Makalah Pencegahan dan Penanggulangan An

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) yang memiliki keaneka ragaman
baik dilihat dari segi ras, agama, bahasa, suku bangsa dan adat istiadat, serta kondisi faktual
ini disatu sisi merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsabangsa lain yang tetap harus dipelihara. Keanekaragaman tersebut juga mengandung potensi
konflik yang jika tidak dikelola dengan baik dapat mengancam keutuhan, persatuan dan
kesatuan bangsa, seperti gerakan separatisme yang ingin memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan kepentingan
yang dapat mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa.
Ancaman disintegrasi bangsa dibeberapa bagian wilayah sudah berkembang sedemikian kuat.
Bahkan mendapatkan dukungan kuat sebagian masyarakat, segelintir elite politik lokal
maupun elite politik nasional dengan menggunakan beberapa issue global Issue tersebut
meliputi issu demokratisasi, HAM, lingkungan hidup dan lemahnya penegakan hukum serta
sistem keamanan wilayah perbatasan. Oleh sebab itu, pengaruh lingkungan global dan
regional mampu menggeser dan merubah tata nilai dan tata laku sosial budaya masyarakat
Indonesia yang pada akhirnya dapat membawa pengaruh besar terhadap berbagai aspek
kehidupan termasuk pertahanan keamanan.
Untuk itu pembangunan dan pengamanan wilayah NKRI harus dilakukan melalui pendekatan
beberapa aspek, terutama aspek demarkasi dan delimitasi garis batas negara, disamping itu
melalui


pendekatan

pembangunan

kesejahteraan,

politik,

hukum,

dan

keamanan.

Pembangunan nasional yang diharapkan dapat menghasilkan kemajuan di berbagai bidang
kehidupan masyarakat. Sehingga dapat dijadikan sebagai landasan yang kokoh dalam upaya
mencapai masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tentram dan sejahtera
lahir dan batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang berlandaskan
Pancasila, pada kenyataannya belum terwujud.


Pancasila sebagai ideologi negara yang

lahir dari ide-ide bangsa yang mengandung nilai-nilai hakiki semakin terkikis oleh ideologi
asing. Inilah berbagai permasalahan yang kita hadapi dan menjadi tantangan kita bersama.
Menghadapi situasi dan kondisi demikian kita harus memiliki satu visi. Baik para pemimpin
pemerintahan, sipil maupun militer, juga para elite politik, tokoh masyarakat, tokoh agama
dan tokoh partai serta media massa.
1.2. Rumusan Masalah
1.

Pencegahan dan Penanggulangan Ancaman Disintegrasi Bangsa!

2.

Ancaman Disintegrasi Bangsa!

3.

Antisipasi Disintegrasi Bangsa!


ii

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Otonomi Daerah dan Disintegrasi Bangsa.
Ada dua jenis desentralisasi yaitu dekonsentrasi dan desentralisasi demokratik (Democratic
decentralization). Dekonsentrasi adalah suatu proses di mana departemen pusat menyerahkan
fungsi dan tugas khusus pada pejabat lapangan di daerah-daerah. Wewenang dan otoritas
anggaran dan administrasi tetap berada di pemerintah pusat. Otonomi pada periode Orde
Baru lebih banyak berbentuk dekonsentrasi, sedangkan pada pasca Orde Baru sekarang ini,
otonomi daerah dimaksudkan berbentuk desentralisasi demokratik.
Prinsip desentralisasi demokratik adalah, bahwa pemerintah lokal bertanggung jawab pada
warganya melalui pemilu yang teratur ataupun melalui mekanisme yang lain seperti pers
bebas dan masyarakat madani (civil society) yang matang. Dalam kerangka ini otonomi
daerah saat ini hanya mungkin berkembang dalam konteks tata pemerintahan nasional yang
baik (national democratic governence).
2.1.1.

Otonomi daerah


Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan
pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat.
2.1.2.

