Socrates Ringkasan dan Bagaimana Autos

APOLOGIA SOKRATES
Paper Pengantar Filsafat
Dosen:

Prof. Dr. Armada Riyanto CM

OLEH:
1.
2.
3.
4.

Agustinus Oswaldus Tae (09.09042.000042)
Yohanes Miha (09.09042.000043)
Nikodemus Iko (09.09042.000070)
Marcellius Ari Christy (09.09042.000071)

SEKOLAH TINGGI FILSAFAT TEOLOGI
WIDYA SASANA MALANG
2009


Ringkasan Apologi Socrates1
Apologi merupakan pidato pembelaan Socrates ketika ia dihadapkan ke pengadilan oleh
penuntut-penuntutnya. Pada waktu itu Socrates berumur 70 tahun dan untuk pertama kalinya
Socrates dihadapkan ke pengadilan. Dalam pengadilan tersebut, majelis yang mengadili Socrates
terdiri atas 501 orang warga negara.
Pada mulanya Sokrates mengatakan bahwa warga Athena telah terbujuk oleh lawanlawan Sokrates yang menipu warga Athena untuk mendakwa Sokrates. Satu hal yang membuat
Sokrates terperanjat ialah bahwa lawan-lawannya memperingatkan agar warga Athena tidak
terbujuk oleh Sokrates. Mereka menganggap Sokrates tidak mengakui adanya Tuhan. Sokrates
membela diri dan mengatakan bahwa lawan-lawannya tidak mengatakan kebenaran. Dalam
pembelaannya, ia tidak mau menggunakan kata-kata yang muluk, tetapi dengan kata-kata yang
lugas dan mengarah kepada kebenaran itu sendiri.
Ada dua golongan penuntut Socrates yaitu golongan penuntut lama dan golongan
penuntut baru. Golongan penuntut lama antara lain Anytus dan kawan-kawannya. Mereka
menuduh Socrates melakukan spekulasi tentang surga dan alam di bawah bumi. Dengan
kecerdikan dan kelihaiannya, ia memainkan kata-kata sedemikian rupa sehingga alasan yang
jelek menjadi alasan yang benar. Bagi Socrates tuduhan yang dilemparkan padanya tidak berbeda
dari komedi Aristophones, di mana dipertontonkan tokoh bernama Socrates yang suka melayanglayang di udara dan berbicara tentang segala hal yang tidak benar atau bohong.
Melakukan pembelaan terhadap tuduhan pertama bukan hal yang mudah bagi Socrates
karena para penuduhnya tidak hadir dalam persidangan itu. Socrates seakan-akan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tanpa ada orang-orang yang akan menjawabnya. Dengan kata lain

Socrates hanya melawan bayang-bayang mereka. Menurut penuntut-penuntutnya Socrates adalah
tokoh utama yang mengajarkan berbagai hal yang meresahkan warga negara. Menurut mereka
Socrates mengajarkan ateisme kepada kaum muda dengan mengatakan bahwa matahari hanyalah
batu dan bulan adalah bumi.
Socrates mengatakan bahwa ia tidak pernah melibatkan diri dengan spekulasi-spekulasi
tentang hal-hal yang dituduhkan padanya. Selain itu para penuntut Socrates mengatakan bahwa
Socrates adalah seorang guru dan mengambil keuntungan dari apa yang Socrates lakukan.
Menurut Socrates kaum sophistlah yang melakukan hal semacam itu seperti Gorgias, Prodicus,
Hippias, dll. Kaum sophist yaitu mereka yang memiliki kebijaksanaan dan mengajarkan apa
yang mereka miliki pada orang lain dan menarik keuntungan dari pekerjaan mereka. Menurut
Socrates para penuduhnyalah yang sering kali melakukan tindakan atau perbuatan itu dan bahkan
menurut Socrates mereka lebih buruk. Mereka mengatakan bahwa diri mereka bijaksana tetapi
ketika Socrates datang dan bertanya tentang kebijaksanaan ternyata mereka tidak tahu apa itu
kebijaksanaan. Bagi Socrates jika orang benar-benar memiliki kebijaksanaan maka mereka
pantas menerima keuntungan itu.
Menurut Socrates bahwa dirinya tidaklah bijaksana maka tentunya tidak mungkin ia
mengambil keuntungan dari kegiatan pengajaran itu sebagaimana yang dituduhkan kepada
dirinya. Tetapi ada satu hal yang membuatnya bingung yaitu bahwa menurut Orakel, dialah
orang yang paling bijaksana. Namun baginya itu tidak mungkin karena Socrates merasa dirinya
tidak bijaksana. Oleh karena itu untuk meyakinkan dirinya bahwa ia bukanlah orang yang

