Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial P
Dinda Arumsari Laksono – 071411231015 – Week 10
Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Keberhasilan suatu bisnis modern adalah semu, tetapi baru-baru ini ada banyak
kekhawatiran dalam literatur bisnis dan masyarakat serta pers umum bahwa apakah bisnis telah
memenuhi peran tanggung jawab sosialnya. Seperti halnya etika bisnis dimana tanggung jawab
sosial perusahaan dan gerakan tata kelola perusahaan telah dikembangkan dalam beberapa
dekade sebagai tanggapan terhadap tumbuhnya rasa kesalahan perusahaan (Donaldson dan
Fafaliou, 2003:90). Etika bisnis dapat didefinisikan sebagai prinsip-prinsip dan standar yang
menentukan perilaku yang dapat diterima dalam organisasi bisnis. Penerimaan dari perilaku
dalam bisnis ditentukan oleh pelanggan, pesaing, peraturan pemerintah, kelompok-kelompok
kepentingan, dan masyarakat, serta prinsip-prinsip moral pribadi masing-masing individu dan
nilai-nilai. Banyak konsumen dan pendukung sosial percaya bahwa bisnis seharusnya tidak
hanya membuat suatu keuntungan, tetapi juga mempertimbangkan implikasi sosial dari aktivitas
mereka
(Ferrell et al, 2009:30). Tanggung jawab sosial dapat didefinisikan sebagai suatu
kewajiban bisnis untuk memaksimalkan dampak postif dan meminimalkan dampak negatifnya
pada masyarakat. Meskipun banyak orang yang menggunakan syarat tanggung jawab sosial dan
etika secara bergantian, mereka tidak berarti hal yang sama (Ferrell et al, 2009:30).
Etika bisnis sebagai suatu standar perilaku dalam menjalankan prinsip-prinsip berkaitan
dengan keputusan individu atau kelompok kerja bahwa masyarakat mengevaluasi sebagai benar
atau salah, sedangkan tanggung jawab sosial adalah sebuah konsep yang lebih luas yang
menyangkut dampak dari aktivitas bisnis pada seluruh masyarakat. Dari perspektif etika,
misalnya, ketika kita prihatin terhadap organisasi perawatan kesehatan atau praktisi pengisian
yang berlebihan pada pemerintah provinsi untuk pelayanan medis. Sedangkan, dari perspektif
tanggung jawab sosial yakni ketika kita khawatir tentang dampak pengisian yang berlebihan ini
akan menjadikan sistem perawatan kesehatan untuk menyediakan layanan yang memadai bagi
semua warga negara (Ferrell et al, 2009:30). Hal tersebut sangat berguna bahwa ketika pada
tahap ini bisnis didorong oleh nilai-nilai. Tidak semua nilai adalah etika dalam artian seperti
keadilan, kejujuran, atau kewajiban untuk menghormati janji atau kontrak. Namun, beberapa
nilai adalah teknis seperti halnya mengungkapkan ketrampilan dalam operasi bisnis. Yang lainya
adalah prudensial yakni mengungkapkan kebutuhan untuk menghindari dampak yang tidak
diinginkan atau sanksi hukum. Beberapa pendukung etika bisnis sebagai disiplin dapat dianggap
sebagai advokasi cara lebih baik untuk mendorong atau menegakkan standar konvensional.
Mereka bahkan dapat mengusulkan nilai baru atau praktik. Pendukung ini secara logis untuk
mengevaluasi operasi bisnis dalam istilah-istilah ini (Donaldson dan Fafaliou, 2003:94).
