Dampak krisis yunani dan upaya

Dampak krisis yunani :

Efek Krisis Yunani

Krisis Yunani kian menghawatirkan. Negara itu terancam mengalami gagal bayar. Ini
karena situasi negaranya yang semakin kacau dan pemerintah negara itu kesulitan
menekan defisit anggaran yang kian menghawatirkan.
Yunani bagaikan negara yang semakin suram, Negara yang sebelumnya dikenal sebagai
pencetak filsuf ternama sepanjang masa ini harus mengalami kehancuran. Utang negara semakin
bertambah dan terus merangkak naik mencapai 330 miliar euro (sekitar Rp2.838 triliun).
Berbagai cara terus dilakukan untuk menyelamatkan negara itu dari krisis berkepanjangan seperti
yang dilakukann International Monetary Fund (IMF) dan Uni Eropa senilai USD110 miliar.
Namun kenyataan berkata lain bantuan ini diperkirakan tidak mampu menolong
perekonomianYunani yang kian terpuruk. Sejauh ini default atas utang Yunani dikhawatirkan
bisa memicu masalah perekonomian di kawasan Eropa. Apalagi berkembang pemikiran baru,
krisis Yunani dikhawatirkan akan menimbulkan efek domino yang bisa mengguncang sistem
keuangan global seperti krisis 2008. Lebih-lebih telah diketahui bersama, upaya perbaikan
perekonomian Eropa makin diperparah dengan diturunkannya peringkat utang Yunani oleh
Standard and Poor’s (S&P) dari B menjadi CCC sehingga berpotensi gagal bayar pada 14 Juni
lalu. Level kredit CCC hanya empat notch di atas level terendah berdasarkan pengukuran
lembaga pemeringkat yang berbasis di Amerika Serikat itu. Kekhawatiran timbulnya kepanikan

akan menyebarnya virus Yunani ke sejumlah negara lain, membuat lembaga pemeringkat
Moody’s International Services mengeluarkan peringatan kepada negara Eropa lain, seperti
Italia. Alasannya Moody’s, peringkat kredit Italia yang kini di level “Aa2” sedang dalam
pengawasan dan kemungkinan bisa diturunkan di tengah tingginya risiko dan upaya pengurangan

utang pemerintah. Pengawasan terhadap peringkat kredit Italia dilakukan dalam waktu 90
hari. Krisis yang terjadi di Yunani ini menimbulkan kekhawatiran untuk mata uang euro. Default
utang Yunani ataupun negara euro lainnya akan memengaruhi ekonomi dunia yang juga bisa
mengganggu sektor perbankan dan memicu kepanikan investor. Dalam jangka pendek ke depan
ini, masih harus ditunggu hasil kebijakan PemerintahYunani. Yang pasti, belakangan ini,
dampak krisis ekonomi Yunani telah merebak ke mana-mana. Walaupun secara geografis
Yunani berada jauh dari Indonesia, masalah yang menimpa negara itu harus dimonitor
pemerintah, pelaku usaha, dan perbankan Indonesia. Langkah pemerintah mengatasi efek
domino ini mendapatkan reaksi positif dari DBS Bank yang mengatakan dengan tergas bahwa
krisis Yunani tidak akan membawa dampak yang signifikan kepada pasar obligasi Asia,
termasuk Indonesia. Alasannya, kondisi utang di negara-negara tersebut cukup rendah dibanding
tahun-tahun sebelumnya. Ternyata keputusan pemerintah untuk tidak menambah utang cukup
bagus untuk memperkuat pondasi ekonomi. Saat ini, utang Indonesia semakin berkurang,
sehingga beban anggaran negara dalam jangka panjang akan terus berkurang. Selain pasar
obligasi, Indonesia juga relatif aman dari krisis Yunani dan krisis global. Salah satu penyebabnya

