II.A.2 6 Laporan Penelitian Produk Terapan Tahun 2017 Anggota

  235/ Bidang Sumberdaya Perairan ! " #

  $ % &' ( #& # ) # * $ )% #

  #& # + * ' * # ) # * ,$

  • , # ) # &'&*
    • ) & # ' # &,& ( -./ 01 2/ /"3 4

  ,$ ' ,$ & 1 1 1 1 33 33"4535 1 1 & % +1 1 ) , ) 1 1

  33"-3 .-36 1 7 # * )# ' ) 1 1 1 33 2355-30

  8

  

7

  i

  

"3 4 i

Taman Nasional Perairan Laut Sawu merupakan salah satu area konservasi yang memiliki ekosistem terumbu karang. Tekanan ekologis yang kuat akibat aktivitas anthropogenik menyebabkan degradasi terumbu karang. Berbagai metode untuk memulihkan terumbu karang telah dikembangkan, salah satunya adalah dengan melakukan transplantasi karang. Penentuan lokasi transplantasi karang umumnya hanya dengan mempertimbangkan kondisi tutupan terumbu karang hidup di sekitarnya disertai keberadaan biota indikator seperti ikan kupu"kupu. Dibutuhkan sumberdaya manusia dengan kemampuan renang bahkan selam yang cukup tinggi disertai kemampuan identifikasi yang baik serta cepat dalam memperkirakan tutupan karang. Selain itu kegiatan tersbut harus disertai peralatan yang cukup mahal untuk mendukung kegiatan penyelaman. Selama ini keberadaan mikroorganisme yang berasosiasi dengan karang seperti foraminifera bentik belum pernah dijadikan sebagai bahan pertimbangan penentuan lokasi transplantasi karang, padahal foraminifera bentik telah lama digunakan di beberapa negara sebagai bagian yang wajib disertakan dalam pemantauan kondisi kesehatan ekosistem terumbu karang. Selain itu pengambilan data foraminifera bentik lebih aman, lebih mudah, dan mereduksi dampak negatif kerusakan karang saat pengambilan data kondisi karang. Penelitian ini berusaha mengajukan metode baru dalam menentukan lokasi transplantasi karang, yaitu dengan menggunakan proporsi foraminifera bentik yang diperoleh dari sedimen dalam formula Index. Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kemungkinan foraminifera bentik sebagai penduga lokasi transplantasi terumbu karang. Target khusus yang akan dicapai yaitu menghasilkan metode yang murah dan ramah lingkungan untuk menentukan lokasi transplantasi terumbu karang, yaitu dengan menggunakan foraminifera bentik. Pada tahun pertama akan dilakukan pengumpulan data lingkungan perairan berupa kualitas air serta identifikasi dan analisa foraminifera bentik dikaitkan dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Pada tahun kedua akan dilakukan transplantasi karang pembentuk terumbu pada lokasi" lokasi yang telah dianalisa berdasarkan keberadaan foraminifera bentik. Luaran yang dihasilkan dari penelitian ini adalah publikasi dalam bentuk jurnal nasional terakreditasi serta seminar nasional dan metode.

  Untuk mencapai tujuan tahun pertama, maka kajian dilaksanakan pada delapan lokasi di ekosistem terumbu karang pada bagian barat Kabupaten Kupang. Parameter perairan diukur di lapangan dan di laboratorium. Persen tutupan bentik diukur menggunakan metode Point Intercept Transect pada kedalaman 5 m di bawah permukaan laut. Sebanyak 300 individu sampel foraminifera bentik diambil dan diidentifikasi dari setiap sedimen yang diperoleh dari masing" masing lokasi kajian. Nilai FoRAM Index diperoleh melalui perhitungan pada masing"masing proporsi grup fungsional simbion alga (S), oportunis (O), dan heterotrofik (H). Indeks jarak Euclidean, Indeks similaritas Bray"Curtis, Analisis Komponen Utama, korelasi Pearson, Indeks keragaman Shannon digunakan untuk menjelaskan keterkaitan antar variabel. Perangkat lunak yang digunakan untuk menghitung berbagai formulan adalah Excel 2007 dan PAST 3.0 .

  Hasil kajian menunjukkan keberadaan jenis"jenis foraminifera penciri karang mengindikasikan seluruh lokasi kajian pada dasarnya merupakan ekosistem terumbu karang. Ekosistem dengan karang keras yang baik seharusnya dicirikan dengan kelimpahan foraminifera grup simbion alga yang tinggi, namun demikian dalam kajian ini terjadi pergeseran fungsi, dimana grup heterotrofik menjadi penciri ekosistem karang dimana karang keras yang mendominasi. Di sisi lain grup fungsional simbion alga menjadi penciri ekosistem terumbu karang yang didominasi tutupan karang lunak. Terdapat enam lokasi ekosistem karang dengan nilai FI di bawah 4, yang menggambarkan kondisi perairan yang mulai terbatas pada pertumbuhan terumbu karang bila karang sudah dalam keadaan rusak. Rendahnya relasi antar grup simbion alga dengan tutupan karang keras mengindikasikan diperlukan restorasi ekosistem untuk memulihkan fungsi ekosistem tersebut.

  # ! ( ,$ * # )9' # ) :& , : $ # ; ii Foraminifera bentik telah banyak digunakan sebagai bioindikator pada perairan pesisir sampai laut lepas. Pada wilayah ekosistem terumbu karang, proporsi foraminifera bentik dapat menggambarkan kondisi ekosistem perairan. Namun demikian, penggunaan foraminifera bentik selama ini lebih sering digunakan sebagai penduga dampak antropogenik. Kajian ini berusaha mencari jawaban apakah proporsi foraminifera bentik dapat dipakai sebagai penduga lokasi transplantasi karang pada ekosistem terumbu yang telah rusak.

  Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kemenristek Dikti melalui Lembaga Penelitian, Universitas Nusa Cendana yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini.

