BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Analisis Yuridis Terhadap Fungsi Pengawasan Pengelolaan Keuangan BUMN Oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

  yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya disebut BPK). Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta perubahannya (selanjutnya disebut UUD 1945) Pasal 23 ayat 5 ditegaskan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu badan

  1 pemeriksa keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.

  Pelaksanaan amanat Pasal 23 UUD 1945 tersebut adalah dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

  Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya disebut UU BPK) mengatur bahwa BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Status hukum uang negara yang 1 Bohari, Pengawasan Keuangan Negara (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), hlm.9. ditempatkan melalui keputusan penyertaan modal oleh pemerintah dalam bentuk saham di Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) yang berbadan hukum persero masih terus dijadikan polemik hukum. Bahkan kini bukan hanya jadi wacana membatalkan pengaturan yang menempatkan uang yang dikelola BUMN sebagai bagian

  2 dari keuangan negara di Mahkamah Konstitusi (MK).

  Pengaturan hukum mengenai status uang negara di BUMN selama ini didasarkan pada ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU Keuangan Negara), yang antara lain terdapat frasa: “…termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/daerah” yang telah menempatkan uang negara di BUMN sebagai cakupan rezim hukum keuangan negara. Penempatan status hukum uang negara di BUMN, sebagaimana diatur pada Pasal 3 huruf g UU Keuangan Negara, tak lepas dari amanat Pasal 23 E UUD 1945 yang menempatkan seluruh tipologi kekayaan negara/daerah yang bersumber dari keuangan negara berada di bawah otoritas audit dari Badan Pemeriksa Keuangan.

  Jika dilihat secara historis terhadap status hukum uang negara di BUMN sebenarnya sejak berlakunya hukum keuangan negara pada masa Hindia Belanda yang dikenal dengan Indonesische Comptabiliteit Wet (ICW), yang telah diubah menjadi Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia, telah menganut definisi luas terhadap makna keuangan negara yang menempatkan uang di BUMN sebagai cakupan rezim

2 Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara (Jakarta: Kompas Gramedia,2014), hlm.34.

  hukum keuangan negara. Hal itu berarti apa yang diatur dalam UU Keuangan Negara saat ini sudah memiliki latar belakang sejarah yang sangat kuat.

  Manajemen keuangan BUMN yang buruk di masa lalu, ditambah rendahnya keuangan perusahaan yang baik, telah membawa uang negara yang dipisahkan dengan tujuan menambah penghasilan negara untuk kemakmuran rakyat tersebut ke dalam siklus ekonomi-politik. Seringnya BUMN dijadikan sebagai arena transaksi dan negoisasi kepentingan politik antara penguasa dan pengusaha akan membahayakan keselamatan keuangan negara, maka dari itu perlu dilakukan upaya penyelamatan keuangan negara.

  Upaya penyelamatan keuangan negara lewat pengaturan definisi keuangan negara yang luas, secara ideal akan sangat menjanjikan bagi upaya penyelamatan keuangan negara dari penyimpangan, namun menjadi persoalan, ketika dikorelasikan dengan ketentuan perundang-undangan lain. Penetapan dan pengesahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN) telah menimbulkan berbagai permasalahan terkait status keuangan negara di lingkungan BUMN baik dari sisi kepemilikan maupun pengawasan dan pengelolaannya.

  Pasal 4 ayat (1) UU BUMN merumuskan: “modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”. Pasal 4 ayat (2) huruf a menyatakan bahwa penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

  Rumusan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU BUMN ini, dijelaskan dalam bagian penjelasan pasal. Penjelasan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU BUMN menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan yang dipisahkan adalah pemisahan penyertaan modal negara pada BUMN, untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, melainkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat dengan mengikuti tata kelola dan ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007). Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga meliputi proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang dijadikan sebagai penyertaan modal negara.

