Berlakunya dan Berakhirnya Perjanjian In

Berlakunya dan Berakhirnya Perjanjian Internasional
Mulai berlaku Perjanjian internasional sejak tanggal yang ditentukan atau
menurut yang disetujui oleh negara perunding pada saat peristiwa berikut
ini.
a.
Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku
segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara
perunding.
b.
Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul
setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara
itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.
c.
Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya,
pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian,
cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan
masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya
perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu.
Berakhirnya Perjanjian Intenasional
Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum
Internasionalmengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal

berikut in
a. Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu.
b. Masa beraku perjanjian internasional itu sudah habis.
c. Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek
perjanjian itu.
d. Adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian
itu.
e. Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan
perjanjian yang terdahulu.
f. Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan
perjanjian itu sudah dipenuhi.
g. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan
pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.

Mulai berlaku Perjanjian internasional sejak tanggal yang ditentukan
atau menurut yang disetujui oleh negara perunding pada saat peristiwa
berikut
ini.
a.
Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku

segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara
perunding. b.
Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian
timbul setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi
negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan
lain. c.
Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan
teksnya, pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu
perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi
penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum
berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian
itu.
Berlaku Dan Berakhirnya Perjanjian Internasional
Berikut ini adalah berlakunya dan berakhirnya perjanjian internasional
yang perlu kita ketahui bersama.
Berlakunya perjanjian internasional
Perjanjian internasional berlaku pada saat peristiwa berikut ini.
Mulai berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui
oleh negara perunding.
Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera

setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.
Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah
perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada
tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.
Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya,
pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian,
cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan

masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya
perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu.

Berakhirnya perjanjian intenasional
Prof. Dr. Mchtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum
Internasional mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal
berikut ini.
 Telah tercapai tujuan dan perjanjian internasional itu.
 Masa berlaku perjanjian internasional itu sudah habis.
 Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek
perjanjian itu.
 Adanya persetujuan dan para peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.

 Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan
perjanjian yang terdahulu.
 Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan
perjanjian itu sudah dipenuhi.

Peijanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan
pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.
Pelaksanaan perjanjian internasional
Ketaatan terhadap perjanjian
Perjanjian harus dipatuhi (pacta sunt servanda). Prinsip mi sudah
merupakan kebiasaan karena merupakan jawaban atas pertanyaan
mengapa perjanjian internasional memiliki kekuatan mengikat.
Kesadaran hukum nasional. Suatu negara akan menyetujui ketentuanketentuan perjanjian internasional yang sesuai dengan hukum nasionalnya.
Perjanjian internasional merupakan bagian dan hukum nasionalnya.
Penerapan perjanjian
Daya berlaku surut (retroactivity). Biasanya, suatu perjanjian dianggap
mulai mengikat setelah diratifikasi oleh peserta, kecuali bila ditentukan
dalam perjanjian bahwa penerapan perjanjian sudah dimulai sebelum
ratifikasi.
Wilayah penerapan (teritorial scope). Suatu perjanjian mengikat wilayah

Negara peserta, kecuali bila ditentukan lain. Misalnya, perjanjian itu hanya
berlaku pada bagian tertentu dan wilayah suatu negara, seperti perjanjian
perbatasan.
Perjanjian penyusul (successive treaty). Pada dasarnya, suatu perjanjian
tidak boleh bertentangan dengan perjanjian serupa yang mendahuluinya.
Namun, bila perjanjian yang mendahului tidak sesuai lagi, maka dibuatlah
perjanjian pembaruan.
Penafsiran ketentuan perjanjian
Supaya peijanjian mempunyai daya guna yang baik dalam memberikan
solusi atas kasusk asus hubungan internasional, perlu diadakan penafsiran
atas aspek-aspek pengkajiandan penjelasan perjanjian tersebut. Penafsiran
dalam praktiknya dilakukan dengan menggunakan tiga metode. Adapun
metode-metode itu seperti berikut.

