Sejarah perkembangan fiqh dan usul fiqh

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN FIQH DAN USHUL FIQH

Disusun Oleh:
KELOMPOK II
NUR AFNI
RIKA RAHMAYANI
YULIA SAFRINA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
FAKULTAS ILMU TARBIYAH KEGURUAN JURUSAN FISIKA
DARUSSALAM, BANDA ACEH

2013
1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................. i
BAB I...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................................... 1

A.Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan............................................................................................. 1
BAB II..................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN........................................................................................................ 2
A.Pengertian Fiqh dan Ushul Fiqh........................................................................2
B. Sejarah dan Perkembangan Fiqh dan Ushul Fiqh...........................................4
C. Objek kajian Ushul Fiqh dan Fiqh....................................................................5
D. kegunaan Ushul Fiqh dan Fiqh........................................................................6
E. Aliran-aliran Ushul Fiqh...................................................................................6
BAB III.................................................................................................................... 7
PENUTUP................................................................................................................ 7
A.Kesimpulan...................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 8

1

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Ilmu Fiqh yang bersumber dari kitab suci Al-Quran dan Hadist Nabi, ternyata mampu

bertahan dan terus mengetahui kehidupan muslim, baik individu maupun kelompok. Ushul
fiqh juga merupakan suatu ilmu yang berisikan tentang kaidah yang menjelaskan cara-cara
mengistinbatkan hukum dari dalil-dalilnya. Bahasan tentang kaidah-kaidah kebahasaan ini
penting mengingat kedua hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan sunnah berbahasa arab, untuk
membimbing mujtahid dalam memahami al-Qur’an dan sunnah sebagai landasan dalam
menetapkan hukum tentu perlu mengetahui tentang lafal dan ungkapan yang terdapat pada
keduanya.
Fiqh telah lahir sejak periode sahabat, yaitu sesudah Nabi saw wafat, sejak saat itu
sudah digunakan para sahabat dalam melahirkan fiqh, meskipun ilmu tersebut belum
dinamakan ushul fiqh. Perkembangan terakhir dalam penyusunan buku Ushul Fiqh lebih
banyak menggabungkan kedua sistem yang dipakai dalam menyusun ushul fiqh, yaitu aliran
Syafi’iyyah dan Hanafiyyah.
Keadaan seperti ini terus berlangsung dan akan terus pula diberikan jawabannya oleh
ilmu fiqh terhadap problem yang muncul sebagai akibat dari perubahan sosial yang
disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam kehidupan umat islam,
perkembangan lembaga tidak hanya terjadi sebagai aplikasi ajaran islam, tetapi juga timbul
hanya sebagai interaksi umat islam dengan kebudayaan lain. Karena didalam kehidupan
bersama diperlukan pranata yang dapat memelihara ketertiban dan ketentraman, termasuk
pranata hukumnya.
B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sejarah pertumbuhan dan
perkembangan Fiqh dan Ushul Fiqh, dan juga untuk mengetahui pengertian Fiqh dan Ushul
Fiqh dan dapat mengetahui bagaimana cara penetapan dan ketentuan-ketentuan hukum Islam.
Dan dengan kita belajar ilmu fiqh kita juga bisa mendapatkan keridhoan Allah SWT., dengan
melaksanakan Syari’ah-Nya, sebagai pedoman hidup individual, hidup berkeluarga, maupun
hidup bermasyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Fiqh dan Ushul Fiqh
Fiqh itu berarti mengetahui, memahami, dan mendalami ajaran-ajaran agama secara
keseluruhan. Fiqh dapat diartikan juag dengan Sekumpulan hukum syara’ yang berhubungan
dengan perbuatan diketahui melalui dalil-dalilnya yang terperinci dan dihasilkan dengan jalan
ijtihad. Pada masa ini orang yang ahli didalam Fiqh disebut dengan Faqih atau dengan
menggunakan bentuk jama’ yaitu Fuqaha. Fuqaha ini termasuk dalam kategori ulama,
meskipun tidak setiap ulama adalah Fuqaha. Definisi dari mazhab Hanafi, dimana fiqh
diartikan dengan “Ilmu yang menerangkan segala hak dan kewajiban”.1 Definisi ini
menunjukkan Fiqh dalam arti yang snagat luas, termasuk di dalamnya masalah-masalah yang
berkaitan dengan akidah yang di kalangan mazhab Hanafi disebut dengan Fiqh Akbar.
Al-Ghazali dari mazhab Syafi’i mendefinisikan Fiqh dengan “Faqih itu berarti

