TARIAN SAJOJO DARI PAPUA INDONESIA

1.

TARIAN SAJOJO DARI PAPUA

Tarian tradisional Papua ini sering di mainkan dalam berbagai kesempatan
seperti untuk penyambutan tamu terhormat, penyambutan para turis asing
yang datang ke Papua serta dimainkan adalah dalam upacara adat.
Tarian yang biasa dibawakan oleh masyarakat pantai maupun masyarakat
pegunungan pada intinya dimainkan atau diperankan dalam berbagai
kesempatan yang sama seperti: dalam penyambutan tamu terhormat, dalam
penyambutan para turis asing dan yang paling sering dimainkan adalah
dalam upacara adat.
Khususnya tarian panah biasanya dimainkan atau dibawakan oleh
masyarakat pegunungan dalam acara pesta bakar batu atau yang biasa
disebut dengan barapen oleh masyarakat pantai. tarian ini dibawakan oleh
para pemuda yang gagah perkasa dan berani.
Ada beberapa hal menarik pada tarian ini. Tari ini mengutamakan gerakan
hentakan kaki dan tangan biasa juga di tarikan bersama dan tiap penari
dapat bergerak ke kiri atau kekanan, belakang atau tatap muka atau maju
serong kanan/ kiri dengan ketegasan gerak tari ini dapat di tarikan oleh
30,50 orang atau lebih sekaligus tanpa bersentuhan satu sama lain, setip

penari utamakan kesamaan gerak denga penari lainnya.
Tari sajojo dan tari saman dari Aceh memiliki persamaan pada gerakannya
yaitu dengan menghentak hentakan, tetapi perbedaannya pada tari saman
di Aceh menghentak atau menepuk dengan tangan sang penari itu lalu jika
di tari sajojo di papua para penari menghentak-hentakan kakinya dan
memukul-mukul dadanya dengan maksud menunjukan kekuatan dari suku
tersebut.

Filosofi tarian sajojo adalah tarian yang di lakukan pada saat perang. dalam
tarian ini jumlah bulu berwarna kuning yang disisipkan pada hiasan kepala
seorang ondoafi ternyata menandakan jumlah orang yang telah tewas dalam
perang suku.
Hingga kini Papua adalah tempat dimana nilai-nilai tradisi itu masih dipegang
oleh penduduk aslinya. Tak heran jika, selain kekayaan alamnya memikat
hati para investor yang melihatnya sebagai sumber keuntungan tak terperi,
Papua juga adalah surga bagi para antropolog di seluruh dunia.
Salah satu ekspresi budaya adalah seni. Sebagai masyarakat dengan tradisi
lisan sangat kuat, ekspresi seni di Papua didominasi oleh musik, lagu, cerita
rakyat, dan tarian, yang masih dapat ditemukan di seluruh daratan Papua.
Jika kita pergi ke kampung-kampung, akan terkesan betapa banyak hal

dahulu dilakukan dengan lagu, musik, dan tari. Salah satu seni yang sangat
menggumkan dari papua adalah tarian contohnya tari sajojo.
2.

Tari Yospan tarian Persahabatan Muda-mudi
Papua

Tarian Tradisional Indonesia - Tarian Yospan adalah salah satu tarian yang berasal
dari daerah Papua. Yospan tergolong dalam jenis tari pergaulan atau atau tarian
persahabatan antara muda-mudi di masyarakat Papua.
Yosim Pancar atau biasa disingkat Yospan, merupakan penggabungan dari dua
tarian rakyat di Papua, yaitu Yosim dan Pancar. Sejarah kemunculan tarian Yospan,
bisa kita runut dari asal mula dua tarian sebelum mengalami penggabungan
menjadi Yospan.
Yosim adalah tarian tua yang berasal dari Sarmi, suatu kabupaten di pesisir utara
Papua, dekat Sungai Mamberamo. Tapi sumber lain mengatakan bahwa Yosim

berasal dari wilayah teluk Saireri (Serui, Waropen). Sementara Pancar adalah tarian
yang berkembang di Biak Numfor dan Manokwari awal 1960-an semasa zaman
kolonial Belanda di Papua.


Awal sejarah kelahirannya adalah dengan meniru gerakan-gerakan akrobatik di
udara, dengan penamaan merujuk pada pancaran gas (jet). Maka tarian yang
meniru gerakan akrobatik udara ini mula-mula disebut Pancar Gas, dan disingkat
menjadi Pancar.
Sejak kelahirannya awal 1960-an, Pancar sudah memperkaya gerakannya dari
sumber-sumber lain, termasuk dari gerakan alam. Karena kepopulerannya, tarian
Yospan sering diperagakan dalam setiap event, kegiatan penyambutan, acara adat,
dan festival seni budaya.
Yospan juga sering ditampilkan di Manca Negara untuk memenuhi undangan atau
mengikuti Festival disana. Bahkan salah satu tarian warga Biak-Papua ini, selalu
digelar setiap bulan Agustus. Mereka menari sepanjang jalan Imam Bonjol dengan
di iringi musik khas Papua (Agustus 2008).
Keunikan dari tarian ini selain pada pakaian, alat musiknya, dan aksesoris, warna
dan jenis pakaian yang digunakan masing-masing Grup Seni tari/sanggar seni
Yospan berbeda-beda, namun tetap dengan ciri khas aksesoris Papua yang hampir
sama.
Alat-alat musik yang digunakan dalam mengiringi tarian Yospan adalah Gitar,
Ukulele (Juk), Tifa dan Bass Akustik (stem bass). Irama dan lagu Tari Yospan secara
khusus sangat membangkitkan kekuatan untuk tarian. Keunikan lainnya yang

