Fakultas Sains dan Teknologi (4)

Makalah
PONDASI AL-MAQAMAT DAN ALAHWAL
DISUSUN:
PRANITA HARAHAP
NIM : 0705162003

Dosen Pengampu :
Dr. Jafar, MA

Fakultas Sains dan Teknologi
UIN SUMATERA UTARA
FISIKA-1
T.A 2017/2018

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Maqamat dan al-Ahwal adalah dua topik pembahasan tentang ilmu tasawuf yang
saling berkaitan dan tidak dapat dibahas secara terpisah. Kedua istilah ini memiliki keterkaitan
erat tentang pengertian dan maksud dari isi yang terkandung dalam kedua istilah ini.
Dalam pengertiannya, pondasi merupakan sebuah awal dasar yang menjadi landasan

ataupun dasar penguat dari suatu hal, baik itu secara fisik maupun secara bentuk bangunan
rohani, manusia sebagai makhluk ciptaan Allah juga dapat dikategorikan sebagai sebuah
bangunan yang terdiri dari beberapa struktur anggota tubuh. Dan sebagai penguat dan
penggeraknya ialah adanya ruh dalam tubuh manusia yang disebut juga dengan jiwa. Rangkaian
perjala (maqamat) ini memiliki dasar ataupun pondasi sebagai penguat jiwwa manusia dalam
menempuh berbagai tingkatan yang ada untuk sampai kepada tingkatan yang paling tinggi.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah:
1. Apa pengertian Riyadhah?
2. Apa pengertian Mujahadah?
3. Apa pengertian Khalwah dan Uzlah?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian Riyadhah?
2. Pengertian Mujahadah?
3. Pengertian Khalwah dan Uzlah?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pondasi al-Maqamat dan al-Ahwal
Dalam memperoleh maqam tertentu, selain wajib menjalankan berbagai bentuk ibadah,
mujahadah, dan riyadhah, seorang salik, harus melakukan khalwah dan uzlah dalam
melaksanakan perjalanan spiritual menuju Allah SWT. Dalam Risyalah al-Qusyairiyah, alQusyairi menjelaskan bahwa menyepi (khalwah) adalah sifat ahli sufi, dan mengasingkan diri
(uzlah) menjadi tanda seseorang telah bersambung dengan Allah SWT, praktik spiritual ini
memberikan manfaat bagi penempuh jalan seperti menghindarkan diri dari semua sifat tercela,
menghasilkan kemuliaan, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan mengobati hati. 1
1. Pengertian Riyadhah
Menurut Nashr al-Din al-Thusi yang merupakan seorang sufi sekaligus saintis Muslim,
riyadhah adalah menahan jiwa binatang agar salik tidak mengikuti kecenderungannya terhadap
nafsu dan amarah, dan menahan jiwa rasional agar tidak menuruti insting binatang serta watak
dan perbuatan tercela. Riyadhah dimaknai juga sebagai pembiasaan jiwa manusia untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mengarahkannya menuju kesempurnaan yang dapat
dicapainya. Tujuan riyadhah adalah menghilangkan semua hambatan yang merintangi jalan
menuju Allah terutama kesenangan lahir dan batin; menundukkan jiwa binatang kepada akal
praktis yang mendorong jiwa dalam mencari kebenaran; dan membiasakan jiwa agar selalu siap
untuk menerima pancaran Allah SWT, sehingga jiwa tersebut mampu memperoleh
kesempurnaan yang bisa dicapainya.

2. Pengertian Mujahadah
Mengenai mujahadah, teori ini antara lain didasari oleh Q.S. al-Ankabut/29:69.
Meskipun kata a-al-mujahadah tidak digunakan Al-Qur’an, tetapi kata yang seakar dengannya
disebut sebanyak 44 kali, antara lain dalam bentuk jahada, jahadu, tujahiduna, yujahidu,
yujahidun, jahidi, jihadin, jihadan, al-mujahidun, dan al-mujahidin.2 Seorang sufi yang bernama

1

Jafar, Gerbang Tasawuf Dimensi Teoritis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi, (Medan: Perdana Publishig, 2016). h. 52
Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-karim (Indonesia: Maktabah
Dahlan, t.t), h. 232-233.

2

Abu Ali al-Ruzabari menjelaskan bahwa “ketahuilah bahwa dasar dan tiang mujahadah adalah
menyapih dari nafsu dari kebiasaan-kebiasaannya dan membawanya pada penentangan hawa
nafsu dalam semua waktu. Sedangkan sufi lain, Hasan al-Qazaz, mengatakan bahwa ‘mujahadah
dibangun atas tiga hal: tidak makan bila sangat butuh, tidak tidur kecuali mengantuk, dan tidak
bicara kecuali terdesak.
3. Pengertian Khalwah dan Uzlah

Khalwah

(menyepi)

adalah

pemutusan

hubungan

dengan

makhluk

menuju

penyambungan hubungan dengan al-Haqq. Khalwah merupakan perjalanan dari ruhani dari
nafsu menuju hati, dari hati menuju ruh, dari ruh menuju alam rahasia, dan dari alam rahasia
menuju Allah Swt. Sedangkan hakikat uzulah (mengasingkan diri) adalah menjaga
keselamatan diri dari niat buruk orang lain.