Berbicara mengenai etika bisnis dan tanggung jawab sosial seolah-olah kedua hal
tersebut merupakan hal yang terpisah. Keduanya mempromosikan cara yang berbeda dalam
melakukan bisnis yang mengintegrasikan pertimbangan bisnis, etika, dan masyarakat. Apabila
suatu perusahaan seperti organisasi tersebut bertujuan untuk memperkaya kehidupan para
pemegang saham, maka yang perlu dipertanyakan adalah tanggung jawab sosial. Apabila suatu
perusahaan melakukan semua hal yang perusahaan ini tidak, maka hal tersebut layak ditawarkan
kepada pemegang saham untuk berpikir melakukan hal tersebut (Freeman et al, 2006:4). Suatu
perusahaan dalam melakukan tanggung jawab sosialnya dengan membentuk program Corporate
Social Responsibility atau CSR. Konsep CSR ini dapat diartikan sebagai suatu perusahaan yang
melakukan pekerjaan baik. Terdapat implikasi bahwa perusahaan perlu melakukan perbuatan
baik karena struktur yang mendasari bisnis tidak baik atau moral netral. Hal ini merupakan ide
yang gagal dalam mengenali bisnis peran sentral global dalam meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran ratusan juta orang. Hal tersebut dapat menyebabkan perusahaan untuk bertindak
dengan itikad buruk dan terlibat dalam hal-hal dimana mereka memiliki sedikit keahlian
(Freeman et al, 2006:5). Adanya konsep CSR ini tidak hanya meningkatkan keuntungan,
melainkan merupakan masalah pemberian uang praktis bagi pelanggan atau komunitas. Dalam
hal ini, perusahaan dapat membuat pelanggan, pemasok, masyarakat, karyawan, dan pemodal
lebih baik.
Konsep mengenai CSR ini semakin lama menjadi penolakan bagi masyarakat dimana
etika dan nilai-nilai yang penting dalam hubungan ini karena mereka berada dalam hubungan
satu sama lain. Maka, gagasan mengenai konsep CSR ini dapat dikatakan sebagai konsep yang
berlebihan. Oleh karena itu, konsep Corporate Social Responsibility ini tergantikan oleh konsep
Company Stakeholder Responsibility. Hal ini merupakan interpretasi baru bahwa segala bentuk
penciptaan nilai dan semua perdagangan bisnis perlu untuk terlibat. Tujuan utama dari CSR
adalah untuk menciptakan nilai bagi para pemegang saham utama. Serta tanggung jawab
menyiratkan bahwa tidak dapat memisahkan etika dari apa yang dilakukan di tempat kerja
(Freeman et al, 2006:5). Untuk itu, cara mengukur tanggung jawab sosial perusahaan dapat
diketahui melalui komitmen suatu perusahaan untuk pemegang saham melalui empat tingkat,
yakni: pertama, Basic Value Proposition yaitu pengusaha perlu memahami bagaimana
perusahaan dapat membuat pelanggan lebih baik dan sekaligus menawarkan proposisi nilai yang
menarik untuk karyawan, pemasok, masyarakat, dan pemodal. Kedua, Sustained stakeholder
cooperation yaitu pengusaha harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang bagaimana
perdagangan mempengaruhi masing-masing pemegang saham, jumlah korban pemegang saham
tertentu akan menerima, dan bagaimana pengorbanan saat ini dapat dikompensasi. Ketiga, An
understanding of broader societal isuues yaitu pemahaman tentang isu-isu yang lebih luas
dimana pengusaha harus mengenali dan menanggapi sejumlah meningkatnya isu internasional,
tanpa kompas moral bangsa, negara atau agama sebagai panduan. Keempat, Ethical leadership
yaitu kepemimpinan etis proaktif harus memiliki pemahaman yang mendalam mengenai
kepentingan, prioritas, dan kekhawatiran dari para pemegang saham (Freeman et al, 2006:6).