sangat nampak adalah kebebasan gerak dalam tarian Yosim dan peniruan gerakan
“aekrobati” dipadukan secara dinamis.
Jadi tarian Yosim Pancar terdiri dari dua regu, yaitu Regu Musisi dan Penari. Penari
Yospan lebih dari satu orang atau grup, dengan gerakan yang penuh semangat,
menarik dan dinamik. Di dalam tarian ini terdapat aneka bentuk gerak tarian seperti
tari Gale-gale, tari Pacul Tiga, tari Seka, Tari Sajojo, tari Balada serta tari
Cendrawasih.
Karena tarian Yospan adalah tarian pergaulan, tidak ada batasan jumlah penari

dalam terian ini, siapa saja boleh ikut masuk dalam lingkaran dan bisa langsung
bergerak mengikuti penari lain. Tidak peduli apakah mereka laki-laki atau
perempuan, tua atau muda, komen atau amber. Dengan posisi para penari
biasanya membentuk lingkaran dan berjalan berkeliling sambil menari, diiringi oleh
musisi.
Maka tak heran melalui tarian Yospan, komunikasi masyarakat Papua dengan
pendatang menjadi positif, sekaligus memperkenalkan musik serta lagu-lagu
kekinian yang diciptakan para seniman Papua.

3.Tari Lenso Tarian Tradisional Dari Maluku
Tarian tradisional satu ini merupakan salah satu tarian penyambutan yang berasal

dari Maluku. Namanya adalah Tari Lenso.

Apakah Tari Lenso itu?
Tari Lenso adalah salah satu tarian tradisional dari daerah Maluku. Tarian ini
merupakan tarian yang dibawakan oleh para penari wanita dengan menggunakan
sapu tangan atau selendang sebagai ciri khas dan atribut menarinya. Tari Lenso
merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Maluku dan sering
ditampilkan di berbagai acara yang bersifat adat, hiburan, maupun pertunjukan seni
budaya.
Sejarah Tari Lenso
Menurut sejarahnya, Tari Lenso sudah ada sejak bangsa Portugis datang ke Maluku.
Konon tarian ini dulunya merupakan tarian yang berasal dari bangsa Portugis,
kemudian dikembangkan dan diadaptasi dengan budaya masyarakat lokal di sana.
Setelah bangsa Portugis meninggalkan Maluku, tarian ini masih terus ditarikan oleh
masyarakat di sana, hingga akhirnya menjadi suatu tradisi dan berkembang seperti
sekarang ini.
Kata “Lenso” sendiri berasal dari bahasa setempat yang berarti “sapu tangan”.
Karena dalam Tari Lenso para penari menari dengan menggunakan sapu tangan
sebagai atribut manarinya, sehingga banyak yang menyebutnya Tari Lenso. Tari
Lenso ternyata tidak hanya dikenal di masyarakat Maluku saja, namun juga dikenal

di kalangan masyarakat Minahasa, Sulawesi Utara.

Namun, Tari Lenso di Minahasa dan di Maluku sedikit berbeda. Di Minahasa, Tari
Lenso biasanya ditarikan oleh penari pria dan wanita, untuk atribut yang digunakan
biasanya menggunakan selendang. Sedangkan di Maluku, Tari Lenso biasanya
hanya ditarikan oleh para penari wanita saja, dan atribut yang digunakan untuk
menari adalah sapu tangan.
Fungsi Dan makna Tari Lenso
Di Maluku, Tari Lenso ini biasanya lebih difungsikan sebagai tarian penyambutan.
Tarian ini dapat dimaknai sebagai ungkapan selamat datang dan rasa gembira
masyarakat dalam menyambut tamu tersebut. Hal ini bisa dilihat dari ekspresi dan
gerakan tarinya yang lemah lembut, menggambarkan kesantunan, rasa hormat,
dan penerimaan dengan tulus kasih.
Pertunjukan Tari Lenso
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Tari Lenso biasanya hanya dibawakan oleh
para penari wanita saja. Jumlah penari lenso ini biasanya terdiri dari 6-9 orang
penari. Dalam pertunjukan Tari Lenso, para penari menggunakan kostum baju adat
mereka dan menari dengan menggunakan sapu tangan sebagai atribut menarinya.
Gerakan dalam tari lesno biasanya lebih didominasi oleh gerakan tangan yang
melambai ke depan dan gerakan kaki melangkah. Dalam Tari Lenso ini terdapat 3

gerakan utama, yaitu gerak maju, gerak jumput dan gerak mundur. Semua gerakan
tersebut tentunya disesuaikan dengan irama musik pengiringnya.
Pengiring Tari Lenso
Dalam pertunjukan Tari Lenso biasanya diiringi oleh alunan musik tradisional. Di
Maluku biasanya Tari Lenso diiringi oleh alunan musik tradisional seperti totobuang
dan tifa. Irama yang dimainkan biasanya merupakan irama bertempo sedang dan
menggambarkan keceriaan.
Kostum Tari Lenso
Dalam pertunjukannya, para penari biasanya menggunakan busana adat khas
Maluku. Pada bagian atas biasanya menggunakan baju sejenis kebaya berwarna
putih. Sedangkan di bagian bawah biasanya menggunakan kain panjang khas
Maluku. Pada bagian rambut biasanya digelung atau disanggul kemudian diberi
hiasan bunga sebagai pemanis. Kemudian penari juga membawa sapu tangan di
tangan mereka.
Perkembangan Tari Lenso
Dalam perkembangannya, Tari Lenso masih dilestarikan dan dikembangkan hingga
sekarang. Berbagai kreasi dan variasi juga sering ditambahkan di setiap
pertunjukannya agar terlihat menarik, namun tidak menghilangkan ciri khas dan
keasliannya. Tari Lenso juga masih sering dipertunjukan di berbagai acara adat
seperti pernikahan, penyambutan, pesta rakyat dan acara adat lainnya. Selain itu

Tari Lenso juga sering ditampilkan di berbagai acara budaya seperti pertunjukan
seni, festival budaya, dan promosi pariwisata.

4.Tari Cakalele Tarian Tradisional Dari Maluku
Utara
Tarian tradisional satu ini merupakan salah satu tarian perang yang cukup terkenal
di daerah Maluku. Namanya adalah Tari Cakalele.