  Oktober 2017 Tim Peneliti iii

  iv LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................. i RINGKASAN ..................................................................................................................... ii PRAKATA .......................................................................................................................... iii DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................ viii

  4.3. Pengambilan Sampel ......................................................................................... 9

  5.1.2 Kondisi Terumbu Karang ..................................................................................... 16

  5.1.1 Variabel Lingkungan................................................................................... 15

  5.1. Hasil ................................................................................................................ 15

  BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI ........................................................... 15

  4.5 Transplantasi Karang.......................................................................................... 14

  4.4. Analisa Statistik dan Ekologi............................................................................. 11

  4.3.4 Penjentikan Foraminifera Bentik ................................................................. 9

  4.3.3 Pengambilan dan Pengukuran Variabel Perairan.......................................... 9

  4.3.2. Pengukuran dan Analisa Persentase Substrat Perairan ................................ 9

  4.3.1. Pengambilan Contoh Air dan Sedimen Untuk Sampel Foraminifera.................................................................................. 9

  4.2. Tempat dan Waktu ............................................................................................ 8

  BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

  4.1. Tahapan............................................................................................................. 8

  BAB 4. METODE PENELITIAN ........................................................................................ 8

  3.2 Manfaat Penelitian.............................................................................................. 7

  3.1 Tujuan................................................................................................................ 7

  BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN............................................................ 7

  2.5. Transplantasi Karang......................................................................................... 6

  2.4. Indeks .................................................................................................. 5

  2.3. Konsep Bioindikator Pada Ekosistem Terumbu Karang..................................... 4

  2.2. Asosiasi Foraminifera Dengan Terumbu Karang ............................................... 4

  2.1. Foraminifera …..... ............................................................................................ 4

  5.1.3 Sebaran Foraminifera Bentik ....................................................................... 17

  v

  5.1.4 Indeks Keragaman Foraminifera.................................................................. 19

  5.1.5 FoRAM Index ............................................................................................. 20

  5.1.6 Relasi FI dan H’ .......................................................................................... 21

  5.1.7 Relasi FI dan Tutupan Karang ..................................................................... 24

  5.2. Luaran ............................................................................................................. 26

  BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ............................................................... 27 BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 29

  71. Kesimpulan ...................................................................................................... 29

  7.2. Saran ............................................................................................................... 29 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 30 LAMPIRAN ........................................................................................................................ 34

  Tabel

  5.1 Variabel Lingkungan Perairan........................................................................................ 15

  5.2 Persen Tutupan Bentik ................................................................................................... 17

  5.3. Taksa Pada Masing"Masing Grup Fungsional ............................................................... 18

  5.4. Jumlah taksa dan H’...................................................................................................... 19

  5.5. Jumlah Individu dan Taksa Pada Setiap Grup Fungsional.............................................. 20

  5.6. Jumlah Individu dan Taksa Pada Setiap Grup Fungsional yang Telah Dimodifikasi ...... 21

  5.7. Proporsi Pada Setiap Grup Fungsional dan Nilai FI ....................................................... 21

  5.8. Korelasi Pearson H’"FI, H’"Fim, dan FI"Fim................................................................. 22

  5.9. Keterkaitan Fluks Nutrien atau Suplai Karbon Organik Terhadap Variabel Lingkungan 24

  5.10 Korelasi Pearson Antara Tutupan Karang Terhadap Proporsi Grup Fungsional, FI,

  dan FIm ........................................................................................................................ 24 vi

  Gambar

  4.1 Lokasi Pengambilan Sampel .......................................................................................... 8

  4.2. Fisbone Diagram........................................................................................................... 12

  4.3. Bagan Alir Penelitian .................................................................................................... 13

  5.1 Indeks Jarak Euclidean dan AKU Variabel Lingkungan Perairan ........................................... 16

  5.2. Pengelompokan Stasiun dan Analisis Komponen Utama Pada Persentase Penutupan Substrat.......................................................................................................................... 18

  5.3 AKU Foraminifera Bentik.............................................................................................. 19

  5.4. Hubungan Jumlah taksa dan nilai H’ ............................................................................. 19

  5.5. Pengelompokan Stasiun Berdasarkan Kelompok Fungsional Foraminifera,

  a) Tanpa Modifikasi, b) Dengan Modifikasi ................................................................... 22

  5.6. AKU Kelompok Fungsional Foraminifera, a) Tanpa Modifikasi, b) Dengan Modifikasi 22

  5.7. Sebaran Nilai FI, FIm, dan H’ Pada Lokasi Kajian ........................................................ 23

  5.8. Persentase Tutupan Karang, Nilai FI, dan FI Modifikasi ............................................... 25

  5.9 AKU Pada Kelompok Fungsional dan Tutupan Bentik................................................... 26 vii

  Lampiran

  1. Data Foraminifera ............................................................................................................ 35

  2. Foto Kegiatan .................................................................................................................. 37

  3. Surat Keterangan Penerimaan Makalah Seminar .............................................................. 38

  4. Sertifikat Seminar ............................................................................................................ 39

  5. Artikel Seminar................................................................................................................ 40

  6. Draft Artikel Ilmiah ......................................................................................................... 51 viii

  1 Ekosistem terumbu karang di Teluk Kupang merupakan salah satu ekosistem pesisir dengan biodiversitas yang tinggi serta memiliki nilai ekonomi, ekologi, bahkan edukasi yang tinggi. Meski berada pada wilayah konservasi perairan Taman Nasional Perairan Laut Sawu, ekosistem terumbu karang terus mengalami degradasi lingkungan akibat dampak antropogenik. Kajian Lauwoie (2010) menunjukkan bahwa persentase tutupan karang hidup di pesisir selatan Teluk Kupang antara 4,33% " 49,66% yang mengindikasikan kondisi ekosistem terumbu karang dari sedang (25,0 " 49,9%) sampai buruk (0 – 24,9%). Dampak ini terjadi akibat eksploitasi manusia terhadap sumberdaya laut tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungannya. Sukmara . (2001) mengemukakan bahwa jenis ancaman terhadap terumbu karang akibat aktivitas manusia melebihi ancaman karena pengaruh alami. Degradasi lingkungan pada wilayah ini akan berpengaruh terhadap eksistensi berbagai ekosistem lain beserta organisme yang berasosiasi. Kondisi tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupan manusia itu sendiri seperti abrasi, intrusi air laut, serta berkurangnya ikan sebagai salah satu bahan pangan penting yang lezat dan bergizi tinggi.

