BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bank - Determinan Efisiensi BUMD RegionalSumatera Berdasarkan Data Envelopment Analysis (DEA) Studi Kasus: Bank Aceh, Bank Nagari, dan Bank Sumut

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bank

  Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenagan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang sering disebut banknote.

  Menurut UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 Novemper 1998 tentang perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

  Pasal 1 Ayat 1 No 14 / 24 / PBI /2012 Bank adalah Bank umum sebagaimana dimaksud dalam UU No 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaiman telah diubah dengan Undang-ndang Nomor 10 Tahun 1998. Dalam Undang-undang No 10 Tahun yang dijelaskan bahwa: “ Bank Umum adalah bank yang menjelaskan kegiatan-kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

  Dengan demikian dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa peranan bank dalam masyarakat adalah: a.

  Menghimpun dana dari masyarakat (uang) dari masyarakat dalam bentuk simpanan, maksudnya dalam hal ini bank sebagai tempat menyimpan uang atau berinvestasi bahi masyarakat. Tujuan utama masyarakat menyimpan uang adalah untuk melakukan investasi dengan harapan memperoleh bunga dari hasil simpanannya. Tujuan lain dari masyarakat untuk

  Untuk memenuhi tujuan diatas, baik untuk mengamankan uang maupun untuk investasi bank menyediakan sarana yang disebut simpanan. Jenis simpanan yang ditawarkan sangat bervariasi tergantung dari bank yang bersangkutan. Yang dimana secara umum jenis simpanan yang ada dibank adalah terdiri dari simpanan giro (demand deposit), simpanan tabungan (save deposit), dan simpanan deposit (time deposit).

  b.

  Menyalurkan dana dalam bentuk kredit, maksudnya adalah bank memberikan pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang mengajukan permohonan. Dengan kata lain bank menyediakan dana bagi masyarakat yang membutuhkannya. Pinjaman atau kredit yang diberikan dibagi dalam berbagai jenis sesuai dengan keinginan nasabah. Tentu saja sebelum kredit diberikan bank terlebih dahulu apakah kredit tersebut layak diberikan atau tidak. Penilaian ini dilakukan agar bank terhindar dari kerugian akibat tidak dapat dikembalikannya pinjaman yang disalurkan bank dengan berbagai sebab. Jenis kredit yang biasa diberikan oleh hampir semua bank adalah seperti kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit permodalan.

  c.

  Memberikan jasa-jasa keuangan lainnya, seperti pengiriman uang

  (transfer) , penagihan surat-surat berharga yang berasal dari dalam kota (clearing), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari luar kota dan

  luar negeri (inkaso, letter of credit/LC, save deposit box, bank garansi,

  bank notes, traveller cheque dan jasa lainnya). Jasa-jasa bank lainnya ini dan menyalurkan dana.

2.2 Berdirinya Bank Pembangunan Daerah

  Bank Pembangunan Daerah didirikan di daerah‐daerahtingkat I, dasar hukumnya adalah UU No 13 Tahun 1962 yang berbunyi “Ketentuan-ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah”, Yang memiliki tujuan untuk mensejahterakan dimasing daerah-daerah baik secara mikro dan makro.

2.2.1 Sejarah Berdirinya Bank Aceh

  Awal berdirinya Bank milik Pemerintah Daerah di Aceh tercetus atas prakarsa Dewan Pemerintah Daerah Peralihan Provinsi Atjeh (sekarang disebut Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam). Setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah peralihan Provinsi Aceh di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) dengan Surat Keputusan Nomor 7/DPRD/5 tanggal 7 September 1957, beberapa orang mewakili Pemerintah Daerah menghadap Mula Pangihutan Tamboenan, wakil Notaris di Kutaraja, untuk mendirikan suatu Bank dalam bentuk Perseroan Terbatas yang bernama “PT Bank Kesejahteraan Atjeh, NV”.

  Bank Aceh beberapa kali mengalami perubahan nama, akte dan badan hukum, yang dimana perubahan-perubahan tersebut dilakukan pada :

  1.

