manajemen keuangan sub risiko risk (3)

BAB I
PENDAHULUAN
Amerika Serikat adalah negara yang paling berpengaruh saat ini dimana negara
ini mendapat gelar sebagai negara adidaya. Amerika Serikat saat ini memiliki pengaruh
yang besar terhadap dunia.
Dolar AS adalah mata uang resmi Amerika Serikat. Dolar AS juga digunakan
secara luas di dunia internasional sebagai kurs cadangan devisa di luar AS. Penerbitan
uang dolar AS dikontrol oleh sistem perbankan Federal Reserve. Simbol yang paling
umum digunakan untuk dolar AS adalah lambang dolar ($). Kode ISO 4217 untuk dolar
AS adalah USD; dolar AS juga dirujuk sebagai US$ oleh Dana Moneter Internasional[a].
Sejarah mata uang dollar menjadi mata uang internasional.
Dimulai dari perjanjian Bretton Woods setelah Perang Dunia 2 yang efeknya
masih terasa hingga sekarang; perjanjian untuk menggunakan emas sebagai standar
global nilai mata uang. Pada saat itu keadaan ekonomi negara-negara dunia, kecuali
Amerika Serikat, hancur karena perang. Ini menyebabkan mereka bergantung pada
pinjaman yang diberikan oleh Amerika.
Sistem Bretton Woods (1944-1976) adalah sebuah sistem perekonomian dunia
yang dihasilkan dari konferensi yang diselenggarakan di Bretton Woods, New Hampshire
pada tahun 1944[1]. Konferensi ini merupakan produk kerjasama antara Amerika Serikat
dan Inggris yang memiliki beberapa fitur kunci yang melahirkan tiga institusi keuangan
dunia yaitu Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan

Dunia[1]. Sistem Bretton Woods dibentuk dalam rangka menyelesaikan pertarungan yang
terjadi antara otonomi yang dimiliki oleh domestik dan stabilitas internasional, namun
dasar yang terdapat dalam sistem-otonomi kebijakan nasional, nilai tukar tetap, dan
kemampuan untuk mengubah mata uang-satu sama lain saling bertolak belakang[1].
Sejarah Sistem Bretton Woods :
Pada akhir abad ke-19, sistem perdagangan internasional didasari atas sistem
perekonomian merkantilisme[2]. Tujuan ekonomi kaum merkantilis adalah dengan
memakmurkan negara dengan memasukkan sebanyak mungkin pendapatan ke dalam kas
negara[3]. Aktor utama dalam sistem perekonomian menurut kaum merkantilis adalah

1

negara di mana merkantilisme sangat populer bagi pemerintah yang sedang melakukan
pembinaan kekuatan negara, karena tujuannya yang lebih fokus pada pencapaian
kepentingan nasional negara secara maksimal[3]. Namun sistem perdagangan ini hancur
seiring dengan pecahnya Perang Dunia I yang berdampak negara-negara menjadi
proteksionis terhadap komoditas atau barang-barang dari luar serta tidak stabilnya sistem
mata uang selama perang terjadi[4]. Dilatarbelakangi oleh semangat liberalisme, ide
tersebut didukung oleh Amerika Serikat dan Inggris, yang bertujuan untuk meningkatkan
transaksi ekonomi yang berdasarkan atas kondisi akses yang sama terhadap pasar. [4]. Dan

semangat liberalisme tersebut mendorong diselenggarakannya konferensi di Bretton
Woods pada tahun 1944[4].
Terdapat dua tujuan utama konferensi Bretton Woods [4], yaitu:


mendorong pengurangan tarif dan hambatan lain dalam perdagangan internasional
dan



menciptakan kerangka ekonomi global untuk meminimalisir konflik ekonomi
yang terjadi di antara negara-negara, yang salah satu bagiannya adalah mencegah
terjadinya Perang Dunia II.
Selain tujuan yang telah disebutkan di atas, Konferensi Bretton Woods juga

menghasilkan tiga badan ekonomi internasional [4], yaitu:
Dana Moneter Internasional
Dana Moneter Internasional (bahasa inggris: International Monetary Fund)
didirikan pada tahun 1945, dengan ditandatanganinya pasal-pasal di dalam perjanjian
yang merupakan hasil dari Konferensi Bretton Woods tahun 1944 oleh 29 negara, dan

mulai beroperasi pada tahun 1947[2] Mandat yang diberikan kepada institusi ini sesuai
dengan yang tertera di dalam Pasal 1 dari Pasal Asli Perjanjian [2] adalah:
• meningkatkan kerjasama moneter internasional menuju institusi yang permanen yang
menyediakan jasa pelayanan konsultasi dan kolaborasi bagi masalah moneter
internasional;
• memfasilitasi upaya perluasan dan pertumbuhan yang seimbang dari perdagangan
internasional dan mendorong peningkatan derajat buruh dan pemasukan sektor riil dan
mendorong sumber daya yang produktif sebagai objek utama bagi kebijakan ekonomi
setiap anggota;

2

• meningkatkan stabilitas nilai tukar dengan tujuan mengatur nilai tukar di antara para
anggota, serta mencegah terjadinya persaingan untuk melakukan depresiasi terhadap
nilai tukar;
• membantu pembentukan sistem pembayaran yang bersifat multilateral yang bertujuan
untuk memudahkan transaksi antar negara anggota serta menghapus hambatan
pertukaran asing yang akan mencegah pertumbuhan terhadap perdagangan dunia;
• mereka kesempatan untuk memperbaiki persoalan dalam neraca pembayaran tanpa
menggunakan langkah-langkah yang memperburuk kesejahteraan nasional maupun

internasional; *keenam, berdasarkan hal-hal tersebut di atas, IMF bertujuan untuk
mempercepat penyelesaian krisis yang disebabkan oleh ketidakseimbangan neraca
pembayaran negara-negara anggota.
Bank Dunia
Bank Dunia merupakan institusi keuangan yang semula bernama International
Bank for Reconstruction and Development yang didirikan bersama-sama dengan institusi
Dana Moneter Internasional pada Konferensi Bretton Woods tahun 1944. Adapun tujuan
dari dibentuknya Bank Dunia [4] adalah:
• membantu negara-negara anggota dalam hal pembangunan dan rekonstruksi;
• meningkatkan investasi swasta asing dalam lingkup peningkatan garansi atau partisipasi
dalam peminjaman dan investasi jenis lain yang dibuat oleh investor swasta;
• menyediakan (dibawah keadaan tertentu) keuangan yang diperuntukkan bagi tujuan
produktif;
• meningkatkan keseimbangan pertumbuhan jangka panjang dalam perdagangan
internasional dan menjaga keseimbangan neraca pembayaran;
• mengatur kebijakan dasar dalam rangka memberikan prioritas kepada proyek yang
memiliki lebih banyak nilai manfaat dan nilai kepentingan;
• membangun operasi yang bertujuan untuk efek investasi internasional dalam hal
kondisi bisnis di negara-negara anggota.
Keruntuhan Sistem Bretton Woods