  Dalam rangka pengelolaan yang bertanggung jawab, pemantauan dan rehabilitasi ekosistem terumbu karang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemanfaatannya. Beragam metoda telah dikembangkan untuk memantau kondisi kualitas ekosistem terumbu karang baik melibatkan analisa fisika"kimia perairan, organisme makro, maupun organisme mikro. Pemantauan juga dilakukan dari tingkat genetik, populasi, sampai komunitas. Selama ini penggunaan organisme makro yang didukung dengan analisa fisika"kimia perairan merupakan metoda yang sering digunakan meski biayanya yang mahal.

  Dewi (2010) menuliskan beberapa metoda yang menggunakan bioindikator sebagai bagian dari pemantauan terumbu karang antara lain indeks penutupan karang, indeks kematian karang, indeks keanekaragaman ikan dan biota indikator yang berasosiasi dengan terumbu karang seperti ikan kepe"kepe ( ). Metoda tersebut melibatkan organisme makro sebagai objek pemantauan karena organisme makro umumnya mudah untuk diamati dengan jumlah individu yang lebih sedikit dibandingkan organisme renik. Pada organisme mikro, perubahan lingkungan akan segera mempengaruhi pola kehidupannya dibandingkan organisme makro, namun pengaruh lingkungan tersebut lebih lama mempengaruhi eksistensi organisme renik tersebut dibandingkan parameter fisika dan kimia. Oleh karena itu keberadaan organisme renik dapat dijadikan alternatif sebagai indikator awal atas perubahan lingkungan, contohnya adalah foraminfera.

  Keuntungan dari observasi fauna renik seperti foraminifera bentik adalah a). siklus hidup yang singkat sehingga dapat segera merespon perubahan terhadap kondisi perairan, b). peralatan dan bahan sampling yang tidak terlalu mahal dan mudah digunakan dibandingkan parameter fisika – kimia (Gibson ., 1997 Porto Neto, 2003), c). alat dan bahan yang tidak terlalu banyak serta cukup mudah diperoleh. Penelitian tentang foraminifera bentik sebagai bioindikator ekosistem terumbu karang di manca negara telah dilakukan jauh sebelum tahun 2003. Meski demikian, Hallock (2003) menyarankan agar keberhasilan menjadikan foraminifera sebagai bioindikator ekosistem terumbu karang yang telah dilakukan di wilayah Karibia dan beberapa lokasi lain perlu diverifikasi di wilayah lainnya terutama di wilayah Indo"Pasifik.

  Hasil penelitian pada tahun 2011 di gugusan Kepulauan Natuna, Provinsi Riau yang dilaksanakan oleh Gitaputri . (2013) menunjukkan hubungan yang positif antara keberadaan foraminifera bentik yang dinyatakan dalam formula Foram Index (FI) dengan kondisi tutupan terumbu karang hidup. Kajian tersebut dan kajian yang telah disebutkan sebelumnya menunjukkan penggunaan foraminifera bentik dapat digunakan untuk menduga kondisi kesehatan ekosistem terumbu karang. Namun demikian, kajian"kajian tersebut baru pada level pemantauan saja.

  Setelah pemantauan, rehabilitasi ekosistem terumbu karang menjadi sangat penting dilakukan pada lokasi yang terdegradasi, agar dapat memulihkan ekosistem yang telah terdegradasi. Salah satu upaya merehabilitasi ekosistem terumbu karang adalah dengan melakukan transplantasi terumbu karang. Penentuan lokasi transplantasi karang umumnya dilakukan pada wilayah yang merupakan habitat karang dengan mempertimbangkan luasan tutupan karang sekitar 50% karang hidup (Tulungen ., 2002). Untuk menentukan tutupan karang hidup bukanlah perkara yang mudah dilakukan karena memerlukan kemampuan sumberdaya manusia dan peralatan yang memadai dalam mengestimasi luasannya. Keberadaan mikroorganisme bentik seperti foraminifera selama ini tidak pernah dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan lokasi transplantasi karang padahal foraminifera bentik tertentu memiliki asosiasi yang kuat dengan keberadaan karang dan berperan sebagai bioindikator kesehatan terumbu karang. Selain itu pengambilan data foraminifera bentik lebih aman dan lebih mudah dibandingkan pengambilan data karang.

  Beberapa organisme perairan dapat dijadikan sebagai indikator kualitas ekosistem terumbu karang, sehingga dapat disebut sebagai bioindikator. Contoh bioindikator yang digunakan pada wilayah Indonesia adalah komposisi dan kelimpahan ikan karang serta luasan tutupan karang. Beberapa tahun terakhir ini foraminifera bentik telah dijadikan sebagai bagian dari pemantauan kesehatan ekosistem terumbu karang di mancanegara (Cooper ., 2009).