bijaksana seperti yang dikatakan para dewa maka Socrates mengambil dan melakukan suatu
putusan yaitu dengan cara mengembara, berguru, bertanya kepada orang yang dipandang oleh
kebanyakan orang adalah bijaksana.
1

Bijaksana dalam pengertian filsafat Yunani adalah pengetahuan. Oleh karena itu Socrates
pergi kepada orang yang pandai ilmu politik tetapi Socrates tidak mendapatkan sesuatu yang
mengatakan bahwa orang itu pandai ilmu politik. Lalu ia Socrates pergi kepada ahli hukum, lalu
kepada penyair dan kepada ahli filsafat tetapi Socrates tidak mendapat pengertian akan hal yang
dicarinya. Setiap pencariannya Socrates selalu memulai dengan pertanyaan “apakah”. Malahan
kaum muda suka meniru gaya Socrates bertanya. Karena keingintahuan yang dipandang baik
bagi Socrates itu justru membawa celaka bagi dirinya. Pencarian terhadap “kebijaksanaan”
membuat Socrates dimusuhi oleh banyak orang. Akibat dari kelakuan itu Socrates diseret ke
pengadilan. Socrates dituduh menyesatkan kaum muda dengan aneka ajaran yang tidak baik
tetapi sangat meyakinkan karena permainan lidah Socrates. Para penuduh Socrates yang utama;
Meletos mewakili kaum penyair, Anytos mewakili para pekerja tangan, dan Lycon mewakili para
ahli retorika pernah melakukan perdebatan dengan Socrates sehingga muncul tuduhan yang
dilemparkan kepada Socrates.
Golongan kedua yaitu golongan yang dikepalai oleh Meletos. Golongan ini melemparkan
tuduhan kepada Socrates bahwa Socrates adalah pelaku kejahatan, yang dengan sengaja merusak

kaum muda, dan tidak percaya kepada tuhan-tuhan yang diabdi oleh negara melainkan kepada
tuhan-tuhannya sendiri. Tetapi Socrates mengatakan bahwa Meletos sendirilah pelaku kajahatan.
Socrates juga berpendapat bahwa dirinya tidak pernah merusak kaum muda baik secara sengaja
maupun tidak sengaja. Socrates membela bahwa jika dirinya telah merusak kaum muda dengan
sengaja maka kaum muda telah menjadi rusak. Jika kaum muda telah rusak maka kaum muda
akan melakukan perusakan terhadap orang lain. Lalu apakah masih bisa Socrates dituduh telah
sengaja merusak kaum muda? Di sini jelas bahwa Socrates tidak ingin dikategorikan sebagai
pelaku perusakan terhadap kaum muda.
Tuduhan lain yang dilemparkan kepada Socrates yaitu bahwa Socrates tidak percaya
kepada dewa-dewa yang diabdi negara. Socrates dituduh ateis. Bahkan penuduhnya (Meletos)
bersumpah demi Zeus bahwa Socrates tidak percaya pada apa pun. Tetapi Socrates menimpali
tuduhan itu. Socrates menjawab bagaimana orang tidak percaya pada apapun, sementara ia
percaya dengan hal-hal yang berkaitan dengannya. Pastinya paling sedikit orang percaya pada
dirinya. Akhirnya Socrates merasa pembelaan atas dirinya sudah cukup. Socrates merasa dirinya
telah dibenci oleh dunia. Socrates tidak lagi terkejut jika kematianlah yang akan memisahkan
kebencian dunia dengan dirinya.
Lalu pengadilan mengambil putusan yang dicapai dengan pemungutan suara dan Socrates
dinyatakan bersalah. Meskipun demikian, Socrates merasa senang karena begitu banyak orang
yang membela dirinya. Atas tuntutan Meletos, Socrates dijatuhkan hukuman mati. Tetapi karena
kesalahan yang dibebankan kepada Socrates tidak tercakup hukumnya dalam undang-undang