Metode dan aliran yang berpegang pada kehendak penyusun perjanjian
dengan memanfaatkan pekerjaan persiapan.
Metode dan aliran yang berpegang pada naskah perjanjian, dengan
penafsiran menurut ahli yang umum dan kosa-katanya.
Metode dan aliran yang berpegang pada objek dan tujuan perjanjian.
Kedudukan negara bukan peserta

Negara bukan peserta pada hakikatnya tidak memiliki hak dan kewajiban
untuk mematuhuinya. Akan tetapi, bila perjanjian itu.bersifat multilateral
(PBB) atau objeknya besar (Terusan Suez, Panama, Selat Malaka, dan
lain-lain), mereka dapat juga terikat, apabila:
Negara tersebut menyatakan din terikat terhadap perjanjian itu, dan
Negara tersebut dikehendaki oleh para peserta.
Pembatalan perjanjian internasional
Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969, karena berbagai alasan, suatu
perjanjian internasional dapat batal antara lain sebagai berikut:
 Negara peserta atau wakil kuasa penuh melanggar ketentuanketentuan
hukum nasionalnya.
 Adanya Unsur kesalahan (error) pada saat perjanjian itu dibuat.
 Adanya unsur penipuan dan negara peserta tertentu terhadap negara
peserta lain waktu pembentukan perjanjian.
 Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melajuj
kelicikan atau penyuapan.
 Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan
tersebut baik dengan ancaman maupun penggunaan kekuatan
 Bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum internasional umum.


Berlaku dan Berakhirnya Perjanjian Internasional Perjanjian
internasional dibuat di bawah hukum Internasional oleh beberapa
pihak yang memiliki kepentingan. Perjanjian internasional berlaku
pada saat seperti berikut:
1. Sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati dan dituangkan dalam isi
perjanjian.
2. Terdapat kesepakatan lain (di luar isi perjanjian) tentang mulainya
perjanjian.
3. Setelah penandatanganan perjanjian.
4. Setelah diratifikasi
5. Menguntungkan pada suatu kejadian tertentu, dan
6. Setelah menyimpan dokumen persetujuan.
Dalam buku Pengantar Hukum Internasional, Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja, SH. Mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir
karena hal-hal berikut ini.
1. Tujuan perjanjian internasional tersebut telah tercapai
2. Habis masa berlakunya
3. Hilang atau punahnya objek perjanjian itu
4. Peserta setuju untuk mengakhiri perjanjian yang telah dibuat
5. Adanya perjanjian baru

6. Telah terpenuhinya syarat berakhirnya perjanjian
7. Perjanjia diakhiri secara sepihak.
Sebuah perjanjian internasional dibuat dalam rangka memenuhi
kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Selain berlaku dan
berakhirnya perjanjian internasional, perlu diketahui bahwa perjanjian
internasional dapat juga dibatalkan. Berdasarkan Konvensi Wina tahun
1969, perjanjian internasional dapat batal karena beberapa hal,
antara lain:
1. Adanya penyelenggaraan dari negara peserta atau wakil kuasa penuh
terhadap ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya.
2. Adanya unsur kesalahan ketika perjanjian dibuat

3. Negara peserta perjanjian internasional melakukan penipuan terhadap
negara peserta lain pada saat pembentukan perjanjian.
4. Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption)
5. Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta
6. Bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum internasional umum.

Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional Mulai berlakunya perjanjian
tergantung atas ketentuan-ketentuan perjanjian itu atas apa yang disepakati

negara-negara peserta perjanjian (Konvensi Wina Pasal 24 ayat 1). Banyak
perjanjian-perjanjian yang berlaku sejak tanggal penandatanganannya,
tetapi apabila diperllukan ratifikasi, penerimaan atau persetujuan, maka
kaidah umum hukum internasional adalah bahwa perjanjian yang
bersangkutan mulai berlalku hanya setelah pertukaran atau penyimpanan
ratifikasi, penerimaan atau persetujuan oleh semua negara penandatangan.
Saat ini perjanjian multilateral biasanya menentukan mulai berlakunya
tergantung pada sejumlah ratifikasi dan persetujuan untuk terikat yang
diisyaratkan biasanya mulai enam sampai tiga puluh lima, namun kadangkadang waktu tepatnya tanggal mulai berlaku ditetapkan tanpa
memperhatikan jumlah ratifikasi yang diterima. Juga kadang-kadang
perjanjian itu mulai berlaku hanya didasarkan pada terjadinya peristiwa
tertentu, misalnya setelah ratifikasi oleh semua negara penandatangan,
Perjanjian Lonarco tahun 1925 mulai berlaku hanya setelah masuknya
Jerman ke Liga Bangsa-Bangsa. (1). Pendaftaran dan Publikasi Charter
Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Pasal 102 menetukan bahwa, semua
traktat dan perjanjian interanional yang dibentuk oleh anggota PBB harus
mungkin “sesegera mungkin” didaftarkan kepada Sekretariat Organisasi
dan di publikasikan oleh secretariat. Tidak satu pesertapun dari traktat atau
perjanjian yang tidak didafatrkan dengan cara ini “boleh mengemukakan
traktat atau perjanjian tersebut dimuka suatu organ Perserikatan BangsaBangsa”. Hal ini berarti bahwa suatu negara pada traktat atau perjanjian


