Korelasi antara Mediasi dan Negosiasi
Korelasi antara Mediasi dan Negosiasi
Sebelumnya, penulis telah membahas tentang tahap-tahap yang ada dalam proses negosiasi
yaitu, tahap persiapan dan tahap perundingan yang masing-masing tahap terbagi kembali
menjadi beberapa tahap. Tahapan-tahapan yang ada dalam proses negosiasi juga digunakan
sebagai ‘arena’ untuk menerapkan strategi-strategi dan taktik negosiasi yang akan dilakukan.
Walaupun telah mempersiapkan strategi dan taktik, serta menjalankan prosedur-prosedur
negosiasi dengan benar, namun, adanya kemungkinan kegagalan dan hambatan dalam
negosiasi tidak dapat terelakkan.
Salah satu hambatan yang dihadapi dalam proses negosiasi yaitu, situasi deadlock. Situasi
deadlock sendiri merupakan suatu keadaan dimana masing-masing pihak yang bersangkutan
dalam proses negosiasi, tidak dapat mencapai kesepakatan pada tahap perundingan, kemudian
para negosiator tidak dapat menemukan solusi atau menemukan jalan buntu atas peundingan
yang terjadi (Guntur, 2010). Deadlock, biasanya identik dengan situasi dimana masingmasing pihak mendekati situasi lose-lose, karena biasanya kedua belah pihak terlalu
memaksakan kepentingannya sehingga melanggar batas-batas
yang telah ditentukan
sebelumnya. Namun, pihak-pihak yang bernegosiasi harus tetap berusaha untuk mencari
solusi atas deadlock yang terjadi. Terdapat setidaknya tiga solusi yaitu, mediasi, konsiliasi,
dan arbitrase (Guntur, 2010). Kali ini, penulis akan membahas tentang mediasi.
Mediasi merupakan cara untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang terjadi di
antara pihak yang bersengketa melalui proses musyawarah untuk kembali mencapai mufakat
dibantu oleh pihak lain di luar pihak yang bersengketa. Sama halnya seperti negosiasi yang
memiliki negosiator untuk menjalankannya, begitu pula dengan mediasi. Pihak lain yang
melakukan atau membantu jalannya mediasi disebut dengan mediator. Mediator dalam proses
mediasi sendiri tidak berhak untuk memaksakan solusi yang diajukan kepada pihak-pihak
yang bertikai. Keputusan untuk menyetujui saran mediator tetap berada di tangan masingmasing pihak yang bertikai (Pengadilan Negeri Labuha, t.t). Setidaknya terdapat tiga unsur
penting dalam proses mediasi yang dilaksanakan. Unsur pertama yaitu, terdapat mediator
sebagai pihak yang menjalankan mediasi. Unsur kedua yaitu, terdapat pihak-pihak yang
bersengketa yang permasalahannya tidak dapat diselesaikan oleh masing-masing pihak
tersebut sendiri. Kemudian, unsur yang ketiga yaitu, permasalahan yang tidak dapat
diselesaikan oleh pihak-pihak yang bernegosiasi itu sendiri (Salamah, 2015).
Selain unsur-unsur yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa prinsip yang dianut dalam
proses negosiasi. Prinsip yang pertama yaitu, menjaga rahasia proses; proses mediasi antara
pihak yang bersengketa tidak boleh disebarluaskan. Kedua, sukarela; mediasi yang dilakukan,
harus didasari dengan keinginan atau persetujuan dari pihak yang berkonflik sendiri.
Kemudian yang ketiga yaitu, pemberdayaan. Keempat, mediator yang dipilih harus benarbenar bersifat netral yang artinya tidak memihak salah satu pihak saja. Kelima, mediasi
sebisa mungkin harus dapat menyediakan solusi-solusi yang unik dan beragam bagi pihakpihak yang berkonflik agar para pihak yang berkonflik dapat berunding juga secara matang
untuk memilih saran yang diajukan oleh sang mediator (Abbas, 2009).
Peran dan fungsi mediator, tergantung pada model atau jenis mediasi yang digunakan.
Terdapat setidaknya tiga macam mediasi. Pertama, mediasi fasilitatif; kedua, mediasi
evaluatif; dan yang ketiga yaitu, mediasi transformatif. Pada jenis mediasi yang pertama,
yaitu mediasi fasilitatif; peran mediator dapat dikatakan tidak terlalu banyak, karena pada
jenis mediasi ini, mediator berperan untuk mendorong para pihak yang berkonflik dan
berusaha meningkatkan komunikasi antarpihak yang berkonflik, sehingga pihak yang
berkonflik dapat bersatu kembali untuk menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi,
serta mendapatkan solusi yang disepakati oleh masing-masing pihak (Palmer dan Roberts,
1998).