yang berlaku, maka pengadilan mengijinkan Socrates mengusulkan hukuman yang menurutnya
sepadan dengan kesalahannya. Atas inspirasi Plato dan sahabat Socrates maka Socrates
mengusulkan pembayaran denda sebesar 30 mina.
Pengadilan melakukan pemungutan suara lagi. Akan tetapi hukuman matilah yang
diputuskan bagi dirinya. Akhirnya Socrates menerima putusan itu. Sebelum Socrates menjalani
hukuman mati ia menimpali bahwa dirinya mempunyai keluarga dan anak-anak. Socrates
meminta untuk menghukum anak-anaknya jika mereka telah dewasa dan lebih mengutamakan
harta benda daripada berbuat kebaikan sehingga Socrates merasa diperlakukan secara adil antara
dirinya dan anak-anaknya. Lalu Socrates mengutarkan kalimat terakhir. Ia mengatakan hanya
Tuhanlah yang tahu mana yang baik antara hidup dan mati. Akhirnya Socrates menjalani
hukuman mati dengan meminum racun.
2

Bagaimana Socrates Berfilsafat
Sangat menarik, apa yang dilakukan oleh Socrates dalam berfilsafat. Socrates, dalam
permenungannya akan segala sesuatu, senantiasa mencari “Apa?” tentang segala sesuatu. Ia
memulai filsafatnya dengan “Apakah...?” Tentunya permenungan-permenungan ini merupakan
bagian dalam kehidupan pribadinya. Dalam pikirannya, ia mencari kebenaran akan suatu hal.
Dengan demikian ia tahu hakikat segala sesuatu yang ia lihat, dengar, dan rasakan.
Memang hal ini bukanlah hal yang asing bagi kita, karena kita dapat melihat, dan bahkan

kita sendiri mengalaminya bahwa semenjak kecil manusia memiliki kuriositas yang tinggi. Rasa
ingin tahu merupakan hakikat manusia itu sendiri. Kebutuhan akan pengetahuan ini tak lain
merupakan proyeksi diri manusia akan dirinya. Ingin tahu akan hal-hal di sekitarnya merupakan
cerminan manusia terhadap dirinya sendiri. Manusia ingin mengenal jati dirinya sebagai
manusia. Apa itu...? Mengapa...? Bagaimana...? Ungkapan-ungkapan ini merupakan cetusan
intuisi manusia atas berbagai hal di sekitarnya, dan terlebih atas keberadaannya.
Socrates memberikan cara baru yang dipandang konyol, tetapi melalui cara inilah dia
ingin menunjukkan bagaimana proses berfilsafat itu sebenarnya. Socrates membuktikan sendiri
keberhasilan cara yang digunakannya walaupun harus menempuh resiko yang besar. Apa yang
dialami Socrates ternyata tidak membuat cara yang digunakannya ini hilang. Bahkan pada
akhirnya banyak orang yang menggunakan cara ini untuk mengerti sesuatu. Cara yang digunakan
Socrates menjadi cara yang sering digunakan bahkan dipelajari secara khusus yang disebut
Dialektika. Metode yang digunakan seperti yang dilakukan Socrates yaitu metode dialog.
Metode dialog2:
1. Ketidaktahuan (afirmasi tidak tahu)
2. Ironi (berpura-pura tidak tahu)
3. Konvutasi (elenchus) perdebatan, lawan diangkat sampai pada superioritas
4. Maiotika, seni mengeluarkan segala pengetahuan
Sokrates dalam berfilsafat bersama lawan bicaranya, selalu menempatkan diri sebagai
orang bodoh. Ia menganggap dirinya sebagai orang yang tidak tahu apa-apa. Sebaliknya, ia

