Karakterisasi Senyawa Isoprenoid Pada Mangrove Jenis Sekresi (Avicennia Alba Bl.) Dan Kandungan Lipidnya Pada Tingkat Pohon

  

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove dan Karakteristiknya

  Istilah ‘mangrove’ tidak diketahui secara pasti asal usulnya. Ada yang mengatakan bahwa istilah tersebut kemungkinan merupakan kombinasi dari bahasa Portugis dan Inggris. Bangsa Portugis menyebut salah satu jenis pohon mangrove sebagai ‘mangue’ dan istilah Inggris ‘grove’, bila disatukan akan menjadi ‘mangrove’ atau ‘mangrave’. Ada kemungkinan pula berasal dari bahasa Malay, yang menyebut jenis tanaman ini dengan ‘mangi-mangi’ atau ‘mangin’.

  Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut (Irwanto, 2006).

  Mangrove merupakan suatu komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohonan yang khas atau semak yang memiliki kemampuan untuk tumbuh di lingkungan laut (Nybakken, 1992). Sesuai pernyataan Anwar et al tahun 1984 mendefinisikan hutan mangrove sebagai formasi tumbuhan litoral yang tumbuh di daerah pantai yang terlindung dari ombak besar dan umumnya tersebar di daerah tropis dan subtropis, sedangkan pengertian dari kata mangrove menurut Darsidi (1986) adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang-surut tetapi mereka juga terdapat pada pantai karang dan daratan koral mati yang di atasnya ditimbuni selapis pasir (lumpur) atau pada pantai berlumpur. Dengan demikian hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang- surut air laut.

  Peristiwa pasang-surut yang berpengaruh langsung terhadap ekosistem mangrove menyebabkan komunitas ini umumnya didominasi oleh spesies-spesies pohon yang keras atau semak-semak yang mempunyai manfaat pada perairan payau. Menurut Bengen dan Dutton (2004) dalam Northcote dan Hartman (2004) karakteristik utama ekosistem mangrove di Indonesia adalah sebagai berikut: tidak dipengaruhi oleh faktor iklim; dipengaruhi oleh kondisi pasang surut; terletak pada tanah yang sebagian besar terdiri dari lumpur dan pasir yang tergenang oleh air laut, terletak pada daerah pantai yang landai, tidak terstruktur berdasarkan penutupannya/stratifikasi berdasarkan tegakan, jenis-jenis pohon mulai dari laut ke darat adalah Rhizophora, Avicennia, Sonneratia, Xylocarpus,

  

Lumnitzera , Bruguiera, dan Nypa fruiicans; terdiri dari pohon-pohon yang dapat

  tumbuh mencapai lebih dari 30 meter; komposisi vegetasinya dari pantai adalah

  

Lumnitzera , dan Nypa fructicans; komposisi dari spesies-spesies vegetasi yang

berasosiasi adalah Acrostichum aureum, Acanthus ilicifolius, A. Ebracteatus.

  Taksonomi dan Morfologi Avicennia alba

  Api-api hitam (Avicennia alba Bl.) mempunyai taksonomi tumbuhan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Phylum : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Lamiales Family : Avicenniace Genus : Avicennia Spesies : Avicennia alba Bl.

  Jenis A. alba sering dikenal dengan nama api-api hitam, mangi-mangi,

  

boak, koak, sia-sia. Pohon yang tumbuh menyebar dengan ketinggian mencapai

25 m. Akar nafas biasanya tipis, berbentuk jari (atau seperti asparagus) yang

ditutupi oleh lentisel. Kulit kayu luar berwarna keabu-abuan atau gelap

kecoklatan, beberapa ditumbuhi tonjolan kecil, sementara yang lain kadang-

kadang memiliki permukaan yang halus. Pada bagian batang yang tua, kadang-

kadang ditemukan serbuk tipis. Daun memiliki permukaan halus, bagian atas daun

berwarna hijau mengkilat, bagian bawah daun berwarna pucat, bentuk daun lanset

(seperti daun akasia) kadang elips, ujung meruncing, ukuran daun 16 x 5 cm,

bentuk bunga s eperti trisula dengan gerombolan bunga (kuning) hampir di

30 bunga per tandan), daun mahkota 4, kuning cerah, 3-4 mm, kelopak bunga 5,

benang sari 4. Buah s eperti kerucut/cabe/mente berwarna hijau muda kekuningan

dengan ukuran: 4 x 2 cm (Noor et al, 2006).