adalah karena Indonesia dinilai mampu membangun pondasi ekonomi yang kuat. Ini menjadi
prestasi bagi pemerintah dan tim ekonomi yang ada, karena dari beberapa krisis, seperti krisis
pangan, minyak dan ekonomi global, Indonesia selalu bisa bertahan. Memang kita akui krisis
moneter yang sempat menghantui negeri ini menimbulkan kesengsaraan disetiap sendi
kehidupan masyarakat, keadaan tersebut menyebabkan Indonesia kian terpuruk dan ditambah
semakin membengkaknya utang Indonesia serta cengraman maut IMF. Namun hal tersebut kini
sudah mulai berlalu dan Indonesia saat ini sudah pulih bahkan sudah melambung tinggi. Beda
dengan halnya Yunani, negara ini mengalami krisis fiskal, ditandai oleh utang pemerintahnya
yang tinggi, tetapi pendapatan pemerintah untuk membayar utang tidak mencukupi.
Ketidakstabilan di sebuah negara kecil di Uni Eropa berpotensi mengganggu stabilitas mata uang
kawasan (euro) berhubung fundamental mata uang euro bergantung pada 16 negara anggotanya.
Berbeda dengan Indonesia yang mampu mengatasi krisis dengan membangun kebersamaan dan
komitmen yang kuat untuk bangkit dari keterpurukan, apa lagi situasi keamanan, poliik yang
relatif stabil mengakibatkan Indonesia menjadi daya tarik tersendiri bagi investor untuk
menanamkan modalnya di negeri ini. Seperti kita ketahui pada 2009 lalu pertumbuhan ekonomi
Indonesia memang sedikit melambat, tetapi masih mampu tumbuh 4,5%. Proyeksi ekspor
(terutama nonmigas) Indonesia ke Eropa memang bisa mengalami penurunan karena
melemahnya permintaan. Namun bukan berarti Indonesia akan mengalami krisis seperti Negaranegara dikawasan Eropa, justru Indonesia tidak begitu tertekan dengan keadaan di Yunani dan
kekhawatiran tersebut dapat dihindari.
Sumber :

http://www.inilah.com/read/detail/1642882/kepanikan-efek-krisis-yunani
http://www.tempatterindah.com/wp-content/uploads/2011/06/krisis-yunani.jpg

Tanggapan :
Seperti yang telah kita ketahui, Yunani kini berada diambang kehancuran karena utang
Negaranya yang kian menumpuk dan menyebabkan krisis yang berkepanjangan yang semakin
mengkhawatirkan. Intinya besar pasak dari pada tiang. Masa depan Yunani semakin suram, dan
terancam mengalami gagal bayar. Pemerintah Negara itu kesulitan menekan defisit Negaranya,
menyebabkan situasi Yunani semakin kacau. Utang Negara semakin bertambah dan terus
merangkak naik mencapai 330 miliar euro (sekitar Rp2.838 triliun). Utangnya mencapai 142%
dari GDP nya.
Akibat dari keadaan ekonomi ini dan kesulitan membayar bunga dan cicilan utang, maka
peringkat negara ini menurun. Akhirnya negara ini sulit mendapatkan pinjaman. Jika ada pun
bunganya sangat tinggi, dengan resiko utang nggak kembali.
Dalam keanggotaan Euro Union, Yunani hanyalah sebuah negara kecil yang
menyumbangkan sekitar2,6 dari keseluruhan GDP di zona euro, namun mengapa krisis yang
melanda yunani ini begitu ditakuti oleh negara lain khususnya negara-negara yang berada di
zona euro? Jawabannya tidak lain adalah karena Yunani adalah salah satu anggota Euro Union
yang menggunakan mata uang Euro sehingga ketika salah satu negara anggotanya mengalami
krisis dapat diperkirakan negara-negara lain khususnya yang menggunakan mata uang Euro akan

terkena efek dari krisis ini secara langsung sejalan dengan Domino effect Theory yang sering
digunakan oleh banyak ekonom untuk menggambarkan penyebaran krisis ekonomi di seluruh
dunia. Dalam keanggotaaan Euro Union (UE), Yunani sebenarnya memiliki potensi investasi
yang cukup menarik bagi para investor, namun krisis yang melanda daratan Eropa belakangan ini
telah menimbulkan ketidakpercayaan para investor terhadap sektor keuangan di Eropa khususnya
Yunani dan hal ini tentu akan memperparah krisis di Yunani dan jika krisis ini tidak
ditanggulangi maka Yunani terancam benar-benar bangkrut.
Belakangan ini orang-orang di seluruh dunia mengetahui bahwa keadaan ekonomi
Yunani benar-benar lumpuh, hal ini bisa dilihat dari berbagai aksi demo dan mogok masal yang
dilakukan oleh ratusan ribu pekerja dan pegawai pemerintah yang telah mengakibatkan berbagai
sektor di Yunani lumpuh total, puncaknya aksi demo dan mogok masal telah menelan 3 koban
jiwa yang terbunuh akibat ledakan dan kebakaran yang terjadi di Bank Marfin Athena. Aksi yang
dilakukan oleh masyarakat Yunani ini adalah sebagai bentuk perlawanan terhadap keputusan
pemerintah yang telah mengeluarkan kebijakan untuk melakukan sinering terhadap gaji pegawai
negeri, menaikkan beberapa jenis pajak, memangkas upah buruh swasta sebesar 15%, birokrasi
30%, menunda dana pensiun, dan memangkas anggaran militer sebagai upaya meningkatkan
cadangan devisa negaranya. WB-IMF juga menyarankan privatisasi 100% perusahaan
transportasi, energi, pelabuhan, dan komunikasi, ini sangat ditentang oleh warga Yunani.
Yunani ini termasuk negara yang "manja" utang, selain itu juga Yunani dihantam krisis financial
tahun 1998, yaitu penurunan pada sektor wisata dan pangan, devisa negaranya turun, serta

