Media dan Keragaman Budaya Pendidikan Mu

Media dan Keragaman Budaya
Pendidikan Multikultural Pada Tayangan Televisi di Indonesia
(Media And Cultural Diversity : Multicultural Education in Indonesian Television Shows)
Taufiq Madya Aditama & Ade Kusuma
Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP UPN Veteran Jawa Timur
taufik.madya@gmail.com / adekusuma185@gmail.com
Abstract
Diversity of ethnic and cultures into a strength for the development of a country. However,
intercultural conflict will be happen if there are not awareness, appreciate and respect for cultural
differences. Multicultural education can be provided through formal education, traditions, and
impressions in the mass media. It can be purpose to prepare the individuals life in a heterogeneous
society. Several television shows; such as a documentary, reality shows, and travel, often shows
Indonesian diversity of ethnic and cultural. It is potential to become one of the media for
multicultural education in society.
This paper using textual analysis study, will interpret a text as a tangible reality that has and
produce meaning. This study aims to explore how the cultural diversity represented in television
shows; Indonesia Bagus (shown in Net.TV), Ethnic Runaway and My Trip My Adventure (Trans
TV). Furthermore, this study is expected to serve as a model of learning for develop multicultural
education.
Keywords : Culture, Education, Multicultural, Television
Theme : Multicultural Education


Tulisan ilmiah ini telah dipresentasikan pada 9th International Conference on Malaysia-Indonesia Relations
(PAHMI 9) 2015 “Harmony In Diversity : Building ASEAN Community 2015” yang diselenggarakan di
Universitas Negeri Yogyakarta, pada tanggal 15-16 September 2015.

Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk karena memiliki banyak suku bangsa dan
budaya. Keberagaman budaya di Indonesia tampak pada kebiasaan, adat istiadat, norma dan nilai,
serta perilaku dari masyarakatnya. Pada situs resmi pariwisata Indonesia,¹ tercatat kini Indonesia
memiliki populasi penduduk lebih dari 215 juta jiwa, yang terdiri lebih dari 200 ragam etnis, dan
tinggal di 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk, hal ini dapat dilihat dari
dua prespektif, yaitu horizontal dan vertikal. Perspektif vertikal memandang bahwa kemajemukan
bangsa kita dapat dilihat dari perbedaan agama, etnis, bahasa daerah, geografis, pakaian, makanan,
dan budaya. Sedangkan perspektif vertikal melihat bahwa kemajemukan bangsa kita dapat dilihat
dari perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, pemukiman, pekerjaan, dan tingkat sosial budaya.²
Keberagaman suku bangsa dan budaya bisa menjadi kekuatan tersendiri bagi pembangunan
suatu negara. Namun di sisi lain, tanpa adanya kepekaan dan kesadaran yang baik untuk saling
menghargai dan menghormati perbedaan budaya tersebut, maka dengan mudah memancing
terjadinya konflik antar budaya. Beberapa konflik antar budaya yang pernah terjadi di Indonesia,
sering kali dipicu dengan adanya gesekan antar suku, etnis, agama, atau kelompok lainnya yang

menyebabkan ratusan orang meninggal dunia, luka-luka, dan kehilangan tempat tinggal.
Terjadinya konflik antar budaya sering diawali oleh adanya konflik antar pribadi yang
selanjutnya mengatasnamakan atau melibatkan kelompok yang lebih besar. Salah satu cara untuk
mendeteksi dan menghindari konflik antar budaya sejak dini, adalah dengan adanya tindakan nyata
dalam menghormati dan menghargai perbedaan budaya. Pendidikan multikultur dapat diberikan
melalui pendidikan formal, tradisi berbudaya, dan tayangan di media massa guna mempersiapkan
individu menghadapi masyarakat yang heterogen.
Televisi masih dianggap sebagai media massa yang paling efektif di Indonesia. Survey Nielsen
tahun 2014, ³ menyatakan televisi (dengan citra dan suaranya) masih menjadi medium utama yang
dikonsumsi masyarakat Indonesia (95%), lalu Internet (33%), Radio (20%), Suratkabar (12%),
Tabloid (6%), dan Majalah (5%). Pada dasarnya televisi memiliki empat fungsi utama yaitu media
hiburan, informasi, pendidikan, dan alat kontrol sosial. Televisi sebagai media massa paling populer
seringkali membuat penontonnya percaya apa yang dikonstruksi media sebagai suatu kebenaran.
Televisi adalah sumber bagi konstuksi identitas budaya sebagaimana penonton menjalankan
identitas budaya dan kompetensi untuk men-decode program dengan cara tertentu. 4
Beberapa tayangan televisi seperti halnya tayangan dokumenter, reality show, dan perjalanan
wisata (travel) sering kali menampilkan tentang keberagaman suku bangsa dan budaya di Indonesia
sehingga berpotensi menjadi salah satu media untuk pendidikan multikultur bagi masyarakat. Ethnic
Runaway, My Trip My Adventure, dan Indonesia Bagus merupakan tayangan di televisi nasional
Indonesia yang berpotensi memberikan pendidikan multikultural. Ketiga tayangan ini menampilkan