Menurut Helleiner (2008), tahun 1960 seorang ekonom bernama Robert Triffin
menuliskan pesimismenya pada sistem Bretton Woods. Ia mengatakan bahwa sistem

3

Bretton Woods menciptakan instabilitas standar tukar emas dengan dollar Amerika. Ia
berargumen bahwa dalam sistem finansial dimana menjadikan dollar sebagai mata uang
sentral, likuiditas internasional hanya dapat berkembang dengan baik jika Amerika
Serikat menyediakan lebih banyak lagi dollar di pasaran dengan tetap mengontrol
keseimbangan defisit pembayaran. Teori ini dikenal sebagai Triffin Dilemma.
Triffin Dilemma ditanggapi oleh Keynes dengan mengusulkan adanya ‘bancor’
(suatu mata uang internasional yang ketersediaannya tidak dipengaruhi oleh kondisi
keseimbangan neraca pembayaran negara mana pun di dunia). Usulan Keynes tersebut
direalisasikan dengan membuat Special Drawing Rights (SDR) di tahun 1969 atas
kesepakatan bersama negara-negara yang dulu turut hadir dalam konferensi di Bretton
Woods.
SDR bukanlah mata uang yang dapat digunakan oleh individu, melainkan hanya
dapat digunakan oleh pemegang otoritas moneter nasional sebagai suatu aset cadangan
yang digunakan untuk menstabilkan neraca pembayaran antar negara ketika dalam
keadaan imbalance. Namun sayangnya keberadaan SDR tidak mampu menanggulangi

keadaan di tahun 1970-an ketika permintaan akan dollar Amerika terus meningkat
sementara cadangan emas yang dimiliki Amerika Serikat tidak cukup untuk
dipertukarkan. Keadaan ini akhirnya membawa Amerika Serikat pada suatu keadaan
confidence crisis.
Ada dua pilihan dalam menghadapi situasi krisis Amerika Serikat tersebut.
1. mengurangi jumlah dollar yang dicetak dengan konsekuensi positif yakni dollar tetap
menjadi mata uang utama perdagangan internasional dan Amerika Serikat dengan
mudah dapat membiayai keseluruhan kebutuhan dana perangnya di Vietnam dan
program-program lainnya, sementara konsekuensi negatifnya adalah Amerika Serikat
tidak akan mampu menjawab tuntutan pasar apabila seketika itu sejumlah negara
ingin menukarkan dollar-nya dengan emas.
2. mengakhiri konvertabilitas dollar Amerika dengan emas dengan konsekuensi bahwa
hegemoni Amerika Serikat dalam mempengaruhi struktur finansial dan moneter
internasional akan menurun dan Amerika Serikat akan semakin susah memasukkan
kepentingan politiknya melalui instrumen ekonomi.

4

Titik Tolak Era Pasca Bretton Woods
1. Pembatalan kesepakatan Bretton Woods

Amerika Serikat memilih alternatif kedua sebagai jalan keluar. Setelah gagal
melobi Perancis dan beberapa negara lain (selain Jerman dan Jepang) untuk tidak
menukarkan dollar Amerika-nya dengan emas ketika itu Nixon membatalkan kesepakatan
Bretton Wood secara sepihak.
2. Runtuhnya rezim sistem tukar menggantung yang dapat disesuaikan (adjustable-peg
exchage-rate regime).
Peristiwa ini terjadi karena dipicu meningkatnya spekulasi akan aliran finansial
internasional sehingga membuat rumit usaha pemerintah untuk menyesuaikan nilai
menggantung dari mata uang negaranya. Keadaan ini memunculkan sejumlah
pertimbangan bagi pemerintah untuk kembali memberlakukan floating exchange-rates
seperti sebelum sistem Bretton Woods digunakan.
Floating exchange-rates berperan penting dalam memfasilitasi penyesuaian mata
uang ketika terjadi situasi ketidakseimbangan ekonomi internasional. Selain itu, dengan
tidak adanya hambatan perdagangan dan kontrol kapital dari pemerintah diharapkan akan
memicu akselerasi perekonomian internasional. Sehingga, peran pemerintah disini hanya
sebatas membuat penyesuaian nilai tukar mata uang ketika terjadi ‘fundamental
disequlibrium’ dan ketika tingkat spekulasi finansial semakin besar.
Dalam penerapannya, ternyata floating exchange-rate juga membawa dampak
lain yakni memicu ‘casino capitalism’, dimana negara yang berperan sebagai spekulator
akan mendominasi pasaran tukar luar negeri (foreign exchange market). Menurut

penyataan Susan Strange yang dikutip dalam tulisan Helleiner, kapitalisme kasino dalam
kaitannya dengan finansial global akan membawa seluruh aktor untuk terlibat secara
‘sukarela’ di dalamnya, bahkan ia mengumpamakan kapitalisme kasino ini sebagai
permainan ular tangga yang sifatnya ‘unpredictable’ dan ‘avoidable’ yakni apabila
seketika terjadi perubahan pada nilai tukar mata uang maka dampaknya bagi kehidupan
seluruh individu tidak terelakkan lagi. Keadaan inilah yang akhirnya mendorong negaranegara Uni Eropa untuk membuat European Monetary Union pada tahun 1999 dan
memberlakukan mata Euro sebagai mata uang yang dianut oleh sebagian besar anggota
UE kecuali Inggris. Namun demikian, sekalipun mendapat saingan dari mata uang euro

5

maupun yen, mata uang dollar Amerika masih mendominasi perdagangan dan
mempengaruhi struktur finansial global walaupun sistem Bretton Woods telah runtuh di
tahun 1970-an.
Dalam perkembangannya, Dollar Amerika telah dapat menggantikan emas
sebagai sumber likuiditas perekonomian dunia dan menjadi basis sistem keuangan dunia.
Implikasinya, setiap negara membangun cadangan devisa dalam bentuk Dollar Amerika;
cadangan Dollar diperlukan agar mata uang negara yang bersangkutan dapat ditukarkan
dengan Dollar atau emas. Pada saat ini lah mata uang Amerika itu menjadi mata uang
internasional[b].

Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara
super power di dunia. Hal ini, dikarenakan negara-negara pemenang perang lainnya
mengalami kerusakan besar, sehingga mereka fokus pada perbaikan kondisi dalam
negerinya. Sementara itu, Amerika Serikat melalui kombinasi kecerdikan, kekuatan
keuangan, dan etika kerja, berhasil mengamankan bagian terbesar dari pangsa pasar
manufaktur global, mencapai zaman keemasan di era 1950-an dan 60-an, yang menandai
puncak kedudukannya di dunia146.
Dalam kondisi tersebutlah Amerika Serikat kemudian diuntungkan, dan dapat
dengan mudah mengambil pimpinan dalam menentukan institusi dan peraturan –
peraturan baru yang mendasari perekonomian dunia. Dan sistem yang kemudian
ditelurkan Amerika Serikat pada saat itu biasa kita kenal dengan sebutan “Bretton Woods
System” yang diambil berdasarkan nama kota kecil di Amerika Serikat yang merupakan
tempat persetujuan Bratton Woods itu dibuat. Keperkasaan dolar AS dimulai di
Konferensi Bretton Woods pada 1944, yang melahirkan IMF (Dana Moneter
Internasional). Sistem nilai tukar mata uang dunia dilaksanakan dengan mengikat nilai
tukar mata uang negara-negara anggota IMF secara ketat terhadap dolar AS. Mata uang
negara lain hanya boleh naik- turun sebesar satu persen terhadap dolar AS. Jaminannya
dolar AS pun diikat dengan emas, dimana satu ounce (28,1 gram) setara dengan US$35.
Dan pada tahun 1947 Bretton Woods menjadi titik awal sejarah kejayaan Amerika Serikat
dengan membentuk lembaga–lembaga perekonomian dunia pascaperang. Diantaranya

yaitu: IMF, Bank Dunia, GATT (yang sekarang diganti WTO), dan OECD. Yang
kemudian dalam kiprahnya, sistem tersebut berhasil membawa Amerika Serikat pada

6

puncak kejayaannya, karena pada dasarnya lembaga–lembaga baru tersebut dapat
dikendalikan oleh Amerika Serikat berdasarkan kepentingannya.
Satu-satunya penantang Amerika Serikat pasca Perang Dunia II adalah Uni Soviet
yang menciptakan Perang Dingin. Namun, setelah runtuhnya Uni Soviet yang
menandakan berakhirnya Perang Dingin pada tahun 1991, Amerika Serikat tidak lagi
mempunyai lawan tandingan dalam berbagai bidang. Pasca-Perang Dunia II, tidak dapat
dipungkiri bahwa Amerika Serikat berdiri sebagai pemimpin dunia yang hampir tak dapat
tersaingi. Kondisi itu didukung oleh posisi Eropa yang sedang berada dalam lingkungan
pascaperang, kemudian Jepang yang sedang mengalami kehancuran, dan Inggris yang
dapat dikatakan sedang mengalami kelelahan pascaperang. Sehingga secara otomatis
dapat dikatakan bahwa tidak ada kekuatan lain yang dapat menjalankan peran global pada
saat itu. Secara otomatis, Amerika Serikat sebagai negara pemenang perang harus
mengambil peran dalam artian bertanggung jawab dalam menciptakan kondisi
perekonomian dunia yang stabil.
Sehingga walaupun beberapa kali sempat mengalami krisis, Amerika Serikat

mampu bangkit dan kembali memimpin prekonomian dunia yang tentunya dengan nilai–
nilai liberal (sesuai dengan konsep idiologi bangsanya), yang terserap dalam setiap
kebijakan–kebijakan perekonomian yang dikeluarkannya lewat institusi–institusi
internasional khususnya lembaga–lembaga perekonomian dunia seperti IMF, Bank
Dunia, dan WTO (sebagai pionir dalam mempertahankan eksistensinya sebagai bangsa
adidaya yang kuat dan tidak tertandingi). Selain itu, Amerika Serikat juga merupakan
kreditor terbesar dunia yang memberikan pinjaman atau bantuan kepada negara– negara
yang sedang berkembang atau miskin berupa Marshall Plan, dan Amerika Serikat juga
memberikan bantuan “Grants in Aid” yaitu bantuan ekonomi dengan memberikan
kewajiban kepada negara yang diberikan bantuan untuk mengembalikan bantuan
ekonomi tersebut berupa dolar atau dengan membeli barang–barang produk Amerika
Serikat. Inilah yang menjadi benteng kekuatan ekonomi Amerika Serikat hingga saat ini.
Amerika Serikat juga menjadi sumber dari hampir seperempat aktivitas ekonomi
global. Sejak tahun 1960-an, GDP Amerika Serikat berkisar 23%-36% dari GDP global,
lebih besar dari gabungan negara Uni Eropa. Dari segi finansial, sekitar 65% dari
cadangan mata uang dunia terus berpatokan pada dolar Amerika Serikat. Berdasarkan

7

keunggulan ini, belum ada yang menyamai dominasi Amerika Serikat dalam sejarah
sistem Negara berdaulat.147
Pemilihan mata uang dolar dikarenakan waktu itu Amerika Serikat menghasilkan
lebih dari separuh kapasitas manufaktur dunia dan memiliki paling banyak emas di
dunia183. Meskipun sekarang sistem Bretton Woods tidak lagi digunakan, namun dolar
Amerika Serikat tetap menjadi mata uang internasional.
Menurut Iqbal (2009), perdagangan internasional merupakan aspek kegiatan
ekonomi Amerika Serikat. Kegiatan inilah yang menjadikan Amerika Serikat sebagai
bangsa pedagang. Kontribusi perdagangan internasional terhadap kemakmuran ekonomi
Amerika mengalami pasang surut namun, hingga kini perdagangan internasional tetap
merupakan bagian yang takterpisahkan dari seluruh perekonomian nasional. Bahkan, AS
tetap eksis sebagai pemain penting dalam perdagangan internasional. Kepemimpinan AS
dalam organisasi ekonomi dunia ini menunjukkan bahwa AS ingin tetap menjadikan
aspek perdagangan internasional sebagai bagian penting dari perekonomian dunia.
Dolar Amerika juga cukup eksis mendominasi perdagangan minyak mentah di
lembaga OPEC. terbukti sampai saat ini, alat transaksi yang digunakan oleh negaranegara anggota OPEC mengunakan mata uang Dolar walaupun negara Amerika sering
dilanda krisis ekonomi.
Amerika Serikat Dalam Aspek SDA & SDM
Amerika Serikat memliki sumber daya alam yang melimpah, seperti emas, batu
bara, minyak, tanah yang luas dan subur, kemudian pertanian yang sangat luas serta
didukung oleh sumber daya manusia yang besar dan berkualitas, sehingga mereka
mampu mengolah kekayaan alamnya sendiri dan yang terpenting adalah Amerika Serikat
mampu memainkan peran dalam segala hal dikancah konstelasi internasional, walaupun
dalam banyak hal langkah–langkah yang diambil banyak menuai kritikan dari berbagai
kalangan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa semua hal yang menjadi aspek
pendukung Amerika Serikat sebagai negara adidaya/adikuasa merupakan cerminan atau
representatif dari kualitas sumber daya manusianya.