yang tidak didaftarkan dapat menyandarkan pada arrgumen pada traktat itu
ketika berperkara dihadapan International Court of Justice atau dalm
pertemuan-pertemuan Majelis Umum atau Dewan Keamanan. Ketentuan
ini tidak menyatakan tidak sahnya suatu traktat yang tidak didaftarkan,
atau mencegah suatu perjanjian diajukan ke hadapan badan-badan ataupun
pengadilan-pengadilan lain selain organ–organ Perserikatan BangsaBangsa. (2). Pemberlakuan dan Pelaksanaan Ada ketentuan pemberlakuan
perjanjian sebelum mulai dilaksanakan apabila perjanjian itu sendiri
mengatur demikian dan disetujui oleh para pesertanya. Dalam praktek
diperlukan kesiapan tugaas tindak lanjut untuk menjamin bahwa peserta
benar-benar memberlakukan instrument yang mengikat mereka tersebut.
Beberapa organisasi internasional memiliki komite-komite khusus untuk
menjalankan fungsi ini, yang tugasnya dapat dilengkapi dengan
pengiriman misi-misi peninjau resmi. Hal yang merupakan metode
penemuan baru adalah dengan merancang kode model khusus untuk
pemberlakuan legislative terhadap konvensi-konvensi Related Posts by
Categories KUM DIPLOMATIK Struktur Perjanjian Internasional
Perbedaan perjanjian internasional tertulis dan tidak tertulis Fungsi dan
Unsur-unsur Perjanjian Internasional Pelanggaran kebebasan komunikasi
Sumber-Sumber Hukum Internasional Pelanggaran terhadap Pasal 41 ayat

3 Konvensi Wina Hukum Internasional dan Hukum Dunia Subjek-Subjek
Hukum Internasional Pelanggaran terhadap Pasal 22 ayat 2 Konvensi
Wina 1961 Pelanggaran terhadap gedung perwakilan diplomatik PesertaPeserta Perjanjian Internasional Cara-Cara Memperoleh Kewarganegaraan
Pengartian Ras, Bangsa, dan Warga Negara Pelanggaran yang dilakukan
terhadap pejabat dan staf diplomatik Pelanggaran yang dilakukan pejabat
dan staf diplomatik Hubungan Diplomatik Menurut Hukum Internasional
Penyelesaian sengketa internasional secara paksa Penyelesaian sengketa
internasional secara hukum Cara penyelesaian sengketa internasional
secara damai Penyelesaian Sengketa Internasional Berakhirnya kekebalan
dan keistimewaan diplomatik Mulai berlakunya kekebalan dan

keistimewaan diplomatik Keistimewaan perwakilan diplomatik Dasar
Teoritis dan Yuridis Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik Mulai
Berlakunya Perjanjian Internasional
MULAI DAN BERAKHIRNYA
PERJANJIAN INTERNASIONAL
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua
negara atau lebih untuk suatu tujuan tertentu.
a. Berlakunya Perjanjian Internasional adalah sebagai berikut:
 Berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui
oleh negara perunding.
 Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku
segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara
perunding.
 Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul
setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi
negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan
lain.
 Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya,
pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu
perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi
penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu
sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya
teks perjanjian itu.
b. Berakhirnya Sebuah Perjanjian Internasional
Pada akhirnya suatu perjanjian internasional harus diakhiri, atau
terpaksa diakhiri eksistensinya. Seperti halnya penundaan dan
ketidakabsahan suatu perjanjian internasional, pengakhiran atas eksistensi