kisah perjalanan dengan setting yang beragam budaya, namun dengan tiga konsep yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan studi analisis tekstual yang mengintepretasikan sebuah teks sebagai
realitas yang mempunyai dan menghasilkan makna. Penulis akan menggali lebih dalam bagaimana
keberagaman budaya direpresentasikan dalam tayangan televisi Indonesia Bagus (ditayangkan di
Net.TV), Ethnic Runaway dan My Trip My Adventure (Trans TV). Selanjutnya, penulisan ini dapat
dijadikan model pembelajaran guna mengembangkan pendidikan multikultur.

Pendidikan Multikultur Pada Masyarakat Indonesia
Salah satu tokoh cendikiawan yang sekaligus budayawan Indonesia, Nurcholish Madjid
berpendapat bahwa sudah sejak semula - ketika para pendiri negara kita ini mendirikan negara –

telah disadari bahwa bangsa kita ini adalah bangsa yang multikultur. 5 Keberagaman budaya
Indonesia tidak lepas dari kondisi geografis, tipografi, dan sejarah masa lampau.
Menurut Susilo Bambang Yudhoyono, 6 terdapat lima agenda multikultural yang harus kita
perjuangkan. Pertama, perlu kesadaran, perlu komitmen, perlu pengetahuan dari kita semua bahwa
kita ini majemuk. Kedua, nilai dan etika pluralisme, nilai dan etika multikultural harus menjadi
bagian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ketiga, kualitas negara
memastikan bahwa instrumental kenegaraan benar-benar mewadahi yang disebut dengan nilai etika
pluralitas atau pluralisme, nilai dan etika multikultural. Keempat, community based untuk mengatasi
konflik secara damai. Kelima, leadership, semua pemimpin di negeri ini harus berpikir pluralistik.

Di Indonesia, bentuk pendidikan multikultural sangat beragam. Pengenalan tentang
keberagaman budaya Indonesia dapat diterima anak-anak sejak dini melalui pendidikan formal di
sekolah ataupun tidak. Pasal 37 ayat 1-2 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, menjelaskan tentang Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran
wajib dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) juga menginstruksikan bahwa mulai tahun ajaran 2015/2016, seluruh sekolah harus
menerapkan tiga bahasa, yakni bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa daerah. Adanya mata
pelajaran Bahasa Daerah dalam kurikulum bisa menjadi sangat efektif bagi pembentukan identitas
lokal individu. Bentuk lain dari pengenalan ragam budaya daerah adalah melalui kegiatan karnaval
memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia dan hari Kartini. Pada kegiatan ini,
peserta karnaval menggunakan ragam baju daerah, mempertunjukkan tarian atau seni budaya lain
dari suatu daerah tertentu di Indonesia.

Kejutan Budaya Pada Tayangan Ethnic Runaway
Ethnic Runaway merupakan sebuah program yang mengajak selebritis untuk mengenal
aktivitas dan kebiasaan sehari-hari dari suku tertentu. Mereka tinggal dan beradaptasi selama
beberapa hari di kediaman suku tertentu. Tayangan Ethnic Runaway telah berlangsung selama lebih
dari lima tahun di Trans TV. Meskipun telah berakhir tayang pada tanggal 15 Februari 2015, namun
hingga saat ini tayangan tersebut masih bisa disaksikan secara streaming melalui situs
mytrans.detik.com. Program ini memiliki konsep yang sangat unik. Ethnic Runaway membawa dua

selebriti, biasanya lelaki dan perempuan, ke suku-suku pedalaman di Indonesia di mana mereka
harus mengikuti adat atau tradisi yang biasa dilakukan oleh suku daerah yang didatangi.