  Awalnya Hallock . (1995) dan Cockey . (1996) Scott . (2004) memantau adanya hubungan antara kumpulan foraminifera bentik dengan kondisi terumbu karang di Amerika. Pada tahun 1998, EPA telah merekomendasikan penggunaan foraminifera sebagai bioindikator perairan yang mengalami nutrifikasi (Jameson ., 1998), namun pada saat itu belum terdapat indeks yang khusus berkaitan dengan foraminifera. Penelitian lanjutan menghasilkan indeks foraminifera di ekosistem terumbu karang pada wilayah Florida dan Karibia (Hallock ., 2003). Negara Australia telah menggunakan foraminifera sebagai salah satu bagian dari pemantauan kondisi terumbu karang (

  ) sejak tahun 2008 (Schaffelke ., 2008). Penggunaan foraminifera seperti tersebut di atas belum dilakukan di Indonesia, namun sudah diterapkan oleh Dewi . (2010), Natsir (2010, 2011), serta Natsir dan Subkhan (2011) untuk mendapatkan nilai indeks foraminifera.

  Kajian tersebut menunjukkan hubungan yang erat antara keberadaan terumbu karang dan foraminifera bentik sebagai bagian dari penduga kesehatan ekosistem terumbu karang. Kajian lanjutan diperlukan untuk menentukan apakah keberadaan foraminifera bentik dapat dipakai dalam menduga lokasi yang layak untuk transplantasi karang belum pernah dilakukan.

  • "1

  "1 & , : Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (uniseluler) yang hidup secara akuatik, memiliki satu atau lebih kamar yang terpisah satu sama lain oleh sekat (septa) yang ditembusi oleh banyak lubang halus (foramen) (Pringgoprawiro dan Kapid, 2000). Organisme ini merupakan fauna renik laut yang memproduksi cangkang yang mengandung kalsium karbonat (Nybakken dan Bertness, 2006).

  "1" )&) ) & * * , : ,$ Sebagian besar foraminifera bentik besar yang hidup di wilayah tropis dan subtropis berasosiasi dengan terumbu karang (Uthicke dan Altenrath, 2010). Cangkang foraminifera bentik berkontribusi penting sebagai material gampingan pada terumbu karang (Castro dan Huber, 2007). Nybakken dan Bertness (2006) menyatakan keberadaan foraminifera bentik dapat meningkatkan proses kalsifikasi terumbu karang antara 20 sampai 40 kali dibandingkan dengan yang tidak berasosiasi dengan foraminifera bentik tersebut. Tiga puluh persen dari hamparan sedimen pasir"karang pada Terumbu Pulau Green di Great Barrier Reef, Australia merupakan hasil kontribusi dari foraminifera bentik. Foraminifera yang mendominasi sedimen tersebut adalah , , dan (Yamano

  ., 2000) Peran tersebut menunjukkan betapa eratnya asosiasi foraminifera dengan terumbu karang. Foraminifera yang terdapat di lingkungan terumbu karang umumnya sebagai biota penempel dan sebagai epifauna yang hidup dalam kerangka terumbu seperti dan Ekosistem terumbu karang yang sehat, akan mendukung kebutuhan berbagai organisme seperti foraminifera termasuk habitat untuk memijah, mencari makan, dan menetap (Bradley, 2010).

  "16 & ) 9

  • & #& &) )# , ,$ Indikator merupakan tanda untuk menyampaikan pesan yang kompleks yang berasal dari berbagai sumber dengan cara yang disederhanakan serta berguna dan pesan tersebut terutama digunakan untuk memberikan karakteristik status pada saat tertentu serta untuk memprediksi perubahan penting. Bioindikator ( ) merupakan respon adanya masukan antropogenik maupun alamiah terhadap parameter biomolekul, biokimia, atau fisiologi yang berkaitan dengan dampak biologi pada suatu tingkatan organisme, populasi, komunitas, atau ekosistem (Fichez ., 2005).
Penetapan bioindikator sebagai biokriteria di ekosistem terumbu karang dianggap penting untuk membantu menentukan kelayakan pemanfaatan suatu ekosistem sesuai dengan yang diharapkan (Bradley, 2010). Cooper dan Fabricius (2007) mengemukakan lima kriteria yang digunakan untuk menggolongkan bioindikator yang digunakan dalam mengkaji perubahan kualitas air di ekosistem terumbu karang: , , , , dan .

  Cooper . (2009) meninjau 21 metode bioindikator yang pernah digunakan untuk memantau terumbu karang, dari tingkat genetik dan koloni, populasi, dan komunitas. Dua bioindikator dengan prioritas tertinggi adalah penggunaan mikro/meiobentik dan kedalaman maksimum pertumbuhan terumbu karang. Penggunaan mikro/meiobentik seperti foraminifera disarankan untuk monitoring jangka panjang dan jangka pendek. Hal yang mendasari keputusan tersebut karena penggunaan mikro/meiobentik memiliki , , , dan yang tinggi, serta yang rendah. "1- )

  ( ) Index (FI) merupakan hasil penelitian selama 30 tahun untuk mengkaji hubungan antara foraminifera bentik yang berukuran besar dengan kualitas ekosistem terumbu karang. FI dianggap pantas untuk digunakan dalam menentukan apakah kualitas perairan setempat sesuai untuk komunitas simbion alga yang menopang keberadaan terumbu karang. Hal ini terjadi karena adanya kesamaan prinsip fisiologi antara terumbu karang dan foraminifera bentik besar yaitu ketergantungannya terhadap alga simbion untuk meningkatkan pertumbuhan dan kalsifikasi. Kesimpulan yang dapat ditarik dari nilai FI adalah kondisi foraminifera yang memiliki simbion dan terumbu karang akan baik pada lingkungan oligotrofik dengan pakan yang terbatas (Hallock ., 2003).

  FI dapat digunakan untuk menilai kelayakan kualitas air dalam mendukung pemulihan terumbu bahkan setelah ekosistem tersebut mengalami kerusakan parah akibat topan, pemutihan, atau aktifitas antropogenik lainnya. Pemilihan foraminifera sebagai bioindikator dalam menilai kualitas lingkungan karena a) terumbu, zooxanthella, dan foraminifera yang memiliki alga simbion memiliki kesamaan kualitas perairan untuk tumbuh dan berkembang, b) rentang waktu hidup foraminifera cukup pendek dibandingkan koloni karang sehingga perubahan lingkungan akan segera mempengaruhi foraminifera, c) foraminifera berukuran relatif kecil, jumlahnya melimpah, mudah dan cepat dikoleksi dengan biaya yang relatif murah, jumlahnya dapat diolah secara statistik, dan ideal sebaga komponen dari program pemantauan yang komprehensif, d) pengambilan foraminifera tidak merusak ekosistem terumbu karang (Hallock ., 2003).