ketergantungan pangan import. Selama ini Yunani hanya mengandalkan sektor wisata,
sedangkan industri dan pangannya bergantung pada Eropa, dan Yunani nyaris tidak mempunyai
sektor Riil. Inilah yang menyebabkan Yunani mengalami besar pasak dari pada tiang, karena
Pendapatan Yunani saat ini sangat rendah sekali dibandingkan dengan utang-utangnya kepada
Eropa. Indonesia dulu juga sempat beberapa kali mengalami krisis, seperti krisis pangan, minyak
dan ekonomi global, namun Indonesia selalu dapat bertahan dan bangkit lagi, hal ini karena

Indonesia mempunyai sektor Riil yang sangat kuat terutama di bidang agraris dan
industri. Indonesia juga dinilai mampu membangun pondasi ekonomi yang kuat.
Sebenarnya krisis prekonomian yunani ini terlihat mirip dengan kasus bank century di
Indonesia yaitu sama-sama membutuhkan dana talangan untuk bisa tetap berdiri, namun
perbedaannya, Bank Century di Indonesia mulai hangat ketika dana talangan yang mancapai 6,7
triliun rupiah di korupsi dan tidak diketahui alirannya kemana, sedangkan kasus yunani mulai
hangat ketika dana talangan itu belum di cairkan dan masih dipertimbangkan apakah Yunani
pantas diberi dana talangan mengingat indeks korupsi yang sangat besar di Yunani, yang
menimbulkan keraguan bagi Euro Union untuk mencairkan dana talangan bagi Yunani.
Meskipun begitu, akhirnya EU menyadari betapa pentingnya dana talangan tersebut bagi
kelangsungan prekonomian Yunani dan Eropa pada umumnya, sehingga untuk mengantisipasi
krisis yang semakin meluas, EU telah mengumumkan dana bantuan berjumlah 146 milyar dolar
untuk menyelamatkan perekonomian Yunani. Nilai bantuan ini sangat besar manfaatnya bagi

Yunani, dan juga dapat menenangkan para investor asing yang akan menanamkan sahamnya di
Yunani sehingga diharapkan krisis prekonomian di EU dapat pulih secepatnya.
Dampak dari sumber yang lain :
Krisis Yunani kian menghawatirkan. Negara itu terancam mengalami gagal bayar. Ini karena
situasi negaranya yang semakin kacau dan pemerintah negara itu kesulitan menekan defisit
anggaran yang kian menghawatirkan.
Yunani bagaikan negara yang semakin suram, Negara yang sebelumnya dikenal sebagai pencetak
filsuf ternama sepanjang masa ini harus mengalami kehancuran. Utang negara semakin bertambah
dan terus merangkak naik mencapai 330 miliar euro (sekitar Rp2.838 triliun).
Berbagai cara terus dilakukan untuk menyelamatkan negara itu dari krisis berkepanjangan seperti
yang dilakukann International Monetary Fund (IMF) dan Uni Eropa senilai USD110 miliar. Namun
kenyataan berkata lain bantuan ini diperkirakan tidak mampu menolong perekonomianYunani yang
kian terpuruk.
Sejauh ini default atas utang Yunani dikhawatirkan bisa memicu masalah perekonomian di kawasan
Eropa. Apalagi berkembang pemikiran baru, krisis Yunani dikhawatirkan akan menimbulkan efek
domino yang bisa mengguncang sistem keuangan global seperti krisis 2008.
Lebih-lebih telah diketahui bersama, upaya perbaikan perekonomian Eropa makin diperparah
dengan diturunkannya peringkat utang Yunani oleh Standard and Poor’s (S&P) dari B menjadi CCC
sehingga berpotensi gagal bayar pada 14 Juni lalu. Level kredit CCC hanya empat notch di atas
level terendah berdasarkan pengukuran lembaga pemeringkat yang berbasis di Amerika Serikat itu.