suatu perjanjian internasional juga ada penyebabnya, yang dalam beberapa
hal sama seperti persoalan penundaan maupun ketidakabsahannya.
Menurut
Konvensi
Wina
1969, Perjanjian
Internasional
dapat BATAL karena hal – hal sebagai berikut:
a. Terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan – ketentuan hukum
internasional oleh salah satu peserta Perjanjian Internsional → Pasal 46
dan 47
b. Jika terdapat unsur kesalahan berkenaan dengan suatu fakta atau
keadaan pada saat perjanjian itu dibuat → Pasal 58
c. Jika terdapat unsur penipuan oleh salah satu peserta Perjanjian
Internasional terhadap peserta lain → Pasal 49
d. Jika terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption) melalui
kelicikan atau penyuapan terhadap mereka yang menjadi kuasa penuh dari
Negara peserta Perjanjian Internasional → Pasal 50
e. Jika terdapat unsur paksaan kepada seorang peserta penuh baik dengan
ancaman maupun kekuatan → Pasal 51 dan 52
f. Jika pada waktu pembuatan perjanjian tersebut ada ketentuan yang
bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum Internasional umum (asas
ius cogent) → Pasal 53
Pihak yang dapat mengusulkan untuk mengakhiri eksistensi suatu
perjanjian internasional, adalah pihak yang merasa dirugikan atau
pihak yang memandang, bahwa perjanjian itu tidak perlu dipertahankan
lagi dan harus diakhiri. Selanjutnya pengakhiran ini juga akan
menimbulkan konsekuensi hukum seperti halnya dengan penundaan
maupun ketidakabsahannya yang harus diselesaikan oleh para pihak itu
sendiri.
Persoalan tentang bagaimana mengakhiri eksistensi suatu perjanjian
internasional dan penyelesaian segala konsekuensi hukumnya, pertamatama tergantung pada ada atau tidaknya pengaturannya di dalam perjanjian
itu sendiri. Di samping itu, juga turut ditentukan oleh macam

perjanjiannya, apakah itu perjanjian bilateral, multilateral, perjanjian yang
jangka waktu berlakunya ditentukan ataukah tidak ditentukan, perjanjian
terbuka atau tertutup, perjanjian yang merupakan pengkodifikasian dan
pengembangan progresif hukum internasional, dan lain sebagainya.
Ø Alasan untuk Mengakhiri Eksistensi Suatu Perjanjian lnternasional
Dalam praktek kehidupan masyarakat internasional, terdapat beberapa
alasan untuk mengakhiri eksistensi suatu perjanjian internasional.
Misalnya, untuk perjanjian internasional yang jangka waktu berlakunya
sudah ditentukan secara pasti di dalam salah satu pasalnya, misalnya
berlaku untuk waktu lima tahun, sepuluh tahun, dan lain sebagainya, maka
perjanjian itu akan berakhir setelah terpenuhinya jangka waktu tersebut.
Meskipun demikian, setelah jangka waktu itu terpenuhi, para pihak dapat
bersepakat untuk memperpanjang masa berlakunya untuk suatu jangka
waktu tertentu.
Kadang-kadang suatu perjanjian internasional semacam inipun dapat
diakhiri eksistensinya, jika para pihak sepakat untuk mengakhirinya,
meskipun jangka waktu berlakunya belum terpenuhi. Sedangkan untuk
perjanjian internasional yang jangka waktu berlakunya tidak ditentukan,
dapat diakhiri sebelum tujuan perjanjian itu tercapai, jika memang para
pihak sepakat untuk mengakhirinya.
Ø Berakhirnya suatu Perjanjian Internasional Tidak Mengakhiri
Kewajiban yang Berdasarkan atas Hukum Internasional Umum
Perjanjian-perjanjian internasional jenis tertentu, yakni, perjanjian
yang substansinya (sebagian) merupakan formulasi dan kaidah hukum
kebiasaan internasional, hak ataupun kewajiban yang semula berasal dari
hukum kebiasaan internasional itu masih tetap berlaku. Tegasnya, salah