Disintegrasi

Disintegrasi secara harfiah difahami sebagai perpecahan suatu bangsa menjadi bagian-bagian
yang saling terpisah (Webster’s New Encyclopedic Dictionary 1994). Pengertian ini mengacu
pada kata kerja disintegrate, “to lose unity or intergrity by or as if by breaking into
parts”. Potensi disintegrasi bangsa Indonesia menurut data empiris relatif tinggi.
Bila dicermati adanya gerakan pemisahan diri sebenarnya sering tidak berangkat dari
idealisme untuk berdiri sendiri akibat dari ketidak puasan yang mendasar dari perlakuan

pemerintah terhadap wilayah atau kelompok minoritas seperti masalah otonomi daerah,
keadilan sosial, keseimbangan pembangunan, pemerataan dan hal-hal yang sejenis.

ii

2.1.2.1. Faktor Penyebab Disintegrasi Bangsa
a.

Geografi. Indonesia yang terletak pada posisi silang dunia merupakan letak yang

sangat strategis untuk kepentingan lalu lintas perekonomian dunia selain itu juga memiliki
berbagai permasalahan yang sangat rawan terhadap timbulnya disintegrasi bangsa. Dari
ribuan pulau yang dihubungkan oleh laut memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan
kondisi alamnya yang juga sangat berbeda-beda pula menyebabkan munculnya kerawanan
sosial yang disebabkan oleh perbedaan daerah misalnya daerah yang kaya akan sumber
kekayaan alamnya dengan daerah yang kering tidak memiliki kekayaan alam dimana sumber
kehidupan sehari-hari hanya disubsidi dari pemerintah dan daerah lain atau tergantung dari
daerah lain.
b.


Demografi. Jumlah penduduk yang besar, penyebaran yang tidak merata, sempitnya

lahan pertanian, kualitas SDM yang rendah berkurangnya lapangan pekerjaan, telah
mengakibatkan semakin tingginya tingkat kemiskinankarena rendahnya tingkat pendapatan,
ditambah lagi mutu pendidikan yang masih rendah yang menyebabkan sulitnya kemampuan
bersaing dan mudah dipengaruhi oleh tokoh elit politik/intelektual untuk mendukung
kepentingan pribadi atau golongan.
c.

Kekayaan Alam. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah baik hayati maupun non

hayati akan tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi negara Industri, walaupun belum secara
keseluruhan dapat digali dan di kembangkan secara optimal namun potensi ini perlu
didayagunakan dan dipelihara sebaik-baiknya untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat
dalam peran sertanya secara berkeadilan guna mendukung kepentingan perekonomian
nasional.
d.

Ideologi. Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia dalam penghayatan dan


pengamalannya masih belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai dasar Pancasila, bahkan
saat ini sering diperdebatkan. Ideologi pancasila cenderung tergugah dengan adanya
kelompok-kelompok tertentu yang mengedepankan faham liberal atau kebebasan tanpa batas,
demikian pula faham keagamaan yang bersifat ekstrim baik kiri maupun kanan.
e.

Politik. Berbagai masalah politik yang masih harus dipecahkan bersama oleh bangsa

Indonesia saat ini seperti diberlakukannya Otonomi daerah, sistem multi partai, pemisahan
TNI dengan Polri serta penghapusan dwi fungsi BRI, sampai saat ini masih menjadi
permasalahan yang belum dapat diselesaikan secara tuntas karena berbagai masalah pokok
inilah yang paling rawan dengan konflik sosial berkepanjangan yang akhirnya dapat
menyebabkan timbulnya disintegrasi bangsa.
f.

Ekonomi. Sistem perekonomian Indonesia yang masih mencari bentuk, yang dapat

pemberdayakan sebagian besar potensi sumber daya nasional, serta bentuk-bentuk kemitraan
dan kesejajaran yang diiringi dengan pemberantasan terhadap KKN. Hal ini dihadapkan
dengan krisis moneter yang berkepanjangan, rendahnya tingkat pendapatan masyarakat dan

meningkatnya tingkat pengangguran serta terbatasnya lahan mata pencaharian yang layak.
ii

g.

Sosial Budaya. Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan yang tinggi

dan dapat menimbulkan konflik etnis kultural. Arus globalisasi yang mengandung berbagai
nilai dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra warga masyarakat yang terjadi adalah
konflik tata nilai. Konflik tata nilai akan membesar bila masing-masing mempertahankan
tata nilainya sendiri tanpa memperhatikan yang lain.
h.