  Carnahan . (2009) membuktikan keberhasilan FI untuk mengkaji kualitas perairan estuari di Teluk Biscayne, Florida. Perairan yang dekat dengan pengaruh kontaminasi pemukiman memiliki FI yang rendah (FI=1,8). Pada wilayah yang mejauhi estuari memiliki nilai FI yang lebih tinggi (FI=2,6). Kajian Dewi ., (2010) menunjukkan rendahnya nilai FI yang berada di luar ekosistem terumbu karang pada Pulau: Bidadari, Pramuka, dan Belanda di Kep. Seribu. Hasil penelitian Natsir (2010) pada wilayah Kepulauan Seribu menunjukkan nilai FI yang tinggi di Pulau Kotok Besar (7,57"7,63) yang berada pada ekosistem terumbu karang. Pada Pulau Nirwana nilai FI menjadi rendah (1,57"1,52) karena rendahnya tingkat kecerahan dan nilai pH perairan dibandingkan dengan Pulau Kotok Besar. Gitaputri . (2013) menemukan korelasi yang positif antara tingginya nilai FI dan tutupan karang hidup di Kepulauan Natuna, Riau.

  • "10 )9' # ) Transplantasi karang merupakan teknik perbanyakan koloni karang dengan memanfaatkan reproduksi aseksual karang secara fagmentasi sebagai upaya rehabilitasi terumbu karang (Subhan ., 2014). Soedharma dan Arafat (2007) mengemukakan bahwa manfaat transplantasi karang adalah: 1).Mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, 2). Rehabilitasi lahan"lahan kosong atau yang rusak, 3). Menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru ke dalam ekosistem terumbu karang di daerah tertentu, 4). Konservasi plasma nutfah, disebut juga konservasi dari sumber keanekaragaman hayati, 5). Keperluan perdagangan. Transplantasi karang dapat berguna bagi peningkatan biodiversitas, menambah jumlah wisatawan, dan meningkatkan pendapatan masyarakat (Ammar ., 2013).
  • 61 61 <

  Tujuan penelitian ini adalah:

  1. Mengkaji hubungan proporsi foraminifera bentik terhadap kondisi ekosistem terumbu karang

  2. Melakukan transplantasi karang pada lokasi yang telah ditetapkan berdasarkan nilai proporsi foraminifera bentik yang telah dianalisa

  3. Menghasilkan satu metode pendugaan lokasi transplantasi karang yang efisien 61" : #

  Manfaat penelitian ini adalah: 1. mengetahui apakah ada korelasi antara foraminifera bentik yang dinyatakan dalam Foram

  Index dengan tutupan terumbu karang di Teluk Kupang 2. menghasilkan metode baru yang tidak destruktif dan lebih aman dilakukan dalam penentuan lokasi transplantasi karang. Pengambilan sedimen dari atas perahu dapat meminimalisasikan kerusakan biota karang dibandingkan harus berenang atau menyelam, dimana umumnya tangan dan terutama kaki pengambil data sering merusak biota karang, khususnya bagi pengambil data yang tidak mahir dalam berenang atau menyelam. Selain itu metode pendugaan lokasi ini dianggap lebih aman karena pengambil data tidak perlu berenang atau bahkan menyelam untuk menduga lokasi yang baik sebagai tempat transplantasi karang. 3. foraminifera bentik sebagai bioindikator dapat digunakan untuk penilaian cepat (

  ), murah, dan sebagai pelengkap dari penelitian lain yang berkaitan terhadap perubahan awal lingkungan perairan, sehingga dapat mengurangi penggunaan parameter fisika dan kimia,

  4. aplikasi pengamatan foraminifera bentik dapat digunakan bila terdapat keterbatasan alat dan bahan untuk analisa parameter fisika dan kimia untuk menduga lokasi transplantasi terumbu karang,

  5. menambah jumlah ! yang terlibat dalam kegiatan konservasi ekosistem pesisir, khususnya rehabilitasi terumbu karang

  • 1
  • 1

  9 Penelitian akan dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah mengkaji hubungan antara foraminifera bentik yang dinyatakan dengan formula FI dengan persentase penutupan terumbu karang. Tahap kedua adalah melakukan transplantasi terumbu karang dan pemantauan pada lokasi yang telah ditetapkan berdasarkan analisa FI. Tahapan penelitian dalam bentuk diagram dan bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.

  • 1" ,9 # # Pengambilan data dilakukan pada 8 stasiun di perairan pesisir Teluk Kupang (Gambar 4.1).

  Pada tahapan pertama, identifikasi foraminifera dan analisa parameter fisika"kimia perairan kecuali klorofil"a dilakukan secara " dan di Laboratorium Kering Fakultas Kelautan dan Perikanan, Undana dan BPOM Kupang. Analisa klorofil"a dilakukan di laboratorium Prolink, Institut Pertanian Bogor. Pada tahapan kedua, pembuatan transplantasi karang dan peletakannya dilaksanakan pada lokasi yang telah ditentukan pada tahapan pertama berdasarkan nilai Index dan persentasi tutupan karang.