  Jika ditinjau dari teori sumber, uang negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk diinvestasikan di BUMN jelas bersumber dari uang rakyat di APBN. Hal itu berimplikasi bahwa BUMN harus tunduk pada mekanisme pengelolaan, pertanggungjawaban,dan pemeriksaan yang sama dengan aliran keuangan negara lainnya. Asas kelengkapan yang dikenal pada hukum keuangan negara mengharuskan seluruh uang negara bersifat transparan dan tak ada yang terlepas dari pengawasan parlemen sebagai representasi rakyat. BUMN tidak boleh berlindung di balik otonomi badan hukum privat untuk melucuti akses pengawasan rakyat terhadap uang negara yang dipisahkan.

  Pengaturan tentang status keuangan negara di lingkungan BUMN Persero dalam paket undang-undang keuangan negara, undang-undang badan usaha milik negara dan undang-undang perseroan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan lingkungan BUMN Persero. Negara, pada satu sisi ingin menyelamatkan keuangan negara di lingkungan BUMN Persero dari penyelewengan dan penyalahgunaan di dalam pengelolaaanya, tetapi pada sisi lain BUMN Persero dihadapkan pada upaya untuk semakin memajukan BUMN Persero melalui mekanisme BUMN yang sehat, seturut prinsip Good Corporate Governance (GCG).

  Mekanisme BUMN dengan berbagai kebijakan dan terobosan mengandung dua kemungkinan yakni kemajuan yang luar biasa atau kerugian dari transaksi yang dilakukan atas suatu keputusan bisnis (business judgement). Maka dari itu, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan keuangan negara di BUMN agar dapat menyelamatkan keuangan negara dari kemungkinan kerugian yang akan diterima. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulisan skripsi ini akan diberi judul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP FUNGSI PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN BUMN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)”

B. Perumusan Masalah

  Adapun permasalahan yang timbul dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh BUMN Persero? 2.

  Bagaimanakah kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan dalam pemeriksaan keuangan BUMN Persero? Bagaimanakah fungsi pengawasan pengelolaan keuangan BUMN oleh Badan

  Pemeriksa Keuangan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

  Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :

  1. Untuk mengetahui cara pengelolaan keuangan suatu BUMN Persero

  2. Untuk mengetahui kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan dalam memeriksa keuangan BUMN Persero

  3. Untuk mengetahui dan menganalisis fungsi pengawasan pengelolaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan

  Adapun manfaat penulisan dari skripsi ini baik secara teoritis maupun praktis adalah :

1. Secara teoritis

  Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan terhadap perkembangan hukum pada khususnya, juga diharapkan dapat menambah khasanah kepustakaan yang berkaitan dengan substansi hukum.

  2. Secara praktis

  Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat sehingga dapat terjadi harmonisasi peraturan perundang-undangan yang disatu sisi bersifat publik dan disisi lain bersifat privat.

  D. Keaslian Penulisan

  Keaslian penulisan skripsi ini merupakan hasil dari pemikiran penulis yang berasal dari bahan-bahan yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Bahwa skripsi dengan FUNGSI PENGAWASAN judul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP

  PENGELOLAAN KEUANGAN BUMN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)” telah diperiksa melalui penelusuran Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atau Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara belum pernah ditulis oleh siapapun di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

  Data yang digunakan guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi yang diperoleh dari berbagai media, baik itu media cetak maupun pengumpulan informasi melalui internet. Maka apabila di kemudian hari terdapat judul dan objek pembahasan skripsi yang sama sebelum tulisan ini dibuat maka penulis siap untuk mempertanggungjawabkannya.

  E. Tinjauan Kepustakaan

  Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 1 UU BPK, Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab Republik Indonesia Tahun 1945. Dari definisi BPK di atas dapat dilihat, bahwa BPK merupakan suatu lembaga negara yang kedudukannya bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Keberadaan BPK bertujuan untuk memberikan peran aktif dalam mewujudkan tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan.