Apakah Tari Cakalele itu?
Tari Cakalele adalah tarian tradisional sejenis tarian perang yang berasal dari
daerah Maluku Utara. Tarian ini umumnya ditarikan oleh para penari pria, namun
ada juga beberapa penari wanita sebagai penari pendukung. Tari Cakalele
merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Maluku Utara dan
sering ditampilkan di berbagai acara adat maupun hiburan. Selain itu tarian ini juga
sering ditampilkan di berbagai acara budaya serta promosi pariwisata baik tingkat
daerah, nasional, bahkan internasional.
Sejarah Tari Cakalele
Menurut beberapa sumber sejarah yang ada, Tari Cakalele ini dulunya berasal dari
tradisi masyarakat Maluku Utara. Pada saat itu tarian ini dilakukan sebagai tarian
perang para prajurit sebelum menuju medan perang maupun sepulang dari medan

perang. Selain itu tarian ini juga menjadi sering dijadikan sebagai bagian dari
upacara adat masyarkaat di sana.

Tari calale ini kemudian meluas ke daerah-daerah sekitar, karena pengaruh
kerajaan pada saat itu. Tarian ini kemudian dikenal di daerah lain seperti di daerah
Maluku Tengah dan sebagian wilayah Sulawesi, salah satunya di Sulawesi Utara. Di
kalangan masyarakat Minahasa, Cakalele juga dikenal dan menjadi bagian dari
tarian perang mereka, yaitu Tari Kabasaran.
Fungsi Dan Makna Tari Cakalele
Pada masa sekarang ini, Tari Cakalele tidak lagi difungsikan sebagi tarian perang,
namun lebih sering ditampilkan untuk acara yang bersifat pertunjukan maupun
perayaan adat. Bagi masyarakat di sana, Tari Cakalele dimaknai sebagai wujud
apresiasi dan penghormatan masyarakat terhadap para leluhur atau nenek moyang
mereka. Selain itu tarian ini juga menggambarkan jiwa masyarakat Maluku yang
pemberani dan tangguh, hal tersebut bisa dilihat dari gerakan dan ekspresi para
penari saat menarikan Tari Cakalele ini.

Pertunjukan Tari Cakalele
Tari Cakalele ini biasanya ditarikan secara berkelompok dan dibawakan oleh penari
pria serta penari wanita sebagai penari pendukungnya. Dalam pertunjukannya

penari pria menari menggunakan parang (pedang) dan salawaku (tameng) sebagai
atribut menarinya. Sedangkan penari wanita biasanya menggunakan lenso (sapu
tangan) sebagai atribut menarinya. Selain itu dalam Tari Cakalele ini, biasanya
dipimpin oleh seorang penari yang berperan sebagai Kapitan (pemimpin tarian) dan
seorang yang menggunakan tombak yang menjadi lawan tandingnya.
Dalam pertunjukan Tari Cakalele para penari menari dengan gerakannya yang khas
mengikuti genderang musik pengiring. Gerakan para penari pria dan penari wanita
dalam tarian ini sangat berbeda. Gerakan penari pria biasanya lebih didominasi oleh
gerakan lincah para penari sambil tangan memainkan parang dan salawaku, serta
gerakan kaki berjingkrak-jingkrak secara bergantian. Sedangkan gerakan para
penari wanita didominasi oleh gerakan tangan yang diayunkan ke depan secara
bergantian serta gerakan kaki yang dihentakan dengan cepat mengikuti iringan
musik pengiring.
Pengiring Dalam Tari Cakalele
Dalam pertunjukan Tari Cakalele biasanya diiringi oleh iringan musik tradisional
seperti tifa, gong, dan bia (kerang yang ditiup). Irama yang dimainkan dalam
mengiringi tarian ini biasanya merupakan irama yang bertempo cepat layaknya
genderang perang pada zaman dahulu, sehingga dapat memicu semangat para
penari dan tak jarang membuat para penonton terbawa suasana tersebut. Gerakan
para penari biasanya disesuaikan dengan musik pengiring ini. Karena kadang irama

yang dimainkan bisa jadi kode saat berganti gerakan atau formasi para penari.
Kostum Tari Cakalele
Kostum yang digunakan dalam pertunjukan Tari Cakalele biasanya menggunakan
kostum khusus. Para penari pria biasanya menggunakan pakaian perang yang
didominasi warna merah dan kuning tua, serta dilengkapi dengan senjata seperti
parang, salawaku, dan tombak. Untuk kostum kapitan biasanya menggunakan
penutup kepala yang dihiasi dengan bulu-bulu ayam. Sedangkan untuk penari
wanita biasanya menggunakan pakaian adat berwarna putih dan kain panjang pada
bagian bawah. Serta menggengam lenso atau sapu tangan sebagai atribut
menarinya.
Perkembangan Tari Cakalele
Dalam perkembangannya, Tari Cakalele hingga kini masih terus dilestarikan dan
dikembangkan oleh masyarakat di sana. Berbagai kreasi dan variasi juga sering
ditambahkan dalam pertunjukannya agar menarik, namun tidak menghilangkan ciri
khas dan keaslian dari tarian tersebut. Tari Cakalele ini juga masih sering
ditampilkan di berbagai acara seperti penyambutan tamu, perayaan adat, dan
acara adat lainnya. Selain itu tarian ini juga sering ditampilkan di berbagai acara
budaya seperti pertunjukan seni, festival budaya dan promosi pariwisata.

5.Tari Topeng Malangan Kesenian Tradisional
dari Malang, Jawa Timur
Kesenian ini merupakan salah satu jenis tari topeng tradisional yang khas dari
kabupaten Malang, Jawa Timur. Namanya adalah Tari Topeng Malangan.

