دمع يفي دن ي نبلئد د
ث دلمي نإل ينى ير نبل د
164. Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah,
padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang
membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya
sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakanNya kepadamu apa yang kamu perselisihkan"
c. sanksi setimpal dengan pelanggaran:
ب ٱلنليظلننميين
عيلى ٱل لي ن ي
له نإن ليدهۥ يلا ي دنح لد
عيفا يوأ يصعل ييح يفأ يجعدردهۥ ي
يويج ين ززدؤا ف يس ني لئيءة يس ني لئيةة نلمثعل ديهاا يفيمنع ي
40. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa,
maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka
pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak
menyukai orang-orang yang zalim.
19 Kaidah adalah rumusan asas yg menjadi hukum; aturan yg sudah pasti; patokan; dalil
2.
Kedua, penjelasan global (ijmali), yaitu penyebutan hukum-hukum
secara global yang membutuhkan penjelasan dan perincian. Diantara
hukum-hukum ini adalah:
a. Kewajiban shalat dan zakat . Allah berfirman :
له نإ لين ٱلل لييه نبيما تيععيمدلوين بينصيةر
خيعءر تينجددوده نعنيد ٱل لي ن ه
كم نلم ع
يوأ ينقيدموا ف ٱل ليصل ينوية يويءادتوا ف ٱل ليزك ينو ية يويما تديقنلددموا ف لنيأندفنس د
ن ي
١١٠
110. Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan
apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan
mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha
Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
Disini al-Quran tidak menyebutkan jumlah rakaatnya dan
tata caranya. Inilah fungsi Rasul menjelaskannya lewat hadis ,
begitupun zakat.
b. Kewajiban haji. Allah berfirman,
عيلى ٱل ل ينانس نح لدج ٱلعبييع ن
ت يمنن ٱسعتييطايع نإل ييعنه
ت ل يميقادم نإبعنير ن يا
هيم يويمن يد ي
يتت بي ني لن ني ة
نفينه يءا ني د
خل يدهۥ يكاين يءانمبن ها يولنل لينه ي
٩٧ عنن ٱلعنيعل ينميين
يسنبيبلاي يويمن ك ييفير يفنإ لين ٱلل لييه ي
غنن ل ي
ي ي
97. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya)
maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu)
menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Sunnah
menjelaskan
cara
pelaksanaannya
beserta
rukun-
rukunnya.20
c. Halalnya jual beli dan haramnya riba:
مسي نيذلنيك نبأ ين ليدهمع يقال دوزا ف نإن لييما
ٱل لينذيين ي يأعك ددلوين ٱلنلربينوا ف يلا ي يدقودموين نإ ليلا ك ييما ي يدقودم ٱل لينذي ي يتي ي
خبل يدطده ٱل ليشيع ينطدن نمين ٱلع ي ن ل
ٱلعبييعدع نمثعدل ٱلنلربينو ها ف يوأ ييح ل يل ٱلل ليده ٱلعبييعيع يويح ليريم ٱلنلربينو يا ف يفيمن يجايءدهۥ يموعنعيظةة نلمن ل ير نبلنهۦ يفٱنتييهنى يفل يدهۥ يما يسل ييف
٢٧٥ خلنددوين
ب ٱل ل ي ن ا
يوأ يمعدردهۥز نإيلى ٱل لي ن ا
نار دهمع نفييها ني
له يويمنع ي
عايد يفأ دفو زل يننئيك أ يصع ني
ح د
20 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H. 233-236.
Terjemah :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orangorang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa
yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya”.
Selanjutnya sunnah menjelaskan jual beli yang halal dan
haram, serta yang dimaksud dengan riba.
3 Ketiga, penjelasan rinci ( tafshili), yaitu menyebutkan hukum-hukum
secara
rinci
.misalnya
pembagian
warisan,
cara
talak
dan
jumlahnya , wanita-wanita yang haram dinikahi dan hukum-hukum
tafshili lain di dalam al-Quran.21
C. Konsep Maqasid ( Tujuan ) Syariah dalam Islam
Ulama salaf yang melahirkan konsep asli , berangkat dari
keterangan al-Quran, sunnah , dan prinsip-prinsip umum syari’ah
setelah dilakukan istiqra’ (induksi22) terhadap seluruh bentuk formal
syariah
dan
substansinya,
baik
dalam
persoalan
ibadah,muamalah,pernikahan, hudud, qisas,dan lain-lain.
Maqasid syari’ah adalah suatu prinsip dasar ilmu ushul fiqh yang
memiliki aturan jelas dan standar pasti agar tidak dijadikan alat untuk
merelatifkan teks dan menganulirnya. Penetapan-penetapan tujuan
21 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H. 236.
22 Induksi adalah 1 metode pemikiran yg bertolak dr kaidah (hal-hal atau peristiwa) khusus untuk
menentukan hukum (kaidah) yg umum; penarikan kesimpulan berdasarkan keadaan yg khusus untuk diperlakukan secara
umum; penentuan kaidah umum berdasarkan kaidah khusus. (KBBI Ofline )
syar’i tidak bisa dibangun oleh asumsi-asumsi dan prakiraan semu.oleh
sebab itu, Imam Syathibi sebagai peletak dasar ilmu maqasid telah
menetapkan berbagai aturan bahi upaya menggali maqasid syari’ah.