Kemudian, jenis mediasi yang kedua yaitu, mediasi evaluatif; pada jenis mediasi ini, peran
mediator sedikit lebih banyak daripada mediator yang menggunakan jenis mediasi fasilitatif.
Mediator mulai terlibat dalam memengaruhi proses dan hasil mediasi. Pada mediasi evaluatif,
mediator akan mengevaluasi perihal kebutuhan dan posisi masing-masing pihak, kemudian
akan mengajukan pilihan saran-saran untuk menyelesaikan masalah di antara pihak-pihak
yang bersengketa (Palmer dan Roberts, 1998).
Kemudian, jenis mediasi yang ketiga yaitu, mediasi transformatif. Mediasi transformatif
sebenarnya hampir sama dengan mediasi evaluatif. Mediator pada mediasi transformatif juga
berusaha
untuk
memengaruhi
pihak-pihak
yang
berkonflik
untuk
menyelesaikan
permasalahannya dengan memahami posisi masing-masing pihak, kemudian memberikan
saran terhadap permasalahan yang terjadi sehingga pihak-pihak yang berkonflik dapat
melihat atau menemukan solusi dari sudut pandang yang berbeda, serta akan memberikan
dampak yang baik tidak hanya bagi pihak yang bernegosiasi, namun juga bagi masyarakatnya
(Folger dan Bush, 1994).
Mediasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan mediasi yaitu, mediasi memberikan
kemungkinan untuk dapat meredakan ketegangan yang terjadi di antara pihak yang
berkonflik. Kemudian, mediasi juga dapat memberikan sudut pandang berbeda yang diajukan
oleh mediator untuk lebih membuka pikiran masing-masing pihak yang bersengketa terhadap
solusi-solusi lain yang dapat dicapai. Kekurangan dari mediasi yaitu, mediasi yang dilakukan
tidak selalu efektif dan tidak selalu berhasil. Kemudian, waktu dan fasilitas yang diperlukan
untuk mediasi cenderung lebih banyak (Lewicki, 2012). Selain itu, kegagalan mediasi, bukan
tidak mungkin, juga akan menimbulkan permasalahan yang lebih besar lagi.
Dari semua tulisan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa, negosiasi dan mediasi sangat
berkaitan erat terutama saat terjadi situasi deadlock di antara pihak-pihak yang bernegosiasi.
Mediasi tentunya juga berkaitan dengan hubungan internasional. Mediasi akan membantu
aktor-aktor atau negara-negara di lingkup internasional untuk menyelesaikan permasalahanpermasalahan yang terjadi dengan memberikan sudut pandang berbeda untuk solusi dan
kemungkinan penyelesaian masalah yang lebih beragam untuk kembali bersatu mengambil
keputusan untuk mencapai kepentingan masing-masing pihak yang bersengketa. Mediator
merupakan pihak ketiga yang bertindak untuk melakukan mediasi di antara pihak-pihak yang
bermasalah.
Referensi :
Abbas, Syahrizal. 2009. Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan
Mediasi Nasional. Jakarta: Kencana.
Folger, J., dan Bush, R., 1994. The Promise of Mediation: Responding to Conflict through
Empowerment and Recognition. San Francisco: Jossey-Bass Publishers.
Guntur, Agus. 2010. Strategi Negosiasi. STEKPI: School of Business and Management.
Lewicki, Roy J., et.al., 2012. Negosiasi (terj. M. Yusuf Hamdan, Negotiation, 6th ed.).
Jakarta: Salemba Humanika.
Palmer, M., dan Roberts, S., 1998. Dispute Processes: ADR and Primary Forms of Decision
Making. London: Butterworth.
Pengadilan Negeri Labuha Halmahera Selatan. t.t. Pengertian Mediasi [Online]. Tersedia
dalam:
http://www.pn-labuha.go.id/index.php/layanan-publik/mediasi/pengertian-
mediasi [Diakses pada, 9 Desember 2015].
Salamah, Lilik U., 2015. Mediasi [Materi disampaikan pada perkuliahan Negosiasi dan
Diplomasi]. Surabaya: Universitas Airlangga, Dep. Hubungan Internasional [Pada, 10
Desember 2015].