Sering kali, tayangan ini mengkonstruksi adegan-adegan yang menampilkan kesalahpahaman
antara para selebriti dengan warga setempat, yang diakibatkan oleh perbedaan sikap, perilaku dan
kebiasaan. Para selebriti yang memang berasal dari kota besar ditampilkan akan mengalami
tahapan-tahapan seperti halnya kejutan budaya (gegar budaya). Menurut Ryan dan Twibell,7 kejutan
budaya merupakan keadaan mental yang datang dari transisi yang terjadi ketika seseorang pergi dari
lingkungan yang dikenalnya ke lingkungan yang tidak ia kenal dan menemukan bahwa pola
perilakunya yang dulu tidak efektif. Terdapat empat tahapan kejutan budaya atau yang lebih dikenal
dengan istilah kurva-U, yaitu fase kegembiraan, fase kekecewaan, fase awal resolusi, dan fase
berfungsi dengan efektif. 8
Peneliti mengambil salah satu contoh tayangan ethnic runaway pada episode Dinda Kanya
Dewi dan Edward Akbar yang tinggal bersama suku Dayak Kenyah. Episode ini tayang di Trans
TV pada tanggal 11 Januari 2015. Pada awal penayangannya, penonton diberikan informasi bahwa
Suku Dayak Kenyah merupakan salah satu suku Dayak di pedalaman Kalimantan yang telah
mengalami modernisasi. Sepanjang delapan menit pertama, Dinda dan Edward ditampilkan sedang
mengalami fase kegembiraan, yaitu kondisi saat seseorang merasakan kegembiraan, euforia, dan
harapan seperti yang diantisipasi seseorang ketika berhadapan dengan kebudayaan baru. Mereka


menikmati budaya baru yang mereka temui, mulai dari prosesi penyambutan, pemberkatan,
penyucian, perkenalan kepada orang tua angkat, hingga keesokan harinya mereka diajak naik
perahu ke Tane Oleng, hutan suci suku Dayak Kenyah.
Pada segmen selanjutnya, peneliti melihat Dinda dan Edward masuk pada fase kekecewaan,
mereka sering mengalami kesulitan komunikasi dan beradaptasi dengan orang-orang suku Dayak
Kenyah. Perbedaan bahasa verbal dan non verbal diantara keduanya juga menyebabkan sering kali
muncul kesalahpahaman diantara mereka. Ketika mencari rotan di hutan, Dinda berusaha ramah
mengajak ibu angkatnya berbincang tentang keluarga, namun ibu angkatnya tidak paham apa yang
ditanyakan Dinda. Tanpa diduga, sang ibu angkat justru berbicara dengan menggunakan dialek
daerah suku Dayak Kenyah, yang artinya:
“Sudah, jangan terlalu dekat saya , saya pegang parang ini, tajam. ”.

Dinda mengira ibu angkatnya tidak mau disentuh dan mudah marah. Tanpa dia sadari, ibu
angkatnya berusaha memberikan peringatan pada Dinda yang dianggap berbahaya dan terlalu dekat
dengan dia saat membawa parang tajam di tangannya. Bahkan hingga menjelang akhir acara, Dinda
masih menganggap bahwa ibu angkatnya adalah orang yang kurang ramah dan mudah marah.
Berikut pernyataan Dinda pada salah satu dialog yang dia ucapkan :
“Mau Dinda pijitin? Biar gak ngambek mulu. Mau ya? Pijitin ya? Vey (ibu) jangan marah -marah mulu.”

Kesalahpahaman ini baru diketahui oleh keduanya saat menjelang akhir segmen tersebut. Ibu

angkat menjelaskan pada Dinda kalau dia tidak bermaksud marah, melainkan hanya ingin
menasehati. Pada akhir segmen kedua, terdapat voice over Dinda saat berpelukan dengan ibu
angkatnya
“Vey meskipun sulit berbahasa Indonesia, namun bahasa cintanya mudah dimengerti dan dirasakan.”