  Menurut Wikipedia (2008) dalam Grace (2009) sebagai warga komunitas

mangrove, api-api memiliki beberapa ciri yang merupakan bagian dari adaptasi

pada lingkungan berlumpur dan bergaram, di antaranya : a.

  Akar napas serupa paku yang panjang dan rapat, muncul ke atas lumpur di sekeliling pangkal batangnya.

  b.

  Daun-daun dengan kelenjar garam di permukaan bawahnya. Daun api-api berwarna putih di sisi bawahnya, dilapisi kristal garam. Ini adalah kelebihan garam yang dibuang oleh tumbuhan tersebut. c.

Biji api-api berkecambah tatkala buahnya belum gugur, masih melekat di rantingnya. Dengan demikian biji ini dapat segera tumbuh setelah terjatuh

  atau tersangkut di lumpur. Jenis Avicennia alba merupakan jenis pionir pada habitat rawa mangrove

di lokasi pantai yang terlindung, juga di bagian yang lebih asin di sepanjang

pinggiran sungai yang dipengaruhi pasang surut, serta di sepanjang garis pantai.

Mereka umumnya menyukai bagian muka teluk. Akarnya dilaporkan dapat

membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan daratan.

  

Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Genus ini kadang-kadang bersifat vivipar,

dimana sebagian buah berbiak ketika masih menempel di pohon. Ditemukan di

hingga ke Filipina, PNG dan Australia tropis (Noor et al, 2006).

  Zonasi di Hutan Mangrove

  Zonasi merupakan suatu fenomena ekologi yang menarik di perairan pesisir, yang merupakan daerah yang terkena ritme pasang-surut air laut.

  Pengaruh dari pasang-surut air laut yang berbeda untuk tiap zona memungkinkan berkembangnya komunitas yang khas untuk masing masing zona di daerah ini (Peterson, 1991). Studi zonasi di perairan pantai berbatu telah banyak dilakukan, sebaliknya studi zonasi di perairan pantai bersubstrat lunak (pasir dan lumpur) masih sangat kurang. Demikian pula informasi mengenai zonasi di perairan pantai di daerah subtropis lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan di daerah tropis (Morton, 1990). Hal ini disebabkan karena penelitian mengenai zonasi di perairan pantai daerah tropis masih belum banyak dilakukan, tidak terkecuali di Indonesia.

  Arief (2003) mengatakan bahwa hutan mangrove yang masih alami pada umumnya membentuk zonasi yaitu mulai dari arah laut ke daratan berturut-turut sebagai berikut : 1.

  Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove.

  Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis

  Avicennia banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia spp. Karena

  tumbuh di bibir laut, jenis-jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan dari hempasan ombak laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pioner karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkeraman perakaran tumbuhan jenis ini.

  Zona Rhizophora, terletak di belakang zona Avicennia dan Sonneratia.

  Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran tanaman tetap terendam selama air laut pasang.

  3. Zona Bruguiera, terletak di belakang zona Rhizophora. Pada zona ini, tanah berlumpur agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam pasang naik dua kali sebulan.

  4. Zona Nypa, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini sebenarnya tidak harus ada, kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir (sungai) ke laut.

  Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove Cahaya

  Cahaya merupakan satu faktor yang penting dalam proses fotosintesis dalam melakukan pertumbuhan tumbuhan hijau. Cahaya mempengaruhi respirasi, transpirasi, fisiologi dan struktur fisik tumbuhan. Intensitas cahaya didalam tumbuhan. Umumnya tumbuhan di ekosistem mangrove juga membutuhkan intensitas tinggi ( Mac Nae, 1968).