Pertahanan dan Keamanan. Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi

saat ini menjadi bersifat multi dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri, hal ini seiring dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
informasi dan komunikasi. Serta sarana dan prasarana pendukung didalam pengamanan
bentuk ancaman yang bersifat multi dimensional yang bersumber dari permasalahan ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya.

2.1.2.2. Proses Terjadinya Disintegrasi Bangsa.
Disintegrasi bangsa dapat terjadi karena adanya konflik vertikal dan horizontal serta konflik
komunal sebagai akibat tuntutan demokrasi yang melampaui batas, sikap primodialisme
bernuansa SARA, konflik antara elite politik, lambatnya pemulihan ekonomi, lemahnya
penegakan hukum dan HAM serta kesiapan pelaksanaan Otonomi Daerah.
Dari hasil penjabaran diatas dapatlah dianalisis penyebab-penyabab terjadinyadisintegrasi
bangsa dilihat dari berbagai aspek sebagai berikut :
a.

Geografi. Letak Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan kepulauan memiliki

karakteristik yang berbeda-beda. Daerah yang berpotensi untuk memisahkan diri adalah
daerah yang paling jauh dari ibu kota, atau daerah yang besar pengaruhnya dari negara
tetangga atau daerah perbatasan, daerah yang mempunyai pengaruh global yang besar, seperti
daerah wisata, atau daerah yang memiliki kakayaan alam yang berlimpah.
b.

Demografi. Pengaruh (perlakuan) pemerintah pusat dan pemerataan atau penyebaran

penduduk yang tidak merata merupakan faktor dari terjadinya disintegrasi bangsa, selain

masih rendahnya tingkat pendidikan dan kemampuan SDM.
c.

Kekayaan Alam. Kekayaan alam Indonesia yang sangat beragam dan berlimpah dan

penyebarannya yang tidak merata dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya disintegrasi
bangsa, karena hal ini meliputi hal-hal seperti pengelolaan, pembagian hasil, pembinaan
apabila terjadi kerusakan akibat dari pengelolaan.
d.

Ideologi. Akhir-akhir ini agama sering dijadikan pokok masalah didalam terjadinya

konflik di negara ini, hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap agama yang
dianut dan agama lain. Apabila kondisi ini tidak ditangani dengan bijaksana pada akhirnya
dapat menimbulkan terjadinya kemungkinan disintegrasi bangsa, oleh sebab itu perlu adanya
penanganan khusus dari para tokoh agama mengenai pendalaman masalah agama dan
komunikasi antar pimpinan umat beragama secara berkesinambungan.

ii


e.

Politik. Masalah politik merupakan aspek yang paling mudah untuk menyulut berbagai

ketidak nyamanan atau ketidak tenangan dalam bermasyarakat dan sering mengakibatkan
konflik antar masyarakat yang berbeda faham apabila tidak ditangani dengan bijaksana
akan menyebabkan konflik sosial di dalam masyarakat. Selain itu ketidak sesuaian kebijakankebijakan pemerintah pusat yang diberlakukan pada pemerintah daerah juga sering
menimbulkan perbedaan kepentingan yang akhirnya timbul konflik sosial karena dirasa ada
ketidak adilan didalam pengelolaan dan pembagian hasil atau hal-hal lain seperti perasaan
pemerintah daerah yang sudah mampu mandiri dan tidak lagi membutuhkan bantuan dari
pemerintah pusat, konflik antar partai, kabinet koalisi yang melemahkan ketahanan nasional
dan kondisi yang tidak pasti dan tidak adil akibat ketidak pastian hukum.
f.

Ekonomi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan semakin menyebabkan sebagian besar

penduduk hidup dalam taraf kemiskinan. Kesenjangan sosial masyarakat Indonesia yang
semakin lebar antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin dan adanya indikasi untuk
mendapatkan kekayaan dengan tidak wajar yaitu melalui KKN.
g.