8

BAB II
ISI
Krisis yang Melanda Amerika Serikat dan Dunia
Dalam buku terbitan Departemen Komunikasi dan Informatika, krisis keuangan
global telah terjadi di mana menurut berbagai pihak hal ini dikaitkan dengan kondisi
perekonomian negara Amerika Serikat. Ketika kondisi perekonomian sebuah negara
adidaya berubah dan mengalami goncangan, dapat dipastikan akan membawa
konsekuensi yang luas pada perekonomian dunia.
Media massa di berbagai belahan dunia dengan gencar memberitakan krisis
keuangan Amerika Serikat yang telah mempengaruhi tatanan sistem keuangan berbagai
negara di benua Amerika, Eropa, Asia Pasifik, Asia Selatan, bahkan Timur Tengah.
Bermula dari Subprime Mortgage,sejak tahun 1925, di Amerika Serikat sudah
ada Undang-undang Mortgage. Peraturan yang berkaitan dengan sektor properti,
termasuk kredit pemilikan rumah. Semua warga AS --asalkan memenuhi syarat tertentu-bisa mendapatkan kemudahan kredit kepemilikan properti, seperti KPR.
Kemudahan pemberian kredit terjadi ketika harga properti di AS sedang naik.
Kegairahan pasar properti membuat spekulasi di sektor ini meningkat. Para penyedia
kredit properti memberikan suku bunga tetap selama tiga tahun. Hal itu membuat banyak
orang membeli rumah dan berharap bisa menjual dalam tiga tahun sebelum suku bunga
disesuaikan.
Permasalahannya, banyak lembaga keuangan pemberi kredit properti di Amerika
Serikat menyalurkan kredit kepada penduduk yang sebenarnya tidak layak mendapatkan
pembiayaan. Mereka adalah orang dengan latar belakang non-income non-job nonactivity (NINJA) yang tidak mempunyai kekuatan ekonomi untuk menyelesaikan
tanggungan kredit yang mereka pinjam.
Situasi tersebut memicu terjadinya kredit macet di sektor properti (subprime
mortgage). Selanjutnya, kredit macet di sektor properti mengakibatkan efek domino
ambruknya lembaga-lembaga keuangan besar di Amerika Serikat. Pasalnya, lembaga
pembiayaan sektor properti pada umumnya meminjam dana jangka pendek dari pihak
lain, termasuk lembaga keuangan.

9

Jaminan yang diberikan perusahaan pembiayaan kredit properti adalah surat utang, mirip
subprime mortgage securities, yang dijual kepada lembaga-lembaga investasi dan
investor di berbagai negara. Padahal, surat utang itu ditopang oleh jaminan debitor yang
kemampuan membayar KPR-nya rendah.
Dengan banyaknya tunggakankredit properti, perusahaan pembiayaan tidak bisa
memenuhi kewajibannya kepada lembaga-lembagakeuangan, baik bank investasi maupun
asset management. Hal itu mempengaruhi likuiditas pasar modal maupun sistem
perbankan.
Setelah itu, terjadi pengeringan likuiditas lembaga-lembaga keuangan akibat tidak
memiliki dana aktiva untuk membayar kewajiban yang ada. Ketidakmampuan bayar
kewajiban tersebut membuat lembaga keuangan lain yang memberikan pinjaman juga
terancam bangkrut.
Kondisi yang dihadapi lembaga-lembaga keuangan besar di Amerika Serikat juga
mempengaruhi likuiditas lembaga keuangan lain, yang berasal dari Amerika Serikat
maupun di luar Amerika Serikat. Terutama lembaga yang menginvestasikan uangnya
melalui instrumen lembaga keuangan besar di Amerika Serikat. Di sinilah krisis
keuangan global bermula.
Untuk menghindari meluasnya krisis subprime mortgage dan membawa dampak
buruk terhadap perekonomian Amerika Serikat, pemerintah Amerika Serikat dan Bank
Sentral Amerika (The Fed) mengeluarkan kebijakan untuk membantu beberapa lembagalembaga keuangan besar tersebut. Upaya tersebut sekaligus dikemas dalam kebijakan
moneter untuk menekan angka inflasi serta menstabilkan nilai tukar mata uang dolar
Amerika Serikat. Rangkaian tindakan antisipasi di Amerika Serikat telah dimulai pada
tanggal 5 September 2008. Saat itu, pemerintah AS mengambil alih perusahaan
pembiayaan Fannie Mae dan Freddie Mac untuk penyehatan arus kas dua perusahaan
tersebut. Selanjutnya, pada tanggal 16 September The Fed mengucurkan pinjaman USD
85 miliar ke American International Group untuk mengambil alih 80 persen saham
perusahaan asuransi tersebut. Pada tanggal 18 September 2008, Pemerintah AS meminta
Kongres untuk menyetujui paket penyelamatan ekonomi, berupa dana talangan
pemerintah (bail- out) USD 700 miliar. Presiden George Bush menyatakan perekonomian
AS dalam bahaya jika Kongres tidak menyetujui rencana bailout.

10

Meskipun demikian, tanggal 29 September 2008, Kongres AS menolak rencana
bailout. Akibatnya, Indeks Dow Jones merosot 778 poin, posisi yang terbesar dalam
sejarah pasar saham di Amerika Serikat. Akhirnya tanggal 3 Oktober 2008, Kongres
menyetujui bailout.
Selanjutnya, Presiden Bush menandatangani UU Stabilisasi Ekonomi Darurat
2008. Undang-undang yang memuat rencana pengucuran dana talangan pemerintah
(bailout) sebesar USD 700 miliar untuk mengambil alih beberapa perusahaan dan lembaga keuangan yang merugi di pasar modal AS.
Krisis Keuangan AS yang Mengglobal
Masalah subprime mortgage di Amerika Serikat sebenarnya sudah mulai terlihat
sejak Agustus 2007. Hal itu sudah ditengarai akan menjadi gelembung sub-prime
(bubble), akan tetapi pemerintah Amerika Serikat terus mengucurkan uang dan
menurunkan suku bunga untuk mengangkat sektor industri teknologi yang mengalami
penurunan.
Usaha Pemerintah AS dengan mengucurkan dana talangan pemerintah sebesar
USD 700, hanya sementara saja dapat meredam gejolak pasar. Pasalnya, mayoritas
investor di seluruh dunia terpaksa menjual portofolio saham yang dimiliki secara besarbesaran untuk menutupi kebutuhan likuiditas sehingga mengakibatkan terhempasnya
pasar modal dunia. Secara khusus di Wall Street, mayoritas investor yang mengalami
kerugian pada saat indeks saham jatuh 777,7 poin --akibat penolakan bailout oleh House
of Representative--, ikut juga menjual portofolio yang ditanam di berbagai negara,
termasuk di Indonesia.
Pada tanggal 10 Oktober, indeks bursa berbagai negara kembali jatuh, sehingga
sepuluh bank sentral dari berbagai negara menurunkan suku bunga agar beban utang para
investor yang merugi tidak semakin besar.
Hingga Agustus 2008, dampak krisis mengakibatkan jumlah penganggur di
Inggris melejit menjadi 1,79 juta orang atau 5,7 persen dari angkatan kerja. Menurut
International Labour Organization, inilah tingkat pengangguran terparah sejak Juli 1991,
Agus dkk. (2008).

