Klasifikasi dan Definisi II (1)

Pemicu 4
Seorang laki-laki usia 35 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan
batuk disertai bercak darah sejak 2 hari yang lalu. Batuk disertai dahak berwarna
putih kekuningan disertai bercak darah. Pasien kadang-kadang mengeluhkan sesak
nafas sejak 2 minggu terakhir. Sesak dirasakan ketika pasien beraktivitas berat.
I.
II.

III.
IV.

V.

Klasifikasi dan Definisi
Kata Kunci
1. Pria, 35 tahun batuk dengan bercak darah
2. Sesak nafas saat beraktivitas berat
3. Batuk berdahak putih kekuningan
Rumusan Masalah
Pria, 35 tahun batuk berdarah dan sesak nafas saat beraktivitas berat.
Analisis Masalah


Hipotesis
Pria, 35 tahun diduga mengalami TB paru dengan DD : Kanker
paru, CHF (Congestif Heart Failure), pneumonia, brontikis, PE
(Pulmonary Embolism).

1

VI.

Pertanyaan Diskusi
1.

Apa saja kemungkinan penyebab batuk disertai bercak darah?

2.

Bagaimana patofisiologi batuk berdahak disertai bercak darah?

3.


Apa saja kemungkinan penyebab sesak nafas saat beraktivitas berat?

4.

Bagaimana perbedaan dan kriteria diagnosis untuk Differential
Diagnosis (TB Paru, Kanker paru, CHF (Congestif Heart Failure),
Pneumonia, Bronkitis, dan PE (Pulmonaly Embolism)) ? (dalam
bentuk tabel mencakup manifestasi klinis, faktor resiko, dll)

5.

Diagnosis kerja dan tatalaksana kasus secara farmako dan nonfarmako?

6.

Komplikasi dan prognosis yang mungkin terjadi pada kasus ini?

7.


Apakah pasien dalam kasus perlu dirujuk?

8.

Bagaimana interaksi obat yang diberikan?

PEMBAHASAN
1. Apa saja kemungkinan penyebab batuk disertai bercak darah?

Tabel 1 : kemungkinan penyebab batuk disertai bercak darah 1

2

3

4

2. Bagaimana patofisiologi batuk berdahak disertai bercak darah?
Batuk adalah suatu ekspirasi kuat yang didahului inspirasi cepat dan
penutupan glottis yang menghasilkan ekspirasi udara yang kuat dan cepat dan

secara tiba-tiba mendorong glotis hingga terbuka dan mengirimkan udara keluar
dari saluran pernapasan.
Batuk bisa bersifat volunter, involunter, atau kombinasi keduanya jika
pasien mencoba mengendalikan batuk yang involunter. Stimulus untuk refleks
batuk berupa mekanik, proses peradangan, dan psikogenik. Stimulus mekanik dan
kimia seperti asap rokok, debu, atau benda asing dapat disertai proses peradangan
sehingga menimbulkan refleks batuk. Pengaruh psikis seperti rasa cemas dan
stress dapat menimbulkan batuk.
Batuk dimulai dengan inspirasi cepat, diikuti rentetan kejadian yaitu
penutupan glottis, kontraksi otot-otot ekspiratori, peningkatan tekanan intrapleura
dan intrapulmoner, pembukaan tiba-tiba glotis, dan keluarnya udara dari mulut.
Tekanan intratoraks yang tinggi (sering melebihi 100 hingga 200 mmHg)
meningkatkan laju aliran udara melewati saluran pernapasan, sehingga
mempercepat keluarnya benda asing dan menghasilkan suara batuk karena getaran
udara di saluran napas. Stimulus aferen dari batuk berasal dari reseptor yang akan
mengirimkan impuls ke pusat batuk di batang otak lewat nervus vagus,
glossofaring, trigeminus, dan phrenica. Impuls akan diterima oleh pusat batuk
kemudian akan diteruskan lewat jalur eferen menuju organ efektor dengan
bantuan nevus vagus, phrenica, dan medulla spinalis