mengetahui dan memahami, akan tetapi dalam tradisi para ulama, Faqih diartikan dengan
suatu ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang tertentu bagi perbuatan para mukallaf, seperti
wajib, haram, mubah (kebolehan), sunnah, makruh, sah, fasid, batal, qodla, ada’an dan yang
sejenisnya.”2 Jelaslah bahwa pengertian Faqih itu berkembang. Mula-mula Faqih meliputi
keseluruhan ajaran agama, kemudian Faqih diartikan dengan ilmu tentang perbuatan
mukalaf, sehingga tidak termasuk ilmu kalam dan ilmu tasawuf ,dan terakhir Faqih disempit
lagi yaitu khusus hasil ijtihad para mujtahid.
Didalam Al-Qur’an tidak kurang dari 19 ayat berkaitan dengan kata Fiqh dan
semuanya dalam bentuk kata kerja, seperti dalam surah at-tawbah ayat 122 yang artinya :
“Hendaklah dari tiap-tiap golongan mereka ada serombongan orang yang pergi untuk
memahami (mempelajari)

agama agar memberi peringatan kepada kaumnya apabila

mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya ”.

Setelah kita mengetahui pengertian Fiqh, akan timbul pertanyaan dari mana
datangnya Fiqh itu, apa sumbernya atau dalilnya, bagaimana cara beristinbat hukum sehingga
1 T.M. Hasbi Ash- Shiddieqy,op. Cit., hal.18.
2 Al- Ghazali Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, Al-Mustashfa’ min’ ilm al-Ushul,

Syirkah al- Tiba’ah al-Fanniyah al-Mutahidah, Mesir, 1971, hal. 11.

menghasilkan hukum wajib, sunat, haram, makruh, dan mubah, ? Itu semua dibahas di dalam
ilmu Ushul Fiqh.
Ushul itu bentuk jamak, sedang bentuk mufradnya adalah ashl, yang mengandung
makna sumber atau dalil yang menjadi dasar sesuatu3 atau juga berarti yang kuat4 disebut
ilmu ushul fiqh karena ilmu ini menjadi dasar atau fondasi ilmu Fiqh. Al-Ghazali menafsirkan
ushul fiqh dengan “Ilmu yang membahas tentang dalil-dalil hukum syara, dan tentang
bentuk-bentuk penunjukkan dalil tadi terhadap hukum”.5
Al-Syawkani mendefinisikan ushul Fiqh dengan “Ilmu untuk mengetahui kaidahkaidah, yang kaidah tadi bisa digunakan untuk mengeluarkan hukum syara yang berupa
hukum furu’ (cabang) dari dalil-dalilnya yang terperinci”.6
Abd al-Wahab khalaf memberikan definisi ushul Fiqh yaitu : “Ilmu tentang kaidahkaidah dan pembahasan-pembahasannya yang merupakan cara untuk menemukan hukumhukum syara yang amaliah dari dalil-dalilnya yang terperinci. Atau kumpulan-kumpulan
kaidah dan pembahasan yang merupakan cara untuk menemukan (mengambil) hukum syara
yang amaliah dari dalil-dalilnya yang terperinci”.7
Ushul Fiqh sangat erat kaitannya dengan kemampuan seseorang sehingga seorang
ushuli ( ahli ushul Fiqh) harus mempunyai tingkat kecerdasan dan pengetahuan yang tinggi
karena tanpanya ushul fiqh tidak akan ada. Disamping itu, aliran ini mengakui bahwa yang
namanya ma’rifah atau pengetahuan pasti berkembang.
Oleh karena itu, apabila kita mempelajari fiqh tanpa mempelajari ushul fiqh, tidak
akan tahu bagaimana caranya mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya itu dan bagaimana

mengembalikan hukum fiqh kepada sumber asalnya. Bagi orang yang mempersiapkan diri
menjadi mujtahid, mengetahui Ushul Fiqh adalah merupakan persyaratan pokok. Bahkan kita
sulit mencapai tingakatan muttabi’ tanpa mengetahui Ushul Fiqh. Pengembangan ilmu fiqh
bisa hanya bisa terjadi apabila ilmu Ushul Fiqh didalami dengan sungguh-sungguh.

3Ad-Dawlabi, Muhammad Ma’ruf: Al- Madkhal ila ‘ilm ushul al-fiqh, Drul ‘ilm Malayin,
Damsyik, cetakan ke-5,
1965, hal. 2
4T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, op.cit., hal. 79
5Al-Ghazali, loc.cit
6 Al-Syawkani, Muhammad bin Ali bin Muhammad, Irsyad al-fuhkl ila tahqiq al-haqq min
ilm al-ushul, Syirkah Maktabah Ahmad bin Nabhan, Surabaya, Indonesia, cetakan
pertama, tanpa tahun, hal. 3.
7 Khallaf,’Abd al-Wahab,’ilm Ushul al-Fiqh, al-Dar al-Quwaytiyah, cetakan ke-8, yahun
1968, hal. 12.