Interaksi antara Dinda dan ibu angkatnya menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang
melandasi kesalahpahaman ini. Pertama, perbedaan paralinguistik. Komunikasi antar pribadi
melibatkan salah satunya adalah gaya penuturan. Seringkali antar daerah memiliki fonologi, atau
penekanan kata yang berbeda-beda, sehingga seringkali menimbulkan kesalahpahaman. Apalagi
ketika ada keterbatasan bahasa antara mereka berdua. Kedua, proksemik. Menjalin keakraban
melalui sentuhan dan kedekatan mungkin sudah umum bagi masyarakat perkotaan. Akan tetapi,
mungkin hal ini tidak berlaku di daerah lain yang masih tradisional. Hal ini terlihat dari sang ibu
angkat yang awalnya merasa tidak nyaman dengan pengaturan jarak dan ruang yang dilakukan oleh
Dinda.
Fase resolusi merupakan tahap penyesuaian seseorang terhadap budaya baru. Dibandingkan
Dinda, Edward terlihat lebih mudah menyesuaikan diri dengan pekerjaan sang ayah angkat saat
mencari rotan di hutan. Meskipun mereka lebih sering berinteraksi dengan menggunakan bahasa
non verbal namun keduanya dengan mudah bisa saling mengerti. Edward pun tidak menolak saat
disuruh ayah angkatnya berenang di sungai tanpa baju. Adaptasi yang baik, membuat fase berfungsi
dengan efektif dapat segera dicapai. Hal ini ditandai dengan perasaan nyaman dan terbiasa dengan

kebiasaan-kebiasaan yang berbeda tersebut, hingga mampu berinterasi dengan baik dan tidak ingin
berpisah dengan kelompok barunya tersebut.
Disisi lain, ethnic runaway sering kali menampilkan ekspresi host (selebriti) yang terheranheran dengan kebiasaan atau makanan yang ada di suku tersebut. Ekspresi wajah dengan mudah
dapat menyatakan penerimaan atau penolakan terhadap suatu pesan tertentu. Ekspresi host yang
senang dan antusias dapat memberikan gambaran kondisi pengenalan budaya yang menyenangkan.
Namun sebaliknya jika host menampilkan ekspresi takut atau bahkan jijik yang berlebihan terhadap
kondisi disana, maka akan menampilkan image negatif budaya tersebut. Jika dikemas dengan baik
dan berdasarkan pada etika yang berlaku secara universal, maka proses adaptasi para selebritis

terhadap kebiasaan suku tersebut dapat memberikan pembelajaran bagi penonton tentang
bagaimana kita menghormati dan menghargai budaya asal tempat yang kita kunjungi.

Gambaran Kekayaan Alam dan Budaya Indonesia di My Trip My Adventure
My Trip My Adventure tayang di Trans TV setiap hari Jumat pukul 07.30 wib dan Sabtu,
Minggu pukul 08.30 wib. Survei Indeks Kualitas Program Televisi tahun 2015 oleh Komisi
Penyiaran Indonesia menetapkan My Trip My Adventure sebagai salah satu dari 10 acara televisi
paling berkualitas. 9 My Trip My Adventure menampilkan kisah perjalanan wisata para host yang
mengeksplorasi tempat-tempat wisata di Indonesia. Mereka juga menginformasikan tentang kondisi
atau sejarah tempat tersebut dengan menggunakan narasi (voice over ).


Tayangan ini menghadirkan para host yang masih muda, memiliki karakter berbeda dan suka
tantangan, antara lain Nadine Chandrawinata, Hamisd Daud, Vicky Notonegoro, Denny Sumargo,
Dion Wiyoko, dan David John Schaab. Pada setiap episode, akan menampilkan dua host yang
terkadang juga akan didampingi oleh host tamu, komunitas MTMA daerah, atau warga lokal.
Tayangan My Trip My Adventure berpotensi sebagai salah satu program yang bisa memberikan
pendidikan multikultur melalui episode-episodenya yang beragam. Peneliti mengambil contoh
episode My Trip My Adventure ke Bima, Nusa Tenggara Barat. Episode yang tayang pada 1
Agustus 2015 ini dimulai dengan ajakan dalam bentuk narasi yang disampaikan oleh host, yaitu
Nadine Chandrawinata dan David John Schaab.
Nadine : “Selamat pagi Indonesia, ayo bangun.”
David

: “I love Bima. Pulau dengan sejuta pesonanya. Dilihat dari darat, laut, udara, semuanya keren. Tuhan
sepertinya tersenyum menciptakan tempat ini.”

Pada tayangan MY Trip My Adventure, para host sering memberikan ungkapan kecintaan
mereka pada tanah air.
“Lihatlah keindahan Bima. Serpihan surga Indonesia. Rumah kita.”