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etika bisnis dan tanggung jawab
sosial perusahaan merupakan dua hal yang berbeda. Etika bisnis dapat didefinisikan sebagai
prinsip-prinsip dan standar yang menentukan perilaku yang dapat diterima dalam organisasi
bisnis. Etika bisnis lebih menekankan pada keputusan individu atau kelompok dalam
mengevaluasi sebagai benar atau salah. Sedangkan, tanggung jawab sosial dapat didefinisikan
sebagai suatu kewajiban bisnis untuk memaksimalkan dampak postif dan meminimalkan dampak
negatifnya pada masyarakat. Tanggung jawab sosial memiliki konsep yang lebih luas yang
menyangkut dampak dari aktivitas bisnis pada seluruh masyarakat. Untuk itu, suatu perusahaan
tidah bisa hanya memiliki etika bisnis tanpa adanya tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini
dapat dinilai karena tanggung jawab sosial berpengaruh terhadap posisi perusahaan tersebut di
mata masyarakat. Oleh karena itu, suatu perusahaan membentuk adanya konsep Corporate
Social Responsibility atau CSR sebagai suatu konsep yang digunakan perusahaan dalam
melaksanakan tanggung jawab sosial. Namun, konsep CSR tersebut telah menjadi penolakan
bagi masyarakat karena Beberapa orang mempertanyakan apakah bisnis memiliki keahlian yang
dibutuhkan untuk menilai dan membuat keputusan tentang masalah-masalah sosial.
Referensi:
Donaldson, John & Fafaliou, Irene. 2003. “Business Ethics, Corporate Social Responsibility and
Corporate Governance: A Review and Summary Critique”, dalam European Research
Studies. Leicester: University of Leicester Press. Vol. 6, No. 1, pp. 90-110.
Ferrell, O. C. & Hirt, Geoffrey A. And Ferrell, Linda. 2009. “Business Ethics and Social
Responsibility”, dalam Business: A Changing World. New York: McGraw-Hill Global
Education Holding, LLC. Part I, Ch. 2, pp. 28-54.
Freeman, R. Edward & Velamuri, S. Ramakhrisna and Moriarty, Brian. 2006. Company
Stakeholder Responsibility: A New Approach to CSR. New York: Institute for Corporate
Ethics. pp. 1-19.
Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Keberhasilan suatu bisnis modern adalah semu, tetapi baru-baru ini ada banyak
kekhawatiran dalam literatur bisnis dan masyarakat serta pers umum bahwa apakah bisnis telah
memenuhi peran tanggung jawab sosialnya. Seperti halnya etika bisnis dimana tanggung jawab
sosial perusahaan dan gerakan tata kelola perusahaan telah dikembangkan dalam beberapa
dekade sebagai tanggapan terhadap tumbuhnya rasa kesalahan perusahaan (Donaldson dan
Fafaliou, 2003:90). Etika bisnis dapat didefinisikan sebagai prinsip-prinsip dan standar yang
menentukan perilaku yang dapat diterima dalam organisasi bisnis. Penerimaan dari perilaku
dalam bisnis ditentukan oleh pelanggan, pesaing, peraturan pemerintah, kelompok-kelompok
kepentingan, dan masyarakat, serta prinsip-prinsip moral pribadi masing-masing individu dan
nilai-nilai. Banyak konsumen dan pendukung sosial percaya bahwa bisnis seharusnya tidak
hanya membuat suatu keuntungan, tetapi juga mempertimbangkan implikasi sosial dari aktivitas
mereka
(Ferrell et al, 2009:30). Tanggung jawab sosial dapat didefinisikan sebagai suatu
kewajiban bisnis untuk memaksimalkan dampak postif dan meminimalkan dampak negatifnya
pada masyarakat. Meskipun banyak orang yang menggunakan syarat tanggung jawab sosial dan
etika secara bergantian, mereka tidak berarti hal yang sama (Ferrell et al, 2009:30).