mengangkat dan memuji para ahli sebagai orang yang sangat banyak tahu baik atas bidangnya
sendiri maupun pengetahuan di bidang-bidang lainnya. Di hadapan ahli hukum, ia menganggap
dirinya tidak tahu sama sekali tentang hukum. Di hadapan para negarawan, ia menganggap
dirinya tidak tahu-menahu perihal negara. Di hadapan para pekerja tangan, ia menganggap
dirinya tidak tahu apa pun tentang apa yang mereka lakukan.
Atas dasar inilah ia memulai filsafatnya dengan bertanya, “Apakah....?” Apakah hukum?
Apakah negara? Apakah kerja tangan itu? 3 Pertanyaan awal itu dilanjutkan dengan pertanyaanpertanyaan yang didasarkan atas jawaban-jawaban lawan bicaranya. Unsur-unsur atau kata kunci
yang digunakan para lawannya untuk menjawab digunakannya untuk mengajukan pertanyaan
berikutnya. Demikian seterusnya sampai pada titik di mana lawan bicaranya tidak lagi mampu
menjawab pertanyaan Socrates.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Socrates kepada lawan-lawannya ini tentunya
bukanlah pertanyaan yang sembarangan atau asal bertanya. Socrates dengan teliti dan kritis
melihat bagaimana lawan-lawannya membangun argumentasi sampai titik di mana akhirnya para
lawannya harus menyerah. Dengan melihat bangunan argumen inilah Socrates berani
menyimpulkan bahwa seorang yang mengaku ahli dan tahu segala sesuatu sebenarnya tidak tahu
apa-apa sama sekali.

3

Cara berfilsafat Socrates inilah yang membuat para lawannya jengkel dan marah.

Bagaimana tidak, setelah disanjung dan dipuji-puji, mereka dijatuhkan dengan telak melalui
pertanyaan-pertanyaan Socrates. Belum lagi percakapan-percakapan yang dilakukan Socrates
hampir selalu dilakukan di hadapan khalayak umum. Tentunya mereka sangat malu diperlakukan
demikian oleh Socrates. Kendati demikian, ini bukanlah maksud dan tujuan Socrates dalam
berfilsafat. Yang ia lakukan semata-mata ialah hanya demi mencari kebenaran.
Meskipun Socrates dimusuhi banyak orang, tidak sedikit pula orang-orang yang tertarik
dengan Socrates karena caranya untuk menggali pengetahuan. Mereka tertarik dengan gaya
Socrates berbicara dengan para ahli yang nota bene merupakan orang-orang yang menganggap
dirinya sudah (banyak) tahu tentang berbagai hal, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan
bidangnya. Sebagian besar orang yang tertarik dan mengikutinya ialah orang-orang muda.
Karena itu, Socrates dituduh meracuni pikiran anak-anak muda dengan caranya mencari
kebenaran.
Berkaitan dengan kepercayaan – yang juga menjadi pokok bahasan dalam tuduhan
terhadapnya – Socrates menggunakan argumentasi yang logis. “Apakah ada seseorang yang
percaya akan hal-hal manusiawi tetapi tidak mempercayai adanya manusia? Adakah seseorang
yang percaya akan kemahiran memacu kuda tanpa percaya akan adanya kuda?” Dalam hal ini
Socrates ingin mengatakan bahwa adalah suatu kontradiksi jika mengatakan seseorang
mempercayai segala sesuatu, tetapi ia tidak percaya akan “adanya apa” yang ia percayai
tersebut. Socrates mengatakan penuduhnya tidak bersungguh-sungguh dalam hal ini, karena apa
yang dituduhkan kepadanya tidak dapat diterima. Sekalipun Socrates membela dirinya dari