Sebelumnya, penulis telah membahas tentang tahap-tahap yang ada dalam proses negosiasi
yaitu, tahap persiapan dan tahap perundingan yang masing-masing tahap terbagi kembali
menjadi beberapa tahap. Tahapan-tahapan yang ada dalam proses negosiasi juga digunakan
sebagai ‘arena’ untuk menerapkan strategi-strategi dan taktik negosiasi yang akan dilakukan.
Walaupun telah mempersiapkan strategi dan taktik, serta menjalankan prosedur-prosedur
negosiasi dengan benar, namun, adanya kemungkinan kegagalan dan hambatan dalam
negosiasi tidak dapat terelakkan.
Salah satu hambatan yang dihadapi dalam proses negosiasi yaitu, situasi deadlock. Situasi
deadlock sendiri merupakan suatu keadaan dimana masing-masing pihak yang bersangkutan
dalam proses negosiasi, tidak dapat mencapai kesepakatan pada tahap perundingan, kemudian
para negosiator tidak dapat menemukan solusi atau menemukan jalan buntu atas peundingan
yang terjadi (Guntur, 2010). Deadlock, biasanya identik dengan situasi dimana masingmasing pihak mendekati situasi lose-lose, karena biasanya kedua belah pihak terlalu
memaksakan kepentingannya sehingga melanggar batas-batas
yang telah ditentukan
sebelumnya. Namun, pihak-pihak yang bernegosiasi harus tetap berusaha untuk mencari
solusi atas deadlock yang terjadi. Terdapat setidaknya tiga solusi yaitu, mediasi, konsiliasi,
dan arbitrase (Guntur, 2010). Kali ini, penulis akan membahas tentang mediasi.
Mediasi merupakan cara untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang terjadi di
antara pihak yang bersengketa melalui proses musyawarah untuk kembali mencapai mufakat
dibantu oleh pihak lain di luar pihak yang bersengketa. Sama halnya seperti negosiasi yang
memiliki negosiator untuk menjalankannya, begitu pula dengan mediasi. Pihak lain yang
melakukan atau membantu jalannya mediasi disebut dengan mediator. Mediator dalam proses
mediasi sendiri tidak berhak untuk memaksakan solusi yang diajukan kepada pihak-pihak
yang bertikai. Keputusan untuk menyetujui saran mediator tetap berada di tangan masingmasing pihak yang bertikai (Pengadilan Negeri Labuha, t.t). Setidaknya terdapat tiga unsur
penting dalam proses mediasi yang dilaksanakan. Unsur pertama yaitu, terdapat mediator
sebagai pihak yang menjalankan mediasi. Unsur kedua yaitu, terdapat pihak-pihak yang
bersengketa yang permasalahannya tidak dapat diselesaikan oleh masing-masing pihak
tersebut sendiri. Kemudian, unsur yang ketiga yaitu, permasalahan yang tidak dapat
diselesaikan oleh pihak-pihak yang bernegosiasi itu sendiri (Salamah, 2015).
Selain unsur-unsur yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa prinsip yang dianut dalam
proses negosiasi. Prinsip yang pertama yaitu, menjaga rahasia proses; proses mediasi antara
pihak yang bersengketa tidak boleh disebarluaskan. Kedua, sukarela; mediasi yang dilakukan,
harus didasari dengan keinginan atau persetujuan dari pihak yang berkonflik sendiri.
Kemudian yang ketiga yaitu, pemberdayaan. Keempat, mediator yang dipilih harus benarbenar bersifat netral yang artinya tidak memihak salah satu pihak saja. Kelima, mediasi
sebisa mungkin harus dapat menyediakan solusi-solusi yang unik dan beragam bagi pihakpihak yang berkonflik agar para pihak yang berkonflik dapat berunding juga secara matang
untuk memilih saran yang diajukan oleh sang mediator (Abbas, 2009).
Peran dan fungsi mediator, tergantung pada model atau jenis mediasi yang digunakan.
Terdapat setidaknya tiga macam mediasi. Pertama, mediasi fasilitatif; kedua, mediasi
evaluatif; dan yang ketiga yaitu, mediasi transformatif. Pada jenis mediasi yang pertama,
yaitu mediasi fasilitatif; peran mediator dapat dikatakan tidak terlalu banyak, karena pada
jenis mediasi ini, mediator berperan untuk mendorong para pihak yang berkonflik dan
berusaha meningkatkan komunikasi antarpihak yang berkonflik, sehingga pihak yang
berkonflik dapat bersatu kembali untuk menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi,
serta mendapatkan solusi yang disepakati oleh masing-masing pihak (Palmer dan Roberts,
1998).