  Badan Pemeriksa Keuangan dalam era reformasi sekarang ini, telah mendapat dukungan konstitusional dari MPR RI dalam sidang tahunan tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang keuangan negara, yaitu dengan dikeluarkannya Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan BPK sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional. Untuk lebih menetapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen, BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (Pasal 23 ayat 5) kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (bab VIII A) dengan tiga pasal (Pasal 23E, Pasal 23F, Pasal 23G) dan tujuh ayat. BPK memiliki tiga tugas pokok yaitu:

  3

  1. Fungsi operasional (fungsi pemeriksaan)

  3. Fungsi yudikasi (melaksanakan proses tuntutan perbendaharaan dan memberikan pertimbangan kepada pemerintah dalam proses tuntutan ganti rugi.

  Pada Pasal 23 E Undang-Undang Dasar 1945 diatur bahwa: (1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. (2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya. (3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang. Selanjutnya, Pasal 23 F juga menyatakan:

  (1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. (2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.

  Ketentuan mengenai BPK setelah adanya perubahan UUD 1945 mengalami perluasan yang substantif dan mendasar dalam hal pengertian keuangan negara, pengertian pemeriksaan, dan juga mengenai kewenangan BPK. Secara substanti, Bab

  VIII UUD 1945 yang mengatur hal keuangan, mengaitkan pengertian keuangan negara itu dengan empat hal, yaitu APBN, pajak dan pungutan lain, mata uang, dan bank sentral.

3 Sekretariat Jenderal BPK, Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BEPEKA)-

  Sejarah, Perspektif dam Prospeknya , Jakarta, 1998

  Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) sampai dengan (6) UU BPK, BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Adapun pemeriksaan BPK

  4

  mencakup: 1.

  Pemeriksaan keuangan, 2. Pemeriksaan kinerja, dan 3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

  Mengenai pemeriksaan yang dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan. Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara.

  Badan Pemeriksa Keuangan yang melakukan pemeriksaan keuangan negara selanjutnya harus menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya masing-masing. DPR, DPD, dan DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib masing-masing lembaga.

  Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh anggota BPK atau pejabat yang ditunjuk. Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, 4 Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya. Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan

5 Tindak lanjut hasil pemeriksaan secara tertulis diserahkan oleh BPK kepada

  presiden, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Tindak lanjut hasil pemeriksaan tersebut diberitahukan secara tertulis oleh presiden, gubernur, bupati/walikota kepada BPK. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama satu bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut. Laporan BPK tersebut dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat sebagaimana dimaksud dan hasilnya diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD,

  6 serta Pemerintah.

  Salah satu bentuk pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang diperiksa oleh BPK adalah pengelolaan dan tanggung jawab yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dasar keberadaan BUMN adalah Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Dalam melaksanakan tugas 5 Pasal 7 ayat (1) sampai dengan ayat (5), Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan

  Pemeriksa Keuangan 6 Pasal 8 ayat (1) sampai dengan ayat (5), Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan konstitusional tersebut, negara melakukan penguasaan atas seluruh kekuatan ekonomi melalui kebijakan sektoral yang merupakan kewenangan menteri teknis dan kepemilikan negara pada unit-unit usaha milik negara yang menjadi kewenangan BUMN dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

  Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 1 ayat (1) merumuskan pengertian “Badan Usaha Milik Negara sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.” Kemudian Pasal 4 ayat (1) undang- undang yang sama menyatakan bahwa “BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”. Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) tersebut dikatakan bahwa “Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

  Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Negara secara dejure dan defacto terbagi dalam dua bentuk badan usaha yakni Persero dan Perum (Pasal 9). Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, yang

  7

  tujuan utamanya mengejar keuntungan. Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar

  8 Badan Usaha Milik Negara sebagai badan hukum privat yang berbentuk

  perseroan, tidak dikategorikan dalam cakupan pengaturan keuangan negara, termasuk menjadi objek pemeriksaan BPK. Hal ini sebab secara hukum BUMN tunduk kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

  Maksud dan tujuan pendirian BUMN dimuat dalam Pasal 2 UU BUMN, sebagai berikut :

  1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

  2. Mengejar keuntungan;

  3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan badang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

  4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;

  5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

  7 8 Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara

Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara

  Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan/atau kesusilaan.