5

Batuk dengan darah (hemoptisis) mengindikasikan adanya ruptur
pembuluh darah, bisa dari nasofaring, bronkus, paru-paru, hidung atau
tenggorokan. Proses infeksi seperti tuberkulosis atau keganasan seperti karsinoma
paru memiliki manifestasi batuk berdarah. Proses angiogenesis yang disertai
dengan ruptur pembuluh darah menyebabkan darah merembes ke saluran
pernapasan. Oleh refleks normal, darah akan dibatukkan keluar bersamaan
dengan sputum.
Jumlah darah yang dikeluarkan dapat minimal atau dapat masif.
Hemoptisis masif merupakan salah satu kegawatdaruratan medis yang
membutuhkan evaluasi dan tatalaksana segera.
Tatalaksana hemoptisis yang paling utama adalah tangani keadaan yang
mendasarinya. Bila batuk darah disebabkan oleh Tb paru, maka diberikan regimen
OAT sesuai protokol pengobatan. Selain itu penanganan batuk darah adalah
dengan tirah baring dengan kepala lebih rendah dan miring kesisi yang sakit dan
penekanan batuk dengan opiate (kodein 15-30 mg, atau hidrokodon 5 mg setiap 46 jam).

3. Apa saja kemungkinan penyebab sesak nafas saat beraktivitas berat?


6

Sesak nafas berasal dari sistem sirkulasi manusia, biasanya terjadi pada
penyakit jantung, penyakit paru-paru, dan anemia. Sesak akibat jantung dicirikan
“dyspnea on exercise” artinya sesak muncul ketika beban kerja jantung
meningkat, padahal terdapat riwayat penyakit jantung (penyakit jantung koroner)
menyebabkan penderita merasa sesak setelah berkativitas. Pada keadaan yang
amat berat, pasien bahkan tetap merasakan sesak saat beristirahat. Sesak nafas
karena penyakit paru-paru biasanya diakibatkan penyempitan atau obstruksi jalan
nafas ditandai perubahan bunyi paru-paru. Pasien biasanya memiliki riwayat
COPD atau asma. 4

4. Bagaimana perbedaan dan kriteria diagnosis untuk Differential Diagnosis
(TB Paru, Kanker paru, CHF (Congestif Heart Failure), Pneumonia,
Bronkitis, dan PE (Pulmonaly Embolism)) ? 5,6

Diagnosis
Banding

Petunjuk Klinis

Riwayat

Tes

Pemeriksaan Fisik

TB paru 5

Dicurigai batuk lebih dari 2
minggu, Batuk darah, Sesak
napas, Nyeri dada, demam,
malaise,
keringat
malam,
anorak-sia,
berat
badan
menurun

Kanker

Paru 6

Riwayat >20 tahun merokok, Stigmata of COPD, superior Biopsi, CXR
berat
badan
menurun, vena
cava
syndrome,
hemoptisis, batuk, dispnea, lymphadenopathy
sakit di daerah dada.

suara napas bronkial, amforik, Foto polos thorak
suara napas melemah, ronki sputum BTA positif
basah,
serta
tanda-tanda Pagi-Sewaktu)
penarikan paru, dia-fragma,
dan medias-tinum.
Pada auskultasi, ditemu-kan
kelainan paru pada umumnya

yang terletak di daerah lobur
superior terutama daerah
apeks dan segmen posterior
(S1 dan S2) serta daerah
apeks lobus inferior (S6).

7

Gagal
Jantung 6

CAD atau faktor resiko, S3, JVD, bunyi gemersik saat CXR,
radiograp
hipertension, konsumsi alkohol pemeriksaan
Ekokardiografi
berlebihan, PND