B. Sejarah dan Perkembangan Fiqh dan Ushul Fiqh
Dalam sejarah islam, fiqh sebagai hasil ijtihad para ulama lebih dahulu populer di
kalangan umat islam dan di bukukan dalam sistem tertentu dibandingkan dengan ushul fiqh.
Perumusan fiqh dilakukan setelah nabi SAW wafat, yaitu periode sahabat. Sementara ushul

fiqh sebagai sebuah methode istinbath, baru tersusun sebagai salah satu bidang ilmu pada
abad ke-2 Hijriah. Namun, para ahli hukum islam mengakui dalam prakteknya ushul fiqh
muncul berbarengan dengan lahirnya fiqh.
Pemikiran tentang ushul fiqh telah ada pada saat perumusan fiqh. Para sahabat yang
melakukan ijtihad melahirkan fiqh secara praktis mereka telah menggunakan kaidah-kaidah
ushul fiqh, meskipun belum tersusun dalam satu disiplin ilmu. Banyak contoh sahabat yang
memiliki kemampuan menguasai ushul fiqh dan menggunakannya dalam mengistinbathkan
hukum. Misalnya, Umar tidak membagikan tanah dari wilayah yang ditaklukan tentara islam
demi kemaslahatan penduduk setempat.8 Umar memandang tanah tersebut tidak termasuk
harta Ghonimah yang terdapat dalam ketentuan umum firman Allah surat al-Anfal ayat 41
yang artinya :
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan
perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, dan ibnussabil.

Harta ghonimah yang dimkasudkan ayat tersebut adalah harta ghonimah yang dapat
dipindahkan. Sedangakan daerah yang ditaklukan bukan termasuk ghonimah karena tidak
dapat dipindahkan. Apabila tanah itu dibiarkan tetap berada pada tangan pemiliknya, maka
dapat berguna untuk membiayai pertahanan negara dan menutupi anggaran negara melalui
jizyah yang diwajibkan terhadap pemilik tanah tersebut. Disamping berijtihad dengan

methode qiyas, mereka juga menggunakan metode istislah yang berlandaskan pada methode
maslahah al-mursalah, yaitu suatu kemaslahatan yang tidak ada dalil mendukung atau
menolaknya, tetapi mendukung pemeliharaan tujuan syari’at. Misalnya menghimpun alQur’an dalam satu mushaf (naskah al Qur’an).
Pada periode tabi’in, metode istinbath ini semakin jelas dan meluas seiring dengan
meluasnya daerah islam yang berimplikasi munculnya berbagai persoalan baru yang
membutuhkan jawaban. Situasi ini mendorong kalangan tabi’in yang mendapatkan
8Muhammad Abu Zarah, Tarik al-mazahib al-Islamiyyah, Kairo: Dar al-Fikr al- Arabi,1996,
hal.245.

pendidikan dari generasi sahabat mengkhususkan diri untuk berfatwa dan melakukan ijtihad.
Pada masa ini, menurut Abu Sulaiman, terjadi perbedaan pendapat yang tajam tentang apakah
fatwa sahabat dapat dijadikan sebagai hujjah (dalil hukum) dan perbedaan pendapat tentang
jiwan ahli Madinah apakah dapat dipegang sebagai ijma’.9
Metode ijtihad semakin jelas lagi pada periode Muhammad bin Idris al-Syafi’i (150204 H), pendiri mazhab Syafi’i. Upaya pembukuan ini sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan keislaman saat itu. Perkembangan ilmu pengetahuan ini mulai berlangsung pada
masa Harun al-Rasyidi (145 H-193 H) dan puncaknya pada masa al- ma’mun (170 H-281 H).
Dalam situasi inilah imam Syafi’i tampil menyusun buku yang diberinya judul al-Kitab dan
kemudian dikenal dengan sebutan al-Risalah yang berarti sepucuk surat. Munculnya kitab ini
merupakan fase awal perkembangan ushul fiqh sebagai suatu disiplin ilmu.
C. Objek kajian Ushul Fiqh dan Fiqh