11

[c]

Berikut adalah penyebab krisis ekonomi AS:

1. Hutang Amerika sudah membesar hingga mencapai 8.98 trilyun dollar AS sedangkan
Gross Domestik Produk (PDB) hanya 13 trilyun dollar AS. Artinya hutang AS sudah
mencapai 69% dari PDB nasional.
2. Terdapat pos pengurangan pajak korporasi sebesar 1.35 trilyun dollar yang nyata nyata
mengurangi pendapatan Amerika.
3. Sejak diserang teroris 9/11/2001, Amerika mulai menganggarkan dana untuk perang ke
Irak dan Afganistan. Akibat dari perang Irak adalah tidak amannya kehidupan dan
kemerosotan ekonomi di negara seribu satu malam itu. Meski sudah menggempur
Afganistan, Osama Bin Laden tidak tertangkap juga.
Akibatnya, dana anggaran perang Amerika sudah membesar akibat perang Korea,
Vietnam, Irak, dan Afganistan.
4. CFTC (Commodity Futures Trading Commision) sebuah lembaga pengawas keuangan
tidak mengawasi ICE (Inter Continental Exchange) yang merupakan sebuah badan
yang melakukan aktifitas perdagangan berjangka. ICE dikenal cukup berperan dalam
meningkatkan harga minyak berjangka/online hingga $147.
5. Subprime Mortgage. Pemberian kredit perumahan tanpa mereview penghasilan
peminat kredit telah membuat ketidakmampuan pelunasan kredit perumahan tersebut.
Surat utang properti tersebut dipegang oleh Merryl Lynch, Goldman Sachs, Northern
Rock,UBS, Mitsubishi UFJ. Akibatnya perusahaan-perusahaan yang disebutkan tadi
mengalami kebangrutan.
6. Keputusan FED dengan menetapkan suku bunga rendah mendekati nol sudah
mendorong spekulasi besar-besaran
Walaupun mengalami krisis dalam hal finansial namun Dolar Amerika tetap tak
tergoyahkan di perekonomian dunia. Hal ini diungkapkan Junanto (2009), kalau
Indonesia terkena krisis ekonomi, Rupiah pasti melemah. Kalau Thailand terkena krisis,
Baht juga pasti melemah. Di banyak negara lain, krisis yang terjadi akan berdampak pada
melemahnya nilai tukar. Namun ketika Amerika terkena krisis, Dollar justru menguat.
Ambruknya ekonomi, runtuhnya pasar keuangan, bertumbangannya pabrik, dan
melebarnya PHK di Amerika, seharusnya membuat Dollar melemah. Tapi yang terjadi

12

justru Dollar menguat.
Pertanyaan ini banyak muncul saat melihat Rupiah tertekan terhadap dollar di
penghujung 2008 dan memasuki 2009. ‘Pertanyaan iseng ini muncul lagi, saat saya
ngobrol-ngobrol dengan salah seorang pengamat ekonomi dalam “Diskusi Outlook
Ekonomi 2009” yang diadakan di Jakarta pekan lalu. Obrolan ini dilakukan sambil santai
sebelum diskusi dimulai’ ungkap Junanto (2009).
Economist dan pengamat yang hadir pada kesempatan itu antara lain Umar Juoro,
Mirza Adityaswara, Budi Hikmat, Purbaya Sadhewa, Yanuar Rizky, dan beberapa
pengamat lainnya. Hadir pula beberapa Deputi Gubernur BI seperti Dr Hartadi Sarwono
dan Dr Muliaman D Hadad. Diskusi memang lebih banyak membicarakan mengenai
outlook ekonomi 2009.
Pertanyaan kenapa Dollar menguat adalah pertanyaan umum masyarakat awam
dan menjadi perbincangan warung kopi sehari-hari saat terjadi krisis ekonomi. Saat krisis
melanda Amerika, banyak orang bersorak bahwa Amerika akan ambruk. Apalagi kalau
kita ingat krisis 1998 yang terjadi di Indonesia telah meluluhlantakkan rupiah. Namun
inilah kehebatan politik ekonomi Amerika Serikat, dan sekali lagi menunjukkan betapa
rentannya perekonomian Indonesia. Dollar justru makin hari makin menguat.
Masih menurut Junanto (2009), berikut adalah alasan-alasan mengapa Dollar
menguat ketika krisis global :
1. Saat terjadi krisis global, ekonomi seluruh dunia menghadapi gejolak yang
meningkat. Keketatan likuiditas di pasar keuangan dunia yang dipicu oleh
permasalahan subprime mortgage, meluas menjadi krisis kepercayaan. Sektor riil di
AS kemudian terkena imbas dari gejolak, yang mendorong pelemahan ekspansi
ekonomi dunia yang dalam. Krisis kepercayaan merambat ke seluruh dunia. Dalam
kondisi seperti ini, uang tak punya tuan. Uang tak punya nasionalisme. Mereka
bergerak liar mencari kandang, atau tempat yang paling aman. Terjadilah apa yang
dinamakan “flight to quality” atau pelarian modal pada asset yang paling bisa
dipercaya di muka bumi.
Kemana tempat yang masih bisa dipercaya? Dalam kondisi saling tak percaya,
asset T-Bills milik Bank Sentral AS (The Fed) dan Surat Berharga Pemerintah AS
dinilai masih lebih baik relatif dibanding asset di negara lain. Hal inilah yang

13

mendorong Dollar rame-rame “pulang kampung” ke AS. Inilah realita dari
kapitalisme. Arus keluar modal asing dari emerging markets terus berlangsung
dengan bebas. Proses ini ditambah lagi dengan upaya perusahaan di AS untuk
memperbaiki struktur neraca lembaga keuangannya. Mereka melakukan penyesuaian
portfolionya secara besar-besaran. Proses ini dikenal dengan istilah deleveraging.
2. Semacam konspirasi teori.
Bangkrutnya lembaga keuangan AS sudah terlihat ketika The Fed mengumumkan
terjadinya gagal bayar kredit perumahan (KPR) oleh nasabah pas-pasan (subprime
mortage). Saat nasabah mengambil KPR, bunganya rendah karena bunga acuan The
Fed (Fed rate) berada di satu persen. Masalah terjadi pada 2002, saat Amerika
mengalami masalah defisit neraca perdagangan dengan Cina (ekspor lebih kecil dari
impor). Untuk mengatasi defisit, bisa juga diatasi dengan operasi pasar di pasar kurs.
Nah, repotnya Cina tidak ikut rezim kurs pasar melainkan kurs tetap (fix rate).
Saat itu, The Fed meminta dana berlebih dari lembaga keuangan AS (global hedge
fund) untuk kembali ke “kampungnya” , agar likuiditas menjadi suporter di tim AS
bukan sebaliknya. Sekali lagi, inilah konsekuensi dari kapitalisme, yaitu uang tak
kenal nasionalisme. Untuk bisa pulang kampung, harus ada untung. Itulah, saat The
Fed menaikkan Fed rate yang agresif dimulai 2004 sampai ke 5,85%. Uang kembali,
tapi makan korban gagal bayar KPR yang lalu memerlukan koreksi The Fed
(September 2007) dengan menurunkan rate.
Di 2008, krisis makin bergulir. Lehman jatuh dan Fed membutuhkan dana besar
mencegah dampaknya ke AIG. Keluarlah mekanisme “bail out”. Awalnya publik
mengatakan ini sebagai karma BLBI, agar AS merasakan sendiri rasanya krisis.
Namun bail out ini baru awal cerita, setelah itu terjadi, uang yang dikeluarkan oleh
Pemerintah AS harus diganti. Saat itu yang terjadi adalah “devisa kertas”, karena bail
out diganti oleh kertas milik perusahaan. Pemerintah AS pun memerintahkan untuk
melakukan “force sale” atau memaksa perusahaan-perusahaan AS menjual
portfolionya di negara lain. Bursa duniapun rontok, termasuk Indonesia. Rupiahpun
melemah, namun dollar menguat karena dollar ramai-ramai “dipaksa” pulang
kampung.
Dalam media Kompas tahun 2009 ditulis bahwa nilai tukar dollar Amerika Serikat