Sosial Budaya. Pluralitas kondisi sosial budaya bangsa Indonesia merupakan sumber

konflik apabila tidak ditangani dengan bijaksana. Tata nilai yang berlaku di daerah yang satu
tidak selalu sama dengan daerah yang lain. Konflik tata nilai yang sering terjadi saat ini yakni
konflik antara kelompok yang keras dan lebih modern dengan kelompok yang relatif
terbelakang.
2.1.2.3. Strategi Penanggulanggan
Strategi yang perlu digunakan dalam penanggulangan disintegrasi bangsa antara lain :
1. Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa
persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat Indonesia.
2. Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya primodialisme sempit pada setiap
kebijaksanaan dan kegiatan, agar tidak terjadi KKN.
3. Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi.
4. Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri dalam
memerangi separatis.
2.1.2.4. Ancaman disintegrasi
Paham pelimpahan wewenang yang luas kepada daerah merupakan politik belah bambu yang
telah lama dipupuk sejak zaman penjajahan. Otonomi daerah telah mengkotak-kotakan
wilayah menjadi daerah basah dan daerah kering. Pengkavlingan ini semakin mencuatkan
ketimpangan pembangunan antara daerah kaya dan daerah miskin. Adanya potensi sumber
daya alam di suatu wilayah, juga rawan menimbulkan perebutan dalam menentukan batas
wilayah masing-masing. Konflik horizontal sangat mudah tersulut.

ii

Di era Otonomi daerah tuntutan pemekaran wilayah juga semakin kencang dimana-mana.
Pemekaran ini telah menjadikan NKRI terkerat-kerat menjadi wilayah yang berkepingkeping. Satu provinsi pecah menjadi dua-tiga provinsi, satu kabupaten pecah menjadi duatiga kabupaten, dan seterusnya. Semakin berkeping-keping NKRI semakin mudah
separatisme dan perpecahan terjadi. Dari sinilah bahaya disintegrasi bangsa sangat mungkin
terjadi, bahkan peluangnya semakin besar karena melalui otonomi daerah campur tangan
asing semakin mudah menelusup hingga ke desa-desa. Melalui Otonomi daerah, bantuanbantuan keuangan bisa langsung menerobos ke kampung-kampung.
2.2 Pencegahan dan Penanggulangan Ancaman Disintegrasi Bangsa.
Permasalahan konflik yang terjadi saat ini antar partai, daerah, suku, agama dan lain-lainnya
ditenggarai sebagai akibat dari ketidak puasan atas kebijaksanaan pemerintah pusat, dimana
segala sumber dan tatanan hukum dinegara ini berpusat. Dari segala bentuk permasalahan
baik politik, agama, sosial, ekonomi maupun kemanusiaan, sebenarnya memiliki kesamaan
yakni dimulai dari ketidakadilan yang diterima oleh masyarakat Indonesia pada umumnya
sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, terutama bila kita meninjau
kembali kekeliruan pemerintah masa lalu dalam menerapkan dan mempraktekkan
kebijaksanaannya.
Konflik yang berkepanjangan dibeberapa daerah saat ini sesungguhnya berawal dari
kekeliruan dalam bidang politik, agama, ekonomi, sosial budaya, hukum dan hankam.
Kondisi tersebut lalu diramu dan dibumbui kekecewaan dan sakit hati beberapa tokoh daerah,
tokoh masyarakat, tokoh partai dan tokoh agama yang merasa disepelekan dan tidak didengar
aspirasi politiknya serta para eks tapol/Napol. Akumulasi dari kekecewaan tersebut
menimbulkan gerakan radikal dan gerakan separatisme yang sulit dipadamkan.
Dalam kecenderungan seperti itu, maka kewaspadaan dan kesiapsiagaan nasional dalam
menghadapi ancaman disintegrasi bangsa harus ditempatkan pada posisi yang tepat sesuai
dengan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Oleh karena itu untuk mencegah ancaman
disintegrasi bangsa harus diciptakan keadaan stabilitas keamanan yang mantap dan dinamis
dalam rangka mendukung integrasi bangsa serta menegakkan peraturan hukum sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
a.