F. Metode Penelitian

  Sebagaimana untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh karena itu adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini meliputi :

  1. Spesifikasi penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian hukum kepustakaan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode pendekatan yuridis.

  2. Data penelitian Penyusunan skripsi ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder adalah data yang mencakup dokumen- dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan

  9 sebagainya.

9 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hlm. 30.

  Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang- undangan yang ada kaitannya dengan permasalahan, yaitu : a.

  Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara d.

  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara e. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara f.

  Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan g.

  Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Bahan hukum sekunder yaitu badan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat para sarjana, yang berhubungan dengan skripsi ini.

  Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau badan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

  3. Teknik pengumpulan data Penulisan skripsi ini menggunakan metode library search (penelitian kepustakaan), yakni mempelajari literatur atau dari sumber bacaam buku-buku, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah para ahli, artikel-artikel baik dari surat kabar, majalah media elektronik, dan bahan bacaan lain yang terkait dengan penulisan skripsi ini yang semua itu dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian.

  4. Analisis data kualitatif yang menjelaskan pembahasan yang dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku seperti perundang-undangan. Data yang diperoleh didapatkan dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

G. Sistematika Penulisan

  Skripsi ini diuraikan dalam 5 (lima) bab, dan tiap-tiap bab terbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah pemaparan materi dari skripsi ini dapat digambarkan sebagai berikut :

  BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

  BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN YANG DILAKUKAN OLEH BUMN PERSERO Bab ini berisi pembahasan tentang ruang lingkup Badan Usaha Milik kepastian hukum terhadap status keuangan negara pada BUMN Persero. BAB III KEWENANGAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM PEMERIKSAAN KEUANGAN BUMN PERSERO Bab ini berisi pembahasan tentang status Badan Pemeriksa Keuangan sebagai salah satu lembaga negara, struktur dan tugas Badan Pemeriksa Keuangan, dan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan dalam memeriksa keuangan BUMN Persero

  BAB IV FUNGSI PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN BUMN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK) Bab ini berisi pembahasan tentang sistem pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan terhadap BUMN, fungsi Badan Pemeriksa Keuangan dalam pengawasan pengelolaan keuangan BUMN, dan hambatan-hambatan Badan Pemeriksa Keuangan dalam melakukan pengawasan terhadap BUMN Persero.

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.

Dokumen yang terkait

BAB II LANDASAN TEORI A. Penyesuaian Perkawinan 1. Defenisi Penyesuaian Perkawinan - Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Penyesuaian Perkawinan pada Pasangan Beda Etnis (Batak Toba – Tionghoa)

0 2 24

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Penyesuaian Perkawinan pada Pasangan Beda Etnis (Batak Toba – Tionghoa)

0 0 16

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra - Perbandingan Penyisipan Pesan ke dalam File Citra True color dengan Algoritma End of File (EOF) dan Least Significant Bit (LSB).

1 4 18

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kriptografi - Implementasi Vigenére Cipher dengan Metode Linear Feedback Shift Register pada Text

0 1 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pemasaran - Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Keputusan Pembelian Mobil Honda pada PT. Istana Deli Kencana Adam Malik Medan

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Keputusan Pembelian Mobil Honda pada PT. Istana Deli Kencana Adam Malik Medan

0 0 9

A. Data Responden - Analisis Persepsi Pergeseran Konsumen dari Retail Tradisional ke Retail mMdern di Kecamatan Medan Merelan, Kota Medan

0 0 22

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teori Pasar - Analisis Persepsi Pergeseran Konsumen dari Retail Tradisional ke Retail mMdern di Kecamatan Medan Merelan, Kota Medan

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Persepsi Pergeseran Konsumen dari Retail Tradisional ke Retail mMdern di Kecamatan Medan Merelan, Kota Medan

0 0 8

BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN YANG DILAKUKAN OLEH BUMN PERSERO A. Ruang Lingkup Badan Usaha Milik Negara - Analisis Yuridis Terhadap Fungsi Pengawasan Pengelolaan Keuangan BUMN Oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

0 0 31