Kemudian, jenis mediasi yang kedua yaitu, mediasi evaluatif; pada jenis mediasi ini, peran
mediator sedikit lebih banyak daripada mediator yang menggunakan jenis mediasi fasilitatif.
Mediator mulai terlibat dalam memengaruhi proses dan hasil mediasi. Pada mediasi evaluatif,
mediator akan mengevaluasi perihal kebutuhan dan posisi masing-masing pihak, kemudian
akan mengajukan pilihan saran-saran untuk menyelesaikan masalah di antara pihak-pihak
yang bersengketa (Palmer dan Roberts, 1998).
Kemudian, jenis mediasi yang ketiga yaitu, mediasi transformatif. Mediasi transformatif
sebenarnya hampir sama dengan mediasi evaluatif. Mediator pada mediasi transformatif juga
berusaha
untuk
memengaruhi
pihak-pihak
yang
berkonflik
untuk
menyelesaikan
permasalahannya dengan memahami posisi masing-masing pihak, kemudian memberikan
saran terhadap permasalahan yang terjadi sehingga pihak-pihak yang berkonflik dapat
melihat atau menemukan solusi dari sudut pandang yang berbeda, serta akan memberikan
dampak yang baik tidak hanya bagi pihak yang bernegosiasi, namun juga bagi masyarakatnya
(Folger dan Bush, 1994).
Mediasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan mediasi yaitu, mediasi memberikan
kemungkinan untuk dapat meredakan ketegangan yang terjadi di antara pihak yang
berkonflik. Kemudian, mediasi juga dapat memberikan sudut pandang berbeda yang diajukan
oleh mediator untuk lebih membuka pikiran masing-masing pihak yang bersengketa terhadap
solusi-solusi lain yang dapat dicapai. Kekurangan dari mediasi yaitu, mediasi yang dilakukan
tidak selalu efektif dan tidak selalu berhasil. Kemudian, waktu dan fasilitas yang diperlukan
untuk mediasi cenderung lebih banyak (Lewicki, 2012). Selain itu, kegagalan mediasi, bukan
tidak mungkin, juga akan menimbulkan permasalahan yang lebih besar lagi.
Dari semua tulisan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa, negosiasi dan mediasi sangat
berkaitan erat terutama saat terjadi situasi deadlock di antara pihak-pihak yang bernegosiasi.
Mediasi tentunya juga berkaitan dengan hubungan internasional. Mediasi akan membantu
aktor-aktor atau negara-negara di lingkup internasional untuk menyelesaikan permasalahanpermasalahan yang terjadi dengan memberikan sudut pandang berbeda untuk solusi dan
kemungkinan penyelesaian masalah yang lebih beragam untuk kembali bersatu mengambil
keputusan untuk mencapai kepentingan masing-masing pihak yang bersengketa. Mediator
merupakan pihak ketiga yang bertindak untuk melakukan mediasi di antara pihak-pihak yang
bermasalah.
Referensi :
Abbas, Syahrizal. 2009. Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan
Mediasi Nasional. Jakarta: Kencana.
Folger, J., dan Bush, R., 1994. The Promise of Mediation: Responding to Conflict through
Empowerment and Recognition. San Francisco: Jossey-Bass Publishers.
Guntur, Agus. 2010. Strategi Negosiasi. STEKPI: School of Business and Management.
Lewicki, Roy J., et.al., 2012. Negosiasi (terj. M. Yusuf Hamdan, Negotiation, 6th ed.).
Jakarta: Salemba Humanika.
Palmer, M., dan Roberts, S., 1998. Dispute Processes: ADR and Primary Forms of Decision
Making. London: Butterworth.
Pengadilan Negeri Labuha Halmahera Selatan. t.t. Pengertian Mediasi [Online]. Tersedia
dalam:
http://www.pn-labuha.go.id/index.php/layanan-publik/mediasi/pengertian-
mediasi [Diakses pada, 9 Desember 2015].
Salamah, Lilik U., 2015. Mediasi [Materi disampaikan pada perkuliahan Negosiasi dan
Diplomasi]. Surabaya: Universitas Airlangga, Dep. Hubungan Internasional [Pada, 10
Desember 2015].