  Suhu Suhu penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi.

  Pada Rhizophora spp., Ceriops spp., Exocoecaria spp., dan Lumnitzera spp., laju tertinggi produksi daun baru adalah pada suhu 26-28 ºC, untuk bruguiera spp adalah 27ºC dan Avicennia marina memproduksi daun baru pada suhu 18-20 ºC (Hutchings and Saenger, 1987).

  Tanah

  Jenis tanah yang mendominasi kawasan mangrove biasanya adalah fraksi lempung berpasir hanya terdapat dibagian depan (arah pantai). Nilai pH tanah dikawasan mangrove berbeda-beda, tergantung pada tingkat kerapatan vegetasi yang tumbuh dikawasan tersebut. Jika kerapatan rendah, tanah akan mempunyai nilai pH yang tinggi. Nilai pH tidak banyak berbeda, yaitu antara 4,6-6,5 dibawah tegakan jenis Rhizophora spp (Noor et al., 2006).

  Hutan mangrove tanahnya selalu basah, mengandung garam, mempunyai sedikit oksigen dan kaya akan bahan organik. Bahan organik yang terdapat di dalam tanah, terutama berasal dari sisa tumbuhan yang diproduksi oleh mangrove sendiri. Serasah secara lambat akan diuraikan oleh mikroorgansme, seperti bakteri, jamur dan lainnya. Selain itu juga terjadi sedimen halus dan partikel kasar, seperti potongan batu dan koral, pecahan kulit kerang dan siput. Biasanya tanah mangrove kurang membentuk lumpur berlempung dan warnanya bervariasi dari abu-abu muda sampai hitam (Soeroyo, 1993).

  Umumnya tanah yang ditumbuhi mangrove adalah tanah-tanah yang berstektur halus, mempunyai tingkat kematangan rendah, mempunyai kadar garam rendah alkalinitas tinggi, dan sering mengandung lapisan sulfat masam atau bahan sulfidik (cat clay). Kandungan liat atau debu umumnya tinggi, kecuali tanah-tanah atau pecahan batu karang. Lapisan gambut dengan kandungan garam tinggi kadang-kadang ditemukan pada tanah mangrove baik di daerah batu karang maupun di daerah endapan liat.

  Salinitas

  Bagi kebanyakan pohon-pohon mangrove dan fauna penggali liang dalam tanah, salinitas air pasang mungkin kurang penting dibandingkan dengan salinitas pasang diatasnya, hal ini disebabkan karena terjadinya pengenceran oleh air tawar (hujan) yang merembes kedalam tanah. Bagi akar-akar pohon dan fauna penggali lubang, faktor terpenting bukan hanya kadar NaCl tetapi tekanan osmotik.

  Salinitas bervariasi dari hari ke hari dan dari musim ke musim. Selama siang hari salinitas lebih tinggi dibandingkan pada musim hujan. Demikian pula pada musim pasang, salinitas akan turun dan cenderung untuk naik bila surut kembali. Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya.

  Adaptasi terhadap salinitas umumnya berupa kelenjar ekskresi untuk membuang kelebihan garam dari dalam jaringan dan ultrafiltrasi untuk mencegah masuknya garam ke dalam jaringan. Tumbuhan mangrove dapat mencegah lebih dari 90% masuknya garam dengan proses filtrasi pada akar. Garam yang terserap dengan cepat diekskresikan oleh kelenjar garam di daun atau disimpan dalam kulit kayu dan daun tua yang hampir gugur. Konsentrasi garam dalam cairan biasanya tinggi, sekitar 10% dari air laut. Sebagian garam dikeluarkan melalui kelenjar garam dan selanjutnya diuapkan angin atau hujan. Hal ini bisa dirasakan dengan mengecap daun tumbuhan mangrove atau bagian lainnya (Soeroyo, 1993).