Kalimat tersebut disampaikan Nadine saat berada di atas perahu dan menikmati matahari tenggelam

di Bajo Pulo, Bima. Mereka merasa bangga tinggal di Indonesia, negara yang memiliki kekayaan
alam yang luar biasa. Hal serupa juga disampaikan Nadine melalui narasi, ketika helicam
mengabadikan Bajo Pulo dari ketinggian
“Inilah rumah kita guys. Rumah yang menyimpan sejuta keindahan. Rumah yang sudah semestinya kita
pelihara.”

My Trip My Adventure tidak hanya menampilkan aktivitas dari para host yang menikmati
keindahan alam Indonesia, melainkan juga terdapat beberapa interaksi mereka dengan warga sekitar
meskipun memiliki durasi yang singkat. Pada episode Bima, David mencoba menyapa dan
mengajak bicara seorang nenek yang sedang duduk dipinggir jalan, saat dia lewat. Nadine juga
berusaha menyapa dengan menggunakan bahasa daerah Bima, meskipun hanya bisa satu atau dua
kata sapaan. Sikap ramah David dan Nadine sebagai pendatang, mendapat sambutan hangat dari
warga setempat yang terlihat senang berjalan bersama para host. Keramahan warga setempat juga
disampaikan David melalui narasinya saat menjelaskan tentang Bajo Pulo, Bima.
“Penduduk yang mendiami Bajo Pulo ini adalah Suku Bajo. Ada yang asli dari Bima, ada pula yang berasal dari
Makassar. Yang gue suka ketika mengunjungi daerah di Indonesia adalah penduduknya yang ramah-ramah...”

Selain itu para host juga sering memberikan penghargaan terhadap budaya asli daerah. Seperti yang
disampaikan Nadine pada episode Bima.


“Bisa berbaur dengan masyarakat asli suatu daerah itu punya kesenangan tersendiri. Ciri khas masyarakat
Indonesia yang ramah kaya gini bikin gue ngerasa di rumah sendiri.”

Ungkapan kebanggan David dan Nadine pada episode Bima, selalu didukung dengan iringan
potongan lagu dari musisi Indonesia, God Bless, berjudul Rumah Kita yang diputar berulang kali.
Kesesuaian musik yang dipilih dapat memberikan kesan sangat berarti dan mendalam, mengingat
seluruh iringan ilustrasi musik serta lagu akan mendukung aspek naratif pada sebuah tayangan
televisi. Tentu saja, hal tersebut akan berbeda dengan episode-episode sebelumnya tayangan My
Trip My Adventure yang cenderung menggunakan backsound dari penggalan lagu-lagu barat, yang
mengisyaratkan keceriaan dan kebebasan bertualang. Beberapa lagu yang sering kali digunakan
antara lain Something I Need (One Republic), Best Day of My Life (American Authors), Friday I’m
in Love (The Cure), Lonely Day (Phantom Planet), Shut Up and Dance (Walk The Moon),
California (Phantom Planet), Paradise (Coldplay), dan Clock (Coldplay).
My Trip My Adventure tidak hanya memposisikan tayangannya sebagai acara jalan-jalan.
Seringkali para host mengajak penonton untuk turut menjaga kelestarian alam, kebersihan dan
keindahan. Mereka juga mengingatkan penonton untuk tidak merusak fasilitas dan meninggalkan
sampah saat kita berwisata kemanapun. Ajakan dari host dapat diartikan sebagai pengakuan
terhadap bentuk nyata untuk menjaga tanah air sebagai tempat tinggal kita bersama.