Apakah Tari Topeng Malangan itu?
Tari Topeng Malangan adalah pertunjukan kesenian tari dimana semua
pemerannya menggunakan topeng. Kesenian ini merupakan salah satu kesenian
tradisional dari Malang, Jawa Timur. Tari Topeng Malangan ini hampir sama
dengan Wayang wong, namun yang membedakan adalah pemerannya
menggunakan topeng dan cerita yang sering dibawakan merupakan cerita panji.
Tari Topeng Malangan ini dilakukan oleh beberapa orang dalam satu kelompok seni
atau sanggar tari dengan menggunakan topeng dan kostum sesuai tokoh dalam
cerita yang dibawakan. Cerita yang angkat dalam pertunjukan Tari Topeng
Malangan biasanya adalah cerita panji dengan tokoh –tokoh seperti Raden Panji Inu
Kertapati (Panji Asmarabangun), Galuh Candrakirana, Dewi Ragil Kuning, Raden
Gunungsari dan lain – lain.
Dalam pertunjukan Tari Topeng Malangan ini biasanya dibagi menjadi beberapa
sesi. Pertama dilakukan Gending giro yaitu iringan musik gamelan yang dilakukan
oleh pengrawit untuk menandakan pertunjukan akan dimulai atau memanggil
penonton untuk menyaksikan. Kedua dilakukan salam pembukaan, dalam salam
pembuka ini biasanya dilakukan oleh salah satu anggota pertunjukan untuk
menyapa penonton dan menceritakan sinopsis cerita yang akan dibawakan. Pada
bagian ketiga dilakukan sesajen, yaitu ritual yang dilakukan agar pemain dan
penonton diberi keselamatan dan pertunjukan berlangsung lancar. Dan yang
terakhir adalah inti acara yaitu pertujukan Tari Topeng Malangan.
Dalam cerita yang dibawakan tersebut biasanya terdapat beberapa babak,
diantaranya adalah jejer jawa, jejer sabrang, perang gagal, gunungsari – patrajaya,

perang brubuh dan bubaran. Selain itu seperti halnya cerita dalam pewayangan,
tokoh dalam cerita Tari Topeng Malangan ini juga terbagi menjadi beberapa ragam,
diantaranya seperti bolo tengen (kesatria jawa), bolo kiwo (raksasa/klono), dewa,
penari putri, dan punakawan. Untuk memerankan tokoh - tokoh pada Tari Topeng
Malangan ini dibutuhkan kemampuan dalam visualisasi tokoh yang diperankan,
ekspresi gerak, dan fisik yang cocok dengan tokoh.
Dalam pertunjukan Tari Topeng Malangan juga ada seorang Dalang. Selain
mengatur jalannya cerita, Dalang Dalang juga bertugas untuk memberikan sesaji
dan membacakan doa pada saat sesajen. Untuk musik pengiring pertunjukan Tari
Topeng Malangan ini, biasanya diiringi oleh iringan musik tradirisional seperti
kendang, bonang, gong dan instrument gamelan lainnya. Selain itu, pertunjukan
akan semakin meriahkan dengan adanya Panjak dan Sinden. Khusus untuk Panjak
biasanya dilakukan oleh salah satu penabuh musik pengiring. Selain bertugas
memainkan musik dan menyanyi, Panjak juga sering berkomunikasi dengan Dalang
dan penonton untuk memeriahkan acara.

Gambar : Tari Topeng Malangan
Dalam perkembangannya, Tari Topeng Malangan mulai meredup seiring dengan
perkembangan jaman. Kurangnya regenerasi dan kesadaran masyarakat sangat
mempengaruhi eksistensi dari kesenian satu ini. Namun beberapa sanggar tari di
kabupaten Malang masih mempertahankan warisan budaya satu ini. Usaha
pelestarian tersebut terbukti dengan mengadakan pertunjukan secara teratur dan
dengan berbagai modifikasi dan penambahan variasi dalam pertunjukannya agar
lebih menarik, namun tidak meninggalkan pakem yang ada. Usaha tersebut tidak
bisa berjalan sendirian, tentunya peran masyarakat dan pemerintah sangat di
butuhkan dalam menjaga dan melestarikan kesenian satu ini.

6.Tari gambyong

Tari gambyong merupakan salah satu dari bentuk tari tradisional Jawa,
khususnya Jawa Tengah. Tari gambyong merupakan hasil dari perpaduan tari
rakyat dan tari keraton. Asal mula kata ‘Gambyong’ awalnya merupakan
nama dari seorang waranggana atau wanita yang terpilih (wanita penghibur)
yang mana pandai serta piawai dalam membawakan tarian indah serta
lincah. Nama lengkap dari waranggana tersebut di atas ialah Mas Ajeng
Gambyong. Awal mula, tari gambyong ini hanya sebagai bagian tari tayub
atau dapat disebut tari taledhek. Istilah taledhek ini digunakan juga sebagai
penyebut penari taledhek, penari tayub, serta penari gambyong. Sejarah dari
Tari Gambyong yang berasal dari Jawa Tengah tersebut juga bisa diartikan
sebagai tarian yang bersifat tunggal yang dapat dilakukan oleh wanita atau
penari yang memang dipertunjukkan sebagai permulaan dari penampilan
tari atau bisa disebut pesta tari. Gambyongan sendiri mempunyai arti
golekan atau ‘boneka terbuat dari kayu’ dan menggambarkan wanita yang
menari dalam pertunjukan suatu wayang kulit saat penutupan.
Seiring dengan perkembangan zaman yang makin maju, sejarah Tari
Gambyong Jawa Tengah ini juga mengalami suatu perubahan serta
perkembangan, khususnya dalam bentuk penyajiannya. Awalnya, bentuk
sajian tari gambyong ini hanya didominasi oleh kreativitas serta interpretasi
dari penari dengan pengendang sendiri. Di dalam urut-urutannyapun, gerak
tari yang tersaji oleh penari berdasarkan atas pola dan musik dari gendang.
Perkembangan selanjutnya atau kini, tari gambyong lebih didominasi adanya
koreografi-koreografi dari tari gambyong. Perkembangan koreografi ini,
dulunya diawali akan munculnya tari Gambyong Pareanom tahun 1950,
tepatnya di Mangkunegaran, serta disusun oleh Nyi Bei Mintoraras. Setelah
kemunculannya ini, yaitu tari Gambyong Pareanom. Mulai banyak pula
varian dari tarian gambyong yang berkembang luar biasa di luar
Mangkunegaran, diantaranya Gambyong Pangkur, Gambyong Ayun-ayun,