Objek kajian Ushul fiqh adalah dalil-dalil syara’ kulli yang melaluinya digali hukum
syara’. Dalam ushul fiqh juga dibahas mengenai lafal aam, khas, mutlak, muqayyad, qathi’,
zanni, amar, nahi, dan sebagainya. Ushul fiqh membahas pula jalan keluar dari dalil-dalil
yang secara zahir keliatan bertentangan. Ushul fiqh mengkaji hukum-hukum syara’ yang
meliputi tuntutan bertaubat, meninggalkan dan pilihan berbuat atau meninggalkan serta halhal yang terkait dengan syarat, sabab, mani’, sah, batal, rukhsah, azimah, hakim, mahkum
fih, mahkum ‘alaih. Bahkan secara khusus persoalan ijtihad, syarat dan kriteria orang yang
dapat melakukan ijtihad pun menjadi lapangan kajian Ushul fiqh.
Sedangkan objek kajian fiqh adalah semua perbuatan mukallaf yang berkaitan dengan
hukum syara’. Dengan kata lain, seorang faqih dalam studinya akan membahas tentang seluk
beluk hukum sholat, puasa, haji, zakat, jual beli, sewa menyewa, pernikahan, waris, wakaf,
jinayat dan hukum-hukum lain yang ada hubungannya dengan tindakan mukallaf.

D. kegunaan Ushul Fiqh dan Fiqh
Kegunaan utama ushul fiqh adalah untuk mengetahui kaidah-kaidah yang bersifat
kulli (umum) dan teori-teori yang terkait dengannya untuk diterapkan pada dalil-dalil tafsili
(terperinci) sehinggan dapat diistinbathkan hukum syara’ yang di tunjukkannya. Dengan
9 Satria, op. Cit., hal. 6.

ushul fiqh dapat dapat dicarikan jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatan
bertentangan satu sama lain.

Sementara kegunaan utama fiqh untuk dapat menerapkan hukum syara’ terhadap
segala perbuatan dan perkataaan mukallaf. Fiqh hukum syara’ terhadap segala perbuatan dan
perkataaan mukallaf. Fiqh merupakan rujukan bagi hakim dalam menetapakan putusannya
dan menjadi pedoman bagi mufti dalam mengeluarkan fatwa. Bahkan fiqh menjadi petunjuk
berharaga bagi setiap mukallaf dalam menetapkan hukum perkataan dan perbuatannya seharihari.
E. Aliran-aliran Ushul Fiqh
Dalam sejarah perkembangan ushul fiqh dikenal tiga aliaran yang berbeda yaitu :
1. Aliran Syafi’iyyah atau sering dikenal pula dengan sebutan aliran Mutakallimin
(ahli kalam).
2. Aliran Hanafiyyah yang bnyak dianut oleh ulama mazhab Hanafi. Dalam menyusun
ushul fiqh, aliran ini banyak mempertimbangkan masalah-masalah furu’ yang
terdapat dalam mazhab mereka.
3. Aliran Muta’akhirin adalah aliran yang menggabungkan kedua sistem yang dipakai
dalam menyusun ushul fiqh oleh aliran Syafi’iyyah dan Hanafiyyah. Ulama-ulama
muta’akhirin melakukan tahqiq terhadap kaidah-kaidah ushuliyah yang dirumuskan
kedua aliran tersebut, lalu mereka meletakkan dalil-dalil dan argumentasi untuk
pendukungnya serta menerapkan pada furu’ fiqhiyah.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Fiqh adalah Sekumpulan hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan yang
diketahui melalui dalil-dalilnya yang terperinci dan dihasilkan dengan jalan ijtihad.
Sedangkan Ushul fiqh adalah ilmu kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasannya yang
merupakan cara untuk menemukan hukum-hukum syara yang amaliah dari dalil-dalilnya
yang terperinci. Ushul fiqh mengkaji hukum-hukum syara’ yang meliputi tuntunan berbuat,
meninggalkan. Kajian Fiqh adalah semua perbuataan mukallaf yang berkaitan dengan hukum
syara’, yang membahas tentang seluk beluk hukum-hukum islam dan yang ada hubungannya
dengan tindakan mukallaf.
Kegunaan utama ilmu ini adalah untuk mengeathui kaidah-kaidah yang bersifat kulli
(umum) dan teori-teori yang terkait dengannya untuk diterapkan pada dalil-dalil tafsili
(terperinci) sehingga dapat di istinbathkan hukum syara’yang ditunjukkan. Dan dengan ushul
fiqh dapat dicarikan jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatan bertentangan satu
sama lain. Dan juga kegunaannya dapat menerapkan hukum syara’ terhadap segala perbuatan
dan perkataan mukallaf, yang merupakan rujukan bagi hakim dalam menetapkan
keputusannya dan menjadi pedoman bagi mufti dalam mengeluarkan fatwa. Bahkan fiqh
menjadi petunjuk berharga bagi setiap mukallaf dalam menetapkan hukum perktaaan dan
perbuatannya sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
Djazuli. 2006. Ilmu Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Syarifudin, A. 2004. Ushul Fiqh. Jakarta: Zikrul Hakim