23
Maqasid syari’ah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam
merumuskan hukum-hukum islam . tujuan itu dapat ditelusuri dalam
ayat-ayat al-Quran dan sunnah Rasulullah sebagai alasan logis bagi
rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat
manusia.24
Abu ishaq al-Syatibi dalam buku ushul fiqh membagi tingkat
kemaslahatan kepada tiga tingkatan yaitu :
a. Kebutuhan Dharuriyat
Kebutuhan dharuriyat ialah tingkat kebutuhan yang harus
ada
atau
disebut
dengan
kebutuhan
primer.Bila
tingkat
kebutuhan ini tidak terpenuhi , akan terancam keselamatan
umat manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Menurut al-Syatibi ada lima hal yang termasuk dalam
kategori ini, yaitu memelihara agama, jiwa , akal , kehormatan
dan keturunan serta memelihara harta. Untuk memelihara lima
pokok inilah syariat islam diturunkan. Misalnya firman Allah
dalam mewajibkan jihad ayat 179 surah al-Baqarah :
يول يك دمع نفي ٱلعنقيصانص يحي ينوةة زي ينأ دفونلي ٱلعأ يلعبنينب ل ييعل ليك دمع تيتل يدقوين
23 Fahmi Salim, Tafsir Sesat: 58 Essai Kritis Wacana Islam di Indonesia ,
(Jakarta : Gema Insani , 2013, Cetakan Pertama), H.137-140
24 Satria Effendi, Ushul Fiqh, cet.v. Jakarta : Kencana , 2014, H.233
Terjemah:
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup
bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”.
b. Kebutuhan Hajiyat
Kebutuhan hajiyat ialah kebutuhan-kebutuhan sekunder,
dimana
bila
tidak
diwujudkan
tidak
sampai
mengancam
keselamatannya ,namun akan mengalami kesulitan .syariat
islam menghilangkan segala kesulitan itu .
Adanya hukum
takhshish (keringanan) seperti dijelaskan Abd.
Al-Wahhab
khallaf, adalah sebagai contoh dari kepedulian syariat islam
terhadap kebutuhan ini.
Dalam lapangan ibadat, islam mensyariatkan beberapa
hukum
rukhshah
mendapat
(keringanan)
kesulitan
dalam
bilamana
menjalankan
kenyataannya
perintah-perintah
taklif.Misalnya islam membolehkan tidak berpuasa bilamana
dalam perjalanan dalam jarak tertentu dengan syarat diganti
pada hari yang lain.
c. Kebutuhan Tahsiniyat
Kebutuhan
tahsiniyat
ialah
tingkat
kebutuhan
yang
apabila tidak terpenuhi , tidak mengancam eksistensi 25 salah
satu dari lima pokok di atas dan tidak pula menimbulkan
kesulitan.
Dalam lapangan muamalat islam melarang boros, kikir ,
menaikkan harga , monopoli dan lain-lain.dalam bidang uqubat
25 Eksistensi adalah hal berada; keberadaan
islam mengharamkan membunuh anak-anak dalam peperangan
dan kaum wanita.
Tujuan Syariat seperti tersebut tadi bisa disimak dalam
beberapa ayat, misalnya ayat 6 surah al-Maidah:
عل ييعك دمع ل ييعل ليك دمع تيشعك ددروين
… يول نينكن ي دنريدد لني ديطنلهيرك دمع يولني دنتلمي ننععيمتيدهۥ ي.
Terjemah :
“……
tetapi
Dia
hendak
membersihkan
kamu
dan
menyempurnakan
nikmat-Nya
bagimu,
supaya
kamu
bersyukur”.26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penulisan makalah ini , dapat disimpulkan
beberapa poin , diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Sebelum al-Quran diturunkan di tengah masyarakat Arab ,
ternyata mereka telah mengenal bermacam-macam
tradisi
yang kemudian mereka jadikan undang-undang. Dan setelah alQuran diturunkan terdapat beberapa tradisi yang diterima dan
ditolak . Dalam al-Quran Allah menetapkan syariat-Nya secara
bertahap baik dari segi waktu dan jenis-jenis hukumnya.
2. Adapun tujuan atau maqashidu al-Syariah dari penetapan syariat
Islam, baik dalam al-Quran dan hadis dan lainnya adalah
menjaga kemaslahatan manusia dan menolak mudharat dari
mereka.
26 Satria Effendi, Ushul Fiqh, cet.v. Jakarta : Kencana , 2014, H.233-237.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Satria ,Ushul Fiqh, Jakarta : Kencana , 2014, cet.v
Hasyim,Umar , Membahas Khilafiyah Memecah Persatuan Wajib
Bermadzhab dan Pintu Ijtihad Tertutup?> , Cetakan Pertama.
Ismail, Ahmad Satori , Islam Moderat: Menebar Islam Rahmatan
Lil ‘Alamin, Jakarta : Ikadi , 2012 , cet.II
KBBI Ofline 1.5.1
Salim, Fahmi , Tafsir Sesat: 58 Essai Kritis Wacana Islam di
Indonesia , Jakarta : Gema Insani , 2013, Cetakan Pertama.
Shidiq, Sapiudin ,Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2014. cet.II
Zaidan, Abdul Karim , Pengantar Studi Syariat , Jakarta : Robbani
Press , 2008 , cet.1