Gambyong Sala Minulya, Gambyong Mudhatama, dan Gambyong
Gambirsawit, Gambyong Campursari, serta Gambyong Dewandaru

7.Tarian Gandrung

Tari gandrung adalah seni pertunjukan tarian yang berasal dari Banyuwangi
Jawa Timur. Tarian ini muncul sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat
setiap habis panen. Gandrung masih satu genre dengan Ketuk Tilu dari Jawa
Barat, Tayub dari Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, Lengger dari
wilayah Banyumas dan Joged Bumbung dari Bali. Bentuk kesenian yang
didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah Banyuwangi
yang terletak di ujung timur Pulau Jawa. Saking populernya, telah menjadi
ciri khas dari wilayah tersebut. Tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan
dengan gandrung. Lihat saja di berbagai sudut wilayah Banyuwangi akan
sering banyak patung penari gandrung.
Tarian yang diiringi dengan musik ini dimainkan oleh seorang wanita penari
profesional yang menari bersama tamu, terutama pria secara berpasangan.
Iringan musik tadi merupakan khas perpaduan budaya Jawa dan Bali.
Sementara peralatan musik pengiringnya terdiri dari gong, kluncing, biola,
kendhang, dan sepasang kethuk. Kadang-kadang diselingi dengan saron Bali,
angklung, atau rebana sebagai bentuk kreasi dan diiringi electone.Gandrung
sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut,
khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya,
baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut kebiasaan,
pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir
hingga menjelang subuh.

8.Tari legong

. Legong adalah tarian klasik Bali yang memiliki pembendaharaan gerak
yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur tabuh pengiring yang
konon merupakan pengaruh dari gambuh. Arti kata Legong berasal dari kata
"leg" artinya gerakan tari yang luwes (lentur) dan kata "gong" memiliki arti
alat musik gamelan. Sehingga kata "Legong" memiliki arti gerak tari yang
terikat (terutama aksentuasinya) oleh alat musik gamelan yang
mengiringinya. Alat musik gamelan yang digunakan untuk mengiringi tari
legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan.
Pada perkembangannya kemudian disebut Legong Kraton. Tarian ini
biasanya dibawakan oleh dua orang gadis atau lebih dengan menampilkan
Condong (penari tambahan) sebagai pembukaan tarian. Namun biasa juga
tari Legong ini dibawakan satu atau dua pasang penari tanpa menampilkan
tokoh Condong lebih dahulu. Ciri khas tari Legong ini adalah pemakaian
kipas para penarinya kecuali yang berperan sebagai Condong.
Tari Legong dahulu dikembangkan di keraton-keraton Bali pada abad ke-19
paruh kedua. Idenya diawali dari seorang pangeran dari Sukawati yang
sedang sakit keras bermimpi melihat dua gadis menari dengan lemah
gemulai diiringi oleh gamelan yang indah. Ketika sang pangeran pulih dari

sakitnya, mimpinya itu dituangkan dalam repertoar tarian dengan gamelan
lengkap.
Sesuai dengan sejarahnya, para penari legong yang baku adalah dua orang
gadis yang belum mendapat menstruasi, ditarikan di bawah sinar bulan
purnama di halaman keraton. Kedua penari ini, disebut legong dan selalu
dilengkapi dengan kipas sebagai alat bantu. Pada beberapa tari legong
terdapat seorang penari tambahan, disebut condong, yang tidak dilengkapi
dengan kipas.

9. Tari Sekapur Sirih

Tari Sekapur Sirih adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari
daerah Jambi. Tarian ini termasuk jenis tarian penyambutan yang biasanya
ditarikan oleh para penari wanita. Dengan berpakaian adat serta diiringi oleh
alunan musik pengiring, mereka menari dengan gerakannya yang lemah
lembut dan membawakan cerano sebagai tanda persembahan. Tari Sekapur
Sirih merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di daerah
Jambi dan biasanya ditampilkan untuk menyambut kedatangan tamu
terhormat yang berkunjung ke sana.

Menurut sejarahnya, Tari Sekapur Sirih pertama kali diciptakan oleh salah
satu seniman yang cukup terkenal di Jambi, bernama Firdaus Chatap.
Kemudian tarian ini diperkenalkan kepada masyarakat luas tahun 1962.
Karena pada saat itu masih merupakan gerakan dasar, beberapa seniman
mulai mengembangkan tarian ini. Dengan mengkolaborasikan dengan

iringan musik dan lagu, sehingga membuatnya semakin menarik dan
semakin populer dikalangan masyarakat.
Tari Sekapur Sirih ini difungsikan sebagai tarian selamat datang untuk
menyambut para tamu terhormat yang datang ke sana. Tarian ini dimaknai
sebagai sikap keterbukaan masyarakat dalam menyambut para tamu yang
datang ke sana. Selain itu, Tari Sekapur Sirih juga dimaknai sebagai
ungkapan rasa syukur dan kebahagiaan masyarakat dalam menyambut para
tamu tersebut.
Tari Sekapur Sirih umumnya ditampilkan oleh para penari wanita, namun
ada juga yang menambahkan penari pria sebagai penari pendukung. Untuk
jumlah penari pada biasanya terdiri dari 9 penari wanita dan 3 penari pria.
Para penari pria ini biasanya berperan sebagai pengawal dan pembawa
payung. Sedangkan penari wanita berperan sebagai penari utamanya.
Gerakan dalam tarian ini didominasi oleh gerakan yang lemah lembut dari
para penari. Gerakan dalam tarian ini dibagi menjadi beberapa bagian,
diantaranya gerakan melenggang, sembah tinggi, merentang kepak,
bersolek, dan gerakan berputar. Sedangkan untuk pola lantai yang
dimainkan biasanya disesuaikan dengan kebutuhan dan tempat
pementasan.
Salah satu keunikan dalam tarian ini adalah proses penyambutannya yang
dikemas dalam tarian. Di akhir tarian biasanya para penari akan
menyuguhkan cerano berisi sekapur sirih kepada tamu terhormat dan
meminta mereka untuk mencicipinya. Hal ini dilakukan sebagai symbol atau
bukti bahwa para tamu tersebut menerima sambutan selamat datang dari
masyarakat.