Ancaman Disintegrasi Bangsa Pasca Reformasi.

reformasi berbagai bentuk kekerasan telah terjadi diberbagai tempat dalam bingkai NKRI.
Citra NKRI sebagai negara yang ramah dan penuh santun mulai luntur bahkan hilang ditelan
gelombang dan derasnya arus reformasi. Munculnya konflik yang berbasis sentimen
primordial dengan sebab-sebab yang tidak terduga telah memberikan wajah baru pada NKRI.
Konflik yang muncul tidak berada dalam ruang hampa. Namun berada diatas timbunan
dibawah karpet tebal ”kesatuan” dan ”persatuan” yang menghimpit ke Bhinekaan pada jaman

ii

Orde Baru. Reformasi telah membuka semua saluran yang dimampatkan dengan pendekatan
keamanan, membuat beragam kepentingan yang lama terpendam mencuat keatas permukaan.
Gambarannya semakin jelas, khususnya pasca reformasi ketika relasi-relasi kekuasaan yang
semula mapan menjadi tergoyahkan dan batas-batas identitas kembali digugat. Dalam situasi
seperti ini konflik menjadi suatu keniscayaan, berbagai konflik seperti ”hal biasa” misalnya
dalam Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) dan pemekaran wilayah yang dalam banyak hal
tampaknya lebih didasari kepentingan politik daripada ketimbang kesejahteraan rakyat.
Karakteristik konflik tak bisa diisolasi satu dengan yang lainnya. Konflik yang menggunakan
sentimen agama dan etnis bisa saja hanya bungkus untuk menutupi kepentingan lain yang
bersifat pragmatis dan kepentingan jangka pendek. Terkadang inti persoalannya terkait
dengan isu-isu politik dan marjinalisasi masyarakat adat akibat kebijakan pemerintah. Seperti
yang dikatakan Presiden Soekarno bahwa karakter bangsa harus terus-menerus dibangun
melalui pemimpin-peminpin yang memahami peta sosio-kultural-ekologis setiap wilayahnya
dan masyarakatnya. Hal inipun harus tercermin dalam berbagai produk per undang-undangan
yang menentukan hajat hidup warga negara. Kondisi NKRI yang terdiri dari ribuan
kebudayaan dan tersebar diribuan pulau dengan perbedaan yang ekstreem, isu yang paling
rentan adalah yang terkait dengan masalah etnis dan agama.
b.

Keaneka ragaman masyarakat Indonesia.

Pandangan bahwa pruralitas, suku, agama, ras dan antar golongan sebagi penyebab konflik
atau kekerasan massal, tidak dapat diterima begitu saja. Pendapat ini benar mungkin untuk
sebuah kasus, tapi belum tentu benar untuk kasus yang lain. Segala macam peristiwa dan
gejolak sosial budaya termasuk konflik dan kekerasan massal pada dasarnya tidaklah lahir
begitu saja, akan tetapi ada kondisi-kondisi struktural dan kultural tertentu dalam masyarakat
yang beraneka ragam, tetapi bukan tanpa batas dan merupakan hasil dari suatu proses sejarah
yang bersifat khusus.
c.

Konflik-konflik Pacsa Reformasi.

Secara sadar kita harus mengakui bahwa pasca reformasi telah terjadi ancaman disintegrasi
bangsa yang mencakup lima wilayah.
1. Kekerasan memisahkan diri di Timor-Timor setelah jajak pendapat tahun 1999 yang
pada akhirnya lepas dari NKRI, di Aceh sebelum perundingan Helsinki dan beberapa
kasus di Papua.
2. Kekerasan komunal berskala besar, baik antar agama, intra agama, dan antar etnis
yang terjadi Kalimatan Barat, Maluku, Sulawesi Tengah, dan Kalimatan Tengah.
3. Kekerasan yang terjadi dalam skala kota dan berlansung beberapa hari seperti
peristiwa Mei 1998, huru-hara anti Cina di Tasikmalaya, Banjarmasin, Situbondo dan
Makassar.
4. Kekerasan sosial akibat main hakim sendiri seperti pertikaian antar desa dan
pembunuhan dukun santet di Jawa Timur 1998.
ii

5. Kekerasan yang terkait dengan terorisme seperti yang terjadi di Bali dan Jakarta.
Berdasarkan data GERRY VAN KLINKEN (2007) kekerasan komunal yang berskala
besar ataupun lokal memakan korban paling besar 90 %, dari jumlah itu 57 %
meninggal akibat issu agama, 30 % akibat etnis, 13 % akibat kekerasan rasial. Semua
kejadian tersebut tentu akan berdampak terhadap pecahnya persatuan dan kesatuan
bangsa apabila penanggannya tidak dilaksanakan dengan cepat, tepat dan tuntas.
d.