14

terhadap mata uang lain di dunia sebaiknya tetap dipertahankan kuat karena posisi
pentingnya dalam perekonomian global. Atas dasar itu, Pemerintah Amerika Serikat
berniat memulihkan kembali kondisi fundamental perekonomiannya untuk meningkatkan
kepercayaan kepada pelaku ekonomi bahwa memegang dollar AS masih tetap aman
sebagai aset.
"Sangat penting bagi Amerika untuk tetap memiliki dollar yang kuat. Makanya,
kami tetap melanjutkan fokus pada perbaikan fundamental, memulihkan kepercayaan,
dan bukan hanya untuk menstabilkan sistem keuangan, melainkan juga memulihkan
ekonomi," ujar Menteri Keuangan Amerika Serikat Timothy Geithner saat menjawab
pertanyaan media dalam konferensi pers gabungan di Singapura, Kamis (12/11/2009).
Menurut Geithner, posisi penting nilai tukar dollar AS dalam setiap transaksi
perdagangan dunia membawa tanggung jawab kepada Amerika untuk menjadi sumber
stabilitas dan penguatan ekonomi global. Atas dasar itu, Amerika akan tetap meneruskan
reformasi dan menjadi rekan kerja yang kuat bagi negara-negara lain di Asia Pasifik.
"Kami akan bekerja sama untuk berhadapan langsung dengan tantangan ekonomi
yang dihadapi saat ini. Atas tantangan yang ada itu, Amerika memiliki tanggung jawab
dalam menghadapinya. Ini adalah pekerjaan yang tidak bisa kita lakukan sendirian.
Masalah ini hanya bisa dihadapi secara bersama-sama," ungkapnya.
Dalam situs liputan 6 tahun 2013 (http://bisnis.liputan6.com), saat itu Amerika
Serikat (AS) tengah memulihkan ekonominya. Tentu saja, para investor dibuat cemas
oleh pernyataan-pernyataan Bank Sentral Amerika (The Fed), dan juga eksperimeneksperimen Bank Sentral Jepang yang tak pernah dilakukan sebelumnya. Tak hanya itu,
kegelisahan juga disebabkan oleh langkah-langkah ekonomi Eropa dan krisis kredit di
China.
Para investor AS tak perlu khawatir dengan kondisi ekonomi AS. Sebuah laporan
terbaru yang dirilis kepala strategi pasar US Trust Joseph Quinlan, menunjukkan
kekuatan-kekuatan ekonomi dan pasar AS.
Bahkan AS disebut-sebut mampu terus merajai ekonomi global. Berikut 10 alasan
yang dimuat dalam situs milik liputan 6, kenapa Amerika Serikat bisa terus mendominasi
ekonomi global selama bertahun-tahun:
1. Ekonomi AS merupakan yang terbesar dan paling produktif di dunia

15

Dengan hanya 4,5% dari populasi dunia, Amerika menghasilkan satu per lima
dari produk domestik bruto (PDB) global. Ekonomi Amerika hampir dua kali lipat dari
China jika dihitung dalam bentuk dolar. Lebih dari itu, menurut sebuah laporan, Amerika
merupakan salah satu dari negara maju dengan PDB rill yang lebih tinggi dari jumlahnya
sebelum krisis.
2. Barang-barang manufaktur Amerika Serikat merupakan yang terbesar di dunia
Bidang manufaktur menghasilkan US$ 1,9 triliun pada 2012, naik 27% dari 2009.
Menurut US Trust, jumlah tenaga kerja di sektor tersebut meningkat hingga 500 ribu
orang sejak 2010.
3. AS merupakan satu dari eksportir-eksportir barang dan jasa terbesar di dunia
Pada saat terjadi resesi AS, ekspor-ekspor dihentikan. Namun pada 2012, total
ekspor mencapai US$ 2,2 triliun hampir mencapai 40% peningkatan dari 2009.
4. Para investor asing sangat menyukai AS
Menurut U.S Trust Aliran dana masuk Foreign Direct Investment AS pada tahuntahun pasca krisis menembus angka US$ 736 miliar. Jumlah tersebut setara dengan 15%
dari total pemasukan dunia. Dan sementara banyak orang ramai membahas investasi di
China, Amerika masih tetap memimpin.
5. Amerika memiliki merek-merek ternama dunia.
Pada 2008, 8 dari 10 merek ternama merupakan produk-produk buatan Amerika.
6. Teknologi AS paling maju di dunia
Masyarakat global berduyun-duyun datang ke Amerika untuk menjadi inovator
teknologi. AS merupakan rumah bagi para pemain bisnis di media sosial dan soal tingkat
pengeluaran di bidang teknologi, AS melebihi negara-negara lain.
7. Amerika memiliki kampus-kampus terbaik dunia
Para remaja di Amerika memiliki berbagai pengetahuan berharga dari universitasuniversitas terbaik dunia. Enam dari sepuluh universitas terbaik pada ajang '2012
Quacquarelli Symonds World Rankings’ ada di Amerika.
8. Dolar AS adalah rajanya mata uang dunia
Dolar AS merupakan mata uang cadangan dunia. Dari laporan US Trust tercatat,
dolar menyumbang sekitar 62% dari cadangan bank sentral global pada kuartal IV 2012.