  19 Nopember 1958: bernama NV. Bank Kesejahteraan Atjeh (BKA), 2.

  6 Agustus 1973: Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh (BPD IA), 3.

  7 Februari 1993 : PD. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh (PD.

  BPD IA),

  7 Mei 1999 : PT. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh, disingkat menjadi PT. Bank BPD Aceh,

  5.

29 September 2010 : PT. Bank Aceh

  Perubahan nama Perseroan menjadi PT. Bank Aceh. Perubahan tersebut telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-44411.AH.01.02 Tahun 2009 pada tanggal 9 September 2009. Perubahan nama menjadi PT. Bank Aceh telah disahkan oleh Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.12/61/KEP.GBI/2010 tanggal 29 September 2010. Dalam menjalankan peran dan fungsi bank, bank Aceh memiliki Visi “Mewujudkan Bank Aceh menjadi bank yang terus sehat, tangguh, handal dan terpercaya serta dapat memberikan nilai tambah yang tinggi kepada mitra dan masyarakat” dan Misi “Membantu dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pengembangan dunia usaha dan pemberdayaan dunia usaha dan pemberdayaan ekonomi rakyat, serta memberi nilai tambah kepada pemilik dan kesejahteraan kepada Karyawan” serta motto “Kepercayaan dan Kemitraan”.

2.2.2 Berdirinya Bank Nagari

  Bank Pembangungan Daerah Sumatera Barat secara resmi berdiri pada tanggal 12 Maret 1962 dengan nama“PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat” Yang disahkan melalui akta notaris Hasan Qalbi di Padang. Disahkan melalui Surat Keputusan Wakil Menteri Pertama Bidang Keuangan Republik Indonesia No. BUM/9-44/II tentang izin usaha PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat, dan dimulailah operasional PT. Bank Pembangunan Daerah tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, maka dasar hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat diganti dengan Peraturan Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Barat No. 4. Sehingga PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat dirubah menjadi “BANK PEMBANGUNAN DAERAH SUMATERA BARAT”. Dalam perjalanan-nya tahun 1996 melalui Perda No. 2 / 1996 disahkan penyebutan nama (Call Name) sebagai ”Bank Nagari” dengan maksud untuk lebih dikenal, membangun brand image sekaligus mengimpresikan tatanan sistem pemerintahan di Sumatera Barat.

  Sesuai dengan perkembangan dan untuk lebih leluasa dalam menjalankan bisnis, tanggal 16 Agustus 2006 berdasrkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera barat No. 3 Tahun 2006, bentuk badan hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat berubah dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas, yang didirikan berdasarkan akta Pendirian Perseroan Nomor 1 Tanggal 1 Februari 2007 dihadapan Notaris H. Hendri Final, S.H. dan disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia Republik Indonesia dengan Keputusan Nomor W3-00074 HT.01.01-TH.2007 tanggal 4 April 2007 Saat ini Bank Nagari telah berstatus sebagai Bank Devisa serta telah memiliki Unit Usaha Syariah. PT. Bank Nagari memiliki Visi “Menjadi Bank Pembangunan Daerah terkemuka dan terpercaya di Indonesia” serta memiliki Misi “Memberikan kontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, mencerminkan dasar atau latar belakang didirikannya bank, sesuai yang diamanahkan dalam Akta Pendirian yang merupakan cita-cita dan tujuan yang akan diperankan, yaitu turut masyarakat. Dan memenuhi dan menjaga kepentingan stakeholder secara konsisten dan seimbang serta bank akan senantiasa dijalankan dengan prinsip untuk memenuhi tanggung jawab kepada pemilik, nasabah, karyawan dan masyarakat.

2.2.3 Berdirinya Bank Sumut

  Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara didirikan pada tanggal 4 Nopember 1961 dengan sebutan BPSU. Sesuai dengan ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah Tingkat I Sumatera Utara maka pada tahun 1962 bentuk usaha dirubah menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan modal dasar pada saat itu sebesar Rp.100 Juta dengan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Tingkat II se Sumatera Utara.Pada tahun 1999, bentuk hukum BPDSU dirubah menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara atau disingkat PT. Bank Sumut yang berkedudukan dan berkantor pusat di Medan, JL.