Stabilitas Keamanan yang mantap dan dinamis.

Dalam rangka menjaga keutuhan bangsa dan negara kondisi stabilitas keamanan yang mantap
dan dinamis diseluruh wilayah tanah air merupakan syarat mutlak. Artinya setiap gangguan
dan ancaman yang datang disebagian wilayah NKRI pada hakekatnya ancaman bagi seluruh
wilayah NKRI. Menciptakan keamanan merupakan tanggung jawab semua pihak (Warga
Negara) dengan pihak aparat keamanan (TNI dan POLRI) sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku
e.

Stabilitas Keamanan yang mendukung Integrasi Bangsa.

Mencermati masalah keamanan dibeberapa daerah yang cukup serius dan segera harus
diselesaikan melalui langkah-langkah yang komprehensif. Guna mendorong kembalinya
semangatnya persatuan bangsa dan kesatuan wilayah yang telah dimiliki dan guna mencegah
disintegrasi bangsa tidak ada alternatif lain mengembalikan kondisi aman yang didambakan
oleh seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia. Stabilitas keamanan di daerah konflik yang
cenderung mengarah kepada disintegrasi bangsa harus terus diciptakan dengan pendekatan
komprehensif baik dari aspek ekonomi, sosial budaya, politik maupun dari pendekatan
hukum dengan dibantu aparat hukum yang terus melakukan tindakan konkrit dan koordinatif
serta tetap mengedepankan semangat kebersamaan dalam menciptakan keutuhan bangsa dan
negara.
f.

Menegakkan Peraturan Hukum yang berlaku.

Melihat, memperhatikan dan mencermati kondisi keamanan diberbagai daerah yang rawan
konflik saat ini serta kondisi bangsa supaya tidak terjadi ancaman disintegrasi bangsa
pemerintah pusat, instansi maupun daerah dalam hal ini pihak keamanan/aparat keamanan
harus menegakkan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku serta melakukan
tindakan persuasif dan pendekatan keamanan secara bertahap dan disesuaikan dengan
kondisi daerah masing-masing. Guna mendorong kembali semangat persatuan, kesatuan
wilayah

dan

bela

negara

sebaiknya

pemerintah

mencari

terobosan

lain

untuk

mensosialisasikan Pancasila agar dapat dihayati dan diamalkan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Namun yang paling penting adalah bagaimana contoh dan ketauladan dari semua
penyelenggara negara, tokoh formal maupun informal terhadap rakyatnya dalam berpikir,
bersikap dan bertindak yang pada berdasarkan Pancasila sebagai ideologi, pandangan hidup
serta dasar negara.
ii