16

Menurut IMF, jumlah tersebut berkurang sedikit sejak 2008 tetapi masih relatif konstan
selama bertahun-tahun pasca krisis. Dolar mampu menghancurkan Euro.
9. AS merupakan salah satu negara dengan ekonomi paling kompetitif
Dalam survei persaingan terbaru dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic
Forum), AS sempat merosot ke posisi ketujuh, turun dua peringkat. Namun, US Trust
memprediksi AS akan berada di tempat teratas ke depannya.
10. Amerika tengah berada di masa kebangkitan produksi energi
Banyak pecinta lingkungan yang menyesalkan kebangkitan produksi minyak
domestik AS. Jumlah impor minyaknya mencapai angka tertinggi dalam 16 tahun
terakhir. Berkat dibukanya shale di North Dakota, Oklahoma, dan Texas, AS tercatat
mengalami lonjakan besar produksi minyak.
Amerika di tahun 2015
Dalam situs berita financeroll di tahun 2015, (http://financeroll.co.id/news),
diberitakan bahwa Amerika Serikat kembali mengambil alih pimpinan ekonomi global
setelah 15 tahun lamanya singgasana itu diduduki Cina dan Negara-negara berkembang.
Tahun 2015 ini diperkirakan AS akan menikmati pertumbuhan ekonomi sebesar 3.2
persen. Ini akan menjadi sebuah catatan penting sebagai kinerja terbaiknya sejak 2005.
Membaiknya lapangan kerja AS mempercepat pertumbuhan angka konsumsi nasional.
Berbagai analisa yang diberikan oleh JPMorgan Chase & Co., Deutsche Bank AG
dan BNP Paribas SA. menyebutkan bahwa hasil dari membaiknya kondisi tersebut akan
membuat AS tidak lagi ketinggalan dengan pertumbuhan ekonomi global, sesuatu yang
sebelumnya belum terlihat sejak 1999, berdasarkan data dari International Monetary
Fund. Alhasil ini mengembalikan mahkota sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi
global. Kondisi AS saat ini adalah yang terbaik sejak 1990an.
Data terkini menunjukkan AS bangkit kembali, Departemen Tenaga Kerja AS
melaporkan pada Jumat (09/01) bahwa jumlah pembayaran upah (payrolls) mengalami
peningkatan sebesar 252 ribu selama bulan Desember 2014. Kenaikan ini sesuai dengan
tingkat pengangguran AS yang mengalami penurunan ke 5.6 persen, pencapaian ini
merupakan yang terbaik dengan angka pengangguran terendah sejak Juni 2008.
Pertumbuhan lapangan kerja ini merupakan hasil dari kenaikan lapangan kerja di sektorsektor pabrikan, layanan kesehatan, dan jasa. Sekitar 3 juta lebih rakyat AS menemukan

17

pekerjaan di 2014, angka ini merupakan yang paling besar sepanjang 15 tahun terakhir
ini. Dengan membaiknya lapangan kerja ini, optimis akan meningkatkan derajat
permintaan AS disaat kondisi pasar global masih lesu.
AS berhasil memisahkan diri dari sebagian negara didunia yang masih berjibaku
dengan krisis keuangan. Keberhasilan mereka dalam mengendalikan ledakan hutang
membuat AS keluar dari jeratan resesi yang paling buruk sejak era Great Depression.
Jumlah penghutang yang terlambat memenuhi pembayarannya mengalami penurunan
hingga sebesar 1,51 persen di kuartal ketiga 2014. Angka ini jauh dibawah rata-rata
dalam 15 tahun terakhir ini sebesar 2.3 persen, termasuk hutang kartu kredit dan
pinjaman properti dan kendaraan bermotor. Rumah tangga AS memang mendapatkan
manfaat dengan penguatan lapangan kerja saat ini, ditambah dengan jatuhnya harga
minyak mentah membuat pendapatan mereka lebih baik. Dari AAA dilaporkan bahwa
harga gasoline dinegeri itu mencapai harga termurahnya sejak Mei 2009 pada harga $2.13
per Galon pada 11 Januari kemarin.
Upah perjam memang masih menurun sebesar 0.2 persen dibulan lalu, menahan
laju kenaikan upah di AS. Meski demikian, hanya masalah waktu saja sebelum tingkat
upah melaju naik. Kenaikan upah akan berimbas pada potensi kenaikan tingkat belanja
rumah tangga. Masyarakat AS dikenal sebagai masyarakat konsumtif, dengan
kecenderungan membeli kendaraan baru, perlengkapan rumah tangga, pakaian dan lainlain. Tingkat belanja mereka di bulan November 2014 mencapai 0,6 persen atau
meningkat dua kali lipat dari bulan Oktober, ungkap Departemen Perdagangan AS di
Washington. Penjualan kendaraan ringan saja sepanjang tahun 2014 mampu terjual 16.5
juta, ini merupakan yang paling besar sejak 2006.
Perekonomian AS mampu menutup perjalanan akhir 2014 ini dengan manis.
Penguatan yang terjadi akan berdampak terhadap industri otomotif, yang diharapkan
mampu membukukan kenaikan secara beruntun dalam enam tahun ini pada 2015 dimana
diperkirakan penjualan tahun ini bisa mencapai 17 juta unit.
Pada 2013, tingkat konsumsi masyarakat AS mencapai $11.5 trilyun, angka ini
lebih besar daripada PDB negara lain di tahun ini, termasuk dengan Cina sendiri, ungkap
IMF di Washington. Data ini tidak hanya menunjukkan perbedaan yang menyolok
diantara negara, yang disebut purchasing power parity – dimana sering terkait dengan

18

laju inflasi suatu negara pula. Tahun ini, PDB AS diperkirakan akan tumbuh 3.7 persen,
naik dari tahun lalu yang mencapai 2.5 persen. AS akan memberikan kontribusi hampir
18 persen pada pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan tahun ini hanya akan
tumbuh 3.6 percen. Kontribusi AS masih yang tertinggi dibandingkan negara-negara
maju lainnya yang berkontribusi rata-raat sekitar 11 persen, sebagaimana laporan IMF
pada 9 Januari kemarin.
Ditengah penguatan yang terjadi di AS, negara-negara berkembang BRIC —
Brazil, Russia, India dan Cina mendapati masa-masa yang sulit . Dalam 15 tahun terakhir,
mereka sebelumnya menjadi pusat perhatian investor dunia. Peringkat kredit Brazil untuk
pertama kalinya diturunkan dalam satu dekade ini, sementara Rusia sendiri tengah
menghadapi resesi. Perekonomian negeri Beruang merah tersebut rentan dengan jatuhnya
harga minyak dan sanksi yang dijatuhkan Eropa. Dua negara asia, India dan Cina
mendapat perlambatan dalam pertumbuhan ekonomi mereka. Nampaknya peran negaranegara berkembang sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi global telah usai.
Brazil dan Rusia adalah dua negara BRIC yang paling diujung tanduk saat ini, kegagalan
mereka dalam menangani krisis keuangannya bisa menjadikan mereka kehilangan
mahkota sebagai negara berkembang. Meski demikin, selamban-lambannya pertumbuhan
ekonomi Cina, tetap saja kontribusi mereka ke perekonomian dunia masih lebih baik
daripada AS dilihat dari hasil berdasarkan purchasing power parity.
AS memang selangkah didepan diantara negara-negara maju lainnya, ungkap Paul
Mortimer-Lee, kapala ekonom BNP Paribas di New York. Presiden ECB Mario Draghi
dan para koleganya masih dengan kebijakan pembelian kembali aset mereka untuk
menghindari deflasi. Langkah ini sebelumnya manjur dilakukan oleh AS pada 2009.
Sementara kebijakan anggaran AS juga dianggap lebih efektif dari kawasan Euro, tambah
Mortimer-Lee.
Eropa sendiri disarankan Even Alberto Alesina, seorang profesor dari Harvard
University agar melakukan pemangkasan pajak secara agresif untuk meningkatkan
keuangan mereka. Sebaliknya, Jepang sendiri nampaknya memilih perekonomiannya
kembali sebagaimana saat resesi dengan menaikkan pajak konsumsi hingga sebesar 8
persen dari sebelumnya yang hanya 5 persen pada 1 April 2014.
BAB III