Kearifan Lokal Pada Tayangan Indonesia Bagus
Indonesia Bagus tayang di NET TV setiap hari Sabtu dan Minggu pukul 13.30 wib. Program
ini memenangkan Anugerah Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2014 sebagai Program Televisi
Feature Budaya Terbaik. 10 Indonesia Bagus pada dasarnya mempromosikan kebanggaan terhadap
Indonesia. Hal ini dapat kita lihat dari pemilihan judul program, kata “Bagus” yang mengikuti kata
“Indonesia” dapat diartikan sebagai ungkapan rasa bangga dan pujian terhadap Indonesia.
Indonesia Bagus merupakan program tayangan dokumenter yang menampilkan keindahan alam
dan keunikan kehidupan budaya daerah di Indonesia. Pada setiap opening scene tayangan ini,
terdapat empat gambaran mengenai Indonesia. Pertama, bentang alam Indonesia yang diwakili
dengan beberapa orang yang sedang menikmati pagi di pegunungan, dan ombak di pantai yang
bersih dan indah. Kedua, ragam budaya yang diwakili dengan tari piring, karapan sapi, dan atap
rumah gadang yang menjulang diatas langit biru. Ketiga, figur dan ekspresi orang-orang asli
Indonesia mewakili kearifan lokal. Keempat, gambaran kebanggaan seorang ibu di dapur tradisional
menunjukkan hasil masakannya.
Indonesia Bagus menjadi lebih menarik karena menggambarkan budaya Indonesia dari sudut
pandang yang berbeda. Tayangan ini menghadirkan penduduk asli daerah tersebut sebagai narator
sekaligus pembawa cerita, yang tentu saja berbeda dari aksen para host selebritis pada umumnya
yang datang sebagai tamu atau pengunjung. Ragam gaya penuturan atau logat mereka yang berbeda
saat menyampaikan informasi dengan menggunakan bahasa Indonesia membuat narasi terdengar
lebih unik. Beberapa kelompok daerah terkesan berbicara dengan nada tinggi yang dapat diartikan
dengan bentuk kemarahan, sebaliknya beberapa kelompok daerah lain terkesan berbicara dengan
nada rendah yang dapat diartikan dengan bentuk keramahan, sabar, dan sebagainya. Melalui
tayangan ini, penonton diperkenalkan dengan ragam aksen dari daerah-daerah yang berbeda,
dengan harapan dapat mengurangi konflik antar budaya akibat dari kesalahpahaman penerimaan
makna pesan saat berkomunikasi.
Konsep dan kemasan program yang berbeda pada tayangan Indonesia Bagus memberikan
peluang yang besar bagi pendidikan multikultur yang efektif melalui tayangan televisi. Melalui
pembawa cerita yang berasal dari tokoh masyarakat atau pemuda pemudi setempat, maka informasi
mengenai budaya setempat akan lebih mendalam. Tidak hanya menceritakan tentang kebiasaan

ataupun keindahan budayanya, narator sering kali juga menyampaikan tentang kekhawatiran yang
dirasakan oleh pembawa cerita tersebut. Pada episode Suku Mentawai yang tayang pada tanggal 31
Mei 2015, Aman Lauk-Lauk yang menjadi narator atau pembawa cerita menjelaskan tentang
kegelisahannya karena budaya Mentawai yang mulai mengikis.
“Walau termasuk pelosok, tidak semua warga Mentawai mempertahankan tradisi berpakaian seperti kami.
Pemuda kampung sudah tidak mau memakai cawat khas Mentawai. Malu katanya.”

Disisi lain, Aman Lauk-Lauk juga menuturkan tentang bagaimana penerimaan masyarakat daerah
tersebut terhadap pengaruh luar.
“Teknologi sudah masuk di dusun ini, kami pun menikmatinya. Aman Tele pon sudah punya handphone,
padahal di sini tidak ada sinyal. Handphone dipakai untuk mendengarkan musik saja”
“Banyak pendatang di pulau ini. Mereka membawa perubahan pada masyarakat asli Mentawai. Tapi bagiku tak
masalah, yang penting masyarakat tetap rukun dan damai.”

Kekuatan peran tayangan Indonesia Bagus terhadap pendidikan multikultur di masyarakat,
didukung dengan penggunaan musik asli daerah atau instrumen-instrumen yang berkaitan sebagai
latar belakang musik di sepanjang acara. Sebagai contoh ketika Aman Lauk-Lauk mentato anaknya
yang sudah cukup usia, atau ketika Aman Lauk-Lauk dan warga Mentawai lainnya menari dalam
ritual pembersihan roh jahat diiringi dengan alunan gendang khas Mentawai. Hal ini tentu saja
mendukung kekuatan cerita yang berusaha ditampilkan tayangan Indonesia Bagus.