  Imam Bonjol No. 18 Medan. Modal dasar pada saat itu menjadi Rp. 400 Milyar yang selanjutnya dengan pertimbangan kebutuhan proyeksi pertumbuhan Bank, di tahun yang sama modal dasar kembali ditingkatkan menjadi Rp. 500 Milyar.

  Laju pertumbuhan Bank Sumut kian menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan diliat dari kinerja dan prestasi yang di peroleh dari tahun ke tahun, tercatat total asset Bank Sumut mencapai 10,75 Trilyun pada taun 2009 dan menjadi 12,76 Trilyun pada tahun 2010. Didukung semangat menjadi Bank Profesional dan tangguh menghadapi persaingan dengan digalakkanya program to tentunya dengan konsekuensi harus memperkuat permodalan yang tidak lagi mengandalkan peryertaan saham dari pemerintah daerah, melainkan juga membuka akses permodalan lai seperti penerbitan obligasi, untuk itu modal dasar Bank Sumut kembali ditingkatkan dari Rp. 1 Trilyun pada tahun 2008 menjadi Rp. 2 Trilyun pada tahun 2011 dengan total asset meningkat menjadi 18,95 Trilyun. Bank sumut memiliki Visi “Menjadi bank andalan untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah di segala bidang serta sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka peningkatan taraf hidup rakyat” dan Misi “Mengelola dana pemerintah dan masyarakat secara professional yang didasarkan pada prinsip-prinsip compliance”.

2.3 Konsep Efisiensi

  Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan.

  Efisiensi juga biasanya dibandingkan dengan suatu ukuran tertentu misalnya antara pertanggungjawaban yang satu dibandingkan dengan pertanggungjawaban dibandingkan dengan standar atau anggarannya, atau prestasi suatu pusat pertanggungjawaban masa kini dan masa sebelumnya.

  Sedangkan menurut Mulyadi dan Setyawan (2001:378) : Efisiensi adalah rasio antara keluaran dengan masukan suatu proses, dengan fokus perhatian pada konsumsi masukannya.

  Mulyadi dan Setyawan (2001:377) : Efisiensi pernah menjadi ukuran kinerja yang terkenal dalam manajemen tradisional. Pada waktu manajemen lebih merupakan kinerja yang pas dengan prinsip-prinsip manajemen pada waktu itu. Suatu perusahaan dipandang sukses jika mampu mengkonsumsi masukan secara efisien atau menghasilkan keluaran secara produktif. Prinsip manajemen demikian pas diterapkan di lingkungan bisnis yang didalamnya produsen memegang kendali bisnis.

  Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoretis mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi dengan mengacu pada filosofi “kemampuan menghasilkan output yang optimal dengan input-nya yang ada, adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan” (Abidin dan Endri, 2009:22).

  Efisiensi juga dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara keluaran (Output) dengan masukan (input) atau jumlah yang dipergunakan.

  Konsep efisiensi pertama kali diperkenalkan oleh Farrel (1957) yang merupakan tindak lanjut dari model yang diajukan oleh Debreu (1951) dan Koopmans (1951) (Abidin dan Endri, 2009:22). Farrel (1957) membagi efisiensi menjadi 2 komponen yaitu technical efficiency dan price efficiency. Efisiensi teknis (technical efficiency) mengukur keberhasilan perusahaan dalam memproduksi output semaksimal mungkin dengan input tertentu, sedangkan price

  

efficiency atau disebut juga dengan allocative efficiency mengukur keberhasilan

  perusahaan dalam menetukan suatu set input yang optimal dengan tingkat harga yang telah ditentukan (Gracia Masita, 2012).