10.

Tari Bedhaya Ketawang

Tari Bedhaya adalah tarian kebesaran yang hanya di pertunjukan ketika
penobatan serta peringatan kenaikan tahta raja di Kasunanan Surakarta.

Tarian ini merupakan tarian sakral yang suci bagi masyarakat dan
Kasunanan Surakarta. Nama Tari Bedhaya Ketawang diambil dari kata
bedhaya yang berarti penari wanita di istana, dan ketawang yang berarti
langit, yang identik sesuatu yang tinggi, kemuliaan dan keluhuran.
Menurut sejarahnya, tarian ini berawal ketika Sultan Agung memerintah
kesultanan Mataram tahun 1613 – 1645. Pada suatu saat Sultan Agung
melakukan ritual semedi lalu beliau mendengar suara senandung dari arah
langit, Sultan agung pun terkesima dengan senandung tersebut. Lalu beliau
memanggil para pengawalnya dan mengutarakan apa yang terjadi. Dari
kejadian itulah Sultan Agung menciptakan tarian yang diberi nama bedhaya
ketawang. Ada pula versi lain yang mengatakan bahwa dalam pertapaannya
Panembahan Senapati bertemu dan memadu kasih dengan Ratu
Kencanasari atau Kangjeng Ratu Kidul yang kemudian menjadi cikal bakal
tarian ini.
Namun setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755, dilakukan pembagian
harta warisan kesultanan mataram kepada Pakubuwana III dan
Hamengkubuwana I. Selain pembagian wilayah, dalam perjanjian tersebut
juga ada pembagian warisan budaya. Tari Bedhaya Ketawang akhirnya di
berikan kepada kasunanan Surakarta dan dalam perkembangannya tarian ini
tetap dipertunjukan pada saat penobatan dan upacara peringatan kenaikan
tahta sunan Surakarta.
Tari Bedhaya Ketawang ini menggambarkan hubungan asmara Kangjeng
Ratu Kidul dengan raja mataram. Semua itu diwujudkan dalam gerak tarinya.
Kata – kata yang terkandung dalam tembang pengiring tarian ini
menggambarkan curahan hati Kangjeng Ratu Kidul kepada sang raja. Tarian
ini biasanya di mainkan oleh sembilan penari wanita. Menurut kepercayaan
masyarakat, setiap pertunjukan Tari Bedhaya Ketawang ini dipercaya akan
kehadiran kangjeng ratu kidul hadir dan ikut menari sebagai penari
kesepuluh.
Sebagai tarian sakral, ada beberapa syarat yang harus di miliki setiap
penarinya. Syarat yang paling utama yaitu para penari harus seorang gadis
suci dan tidak sedang haid. Jika sedang haid maka penari harus meminta ijin
kepada Kangjeng Ratu Kidul lebih dahulu dengan melakukan caos dhahar di
panggung sanga buwana, keraton Surakarta. Hal ini di lakukan dengan
berpuasa selama beberapa hari menjelang pertunjukan. Kesucian para
penari sangat penting, karena konon katanya, saat latihan berlangsung,
Kangjeng Ratu Kidul akan datang menghampiri para penari jika gerakannya
masih salah.

11.

Tari Merak

Sejarah Tari Merak sebenarnya berasal dari bumi Pasundan ketika pada
tahun 1950an seorang kareografer bernama Raden Tjetjep Somantri
menciptakan gerakan Tari Merak. Sesuai dengan namanya, Tari Merak
merupakan implentasi dari kehidupan burung Merak. Utamanya tingkah
merak jantan ketika ingin memikat merak betina. Gerakan merak jantan
yang memamerkan keindahan bulu ekornya ketika ingin menarik perhatian
merak betina tergambar jelas dalam Tari Merak.
Warna kostum yang dipakai oleh para penari biasanya sesuai dengan corak
bulu burung merak. Selain itu, kostum penari juga dilengkapi dengan
sepasang sayap yang mengimpletasikan bentuk dari bulu merak jantan yang
sedang dikembangkan.

Dalam perjalanan waktu, Tari Merak Jawa Barat telah mengalami perubahan
dari gerakan asli yang diciptakan oleh Raden Tjetjep Somantri. Adalah Dra.
Irawati Durban Arjon yang berjasa menambahkan beberapa koreografi ke
dalam Tari Merak versi asli. Sejarah Tari Merak tidak hanya sampai disitu
karena pada tahun 1985 gerakan Tari Merak kembali direvisi.
Dalam pertunjukannya Sejarah Tari Merak Jawa Barat biasanya ditampilkan
secara berpasangan dengan masing – masing penari memerankan sebagai
merak jantan atau betina. Dengan iringan lagu gending Macan Ucul para
penari mulai menggerakan tubuhnya dengan gemulai layaknya gerakan
merak jantan yang sedang tebar pesona.
Gerakan merak yang anggun dan mempesona tergambar dari gerakan Tari
Merak yang penuh keceriaan dan keanggunan. Sehingga tak heran jika Tari
Merak sering digunakan untuk menyambut pengantin pria atau sebagai
hiburan untuk tamu dalam acara pernikahan.
Selain itu Tari Merak juga banyak ditampilkan dalam event – event baik yang
bertaraf nasional dan internasioan karena keindahan gerakan Tari Merak.
Itulah sekelumit cerita tentang sejarah Tari Merak! Semoga sedikit informasi
ini mampu memberikan inspirasi bagi kita semua!