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Otonomi daerah di Indonesia saat ini masih berada pada periode transisi menuju
desentralisasi demokratik. Dalam kaitan ini sejumlah pakar mengingatkan bahwa otonomi
yang berhasil adalah yang dapat meningkatkan efisiensi dan respon sektor publik serta dapat
mengakomodasi potensi meledaknya kekuatan-kekuatan politik. Sebaliknya otonomi yang
gagal adalah yang mengancam stabilitas politik dan ekonomi serta mengacaukan pelaksanaan
pelayanan umum.
Belum siapnya aparatur baik di tingkat pusat maupun di daerah, mengakibatkan munculnya
sentimen kedaerahan (primordialisme) yang berlebihan, dan buruknya koordinasi antara
aparat pusat dan daerah. Oleh karena itu, jika sejumlah persoalan di atas tidak bisa
dituntaskan secepatnya, maka upaya mengantisipasi potensi disintegrasi bangsa tampaknya
masih menjadi tanda tanya besar. Selain itu, lambatnya menyelesaikan sejumlah kendala ini
juga akan menghambat pelaksanaan kebijakan ini yang akan menambah lebarnya
kesenjangan dan ketidakadilan. Mendorong daerah untuk lebih aktif dalam melakukan
kegiatan operasional UU ini merupakan langkah penting,
Selain itu Pertarungan elit politik yang diimplementasikan kepada penggalangan massa yang
dapat menciptakan konflik horizontal maupun vertical harus dapat diantisipasi. Serta
kepemimpinan dari elit politik nasional hingga kepemimpinan daerah sangat menentukan
meredamnya konflik pada skala dini. Namun pada skala kejadian diperlukan profesionalisme
aparat kemanan secara terpadu. Penyelesaian konflik akibat peranan otonomi daerah yang
menguatkan faktor perbedaan, disarankan kepemimpinan daerah harus mampu meredam dan
memberlakukan reward and punishment dari strata pimpinan diatasnya.
3.2. Saran
Untuk mendukung terciptanya keberhasilan suatu kebijakan dan strategi pertahanan serta
upaya-upaya apa yang akan ditempuh, maka disarankan beberapa langkah sebagai berikut :
1. Pemerintah perlu mengadakan kajian secara akademik dan terus menerus agar didapatkan
suatu rumusan bahwa nasionalisme yang berbasis multi kultural dapat dijadikan ajaran
untuk mengelola setiap perbedaan agar muncul pengakuan secara sadar/tanpa paksaan
dari setiap warga negara atas kemejemukan dengan segala perbedaannya.
2. Setiap pemimpin dari tingkat desa sampai dengan tingkat tertinggi , dalam membuat
aturan atau kebijakan haruslah dapat memenuhi keterwakilan semua elemen masyarakat
sebagai warga negara.

ii

DAFTAR PUSTAKA
1. Amirul Isnaini, Mayor Jenderal TNI, Mencegah Keinginan Beberapa Daerah Untuk
Memisahkan Diri Tegak Utuhnya NKRI, Jakarta, Lemhannas 2001.
2.

Budi Utomo, Pembangunan Wilayah Perbatasan Indonesia dalam Perspektif
Keamanan Manusia,diakses tanggal 28 September 2008

3. http://budiutomo79.blogspot.com/2007/09/pembangunan-wilayah-perbatasan.html
4. Departemen Pertahanan RI, Buku Putih Pertahanan Negara, Jakarta, 2008

ii

KATA PENGANTAR
Bissmillahirahmanirahim
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu
Rasa syukur patut kami panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T yang telah mengijinkan dan
memberi nikmat kemudahan kepada kami dalam menyusun dan menulis makalah
“ANCAMAN TERHADAP KESELAMATAN BANGSA DAN NEGARA SERTA
PENANGGULANGANNYA”
Hal yang paling mendasar yang mendorong kami menyusun makalah ini adalah tugas dari
mata kuliah PKN untuk mencapai nilai yang memenuhi syarat perkuliahan.
Pada kesempatan ini kami semua mengucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga atas
bimbingan dosen dan semua pihak sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik
Andai ada kekurangan dalam makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Raha, Desember 2013

penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................ ............................................ ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
a. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
b. Rumusan Masalah................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 2
2.1 Otonomi daerah dan Disintegrasi ............................................................3
2.2 Pencegahan Dan Penanggulangan Ancaman Disintegrasi Bangsa.......... 6
BAB III PENUTUP................................................................................................

9

a. Kesimpulan ............................................................................................. 9
b. Saran – saran .......................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA................................................. ............................................ 10

ii

TUGAS : PKN

MAKALAH
ANCAMAN TERHADAP KESELAMATAN
BANGSA DAN NEGARA SERTA
PENANGGULANGANNYA

DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK : IV
1. SITTI MAYANSARI
2. SINAR HASRI
3. SALMIAWATI
4. SITI AISA
5. SITTI KHAIRATIN
6. SITI FATIMA
7. SITTI SARI ANDI
8. SITTI ALMAFINDRA
9. WA IDA
10. WA LIATI
11. WA ODE WAHYUNI

AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA
KABUPATEN MUNA
2013
ii