  Abidin dan Endri (2009) juga mengatakan bahwa efisiensi teknis merupakan salah satu dari komponen efisiensi ekonomi secara keseluruhan. efisien secara teknis. Untuk mencapai tingkat keuntungan maksimal, sebuah perusahaan harus dapat berproduksi pada tingkat output yang optimal dengan jumlah input tertentu (efisiensi teknis) dan menghasilkan output dengan kombinasi yang tepat pada tingkat harga tertentu (efisiensi alokatif).

2.4 Konsep Pengukuran Efisiensi

  Perhitungan efisiensi teknis sebelumnya telah dilakukan oleh Farrel (1957) berdasarkan paper dan Tim Coelli (1996) yang menggambarkan sebuah ukuran sederhana mengenai efisiensi perusahaan dengan cara menghitung berbagai macam input yang digunakan untuk produksinya.

  Farrel mengusulkan efisiensi dari dua komponen yaitu: technical efficiency yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan output maksimum dari serangkaian input yang telah ditentukan, allocative efficiency yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan berbagai macam input dalam proporsi yang optimal, dimana masing-masing inputnya sudah ditentukan tingkat harga dan teknologi produksinya. Kedua komponen efisiensi tersebut dikombinasikan lalu menghasilkan total economic efficiency.

  Pemikiran awal mengenai pengukuran efisiensi dari Farrel dimana analisisnya berkenaan dengan ruang input, yang berfokus pada upaya pengurangan input (an input-reducing focus). Metode ini disebut dengan pengukuran berorientasi input (input-oriented measure).

  Muharam dan Pusvitasari (2007) mengatakan, ada tiga jenis pendekatan pengukuran efisiensi khususnya perbankan, yaitu:

  1. Pendekatan Rasio Pendekatan rasio dalam mengukur efisiensi dilakukan dengan cara menghitung perbandingan output dan input yang digunakan. Pendekatan ini akan dapat dinilai memiliki efisiensi yang tinggi apabila dapat menghasilkan output yang semaksimal mungkin dengan input yang seminimal mungkin.

  Efficiency = Output/Input ..................................................................... (2.9)

  Pendekatan rasio ini memiliki kelemahan apabila terdapat banyak input dan banyak output yang akan dihitung, karena jika diperhitungkan serempak maka akan menghasilkan banyak hasil perhitungan sehingga menghasilkan asumsi yang tidak tegas ( Silkman, 1986; Ario, 2005 dalam Muharam dan Pusvitasari, 2007).

  2. Pendekatan Regresi Pendekatan ini dalam mengukur efisiensi menggunakan sebuah model dari tingkat output tertentu sebagai fungsi dari berbagai tingkat input tertentu.

  Fungsi regresi adalah sebagai berikut: Y=f (X1,X2,X3,X4,..........Xn)............................................................. (2.10) Dimana:

  Y=Output X=Input digunakan untuk memproduksi tingkat output yang dihasilkan sebuah Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) pada tingkat input tertentu. UKE dapat dikatakan efisien apabila menghasilkan output lebih banyak dari pada output hasil estimasi (Silkman, 1986 dalam Muharam dan Pusvitasari, 2007).

3. Pendekatan Frontier

  Pendekatan frontier dalam mengukur efisiensi dibedakan menjadi dua jenis yaitu pendekatan frontier parametik dan nonparametik. Tes parametik adalah tes yang modelnya menetapkan adanya syarat-syarat tertentu tentang parameter populasi yang merupakan sumber penelitiannya, sedangkan tes nonparametik adalah tes yang modelnya tidak menetapkan syarat-syarat mengenai parameter populasi yang merupakan induk sampel penelitiannya. Pendekata frontier parametik dapat diukur dengan tes statistik parametik seperti menggunakan metode Stochhastic

  Frontier Analysis (SFA) dan Distribution Free Analysis (DFA).

  Sedangkan pendekatan frontier non parametik dapat diukur dengan tes statistik non parametik dengan menggunakan metode Data Envelopment

  Analysis (DEA) (Silkman, 1986 dalam Muharam dan Pusvitasari, 2007).