Kekhawatiran timbulnya kepanikan akan menyebarnya virus Yunani ke sejumlah negara lain,
membuat lembaga pemeringkat Moody’s International Services mengeluarkan peringatan kepada
negara Eropa lain, seperti Italia.
Alasannya Moody’s, peringkat kredit Italia yang kini di level “Aa2” sedang dalam pengawasan dan

kemungkinan bisa diturunkan di tengah tingginya risiko dan upaya pengurangan utang pemerintah.
Pengawasan terhadap peringkat kredit Italia dilakukan dalam waktu 90 hari.
Krisis yang terjadi di Yunani ini menimbulkan kekhawatiran untuk mata uang euro. Default utang
Yunani ataupun negara euro lainnya akan memengaruhi ekonomi dunia yang juga bisa mengganggu
sektor perbankan dan memicu kepanikan investor. Dalam jangka pendek ke depan ini, masih harus
ditunggu hasil kebijakan PemerintahYunani.
Yang pasti, belakangan ini, dampak krisis ekonomi Yunani telah merebak ke mana-mana. Walaupun
secara geografis Yunani berada jauh dari Indonesia, masalah yang menimpa negara itu harus
dimonitor pemerintah, pelaku usaha, dan perbankan Indonesia.
Langkah pemerintah mengatasi efek domino ini mendapatkan reaksi positif dari DBS Bank yang
mengatakan dengan tergas bahwa krisis Yunani tidak akan membawa dampak yang signifikan
kepada pasar obligasi Asia, termasuk Indonesia. Alasannya, kondisi utang di negara-negara
tersebut cukup rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Ternyata keputusan pemerintah untuk tidak menambah utang cukup bagus untuk memperkuat
pondasi ekonomi. Saat ini, utang Indonesia semakin berkurang, sehingga beban anggaran negara

dalam jangka panjang akan terus berkurang. Selain pasar obligasi, Indonesia juga relatif aman dari
krisis Yunani dan krisis global.
Salah satu penyebabnya adalah karena Indonesia dinilai mampu membangun pondasi ekonomi
yang kuat. Ini menjadi prestasi bagi pemerintah dan tim ekonomi yang ada, karena dari beberapa
krisis, seperti krisis pangan, minyak dan ekonomi global, Indonesia selalu bisa bertahan.
Memang kita akui krisis moneter yang sempat menghantui negeri ini menimbulkan kesengsaraan
disetiap sendi kehidupan masyarakat, keadaan tersebut menyebabkan Indonesia kian terpuruk dan
ditambah semakin membengkaknya utang Indonesia serta cengraman maut IMF.
Namun hal tersebut kini sudah mulai berlalu dan Indonesia saat ini sudah pulih bahkan sudah
melambung tinggi. Beda dengan halnya Yunani, negara ini mengalami krisis fiskal, ditandai oleh
utang pemerintahnya yang tinggi, tetapi pendapatan pemerintah untuk membayar utang tidak
mencukupi.
Ketidakstabilan di sebuah negara kecil di Uni Eropa berpotensi mengganggu stabilitas mata uang
kawasan (euro) berhubung fundamental mata uang euro bergantung pada 16 negara anggotanya.
Berbeda dengan Indonesia yang mampu mengatasi krisis dengan membangun kebersamaan dan
komitmen yang kuat untuk bangkit dari keterpurukan, apa lagi situasi keamanan, poliik yang relatif
stabil mengakibatkan Indonesia menjadi daya tarik tersendiri bagi investor untuk menanamkan
modalnya di negeri ini.
Seperti kita ketahui pada 2009 lalu pertumbuhan ekonomi Indonesia memang sedikit melambat,
tetapi masih mampu tumbuh 4,5%. Proyeksi ekspor (terutama nonmigas) Indonesia ke Eropa

memang bisa mengalami penurunan karena melemahnya permintaan.

Namun bukan berarti Indonesia akan mengalami krisis seperti Negara-negara dikawasan Eropa,
justru Indonesia tidak begitu tertekan dengan keadaan di Yunani dan kekhawatiran tersebut dapat
dihindari.
Kartika Retno Monita
Jl Bangka Raya No72 Rt 011/03
Mampang Prapatan Jakarta Selatan