12.

Tari Gong

Tari gong atau disebut juga dengan nama kancet ledo adalah tarian
tradisional suku Dayak di Kalimantan Timur. Tarian ini ditarikan seorang
gadis dengan gong digunakan sebagai alat musik pengiringnya. Tari ini
biasanya dipertunjukkan pada saat upacara penyambutan tamu agung atau
upacara menyambut kelahiran seorang bayi kepala suku.
Hal unik adalah tarian ini dimainkan dengan cara gong diinjak dan menjadi
tempat si gadis menari. Oleh karena itulah mengapa tari ini dinamakan tari
gong. Selain gong musik pengiringnya juga dilengkapi sapeq, yaitu alat
musik dipetik serupa kecapi. Musik pengiring tarian ini cenderung datar dan
sama dari awal hingga akhir tetapi aroma keindahan dan kekhusukkannya
betapa terasa.
Tari gong menggambarkan kelembutan seorang gadis yang terlihat dari
gerakan tubuh dan tangan penari yang relatif lambat dan gemulai. Penarinya
meliuk-liuk perlahan diibaratkan layaknya gerakan sebatang padi tertiup
angin. Di tangan si gadis, terselip rangkaian bulu ekor burung enggang yang
menambah kesan kelembutan dan gemulai tarian ini. Gerakan tari gong
terlihat sederhana, pelan, mudah, dan diulang-ulang. Akan tetapi,
sebenarnya dibutuhkan kelenturan dan keseimbangan untuk menari di atas
gong tersebut.
Pakaian yang biasa dikenakan penari adalah pakaian adat Dayak Kenyah.
Baju manik dengan warna cerah dan corak khas Dayak biasanya dilengkapi
pula dengan taah. Taah adalah pakaian khas wanita suku Dayak berupa kain
beludru yang dihiasi manik-manik, biasanya dipakai dengan cara dililitkan
pada pinggang. Selain itu, kepala penari biasanya bertahtakan lavung, yaitu
topi yang dibuat dari rotan berhiaskan corak atau motif yang senada dengan
pakaian dan taah. Pelengkap pakaian yang lainnya adalah kalung manikmanik atau yang terbuat dari gigi atau taring macan.

13.

Tari Pendet

Tari Pendet adalah salah satu tarian selamat datang atau tarian
penyambutan yang khas dari Bali. Tarian ini merupakan salah satu tarian
tradisional dari Bali yang sangat terkenal dan sering ditampilkan berbagai
acara seperti penyambutan tamu besar dan acara budaya lainnya. Tari
Pendet ini biasanya dimainkan oleh para penari wanita dengan membawa
mangkuk yang berisi berbagai macam bunga yang menjadi ciri khasnya.
Tari Pendet awalnya merupakan suatu tarian tradisional yang menjadi
bagian dari upacara piodalan di Pura atau tempat suci keluarga. Sebagai
ungkapan rasa syukur dan penghormatan dari masyarakat Bali dalam
menyambut kehadiran para dewata yang turun dari khayangan. Tarian ini
sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan spiritual
masyarakat di sana.
Berawal dari situ, salah satu seniman Bali bernama I Wayan Rindi
terinspirasi dan mengubah tarian tersebut menjadi tarian selamat datang.
Dengan dibantu Ni Ketut Reneng, keduanya menciptakan Tari Pendet
sebagai tarian penyambutan dengan empat orang penari. Kemudian tarian
ini dikembangkan dan disempurnakan lagi oleh I Wayang Baratha dengan
menambahkan jumlah penari menjadi lima orang, seperti yang sering
ditampilkan sekarang. Walaupun sudah menjadi tarian penyambutan atau
tarian selamat datang, Tari Pendet ini masih terdapat unsur-unsur religius
yang menjadi ciri khas masyarakat Bali.

14.

Tari Kecak

Tari Kecak adalah kesenian tradisional sejenis seni drama tari yang khas
dari Bali. Tarian tersebut menggambarkan tentang cerita Pewayangan,
khususnya cerita Ramayana yang dipertunjukan dengan seni gerak dan
tarian. Tari Kecak ini merupakan salah satu kesenian tradisional yang sangat
terkenal di Bali. Selain sebagai warisan budaya, Tari Kecak ini juga menjadi
salah satu daya tarik para wisatawan yang datang ke sana.
Menurut sumber sejarah yang ada, Tari Kecak ini di ciptakan pada tahun
1930 oleh seniman Bali bernama Wayan Limbak dan Walter Spies seorang
pelukis dari Jerman. Tarian ini terinpirasi dari ritual sanghyang dan bagianbagian cerita Ramayana. Ritual sanghyang sendiri merupakan tradisi tarian
dimana penarinya berada dalam kondisi tidak sadar dan melakukan
komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur kemudian menyampaikan
harapan-harapannya kepada masyarakat. Nama Tari Kecak sendiri diambil
kata “cak..cak..cak” yang sering diteriakan para anggota yang mengelilingi
para penari, Sehingga tarian ini dikenal dengan nama Tari Kecak.
Dalam pertunjukannya, tarian diawali dengan pembakaran dupa, lalu para
rombongan pengiring memasuki panggung sambil mengumandangkan kata
“cak..cak.. cak”. Kemudian mereka membentuk sebuah barisan melingkar,
yang di tengah-tengahnya digunakan untuk menari. Dalam pertunjukan Tari
Kecak ini penari memerankan lakon-lakon dalam cerita Ramayana, seperti
Rama, Shinta, Rahwana, dan tokoh-tokoh lainnya. Gerakan dalam tarian ini
tidak terlalu terpaku pada pakem, sehingga penari lebih luwes dalam
bergerak dan fokus pada jalan cerita saja. Kadang-kadang ada juga
beberapa adegan lucu yang diperagakan para penarinya. Selain itu beberapa
adegan yang atraktif juga ditampilkan seperti permainan api dan atraksi
lainnya. hal inilah yang membuat Tari Kecak memiliki kesan sakral namun
juga menghibur.