Pneumoni
a6


demam,
batuk
produktif, Frekuensi nafas meningkat,
kelompok
resiko
tinggi sisi
sakit
gerak
nafas
HIV/AIDS
tertinggal, nafas dangkal,
sianosis, takikardi, suara
bronkial akut, ronki inspirasi
nada tinggi, bising gesek
pleura, bunyi paru gemersik,
demam,
Bronkitis 6 batuk, demam ringan, dispnea
Demam, suara nafas normal,
bunyi
paru

gemersik,
frekuensi nafas normal (bila
ringan) dan meningkat jika
berat, ronki basah (kadang
kering).
Emboli
Dispnea dengan onset tiba-tiba, Frekuensi nafas meningkat,
Paru 6
pleritik, sakit dada, kanker, sisi
sakit
gerak
nafas
riwayat
bedah,
riwayat tertinggal, sianosis sentral,
immobilisasi, terapi estrogen.
takikardi, bising gesek pleura,
aritmia, perkusi redup daerah
sakit, ronki local, pernafasan
bronkial, pembengkakan kaki
unilateral
5
Diagnosis TB

CXR, HIV & CD4

CXR

D-dimer, CTA, V/Q
duplex

Diagnosis TB Paru
1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

8

4. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
5. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
Diagnosis TB Ekstra Paru.
6. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
7. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan

kemungkinan

penyakit

lain.

Ketepatan

diagnosis

tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan
alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,
foto toraks dan lain-lain.

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dilaksanakan sesuai alur sebagaimana
dalam
Bagan 1 . Alur diagnosis TB paru 5

9

Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien TB 5
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan suatu “definisi
kasus” yang meliputi empat hal, yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit (paru atau ekstra paru);
2. Bakteriologi dilihat dari hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis
(BTA positif atau BTA negatif);
3. Tingkat keparahan penyakit (ringan atau berat);
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya (baru atau sudah pernah diobati).
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: 5
1. TB paru. TB paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru.
Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. TB ekstra paru. TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
10

lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB
Paru:5
1. TB paru BTA positif
2. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
3. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran TB.
4. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
5. Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
6. TB paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
2. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB.
3. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.5
1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.
Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan
umum pasien buruk.
2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
3. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

11

4. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.
Catatan:
1. Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB
paru.
2. Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka
dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya 5
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa
tipe pasien, yaitu:
1. Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali
dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3. Pengobatan setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4. Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan kesehatan yang
memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Lain-lain:

12

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.
7. TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh,
gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus
dibuktikan

secara

patologik,

bakteriologik

(biakan),

radiologik,

dan

pertimbangan medis spesialistik.

5. Diagnosis kerja dan tatalaksana kasus secara farmako dan non-farmako?
Hasil anamnesis :
Identitas : Nama : Abdurrahman
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Swasta (penjaga toko buku)
Status pernikahan : Menikah
Pendidikan Terakhir : SMP
Keluhan utama : batuk disertai bercak darah sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang : batuk disertai dahak berwarna putih
kekuningan disertai bercak darah. Pasien kadang-kadang mengeluhkan sesak
nafas sejak 2 minggu terakhir. Sesak dirasakan ketika pasien beraktivitas
berat. Pasien mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi sejak 2 minggu yang
lalu. Pasien berkeringat malam hari tanpa aktivitas. Nafsu makan pasien
menurun sejak 1 bulan sehingga berat badan pasien menurun 2 kg. BAB
(Buang Air Besar) dan BAK (Buang Air Kecil) tidak ada keluhan. Pasien
belum pernah berobat sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu : sebelumnya belum pernah mengalami batuk
serupa. Hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), asma (-).
Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu pasien meninggal 5 bulan yang lalu
karena penyakit paru, tetapi pasien tidak mengetahui dengan pasti
diagnosisnya. Hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-).
Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien bekerja sebagai penjaga toko buku. Lama
bekerja 2 tahun. Pasien sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki
berusia 3 tahun. Keadaan rumah pengap, tanpa ventilasi yang baik. Pasien
merokok 2-3 batang sehari. Kebiasaan merokok sudah sejak 5 tahun yang lalu
dan sampai saat ini masih merokok
Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan:

13

a. Ronki basah paru kanan pada apeks sampai bagian tengah paru
b. BTA +/+/c. Foto toraks ditemukan fibroinfiltrat pada apeks paru kanan

Dari data-data tersebut disimpulkan diagnosis kerja adalah TB Paru
dengan BTA positif dan akan dilakukan pengobatan OAT kategori I yakni OAT
Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol untuk 1 bulan pertama,
kemudian pasien kontrol kembali dan diberikan obat yang sama untuk 1 bulan
berikutnya.