tuduhan-tuduhan semacam ini, Socrates tetap dihukum mati, karena warga Athena tidak dapat
menerima kebenaran yang diajarkan oleh Socrates.
Dari Socrates kita dapat belajar bahwa untuk memulai proses berfilsafat, dibutuhkan
sikap untuk berani merendahkan hati dan merendahkan diri. Bukanlah maksud untuk
menjatuhkan orang, melainkan untuk mencapai kebenaranlah maka kita perlu melakukannya.
Seperti anak kecil yang tidak tahu apa-apa, kita mengosongkan diri dari segala ke-“tahu”-an kita.
Namun menjadi seperti anak kecil ini tidak berhenti hanya pada kekosongan pikiran, melainkan
mengumpulkan semua argumen, mengolahnya, dan mengkritisi segala sesuatu yang diperoleh
melalui proses berpikir tersebut.
Dalam hal ini sikap kritis sangat dibutuhkan. Hal ini penting mengingat argumenargumen yang dibangun dalam suatu diskusi, digunakan untuk melangkah ke tahap pemikiran
berikutnya. Tanpa hal ini suatu pertanyaan atau jawaban hanya akan menjadi kosong, tak berisi.
Padahal, filsafat memiliki hakikat mencari kebenaran. Kebenaran yang terkandung dalam filsafat
tidak akan kita ketahui jika hanya diam dan mendengarkan saja. Sikap kritis inilah yang mampu
membawa kita kepada suatu penemuan yang luar biasa mengenai segala sesuatu yang ada,
termasuk kebenaran itu sendiri.
Socrates melalui cara yang sederhana telah memberikan sesuatu yang sangat bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan di segala bidang. Contoh sederhana, secara tidak sadar
kita pun sering mengunakan cara ini jika kita merasa bingung, atau belum mengerti akan suatu
hal. Dengan ajarannya ini Sokrates telah menyentuh dasar pengetahuan itu sendiri yaitu bertanya.
Inilah ciri khas ajaran Sokrates yang membedakannya dari para filosof sebelumnya. Dia tidak

muncul dengan teori-teori untuk mengungkapkan suatu kebenaran,tetapi dengan cara atau
metode tertentu. Ini juga yang membuat ajarannya menarik untuk dipelajari. Namun sangat
disayangkan tidak ada data lengkap yang bisa ditemukan sehingga masih banyak hal yang
seharusnya perlu diketahui tetapi tidak bisa ditemukan.
4

1 Diringkas berdasarkan Apologia; Pidato Pembelaan Socrates yang Diabadikan Plato (Fuad Hasan; Bulan Bintang,
Jakarta, 1973.)
2 P. Valentinus, CP dalam kuliah tatap muka Sejarah Filsafat Barat; Yunani, Senin, 26 November 2009.
3 Bdk. Armada Riyanto CM, Dr, Catatan Kuliah Pengantar Filsafat 2001, dalam Pengantar Filsafat, Malang: STFT
Widya Sasana, 2008, hal. 2.

Kepustakaan
Bertens, Kees, Dr. Sejarah Filsafat Yunani. Jakarta: Penerbit Kanisius, 1988.
Hasan, Fuad. Apologia; Pidato Pembelaan Socrates yang Diabadikan Plato. Jakarta: Bulan
Bintang. 1973.
Rahmat, Iohanes. Sokrates dalam Terminologi Plato; Sebuah Pengantar dan Terjemahan Teks.
Jakarta: Gramedia, 2009.
Riyanto, Armada, Dr. Catatan Kuliah Pengantar Filsafat 2001. Malang: STFT Widya Sasana. 2008.