Kesimpulan
Tayangan Ethnic Runaway, My Trip My Adventure, dan Indonesia Bagus merupakan tiga
dari tayangan televisi Indonesia yang mencerminkan Ke-Bhinekaan Tunggal Ika. Setiap episodenya
menampilkan gambaran budaya Indonesia yang beragam dan mengajak penonton untuk mengenal
lebih mendalam budaya daerah tertentu yang ada di Indonesia. Konsep acara yang berbeda
membuat ketiga tayangan ini memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing.
Ethnic Runaway dan My Trip My Adventure memberikan informasi tentang bagaimana
pendekatan yang tepat dan proses adaptasi budaya yang perlu dilakukan saat seseorang (diwakili
oleh para host selebritis) mengunjungi tempat dengan budaya berbeda. Perbedaan yang cukup
signifikan dari kebiasaan dan pemikiran terhadap suatu hal, memang menarik untuk dipertontonkan.
Namun, tim produksi tayangan tersebut harus menyadari bahwa segala bentuk pengadeganan harus
berdasarkan pada pandangan multikulturalisme sehingga dapat menghindari adanya sikap
merendahkan atau penghinaan budaya lain, baik sengaja ataupun tidak. Kehadiran orang asli daerah
sebagai pembawa cerita pada tayangan Indonesia Bagus, sebagai bentuk eksistensi dan ungkapan
kebanggaan terhadap kearifan budaya lokal. Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang tuan
rumah akan menarik karena bisa memperkenalkan kehidupan, pemikiran, kebiasaan dan ragam seni
budaya dengan lebih mendalam.

Sinematografi yang indah pada ketiga tayangan tersebut diharapkan mampu menarik
perhatian dan minat dari penonton untuk turut belajar mengenal budaya dan menjelajah daerahdaerah di Indonesia, bukan hanya yang menjadi tujuan wisata melainkan juga ke tempat-tempat
yang belum populer. Disisi lain, para host juga memiliki kekuatan mempengaruhi penonton untuk
belajar menghormati dan menghargai perbedaan budaya dengan sikap nyata. Turut menjaga
kekayaan bangsa, yaitu kekayaan alam dan budaya Indonesia. Televisi sebagai media massa
bertanggung jawab mengkonstruksi kemajemukan budaya Indonesia dengan tepat dan seimbang.
Dengan menghadirkan tayangan-tayangan yang mengangkat tentang keberagaman budaya di
Indonesia, maka telah ada berperan aktif dalam memberikan pendidikan multikultur pada
masyarakat. Hal ini penting dilakukan guna mempersiapkan masyarakat Indonesia mempertahankan

keharmonisan kehidupan berbangsa dan bernegara ditengah-tengah kekayaan budaya yang
beragam.

Daftar Pustaka
1

Ministry of Tourism Republic of Indonesia,
Ultimate in Diversity , 2013
http://www.indonesia.travel/en/discover-indonesia#tab1 diakses tanggal 22 Juli 2015
2
Ali Maksum, Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern dan Post-Modern, Institute of
Religion and Civil Society Development, Yogyakarta, 2004 : 189
3
Nielsen : Konsumsi Media Lebih Tinggi Di Luar Jawa, 2014, http://www.nielsen.com/id/en/pressroom/2014/nielsen-konsumsi-media-lebih-tinggi-di-luar-jawa.html diakses pada tanggal 28 Juli
2015
4
Chris Barker, Cultural Studies : Teori & Praktik, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2006 : 286
5
Nurcholish Madjid, Hidup Berbangsa dan Etika Multikultural, Forum Rektor Indonesia Simpul
Jawa Timur, Surabaya, 2005 : xxv
6
Susilo Bambang Yudhoyono, Kehidupan Berbangsa Dan Etika Multikultural, Cita-Cita Dan
Masalahnya dalam Hidup Berbangsa : Etika Multikultural Forum Rektor Indonesia Simpul Jawa
Timur, Surabaya, 2005 : xxxvii - xxxvii
7
Larry A.Samovar, Richard E.Porter, Edwin R.McDaniel, Komunikasi Lintas Budaya :
Communication Between Cultures, Salemba Humanika, Jakarta, 2010 : 475
8
Larry A.Samovar, Richard E.Porter, Edwin R.McDaniel, Komunikasi Lintas Budaya :
Communication Between Cultures, Salemba Humanika, Jakarta, 2010 : 475
9
KPI Minta Lembaga Penyiaran Evaluasi Total Variety Show dan Sinetron Mistik, 2015
http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/38-dalam-negeri/32815-kpi-minta-lembagapenyiaran-evaluasi-total-variety-show-dan-sinetron-mistik diakses tanggal 28 Juli 2015
10
Pemenang Anugerah KPI 2014, 2014. http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/38-dalamnegeri/32406-pemenang-anugerah-kpi-2014 diakses tanggal 28 Juli 2015