Pengobatan TB
Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
Tabel Jenis, sifat dan dosis obat

Paduan OAT dan peruntukannya.
i. Kategori-1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
b. Pasien baru TB paru BTA positif.
c. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
d. Pasien TB ekstra paru
Dosis

yang

digunakan

untuk

paduan

OAT

KDT

Kategori

1:

2(HRZE)/4(HR)3 sebagaimana dalam Tabel Dosis paduan OAT KDT Kategori
1
Tabel Dosis paduan OAT KDT Kategori 1

14

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/
4H3R3 sebagaimana dalam Tabel Dosis paduan OAT kombipak kategori 1
Tabel Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 1

ii. Kategori -2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
e. Pasien kambuh
f. Pasien gagal
g. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/
(HRZE)/ 5(HR)3E3 sebagaimana dalam Tabel Dosis paduan OAT KDT
Kategori 2
Tabel Dosis paduan OAT KDT Kategori 2

15

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/
HRZE/5H3R3E3) sebagaimana dalam Tabel Dosis paduan OAT Kombipak
Kategori 2.
Tabel Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 2

Catatan:
1. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
2. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
3. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

iii. OAT Sisipan (HRZE)
Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir
pengobatan intensif masih tetap BTA positif.

16

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) sebagaimana dalam Tabel
Dosis KDT Sisipan : (HRZE)
Tabel Dosis KDT Sisipan : (HRZE)

Paket sisipan Kombipak adalah sama seperti paduan paket untuk tahap
intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) sebagaimana dalam
Tabel Dosis OAT Kombipak Sisipan.
Tabel Dosis OAT Kombipak Sisipan.

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida
(misalnya kanamisin)
dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa
indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT
lapis pertama, disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi
pada OAT lapis kedua.

6. Komplikasi dan prognosis yang mungkin terjadi pada kasus ini?
Komplikasi TB Paru

17

Menurut PDPI tahun 2006, pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa
komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun
setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah: 9
-

Efusi pleura

-

Pneumotoraks

-

Batuk darah

-

Luluh paru

-

Gagal napas

-

Gagal jantung

1. Pleuritis dan Empiema
Pleuritis adalah peradangan jaringan tipis yang meliputi paru-paru
dan melapisi dinding rongga dada bagian dalam (pleura). Empiema adalah
berkumpulnya atau timbunan pus (nanah) di dalam suatu kavitas organ
berongga yaitu paru-paru. 10
Keadaan pleura yang merupakan bagian dari sistem pernapasan,
dapat dipengaruhi melalui tiga cara yang berbeda:
a. Cairan yang dibentuk dalam waktu beberapa bulan setelah terjadinya
infeksi primer.
b. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia
lebih lanjut. Keadaan ini bisa berlanjut menjadi nanah (empiema)
walaupun jarang terjadi.
c. Memecahnya kavitas TB Paru dan keluarnya udara ke dalam rongga
pleura.

18

Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara
paru dan dinding dada. TB Paru dari kavitas yang memecah
mengeluarkan efusi nanah (empiema). Udara dengan nanah bersamaan
disebut piopneumotoraks.

2. Pneumotoraks Spontan
Pneumotoraks adalah masuknya udara atau gas secara abnormal ke
dalam paru dimana gas tersebut memisahkan pleura viseralis dan pleura
parietalis sehingga jaringan paru tertekan dan kesulitan bernapas.
Pneumotoraks spontan dapat terjadi bila udara memasuki rongga pleura
sesudah terjadi robekan pada kavitas tuberkulosis. Hal ini mengakibatkan
rasa sakit pada dada secara akut dan tiba-tiba bersamaan dengan sesak
napas. Ini dapat berlanjut menjadi suatu empiema tuberkulosis.10,11