Gambar 4.1. Lokasi Pengambilan Sampel

  • 16 * ,$ ' ,9 '
  • 161 * ,$ ' 7& #& , # ,9 ' & , :

  Contoh air diambil di kolom dekat dasar perairan kecuali pengukuran kecepatan arus dilakukan di kolom permukaan perairan. Sampel foraminifera diperoleh dengan mengambil sedimen permukaan pada dasar perairan (Hallock ., 2003). Peralatan SCUBA digunakan saat melakukan pengukuran persen penutupan substrat dan untuk membantu menyelam saat mengambil contoh air serta sedimen di ekosistem terumbu karang. Pengambilan sedimen menggunakan sekop dan dimasukkan dalam plastik contoh yang telah diberi label.

  • 161" ' ) ) # ) $)# # Analisa persentase penutupan substrat perairan yaitu tutupan karang hidup digunakan untuk membandingkan nilainya dengan nilai FI. Pengukuran persentase penutupan karang menggunakan metode # $ (PIT) (Manuputty dan Djuwariah, 2009).

  Pengukuran dengan kedalaman yang tetap pada setiap titik (Hodgson ., 2006) yaitu lima sampai tujuh meter di bawah permukaan laut. Hasil persentase penutupan karang keras selanjutnya dibandingkan dengan nilai FI.

  Kriteria baku kerusakan terumbu karang mengacu kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001, dimana tutupan karang hidup 0"24,9% mengindikasikan kondisi yang buruk, 25"49,9% sedang, 50"74,9% baik, dan 75"100 baik sekali. Persentase luasan tutupan 0"49,9% mengindikasikan kondisi ekosistem karang yang sudah rusak, sedangkan 50" 100% mengindikasikan ekosistem karang yang baik.

  • 1616 * ,$ ' 8 $ '

  Variabel perairan yang diukur secara " adalah suhu, kecerahan, salinitas, pH. Analisa laboratorium dilakukan untuk parameter oksigen terlarut alkalinitas, kalsium, plankton dalam bentuk klorofil"a, nutrien, klorin, logam berat, karbonat sedimen, dan total organik sedimen.

  • 161- < # & , : #

  Sampel sedimen diambil dengan menggunakan sekop pada titik dimana pengukuran persen penutupan terumbu karang dilakukan. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam plastik yang telah diberikan label. Di laboratorium, sampel dicuci dengan air yang mengalir dalam saringan 0,063 mm untuk melepaskan garam dan pasir yang menempel pada cangkang foraminifera, setelah itu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 C selama 24 jam. Kemudian foraminifera pada masing"masing sampel dipisahkan dari sedimen pada cawan di bawah mikroskop binokuler. Selanjutnya diambil sebanyak 300 spesimen pada setiap sampel dan diletakkan pada untuk proses identifikasi sampai tingkat genus menggunakan mikroskop binokuler dengan memperhatikan struktur dinding cangkang, bentuk dan jumlah kamar dari tampak dorsal dan ventral, serta penampakan apertura (Dewi , 2010). Pengambilan 300 spesimen ini sesuai dengan kondisi biota bentik lautan tropis (Pezelj ., 2007)

  Literatur identifikasi mengacu pada Adisaputra . (2010), Albani dan Yassini (1993), Loeblich dan Tappan (1994), Nobes dan Uthicke (2008). Setelah dipisahkan berdasarkan genusnya, lalu spesimen tersebut dihitung jumlah individunya pada setiap genus, kemudian dilakukan analisa FI (Hallock ., 2003). Analisa FI melalui empat tahapan sebagai berikut: Langkah 1. Masing – masing genus yang telah dipisahkan dicatat dalam lembar data berdasakan kelompok fungsional.

  Langkah 2. Melakukan perhitungan proporsi (P) dari spesimen pada masing"masing grup fungsional dengan cara menjumlahkan seluruh spesimen pada masing – masing genus dalam grup tersebut (N) dan membaginya dengan total seluruh spesimen yang sudah dihitung (T). = / , (”s” foraminifera yang berasosiasi dengan terumbu karang:

  ) )

  % )

  = / , ("o" foraminifera oportunis: & , beberapa genera dari

  & &

  Famili Trochaminidae, Lituolidae, Bolivinidae, Buliminidae) = / , (“h" foraminifera kecil lain yang heterotrofik: beberapa genera dari Miliolida,

  Rotaliida, Textulariida, dan lain"lain) Langkah 3. Berdasarkan nilai proporsi pada langkah tiga tersebut, maka nilai Index (FI):

  = > 3 ; ? @ > ? @ >" ; ? ) &

  Langkah 4. Interpretasi dari langkah tiga tersebut sebagai berikut:

  • FI > 4 menunjukkan kondisi lingkungan setempat yang kondusif bagi pertumbuhan terumbu atau merupakan tempat yang sesuai bagi pemulihan terumbu jika pernah rusak

  FI yang sangat bervariasi diantara contoh, bervariasi antara 3 sampai 5 memberikan • gambaran mengenai perubahan lingkungan dimana pada kisaran ini merupakan tahapan awal terjadinya penurunan kondisi lingkungan

  • 4 > FI > 2 mengindikasikan kondisi lingkungan setempat yang terbatas untuk pertumbuhan terumbu dan tidak cocok untuk pemulihan kembali terumbu yang telah rusak
  • FI < 2 mengindikasikan kondisi lingkungan yang tertekan sehingga tidak layak untuk perkembangan terumbu
  • 1- ' ) # # )# &'&*

  Keseluruh parameter yang telah diukur dianalisa secara statistik dan ekologi. Korelasi (r) antara variabel persentase penutupan karang keras dengan variabel nilai FI menggunakan persamaan korelasi (Sudjana, 1989). Indeks jarak Euclidean digunakan untuk mengetahui nilai kesamaan antar stasiun pengamatan berdasarkan variabel fisika"kimia perairan (Legendre dan Legendre, 1998). Bila kesamaan antar stasiun makin tinggi, maka nilai indeks jarak Euclidean akan makin rendah. Indeks Bray"Curtis digunakan untuk mengetahui nilai kesamaan antar stasiun pengamatan berdasarkan variabel tutupan bentik dan foraminifera (Brower , 1990). Pengaruh variabel lingkungan terhadap FI dikaji melalui analisis komponen utama (AKU) (Schueth dan Frank, 2008). AKU tidak dapat dilakukan bila ada data yang hilang, selain itu data dalam AKU tidak perlu dinormalisasikan karena bukan merupakan alat untuk menguji suatu hipotesis (Zuur ., 2007).