Etika bisnis sebagai suatu standar perilaku dalam menjalankan prinsip-prinsip berkaitan
dengan keputusan individu atau kelompok kerja bahwa masyarakat mengevaluasi sebagai benar
atau salah, sedangkan tanggung jawab sosial adalah sebuah konsep yang lebih luas yang
menyangkut dampak dari aktivitas bisnis pada seluruh masyarakat. Dari perspektif etika,
misalnya, ketika kita prihatin terhadap organisasi perawatan kesehatan atau praktisi pengisian
yang berlebihan pada pemerintah provinsi untuk pelayanan medis. Sedangkan, dari perspektif
tanggung jawab sosial yakni ketika kita khawatir tentang dampak pengisian yang berlebihan ini
akan menjadikan sistem perawatan kesehatan untuk menyediakan layanan yang memadai bagi
semua warga negara (Ferrell et al, 2009:30). Hal tersebut sangat berguna bahwa ketika pada
tahap ini bisnis didorong oleh nilai-nilai. Tidak semua nilai adalah etika dalam artian seperti
keadilan, kejujuran, atau kewajiban untuk menghormati janji atau kontrak. Namun, beberapa
nilai adalah teknis seperti halnya mengungkapkan ketrampilan dalam operasi bisnis. Yang lainya
adalah prudensial yakni mengungkapkan kebutuhan untuk menghindari dampak yang tidak
diinginkan atau sanksi hukum. Beberapa pendukung etika bisnis sebagai disiplin dapat dianggap
sebagai advokasi cara lebih baik untuk mendorong atau menegakkan standar konvensional.
Mereka bahkan dapat mengusulkan nilai baru atau praktik. Pendukung ini secara logis untuk
mengevaluasi operasi bisnis dalam istilah-istilah ini (Donaldson dan Fafaliou, 2003:94).
Berbicara mengenai etika bisnis dan tanggung jawab sosial seolah-olah kedua hal
tersebut merupakan hal yang terpisah. Keduanya mempromosikan cara yang berbeda dalam
melakukan bisnis yang mengintegrasikan pertimbangan bisnis, etika, dan masyarakat. Apabila
suatu perusahaan seperti organisasi tersebut bertujuan untuk memperkaya kehidupan para
pemegang saham, maka yang perlu dipertanyakan adalah tanggung jawab sosial. Apabila suatu
perusahaan melakukan semua hal yang perusahaan ini tidak, maka hal tersebut layak ditawarkan
kepada pemegang saham untuk berpikir melakukan hal tersebut (Freeman et al, 2006:4). Suatu
perusahaan dalam melakukan tanggung jawab sosialnya dengan membentuk program Corporate
Social Responsibility atau CSR. Konsep CSR ini dapat diartikan sebagai suatu perusahaan yang
melakukan pekerjaan baik. Terdapat implikasi bahwa perusahaan perlu melakukan perbuatan
baik karena struktur yang mendasari bisnis tidak baik atau moral netral. Hal ini merupakan ide
yang gagal dalam mengenali bisnis peran sentral global dalam meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran ratusan juta orang. Hal tersebut dapat menyebabkan perusahaan untuk bertindak
dengan itikad buruk dan terlibat dalam hal-hal dimana mereka memiliki sedikit keahlian
(Freeman et al, 2006:5). Adanya konsep CSR ini tidak hanya meningkatkan keuntungan,
melainkan merupakan masalah pemberian uang praktis bagi pelanggan atau komunitas. Dalam
hal ini, perusahaan dapat membuat pelanggan, pemasok, masyarakat, karyawan, dan pemodal
lebih baik.