2.6 Hubungan Input dan Output dalam Pengukuran Efisiensi

  Menurut Haddad, dkk (2003) terdapat 3 pendekatan yang lazim digunakan baik dalam metode parametik Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan

  

Distribution Free Analysis (DFA) maupun nonparametik Data Envelopment finansial suatu lembaga keuangan yaitu: 1.

  Pendekatan Aset (The asset Approach) Pendekatan aset mencerminkan fungsi primer sebuah lembaga keuangan sebagai pencipta kredit pinjaman (loan). Dalam pendekatan ini, output didefenisikan ke dalam bentuk aset.

  2. Pendekatam Produksi (The Production Approach) Pendekatan ini menganggap lembaga keuangan sebagai produsen dari akun deposito (deposit accounts) lalu mendefenisikan output sebagai jumlah tenaga kerja, pengeluaran modal pada aset-aset tetap dan material lainnya.

  3. Pendekatan Intermediasi (The Intermediation Approach) Pendekatan ini mengasumsikan bahwa lembaga keuangan bertindak sebagai perantara antara penabung dan peminjam dan menjadikan total kredit dan sekuritas sebagai output. Sedangkan deposito dengan tenaga kerja dan modal fisik didefenisikan sebagai input (Sufian, 2006).

  Di lihat dari ketiga pendekatan yang diuraikan diatas maka pendekatan yang akan digunakan oleh penulis adalah pendekatan intermediasi. Variabel input yang dipilih berdasarkan pendekatan intermediasi dalam penelitian ini meliputi: a.

  Simpanan, merupakan titipan murni dari nasabah kepada bank, yang untuk kemudian dipergunakan oleh bank dalam aktivitas kegiatan ekonomi tertentu dengan cara bank menjamin akan mengembalikannya secara utuh kepada nasabah (Antonio,2003).Simpanan adalah dana yang dipercayakan dalam dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, yang merupakan kewajiban bank kepada masyarakat dimana dana/simpanan tersebut dapat ditarik/dicairkan oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/19/PBI/2000).

  b.

  Aset, menurut Hanafi dan Halim (2003), aset adalah manfaat ekonomis yang akan diterima pada masa mendatang atau akan dikuasai oleh bank sebagai hasil dari transaksi atau kejadian. Semakin tinggi nilai total aset yang dimiliki oleh bank, semakin tinggi pula kredit/pembiayaan yang bisa diberikan.

  c.

  Biaya tenaga kerja, menurut Mulyadi (2000), tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan biaya tenaga kerja manusia tersebut. Tingginya biaya tenaga kerja menyebabkan meningkatnya beban operasional, sehingga menurunkan laba operasional yang diperoleh bank. Dengan berkurangnya laba operasional bank, maka alokasi dari laba yang disetorkan untuk modal tambahan yang kemudian disalurkan dalam bentuk kredit atau pembiayaan menjadi berkurang. Sedangkan variabel output dalam penelitian ini adalah: a. Total kredit/pembiayaan, merupakan produk penyaluran dana perbankan kepada masyarakat, baik individu maupun badan hukum yang digunakan keuntungan bagi bank dengan adanya bunga ataupun bagi hasil.

  b.

  Pendapatan, yaitu seluruh pendapatan bank yang diterima baik pendapatan operasional, dan pendapatan non-operasional sebelum dikurangi pajak.

2.7Pengaruh Ukuran Bank terhadap Efisiensi Teknis

  Ukuran bank merupakan salah satu karakteristik spesifik bank yang umumnya menjadi determinan dari efisiensi perbankan. Perusahaan besar mempunyai sumber daya yang lebih baik, biaya transaksi yang lebih rendah, dan lebih bisa bertahan dalam menghadapi persaingan dan goncangan perekonomian (Surifah, 2011).

  Bank berukuran besar umumnya memiliki keunggulan daripada bank berukuran sedang atau kecil, seperti jumlah modal yang lebih besar, jumlah tenaga kerja dan reputasi yang lebih baik, dan kemampuan untuk menghasilkan pendapatan non-bunga dari sumber lain seperti jasa investasi perbankan, jasa transfer uang, jasa penukaran mata uang asing dan jasa asuransi. Hal ini akan memudahkan bank berukuran besar untuk memperoleh pinjaman daripada bank berukuran sedang dan kecil, sehingga bank besar menjadi lebih efisien (Ajlouni, Hmedat, & Hmedat, 2011 dalam Gracia masita, 2012).