  Indeks keragaman Shannon"Wiener digunakan untuk mengkaji pola distribusi contoh (Barbosa ., 2009). Nilai keragaman shannon diperoleh dengan menggunakan formula sebagai berikut (Wilhm dan Dorris, 1968)

  = − ' log

  ∑ 2

  dimana H’ = Nilai indeks keragaman Ni = jumlah individu pada jenis ke"i N= jumlah individu pada seluruh jenis Wilhm dan Dorris (1968) memberikan petunjuk kualitas perairan berdasarkan kisaran H’ berbasis Log dimana perairan yang terpolusi memiliki nilai H’<1, moderat 1"3, dan perairan

  2 yang tidak terpolusi memiliki H’>3.

  • ,9 ' # $ &#
  • ,9 ' # $ &#

Gambar 4.2. Diagram

  & ' ) * # # 9 *

  9 < '& )

  # )9' # ) * < &'&*

  < &'&*

  ,$ # 9 ' # , # )9' # )

  , # # $ &# $' ) #

  9 9&

  ) $ * $ & #& & ' ) ) # )

  # * # 9 # ,$ * ) $ * , #& 9 #

  '& ) # )9' # ) * , # ' ' )

  9 9 # ,$ 9 < * * &'&* 9 #

  $' ) # 9 " 9& Antropogenik Ekosistem terumbu karang Perubahan ekosistem

  Pengumpulan data biotik Pengumpulan data abiotik Air: salinitas, suhu, kecerahan,

  Terumbu karang Foraminifera

  Mikroalga pH, akalinitas, calcium, oksigen terlarut, nutrien, klorin, logam

  Persen Klorofil" berat, TSS, bakteri. Sedimen: Index penutupan a

  Organic Matter, karbonat Kajian biologi

  Kajian ekologi : Formula Index dapat dijadikan sebagai $ & #& kualitas ekosistem terumbu karang di perairan pesisir Teluk Kupang

  Publikasi Jurnal Kajian penentuan lokasi Pembuatan Pemantauan kondisi transplantasi karang transplantasi karang transplantasi karang

  Data Abiotik dan ' ( biotik Evaluasi

  : Formula Index dapat dijadikan sebagai , #& penduga lokasi transplantasi karang di perairan pesisir Teluk Kupang Metode dan Publikasi Seminar

Gambar 4.3. Bagan Alir Penelitian

  • 10 * )9' # )

  Metode transplantasi yang digunakan adalah metode beton. Kelebihan dari beton dibandingkan metode konvensional seperti rak dan jaring karena beton memiliki daya tahan yang lama, dapat membentuk formasi yang stabil, dan mampu menahan koloni karnag yang makin membesar. Stabilitas daerah penempelan membuat karang dapat menempel dan tumbuh dengan baik. Selain itu, beton dapat menjadi media untuk penempelan larva karang (Subhan

  ., 2014). Karang yang digunakan adalah karang bercabang, seperti dari suku Acroporidae dan Pocilloporidae. Karang tersebut merupakan jenis yang cepat tumbuh dan mudah untuk difragmentasi (atau menemukan patahan alaminya). (Edwards dan Gomez, 2008).

  Laju pertumbuhan karang dihitung dari diameter koloni karang yang telah diberi tanda. Perhitungan laju pertumbuhan karang menggunakan modifikasi Sparre dan Venema (1998):

  −

  • ( ) ( )

  = =

  Gr = tingkat pertumbuhan L = diameter akhir (mm) L = diameter awal (mm) t = waktu (bulan)

  (t+Pt) (t)

  Survival rate dihitung dengan menggunakan formula berdasarkan Clark and Edwards (1995):

   

  1 log

    

  2  = 1"

  Nt =jumlah koloni hidup saat awal survei

  2

  t= periode suvey (bulan)

  01

  " "

  34 34 33.875 0.354

pH 8.01 8.27 8.30 8.29 8.25 8.25 8.25 8.28 8.238 0.094

NO 3 / ppm 0.006 0.005 0.007 0.006 0.006 0.005 0.003 0.005 0.005 0.001 NO 2 / ppm 0.004 0.003 0.002 0.001 0.000 0.004 0.004 0.001 0.002 0.002 NH 3 / ppm 0.16 0.19 0.44 0.12 0.31 0.24 0.20 0.34 0.250 0.106 PO 4 / ppm 0.021 0.013 0.258 0.119 0.223 0.054 0.073 0.169 0.116 0.092

Si/ ppm 0.53 0.29 0.47 0.41 0.52 0.52 1.03 0.89 0.583 0.249

  34

  34

  

34

  34

  34

  33

  

VARIABEL KIMIA

Salinitas/ / 00

  

VARIABEL FISIKA

Suhu/ C 26.5 27.5 27.6 27.7 27.6 27.7 27.7 27.3 27.450 0.407

Kedalaman/ cm 740 600 1000 900 830 1000 700 700 808.750 148.270

Kecerahan/ % 100 100 100 100 100 100 100 100 100.000

TSS/ mg/l 53.50 48.50 49.00 47.50 47.00 44.00 45.00 42.50 47.125 3.420

Color/ PCU

  7 01 ) ' 01 1 8 $ ' * *

  # ) 7 # # A

Tabel 5.1 Variabel Lingkungan Perairan

  H. Baku mutu air laut untuk biota menetapkan batas maksimum nilai coliform adalah 1000 MPN/100 ml. Kontras dengan coliform, seluruh nilai & masih di bawah baku mutu air laut untuk pariwisata. Kepmen LH 51/2004 tidak mengatur baku mutu nilai & untuk organisme laut.