Konsep mengenai CSR ini semakin lama menjadi penolakan bagi masyarakat dimana
etika dan nilai-nilai yang penting dalam hubungan ini karena mereka berada dalam hubungan
satu sama lain. Maka, gagasan mengenai konsep CSR ini dapat dikatakan sebagai konsep yang
berlebihan. Oleh karena itu, konsep Corporate Social Responsibility ini tergantikan oleh konsep
Company Stakeholder Responsibility. Hal ini merupakan interpretasi baru bahwa segala bentuk
penciptaan nilai dan semua perdagangan bisnis perlu untuk terlibat. Tujuan utama dari CSR
adalah untuk menciptakan nilai bagi para pemegang saham utama. Serta tanggung jawab
menyiratkan bahwa tidak dapat memisahkan etika dari apa yang dilakukan di tempat kerja
(Freeman et al, 2006:5). Untuk itu, cara mengukur tanggung jawab sosial perusahaan dapat
diketahui melalui komitmen suatu perusahaan untuk pemegang saham melalui empat tingkat,
yakni: pertama, Basic Value Proposition yaitu pengusaha perlu memahami bagaimana
perusahaan dapat membuat pelanggan lebih baik dan sekaligus menawarkan proposisi nilai yang
menarik untuk karyawan, pemasok, masyarakat, dan pemodal. Kedua, Sustained stakeholder
cooperation yaitu pengusaha harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang bagaimana
perdagangan mempengaruhi masing-masing pemegang saham, jumlah korban pemegang saham
tertentu akan menerima, dan bagaimana pengorbanan saat ini dapat dikompensasi. Ketiga, An
understanding of broader societal isuues yaitu pemahaman tentang isu-isu yang lebih luas
dimana pengusaha harus mengenali dan menanggapi sejumlah meningkatnya isu internasional,
tanpa kompas moral bangsa, negara atau agama sebagai panduan. Keempat, Ethical leadership
yaitu kepemimpinan etis proaktif harus memiliki pemahaman yang mendalam mengenai
kepentingan, prioritas, dan kekhawatiran dari para pemegang saham (Freeman et al, 2006:6).
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etika bisnis dan tanggung jawab
sosial perusahaan merupakan dua hal yang berbeda. Etika bisnis dapat didefinisikan sebagai
prinsip-prinsip dan standar yang menentukan perilaku yang dapat diterima dalam organisasi
bisnis. Etika bisnis lebih menekankan pada keputusan individu atau kelompok dalam
mengevaluasi sebagai benar atau salah. Sedangkan, tanggung jawab sosial dapat didefinisikan
sebagai suatu kewajiban bisnis untuk memaksimalkan dampak postif dan meminimalkan dampak
negatifnya pada masyarakat. Tanggung jawab sosial memiliki konsep yang lebih luas yang
menyangkut dampak dari aktivitas bisnis pada seluruh masyarakat. Untuk itu, suatu perusahaan
tidah bisa hanya memiliki etika bisnis tanpa adanya tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini
dapat dinilai karena tanggung jawab sosial berpengaruh terhadap posisi perusahaan tersebut di
mata masyarakat. Oleh karena itu, suatu perusahaan membentuk adanya konsep Corporate
Social Responsibility atau CSR sebagai suatu konsep yang digunakan perusahaan dalam
melaksanakan tanggung jawab sosial. Namun, konsep CSR tersebut telah menjadi penolakan
bagi masyarakat karena Beberapa orang mempertanyakan apakah bisnis memiliki keahlian yang
dibutuhkan untuk menilai dan membuat keputusan tentang masalah-masalah sosial.
Referensi:
Donaldson, John & Fafaliou, Irene. 2003. “Business Ethics, Corporate Social Responsibility and
Corporate Governance: A Review and Summary Critique”, dalam European Research
Studies. Leicester: University of Leicester Press. Vol. 6, No. 1, pp. 90-110.
Ferrell, O. C. & Hirt, Geoffrey A. And Ferrell, Linda. 2009. “Business Ethics and Social
Responsibility”, dalam Business: A Changing World. New York: McGraw-Hill Global
Education Holding, LLC. Part I, Ch. 2, pp. 28-54.
Freeman, R. Edward & Velamuri, S. Ramakhrisna and Moriarty, Brian. 2006. Company
Stakeholder Responsibility: A New Approach to CSR. New York: Institute for Corporate
Ethics. pp. 1-19.