  Selain itu penelitian dari (Micco et al, 2004), (Bonin et al, 2004), (Perera et al, 2007), dan (Suwandri, 2008) menemukan bahwa semakin besar bank, khususnya bank yang dimiliki oleh pemerintah, akan makin tidak efisien dan memiliki resiko kesulitan keuangan yang makin tinggi. Disisi lain penelitian (Abidin dan Endri, 2009:28) yang menemukan bahwa secara rata-rata bank BPD Sedangkan penelitian (Pungkaswara dan Supatmi, 2011) menemukan bahwa makin besar ukuran bank maka makin tinggi rasio BOPO namun makin rendah rasio CAR dan NPM. Dan penelitian (Ismail, Rahim, & Majid, 2010) menemukan Semakin besar ukuran bank maka bank tersebut memiliki lebih banyak modal yang dapat digunakan untuk mengadopsi teknologi baru yang dapat meningkatkan laba dan meminimalkan biaya. Salah satu bentuk penggunaan teknologi pada bank adalah membangun jaringan ATM (Automated Teller Machine) dan menggunakan sistem komputer online sehingga memudahkan bank besar untuk berkembang lebih cepat dan pada biaya yang lebih rendah (Berger & Mester, 1997b; Ajlouni et al., 20011 dalam Gracia masita, 2012).

  Hauner, (2004) juga mengungkapkan bahwa ukuran bank berpengaruh pada efisiensi melalui 2 yaitu:

1. Apabila ukuran bank berpengaruh positif dengan kekuatan pasar, maka bank yang berukuran lebih besar biaya inputnya akan lebih rendah.

  2. Kemungkinan terjadi increasing return to scale dapat berasal dari biaya tetap (misalnya biaya untuk penelitian atau manajemen risiko) atau dari tenaga kerja yang terspesialisasi. Maka dilihat dari penelitian-penelitian yang telah diuraikan diatas dapat disimpulakan bahwa ukuran bank berpengaruh terhadap efisiensi.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

  1 Zaenal Abidin Kinerja Efisiensi

  26 BPD seluruh Indonesia dan Endri, 2009 Teknis Bank selama periode 2006-2007 Pembangunan dari hasil perhitungan Daerah: Pendekatan kinerja efisiensi teknis

  Data Envelopment menunjukan bahwa BPD Analysis (DEA) mengalami peningkatan

  efisiensi dalam kegiatan operasionalnya, tapi nilai efisiensinya masih dibawah angka yang maksimal yaitu 100%. Secara rata-rata, bank BPD beraset lebih besar lebih efisien daripada bank BPD beraset menengah dan kecil.

  2 Gracia Masita, Determinan Efisiensi Hasil analisis dengan 2012 Perbankan Di menggunakan DEA Indonesia menunjukan bahwa secara Berdasarkan Data rata-rata bank di Indonesia

  Envelopment pada tahun 2010 hingga Analysis (DEA) 2012 masih belum efisien.

  Faktor kepemilikan saham oleh asing dan tingkat kesehatan bank tidak berpengaruh terhadap efisien teknis. Non-

  Performing Loan

  berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis. Sedangkan variabel ukuran bank berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis. Selain itu, manajemen terhadap kredit macet (NPL) merupakan faktor penting untuk meningkatkan efisiensi.

  3 Supatmi, Ari Determinan Kinerja Kinerja keuangan BPD Budi Kristanto, Keuangan Bank secara simultan dipengaruhi 2012 Pembangunan struktur kepemilikan, umur

  Daerah Di Indonesia dan ukuran perusahaan.