  Potensi Triterpenoid pada Tanaman Mangrove

  Keanekaragaman flora (biodiversity) berarti keanekaragaman senyawa kimia (chemodiversity) yang kemungkinan terkandung di dalamnya. Hal ini metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti teknik pemisahan, metode analisis, dan uji farmakologi. Senyawa hasil isolasi atau senyawa semi sintetik yang diperoleh dari tumbuhan sebagai obat atau bahan baku obat.Perkembangan penggunaan obat-obatan tradisional khususnya dari tumbuh-tumbuhan untuk membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sudah cukup meluas (Nurindriyanti et al, 2012).

  Mangrove secara biokimiawi merupakan tanaman yang unik karena kandungan metabolit sekunder yang beragam. Metabolit sekunder yang dapat terkandung pada tanaman mangrove adalah fraksi senyawa Non Saponifiable

  

Lipid (NSL) yaitu triterpenoid, alkaloid, saponin, alkana, alkohol rantai panjang

  dan fitosterol (Basyuni, 2008; Agoramoorthy et al. 2008 dalam Bayu, 2009)

  Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan keragaman struktur yang besar dalam produk alami yang diturunkan dari unit isoprena (C5) yang bergandengan dalam model kepala ke ekor (head-to-tail) (Nurindriyanti et al., 2012). Mangrove terkenal kaya sebagai sumber senyawa triterpenoid dan fitosterol (isoprenoid) (Koch et al, 2003; Basyuni et al, 2007a). Salah satu kemampuan mencolok spesies mangrove adalah tumbuh dalam berbagai tingkat salinitas mulai dari air tawar sampai ke tingkat di atas air laut. Beberapa studi

  sebelumnya menunjukkan bahwa cekaman garam menginduksi perubahan konsentrasi triterpenoid di mangrove jenis non-sekresi (Oku et al., 2003; Basyuni et al., 2007b, 2009). Tambahan lagi, senyawa-senyawa tersebut Mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman garam

  Pohon-pohon mangrove memiliki mekanisme toleransi garam yang beragam. Dari penelitian sebelumnya menunjukan adanya pengaruh cekaman garam yang meningkatkan konsentrasi triterpenoid di akar dan daun tanaman mangrove serta berkontribusi terhadap toleransi garam di hutan mangrove (Oku et al., 2003; Basyuni et al., 2007a, 2009).

  Dalam kondisi cekaman garam, tanaman dapat mengubah tingkat metabolit sekunder seperti triterpenoid atau senyawa fenolik untuk meningkatkan sistem pertahanan mereka terhadap stres oksidatif (Kim et al, 2008). Membran plasma telah memainkan peran penting dalam toleransi tanaman untuk cekaman garam.

  Komposisi lipid membran mengontrol membran permeabilitas (Mansour et al., 1994; Kim et al, 2008).

Dokumen yang terkait

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

0 0 15

Perubahan Beberapa Sifat Fisika Dan Kandungan Logam Berat Tanah Andisol Akibat Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung (Zea Mays L.)

0 0 19

Perubahan Beberapa Sifat Fisika Dan Kandungan Logam Berat Tanah Andisol Akibat Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung (Zea Mays L.)

0 0 15

Perubahan Beberapa Sifat Fisika Dan Kandungan Logam Berat Tanah Andisol Akibat Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung (Zea Mays L.)

0 0 12

Pengaruh Perbandingan Sirsak Dan Daun Katuk Dengan Konsentrasi Gum Arab Terhadap Mutu Fruit Leather Berlapis Cokelat

0 0 16

Pengaruh Perbandingan Sirsak Dan Daun Katuk Dengan Konsentrasi Gum Arab Terhadap Mutu Fruit Leather Berlapis Cokelat

0 0 13

Pengaruh Perbandingan Sirsak Dan Daun Katuk Dengan Konsentrasi Gum Arab Terhadap Mutu Fruit Leather Berlapis Cokelat

0 0 14

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit dengan Perlakuan Fisik, Kimia, Biologis dan Kombinasinya Pada Domba

0 1 13

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit dengan Perlakuan Fisik, Kimia, Biologis dan Kombinasinya Pada Domba

0 1 12

Uji Kerapatan Keranjang Peniris Pada Alat Peniris Minyak Tipe Sentrifugal

0 2 14