19

PENUTUP
Menurut liputan yang ditulis oleh VOA Indonesia, rencana Bank Sentral Amerika
Serikat, The Fed menaikkan suku bunga menurut beberapa kalangan akan berpengaruh
negatif terhadap perekonomian negara-negara lain termasuk Indonesia.
Langkah The Fed tersebut akan menarik mata uang dolar Amerika yang beredar
dan terserap di negara lain kembali ke Amerika dan otomatis membuat mata uang dolar
Amerika langka sehingga menjadi mahal dan nilai tukar rupiah melemah.
Menurut pengamat ekonomi dari The Habibie Center, Zamroni Salim di Jakarta, Sabtu
(17/1/2015) kekhawatiran pengamat dan beberapa pejabat pemerintah terkait rencana The
Fed menaikkan tingkat suku bunga berlebihan. Ia menegaskan rencana tersebut justru
dapat memacu produk-produk Indonesia mampu bersaing dengan negara lain karena akan
semakin banyak negara-negara ingin menjadikan Amerika sebagai tujuan ekspor.
Kondisi tersebut ditambahkannya dapat memacu produk-produk Indonesia
meningkatkan kualitas untuk mampu menembus pasar global, terutama pasar Amerika
Serikat.
“Tentu saja peran Amerika saat ini masih cukup besar dalam arti keputusan dia
untuk menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga The Fed itu mempengaruhi
pasokan uang dollar keseluruh dunia dan itu akan mempengaruhi tingkat suku bunga di
masing-masing negara yang melakukan perdagangan ataupun menggunakan uang dolar,
itu pertama," kata Zamroni Salim.
"Yang kedua kita perlu menggaris bawahi bahwa sebenarnya dominasi Amerika
dalam hal ini adalah dolar sudah mulai berkurang dengan adanya kekuatan euro,
kemudian juga yen maupun yuan dari China itu juga mulai mempunyai pertumbuhan
signifikan dalam mempengaruhi peta perdagangan dunia. Sebagian besar di negara besar
itu kan pasar dari kita, tetapi apapun keputusan yang dikeluarkan pemerintaholeh
Amerika menaikkan atau menurunkan akan mempengaruhitingkat daya saing produk
Indonesia dipasar luar negeri,” lanjutnya.
Dalam APBN Perubahan atau APBNP 2015 yang dalam waktu dekat akan
diajukan ke badan anggaran atau Banggar DPR RI, pemerintah mengasumsikan nilai
tukar rupiah sekitar Rp 12.200 per dolar Amerika, meningkat dari asumsi dalam RAPBN

20

2015 sekitar Rp 11.500 per dolar Amerika. Revisi tersebut menurut pemerintah realistis
karena dolar Amerika terus menguat.
Sebelumnya di hadapan para pengusaha muda, Presiden Joko Widodo
mengingatkan bagaimanapun kondisi perekonomian Indonesia tahun 2015 dan tahuntahun mendatang jumlah wirausaha harus terus meningkat. Kondisi tersebut menurut
presiden sangat membantu upaya menekan angka pengangguran dan angka kemiskinan.
Saat ini jumlah wirausaha di Indonesia sekitar dua persen dari total penduduk yaitu
sekitar 4 juta orang, jauh di bawah jumlah wirausaha negara- negara lain seperti Jepang
10 persen dan Singapura tujuh persen dari total penduduk masing-masing negara tersebut.
“Pengusaha tidak usah takut karena negara yang lain sudah grogi karena kita dianggap,
kalau prosentase katakanlah prosentase 10 persen saja sudah 25 juta, kalau prosentase 20
persen berarti 50 juta kita,” jelas Presiden Joko Widodo.
Dalam situs berita okezone juga dinyatakan bahwa Deputi Gubernur Bank
Indonesia Perry Warjiyo mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan tetap
bertumbuh baik jika dibandingkan dengan pertumbuhan di tahun sebelumnya.
Namun, Perry menyebutkan meski mampu tetap tumbuh, dolar Amerika Serikat
(AS) masih menjadi mata uang yang paling kuat bagi mata uang negara lainnya.
"Tentu saja ada beberapa risiko melihat yang akan disampaikan implikasinya, dari global
memungkinkan dari dolar yang strong, tahun ini dan tahun selanjutnya adalah tahunnya
dolar," kata Perry saat acara Outlook 2015 ANZ di Jakarta, Kamis (22/1/2015).
Tidak hanya itu, kondisi yang menjadi perhatian khusus pemerintah juga adalah
menurunnya harga komoditas nasional lantaran pertumbuhan perekonomian China
mengalami perlambatan.
"Slow down dari China implikasinya penurunan harga komoditas, indeks harga
komoditas masih bisa turun 4 persen, kelapa sawit dan batubara masih under pressured,"
tutupnya.
Singkat cerita, berbagai alasan mulai dari krisis kepercayaan hingga konspirasi
teori antara pemerintah AS dan the Fed, politik ekonomi Amerika masih bisa
menyelamatkan dollar. Permasalahannya adalah apakah gejala ini temporer (sementara)
atau tetap. Kita akan melihat nanti ke depan, seberapa kuat ekonomi AS dan Dollar AS
menahan kepercayaan ini.

21

Namun pelajaran yang dapat dipetik oleh kita adalah, kebijakan pemerintah dan
Bank Indonesia perlu lebih smart dalam membaca gejolak dan konspirasi pasar keuangan
global. Kita harus menghindari kebijakan panik dan berjangka pendek. Di sisi struktur
perekonomian, upaya membangun struktur industri yang kokoh di dalam negeri perlu
diintensifkan. Pertumbuhan ekonomi yang masih dilandasi oleh konsumsi, apalagi yang
ditopang impor, akan sangat rawan terhadap pelarian arus modal. Struktur pertumbuhan
ini akan lebih memunculkan banyaknya saudagar ketimbang industriawan.

22