  Jumlah dewan komisaris dan direksi, serta auditor. Penelitian ini juga menemukan bahwa makin panjang umur BPD ditemukan makin rendah rasio CAR, dan NPL namun makin tinggi rasio LDR. Ukuran perusahaan ditemukan berpengaruh negatif terhadap rasio NPL, NPM, dan LDR. Jumlah dewan komisaris tidak terpengaruh terhadap kinerja keuangan BPD. Jumlah dewan direksi berpengaruh positif terhadap LDR, namun berpengaruh negatif terhadap CAR. BPD yang diaudit oleh BPKB memiliki kinerja ROA makin tinggi, namun LDR bank makin rendah.

  4 Sandi Kusuma Analisis Tingkat Berdasarkan hasil analisis Wardana, 2011 Perbankan Dengan efisiensi menggunakan

  Pendekatan Non DEA, bank umum di Parametik Data Indonesia menunjukkan

  Envelopment nilai rata-rata yang tidak Analysis (DEA) efisien (kurang dari 1 atau

  (Studi pada Bank 100%), pencapaian efisiensi Umum di Indonesia oleh bank umum hanya Tahun 2005-2011) terjadi pada tahun 2011 dimana semua bank umum memperoleh nilai efisiensi sebesar 100%. Dari delapan variabel input dan output yang digunakan sebagai komponen penentu efisiensi pada kelompok bank yang menjadi sampel penelitian dapat diketahui bahwa secara umum variabel input

  salary expense dan interest expense, serta variabel output interest income

  merupakan determinan efisiensi terbesar bagi kedua kelompok bank selama periode penelitian.

  Sumber: Jurnal-jurnal Penelitian Terdahulu

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Laporan Tahunan Bank Aceh, Bank Nagari, dan Bank Sumut Tahun 2011-2013 Data Keuangan Bank Aceh, Bank Nagari, dan Bank Sumut Tahun 2011-2013

  Pengukran Efisiensi dengan Metode Data Envelopment Analysis dengan Pendekatan Intermediasi

  Tingkat Efisiensi Bank Aceh 2011- 2013

  Tingkat Efisiensi Bank Nagari 2011- 2013

  Tingkat Efisiensi Bank Sumut 2011- 2013

  Simpanan Aset

  Biaya Tenaga Kerja

  Total Kredit Pendapatan Output Input

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Pertanggungjawaban Klien Kepada Perusahaan Factoring Dalam Pengalihan Piutang Pedagang Terhadap Ketidakmampuan Nasabah Mengembalikan Kredit pada BTN Cabang Medan

0 0 11

KAJIAN PUSTAKA Pengertian Dasar dan Arah Kajian Tipologi Linguistik

0 0 11

BAB II PENYIDIKAN TERHADAP PENGAJUAN KLAIM ASURANSI TERKAIT DENGAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN ASURANSI A. Syarat-syarat Pengajuan Klaim Asuransi - Penegakan Hukum Terhadap Kasus Penggelapan Premi Asuransi (Analisis Putusan No. 1952/Pid.B/2013/PN-Mdn)

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penegakan Hukum Terhadap Kasus Penggelapan Premi Asuransi (Analisis Putusan No. 1952/Pid.B/2013/PN-Mdn)

0 0 24

Hubungan antara Diabetes Melitus Tipe II dengan Burning Mouth Syndrome di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 1 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus - Hubungan antara Diabetes Melitus Tipe II dengan Burning Mouth Syndrome di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 1 17

BAB II - Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Milik Pt.Kereta Api Indonesia Dengan Masyarakat (Studi Kasus Desa Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang)

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Milik Pt.Kereta Api Indonesia Dengan Masyarakat (Studi Kasus Desa Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang)

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Penggunaan Bahan Additive Silicafume Dan Superplasticizer Terhadap Perilaku Fisis Dan Mekanis Beton Mutu Tinggi Pasca Bakar

0 0 57

BAB 1 PENDAHULUAN - Pengaruh Penggunaan Bahan Additive Silicafume Dan Superplasticizer Terhadap Perilaku Fisis Dan Mekanis Beton Mutu Tinggi Pasca Bakar

0 0 14