  Nilai coliform umumnya tidak melampaui baku mutu air laut, kecuali pada Stasiun G dan

  Rerata salinitas, pH, alkalinitas, dan kalsium menunjukkan kondisi alamiah sebagai ciri perairan laut. Konsentrasi oksigen terlarut menunjukkan perairan masih emadai bagi eksistensi organisme laut. Konsentrasi nutrien, yaitu fosfat telah melampaui baku mutu air laut sampai 7.73 kali dari yang seharusnya. Variabel logam berat pada Cd, Pb, Cu berada di atas ambang baku mutu air laut.

  C. Pengecualian muncul pada variabel Total Suspended Solid yang telah melampaui baku mutu kualitas perairan pada ekosistem karang yaitu 20±2 mg/l.

  perkembangan organisme. Nilai kecerahan 100% menggambarkan penetrasi cahaya matahari bisa sampai ke dasar perairan sesuai dengan masing"masing kedalaman yang terukur. Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 memberikan petunjuk baku mutu kualitas perairan laut bagi organisma, dimana kecerahan pada wilayah terumbu karang lebih besar dari 5 meter, suhu 28"30

Tabel 5.1 menyajikan variabel lingkungan perairan. Variabel fisika menunjukkan kondisi perairan yang masih alami, dimana tidak terjadi perubahan yang berdampak negatif pada

  

Alk./ ppm 104 105 144 112 102 106 144 181 124.750 28.679

Cal./ ppm Ca 2+ 427 475 427 447 420 439 450 439 440.500 17.370

Cl Tot./ ppm 0.14 0.07 0.05 0.09 0.05 0.04 0.06 0.06 0.070 0.032

DO/ ppm 5.716 5.103 5.920 5.715 5.920 6.124 6.121 5.717 5.792 0.326

  # ) 7 # # A

Cd/ ppm 0.015 0.008 0.001 0.010 0.003 0.005 0.004 ttd 0.006 0.005

Pb/ ppm 0.071 0.057 0.010 0.049 0.050 0.038 0.045 0.050 0.046 0.018

Cu/ ppm 0.065 0.044 0.043 0.024 0.038 0.034 0.029 ttd 0.035 0.019

Fe/ ppm 0.153 0.048 0.033 0.076 0.067 0.064 0.148 0.050 0.080 0.045

Mn/ ppm 0.046 0.025 0.024 0.023 0.024 0.026 0.021 0.028 0.027 0.008

Hg/ ppm ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd

Sedimen organik/ % 2.16 2.85 2.43 2.60 2.02 2.25 0.97 2.53 2.226 0.573

Sedimen karbonat/ % 24.80 32.00 26.31 33.60 25.46 26.71 24.96 32.21 28.257 3.684

  

VARIABEL BIOLOGI

Klorofil"a/ mg/l 0.79 0.70 0.48 0.41 0.81 0.16 0.70 0.48 0.567 0.224

Coliform/ x/100ml

  49 23 110 350 140 1.8>1600>1600 484.225 697.070

  E. coli/ x/100ml <1.8 <1.8 <1.8

  

2

  7.8 7.8 46 <1.8 8.850 15.251

Hasil indeks jarak Euclidean menunjukkan adanya 2 pengelompokan stasiun, yaitu G dan H

membentuk satu kelompok, dan A,B,C,D,E,F di kelompok lainnya. Analisis Komponen Utama

(AKU) merepresentasikan hasil kesamaan lingkungan dari Euclidean, dimana G dan H berada pada

sumbu +x dan lokasi sisanya berada pada sumbu –x. Lokasi G dan H merupakan lokasi yang

dipengaruhi oleh konsentrasi Coliform mengingat lokasi ini dekat dengan PLTU dan PT.TOM.

Lokasi C,D,dan F dicirikan dengan variabel kedalaman. Lokasi A, B, dan E dicirikan dengan

tingginya klorofil"a.

Gambar 5.1 Indeks Jarak Euclidean dan AKU Variabel Lingkungan Perairan 01 1" & ) ,$ *

  Tutupan bentik menunjukkan fluktuasi yang tinggi pada penutupan karang keras dan karang lunak, hal ini terlihat juga dari standar deviasi yang mendekati rerata tutupan karang keras dan karang lunak (Tabel 5.2). Rasio karang keras : karang lunak menunjukkan pada beberapa lokasi didominasi oleh karang keras (Sta. D"G), sementara lokasi lainnya didominasi oleh karang lunak (Sta.A"C). Meskipun total tutupan karang hidup umumnya menunjukkan kondisi yang baik, namun rerata tutupan karang keras di lokasi kajian menunjukkan kondisi yang sedang karena kriteria kesehatan karang tidak memperhitungkan persentase tutupan karang lunak. Persentase karang mati didominasi oleh patahan karang ( ) dibandingkan karena tutupan alga () ), sedangkan persentase abiotik didominasi oleh Pasir ( ) dibandingkan batu ( !).

Tabel 5.2 Persen Tutupan Bentik

  # ) 7 # # A Karang keras/ % 14.9 8.9 14.9 35.6 67.3 60.4 39.6 24.8 33.292 21.666 Karang lunak/ % 40.6 64.4 39.6 19.8

  1.0

  5.0

  7.9 5.0 22.896 22.895 Rasio

K.Keras:K.Lunak 0.37 0.14 0.38 1.80 68.00 12.20 5.00 5.00 11.610 23.139

Biotik lain/ %

  14.9

  2.0

  5.0

  

7.9

  4.0 7.9 6.9 11.9 7.550 4.199

Karang mati/ % 16.8 14.9 1.0 28.7 15.8 11.9 14.9 20.8 15.594 7.827

Abiotik/ % 13.0 10.0 40.0 8.0 12.0 15.0 31.0 38.0 20.875 13.206