Dalam Ihya Ulum al-Din, al-Ghazali menjelaskan bahwa praktik mengasingkan diri
memiliki banyak manfaat bagi seorang penempuh jalan spiritual. Pertama, dapat mengosongkan
diri hanya beribadah kepada Allah SWT, mengendalikan hati dengan bermunajat kepada-Nya
dan menyibukkan diri dengan menyingkap rahasia-rahasia-Nya tentang masalah dunia dan
akhirat. Kedua, dapat melepaskan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat yang biasa dilakukan
dan dihadapi manusia selama hidup bermasyarakat seperti mengumpat, adu domba, pamer, diam
dari amar ma’ruf nahi munkar , dan meniru tabiat buruk dan perbuatan keji akibat rakus
terhadap kehidupan duniawi. Ketiga, membebaskan diri dari kejahatan-kejahatan manusia.
Keempat, memutuskan diri dari kerakusan manusia dan kerakusan terhadap dunia. Kelima,
membebaskan diri dari penyaksian atas orang-orang yang berpengarai buruk dan bodoh.
Keenam, menghasilkan ketaatan dalam kesendirian dan terlepas dari perbuatan tercela dan
larangan Allah SWT.
Seluruh kaum sufi menegaskan urgensi Khalwah dan uzlah bagi salik dalam menapaki
jalan spiritual yang terjal adalah bahwal salik memerlukan konsentrasi diri dan jauh dari
gangguan public yang dapat merusak kekhusyukan dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Dalam Khalwah dan uzlah , seorang salik harus menjalankan berbagai bentuk ibadah,
mujahadah, dan riyadhah. Menurut al-Qusyairi, ibadah atau ubudiyah adalah melaksanakan
segala apa yang diperintahkan, dan menjauhi segala yang dilarang.

Dalam mendapatkan al-maqam dan al-ahwal tertentu, menurut al-Kalabazi, seorang

sufi harus menjalankan amalan-amalan agama secara benar. Ia mengatakan bahwa ilmu- ilmu
sufi adalah ilmu-ilmu tentang keadaan-keadaan (al-Ahwal) yang diwariskan dari amal-amal
tertentu dan hanya dialami oleh orang yang mengamalkan (agama) secara benar. Langkah
menuju amal yang benar adalah mengetahui hukum-hukum syariat (al- Ahkam al-Syariah),
memahami al-QAuran ( al-kitab), sunah (al-Sunnah), ijmak salaf (ijma al-Salaf), akidah
Ahlusunnah Waljamaah, dan ilmu makrifat (‘ilm ma’rifah).3 Sebagai seorang sufi dari
mazhab Sunni, al-Kalabazi berharap para salik mengamalkan ajaran islam yang sesuai
dengan doktrin mazhab Sunni baik dalam bidang akidah maupun syariah demi meraih tujuan
tasawuf.

3

Abdul Manan Omar, Dictionery of the Holy Quran (Jerman: Noor Foundation, 2010), h. 77.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Maqamat dan Al-Ahwal tidak dapat dipisahkan karena sudah saling bergantung antara
keduanya , diibaratkan seperti dua mata yang saling melengkapi. Pondasi untuk mencapai almaqamat dan al-ahwal

ialah dengan khalwah dan uzlah yaitu dengan menyepi dan


mengasingkan diri. Dengan begitu, seorang salik dapat mudah tersambung dengan Allah SWT.
Para salik tidak bisa tidak harus mengamalkan ibadah, mujahadah, dan riyadah dalam
menyucikan jiwa mereka untuk dapat meraih seluruh tingkatan al-maqamat dan dianugrahi alahwal.
Menurut Nashr al-Din al-Thusi yang merupakan seorang sufi sekaligus saintis Muslim,
riyadhah adalah menahan jiwa binatang agar salik tidak mengikuti kecenderungannya terhadap
nafsu dan amarah, dan menahan jiwa rasional agar tidak menuruti insting binatang serta watak
dan perbuatan tercela.
Hasan al-Qazaz, mengatakan bahwa ‘mujahadah dibangun atas tiga hal: tidak makan bila
sangat butuh, tidak tidur kecuali mengantuk, dan tidak bicara kecuali terdesak.
Khalwah

(menyepi)

adalah

pemutusan

hubungan


dengan

makhluk

menuju

penyambungan hubungan dengan al-Haqq. Khalwah merupakan perjalanan dari ruhani dari
nafsu menuju hati, dari hati menuju ruh, dari ruh menuju alam rahasia, dan dari alam rahasia
menuju Allah Swt. Sedangkan hakikat uzulah (mengasingkan diri) adalah menjaga
keselamatan diri dari niat buruk orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Jafar, Gerbang Tasawuf Dimensi Teoritis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi, (Medan:
Perdana Publishig, 2016).
Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-karim
(Indonesia: Maktabah Dahlan, t.t)
Omar, Abdul Manan, Dictionery of the Holy Quran (Jerman: Noor Foundation, 2010),