15.

Tari Beskalan

Asal usul tari Beskalan yang berkembang di daerah Malang tidak didapatkan
data yang jelas, tetapi asal usul itu hanya dapat disimak dari cerita lisan
(Foklor) yang diterima oleh M. Soleh Adipramono dari para penari Beskalan,
salah satunya adalah mak Riyati (almahumah). Beliau sempat menarikan tari
Beskalan yang terakhir kalinya pada tahun l995 di Padepokan Seni
Mangundarmo, Kecamatan Tumpang.
Disamping mak Riyati juga diperoleh dari seorang cucu penari Beskalan yang
pernah populer di tahun 1930-an, yaitu Pak Djupri, menurut beliau tari
Beskalan tersebut yang diyakini sama dengan tari Beskalan yang pernah
dipopulerkan oleh Muskayah (nenek pak Djupri).
Penari Beskalan generasi nenek Pak Djupri (Miskayah) adalah: Mak Riyati.
Tari Beskalan yang ditarikan oleh mak Riyati tersebut, adalah tarian yang
pernah ditarikan oleh neneknya Pak Djupri, yaitu tokoh legendaris tari
Andong ditahun 1920-an. Tari Beskalan yang ditarikan oleh mak Riyati masih
sempat didukumentasi oleh Padepokan Seni Mangun Darmo. Disamping mak
Riyati, Pak Rasimon juga masih dapat menarikan tari Beskalan, bahkan tari
Beskalan yang dikuasai pak Rasimoen pernah dilakukan reproduksi untukl
materi penataran guru-guru SD se-Kabupaten Malang pada tahun 1992 di
sanggar seni Singhasari – Batu.
Maka Pak Rasimoen percaya betul, bahwa tari Beskalan yang pernah
dipelajari itu memang tari yang berkembang di tahun 1930-an. Karena
materi tarinya memang tidak ada bedanya dengan yang dikuasai oleh mak
Riyati. Sungguhpun keyakinann Pak Rasimoen tidak dimaksudkan untuk
membenarkan adanya tari Bekalan yang dikuasai oleh Bu Miskayah, atau
pada Mak Riyati. Tetapi tari Beskalan yang dikuasai itu didapatkannya dari
pergaulannya dengan para tandak-tandak ludruk. Karena waktu itu, tari
Beskalan memang dibawakan oleh penari putra yang di sebut Wedhokan.
Karena penari Beskalan di luar Andong, banyak yang dimainkan oleh penari
peria. (waria)
Adapun kisah tentang Bu Muskayah yang dituturkan oleh M. Soleh AP

sebagai berikut: Pak Jupri adalah salah seorang cucu penari Beskalan yang
terkenal di tahun 1940-an, yaitu Muskayah (Almahumah) penduduk desa
Ngadireso, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Beliau dilahirkan di
desa Bale Sari, kecamatan Ngajum-Gunungkawi, kabupaten Malang, tahun
l920-an.
Pada usia belasan tahun, Muskayah sudah menjadi tandak pada Andong
(Seni pertunjukan sejenis tayub yang dipentaskan untuk ngamen /
mBarangan waktu itu). Waktu itu beliau dikenal dengan nama Sukanti.
Pada suatu ketika, sukanti tidak dapat menunaikan pekerjaanya sebagai
penari karena sakit yang tidak diketahui sebabnya. Dalam keadaan sakit
tersebut, beliau bermimpi bertemu dengan seorang putri dari kerajaan
Mataram bernama Proboretno yang sedang mencari kekasihnya bernama
Baswara dari cirebon. Pencarian itu sudah dilakukan sebelum Proboretno
meninggal. Hingga waktu itu (yang menjumpai Sukenti dalam mimpi adalah
arwah beliau). Dalam mimpi Sukanti itu, Proboretno berpesan; “…Sukanti,
marilah ikut aku, kamu akan sembuh dari sakitmu dan akan aku ajarkan
menari. Tetapi kamu harus membantu aku mencari pemuda yang bernama
baswara”. Seketika itu pula Sukanti terbangun dan langsung menari serta
minta diiringi dengan kendangan. Anehnya, seketika itu Sukanti sembuh.
Sebagaimana kebiasaan orang desa, jika seorang anak mengalami sakit
yang cukup parah, ketika anak tersebut sembuh. Maka, sebagai ucapan
syukur pada Tuhan, yaitu dalam bentuk membayar nadar (Janji yang
diucapkan). Bersamaan dengan upacara nadar itu, anak yang telah sembuh
dari sakit itu diganti namanya. Demikian pula dengan Sukanti, ketika ia
sembuh dari sakitnya kemudian namanya diganti menjadi Muskayah.
Peristiwa yang menarik ketika Miskayah sembuh, beliau langsung ingin
menari dan minta diiringi dengan kendang. Maka sejak saat itu, Muskayah
memang benar-benar menjadi penari Andong yang terkenal. Adapun tarian
yang dibawakan adalah tari yang ditarikan waktu beliau sembuh dari
sakitnya itu. Kepopuleran Miskayah sebagai penari Tandak Andong hingga
diluar daerah Malang, seperti di daerah Probolinggo, Pasuruan, Lumajang,
dan sekitarnya
Sebelum Muskayah meninggal, beliau pernah menceritakan. Bahwa tarian
yang dilakukan waktu itu adalah tari Beskalan, yaitu tarian yang menjadi
awal atau sumber perkembangan tari Tayub dan juga tari Remo putri di
Malang.

TARI TRADISIONAL
DAERAH

NAMA : YULIANA
KELAS : VIII-2
NO

: 39

SMP NEGERI 27

MALANG