3. Laringitis Tuberkulosis
Laringitis tuberkulosis adalah radang pangkal tenggorokan dengan
gejala serak, perubahan suara dan gatal pada kerongkongan. Keganasan
pada laring jarang menimbulkan rasa sakit. Sputum biasanya positif,
tetapi diagnosis mungkin perlu diitegakkan dengan biopsi pada kasuskasus yang sulit. Tuberkulosis laring memberikan respon yang sangat baik
terhadap kemoterapi. Bila terdapat nyeri hebat yang tidak cepat hilang
dengan pengobatan, tambahkan prednisolon selama 2-3 minggu. 10,11

4. Kor Pulmonale
Kor pulmonale adalah suatu bentuk penimbunan cairan di dalam
paru (abses paru). Gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat
kerusakan paru dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang sangat luas.
Keadaan ini dapat terjadi walaupun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif

19

lagi, dimana banyak meninggalkan jaringan parut. Pengobatan dini
terhadap penyakit TB Paru dengan jelas dapat mengurangi komplikasi ini.
10,11

5. Apergilomata
Apergilomata adalah kavitas tuberkulosis yang sudah diobati dengan
baik dan sudah sembuh terinfeksi jamur Aspergillus fumigatus. A.
fumigatus yaitu spesies jamur lingkungan yang menghasilkan spora yang
terdapat di dalam udara dengan dihirup secara terus menerus. 10
Pada sinar rontgen dapat dilihat semacam bola terdiri atas fungus
yang berada dalam kavitas. Keadaan ini kadang-kadang menyebabkan
hemoptisis (batuk darah) yang berat bahkan fatal. Fungsi paru sudah
sering rusak berat karena tuberkolosis lama sehingga tidak dapat lagi
dioperasi.

Prognosis
Kematian sudah pasti bila penyakit TB tidak diobati. Makin dini
penyakit ini di diagnosis dan di obati, makin besar kemungkinan pasien
sembuh tanpa kerusakan serius yang menetap. Makin baik kesadaran pasien
ketika pengobatan dimulai, makin baik prognosisnya. Bila pasien dalam
keadaan koma, prognosis untuk sembuh sempurna sangat buruk. Sayangnya
pada 10%-30% pasien yang dapat bertahan hidup terdapat beberapa kerusakan
menetap. Oleh karena akibat dari penyakit ini sangat fatal bila tidak
terdiagnosis. 9,11
7. Apakah pasien dalam kasus perlu dirujuk?
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan dan juga berdasarkan kondisi pasien saat ini

20

dimana tidak terjadi kegawatdaruratan medis pada gejala batuk berdarah,
maka berdasarkan hasil diskusi, diputuskan bahwa pasien dalam kasus belum
perlu dirujuk. Apabila pasien mengalami kegawatdaruratan medis berupa
batuk berdarah masif. 2

8. Bagaimana interaksi obat yang diberikan?
Interaksi OAT
1. Rifampisin dan Isoniazid
Salah satu masalah terapi obat OAT yang cukup penting
adalah interaksi obat. Interaksi obat dengan OAT dapat
menyebabkan perubahan konsentrasi dari obat-obat yang
diminum bersamaan dengan OAT tersebut. Hal tersebut dapat
menyebabkan toksisitas atau berkurangnya efikasi dari obat
tersebut.

Secara

relatif

hanya

sedikit

interaksi

yang

mempengaruhi konsentrasi OAT.
Rifampisin adalah suatu enzyme inducer yang kuat
untuk

cytochrome

P-450

isoenzymes,

mengakibatkan

turunnya konsentrasi serum obat-obatan yang dimetabolisme
oleh isoenzyme tersebut. Obat obat tersebut mungkin perlu
ditingkatkan selama pengobatan TB, dan diturunkan kembali
2 minggu setelah Rifampisin dihentikan. Obat-obatan yang
berinteraksi: diantaranya : protease inhibitor, antibiotika
makrolid, levotiroksin , noretindron, warfarin, siklosporin,
fenitoin, verapamil, diltiazem, digoxin, teofilin, nortriptilin,
alprazolam, diazepam, midazolam, triazolam dan beberapa
obat lainnya.
Isoniazid adalah inhibitor kuat untuk cytochrome P-450
isoenzymes, tetapi mempunyai efek minimal pada CYP3A.

21

Pemakaian Isoniazide bersamaan dengan obat-obat tertentu,
mengakibatkan meningkatnya konsentrasi obat tersebut dan
dapat

menimbulkan

risiko

toksis.

Antikonvulsan

seperti

fenitoin dan karbamazepin adalah yang sangat terpengaruh
oleh isoniazid.
Efek rifampisin lebih besar dibanding efek isoniazid,
sehingga efek keseluruhan dari kombinasi isoniazid dan
rifampisin adalah berkurangnya konsentrasi dari obat-obatan
tersebut seperti fenitoin dan karbamazepin.
Menurut pustaka interaksi obat dibagi menjadi 3 kelas
a. Interaksi Kelas 1:
Hindari kombinasi obat obat ini. Risiko dari adverse
patient outcome melebihi keuntungannya.
b. Interaksi Kelas 2:
Hindari

kombinasi

keuntungan

obat

ini

pemakaiannya

kecuali

pertimbangan

melebihi

risiko.

Kalau

memungkinkan dicarikan alternatif obat lain. Penderita
harus dimonitor bila memakai kelompok kombinasi ini.
c. Interaksi Kelas 3:
Banyak cara mengelola kombinasi kelompok obat ini.
Dicari alternatif obat yang tidak berinteraksi. Merubah
dosis atau rute dapat mengurangi risiko interaksi.
Dianjurkan

memonitor

penderita

yang

memakai

kombinasi ini. Umumnya interaksi dengan obat obat TB
termasuk dalam kelompok interaksi kelas 3.
d. Etambutol
Garam Aluminium seperti dalam obat maag, dapat
menunda

dan

mengurangi

absorpsi

etambutol.

Jika

diperlukan garam alumunium agar diberikan dengan jarak
beberapa jam.

22

e. Streptomisin
Interaksi dari Streptomisin adalah dengan kolistin,
siklosporin,

sisplatin

menaikkan

risiko

nefrotoksisitas,

kapreomisin, dan vankomisin menaikkan ototoksisitas dan
nefrotoksisitas,

bifosfonat

meningkatkan

risiko

hipokalsemia, toksin botulinum meningkatkan hambatan
neuromuskuler,

diuretika

kuat

meningkatkan

risiko

ototoksisitas, meningkatkan efek relaksan otot yang non
depolarising,

melawan

efek

parasimpatomimetik

dari

neostigmen dan piridostigmin.

Kesimpulan : Laki-laki, 25 tahun, mengalami TB paru.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Bickly, Linn S, 2012. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat

2.

Kesehatan Ed. 8, Jakarta : EGC.
Purwadianto, A dan Sampurna, A.,2013, Kedaruratan Medik; Pedoman

3.

Penatalaksaan Praktis, Tangerang Selatan: Binarupa Aksara
Fauci, A.S et al., 2009, HARRISON: Manual Kedokteran, Tangerang
Selatan: Karisma Publishing Group

23

4.

Fishman AP, Jack AE, Jay AF, Michael AG, Robert MS, Allan IP: Approach
to the patient with respiratory symptoms. Fishman’s pulmonary diseases and

5.

disorders volume 1 & 2, 4th ed. New York: MacGraw-Hill. 2008. 387-426
Alsadaff, H., Mukty, H. A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya.

6.

Airlangga University Press.
Stern DC, Cifu AS, Altkorn D. I have a patient with dyspnea how do I
determine the cause? Symptom to diagnosis an evidence-based guide, 2 nd ed.
New York: McGraw-Hill. 2010)

7.

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

364/menkes/sk/v/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (tb).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2009
8.

Isbaniyah, Fattiyah dkk. 2011. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru

9.

Indonesia.
PDPI, 2006, Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

10.

Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Crofton Jhon, dkk. 2002. Tuberkulosis Klinis. Edisi 2, Cet.1, Widya

11.

Medika: Jakarta.
Gayatri Arun. 1995. Kamus Kesehatan. Arcan: Jakarta

12.

Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Tuberkulosis. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Jakarta:
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

24