satu atau beberapa ketentuannya merupakan perumusan kernbali atau
pengkodifikasian atas kaidah hukum yang sebelum berlakunya perjanjian
itu sudah merupakan kaidah hukum kebiasaan internasional. Jika pada
suatu waktu perjanjian itu diakhiri eksistensinya, hal ini tidaklah
mengakhiri hak ataupun kewajiban negara-negara pesertanya yang
bersumber dari hukum kebiasaan internasional tersebut.
Contoh lain, negara A dan negara B membuat perjanjian bilateral
tentang kesepakatan untuk hidup berdampingan secara damai, yang salah
satu pasalnya berisi ketentuan yang menyatakan bahwa kedua pihak tidak
akan saling menyerang dan tidak akan menggunakan kekerasan dalam
penyelesaian perselisihan antara mereka. Ketentuan semacam ini adalah
merupakan kaidah hukum kebiasaan internasional yang berlaku umum,
terlepas dari ada atau tidak adanya penegasan atau pengaturannya di dalam
suatu perjanjian internasional. Apabila pada suatu waktu nanti, perjanjian
itu diakhiri eksistensinya, ketentuan seperti tercantum di dalam perjanjian
itu tetap berlaku terhadap kedua negara, sebab sudah merupakan kaidah
hukum internasional umum yang mandiri.
Jadi, dengan kata lain, dengan berakhirnya perjanjian itu tidaklah berarti
para pihak bisa saling menyerang ataupun menggunakan kekerasan dalam
penyelesaian sengketa yang terjadi diantara keduanya.
Ø Pengakhiran atas Eksistensi Perjanjian Internasional menurut
Konvensi Wina 1969
Konvensi Wina 1969 Pasal 42 ayat 2 menegaskan, bahwa tentang
pengakhiran suatu perjanjian internasional pertama-tama harus dilihat pada
bagaimana peraturannya di dalam perjanjian internasional itu sendiri,
kalau memang perjanjian itu secara tegas mengaturnya. Sedangkan jika
tidak ada pengaturannya, pengakhiran itu dilakukan dengan mengikuti
ketentuan-ketentuan Konvensi.

Selanjutnya pasal 44 ayat 2 menegaskan, bahwa pada prinsipnya suatu
kehendak untuk mengakhiri eksistensi atau berlakunya suatu perjanjian
internasional hendaknya untuk keseluruhannya. Namun, dimungkinkan
juga untuk mengakhiri sebagian dari perjanjian itu, apabila ada klausul
yang memungkinkan melakukan pengakhirannya untuk sebagian atau
untuk beberapa ketentuannya, seperti ditegaskan pada ayat 3.

Dalam hal ini perjanjian yang lama/duluanlah yang harus diakhiri, dan
yang baru/belakanganlah yang harus diterapkan, jadi sesuai dengan asas
hukum, lex posteriori derogat legi priori. Akan tetapi masalahnya menjadi
lain, apabila negara-negara peserta pada perjanjian yang lama/duluan tidak
semuanya negara yang juga menjadi peserta pada perjanjian yang
baru/belakangan.

Akan tetapi jika klausul demikian itu tidak ada, pengakhiran untuk
sebagian juga dapat dilakukan jika hal itu tampak atau tersimpulkan dari
perjanjian itu sendiri, dan pada umumnya pengakhiran atas sebagian dan
perjanjian tersebut berkenaan dengan ketentuan yang bukan merupakan
syarat yang esensial bagi terikatnya suatu negara pada perjanjian itu secara
keseluruhan.

b. Pelanggaran oleh salah satu pihak

a. Dibuat Perjanjian Internasional Baru
Pasal 59 ayat 1 mengatur tentang pengakhiran suatu perjanjian
internasional (lama/duluan) disebabkan karena dibuat perjanjian yang
(baru/belakangan). Dalam hal ini, semua negara peserta pada perjanjian
yang lama/duluan kemudian membuat perjanjian baru / belakangan, dan
memang para pihak bermaksud untuk menerapkan perjanjian yang
baru /belakangan untuk menggantikan perjanjian yang lama/duluan; dan
juga karena substansi dari kedua perjanjian itu sangat berbeda bahkan
bertentangan sehingga keduanya tidak mungkin untuk diterapkan secara
bersamaan. Meskipun perjanjian yang baru/belakangan tidak secara tegas
mengakhiri eksistensi atau berlakunya perjanjian yang lama/duluan dan hal
seperti ini memang tidak lazim dalam hukum perjanjian
internasional,tetapi karena keduanya tidak mungkin untuk diterapkan pada
waktu dan tempat yang sama, maka salah satu harus dikesampingkan atau
diakhiri.

Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 60 ayat 1, pelanggaran atas
substansi perjanjian oleh salah satu pihak dapat dijadikan alasan untuk
mengakhiri berlakunya perjanjian, baik untuk keseluruhannya ataupun
untuk sebagian. Atau seperti ditegaskan dalam ayat 2, pelanggaran atas
suatu perjanjian internasional oleh salah satu pihak dapat dijadikan sebagai
alasan bagi pihak lainnya untuk bersepakat secara bulat untuk mengakhiri
berlakunya perjanjian itu, (i) baik dalam hubungan antara mereka pada
satu pihak dengan pihak yang melakukan pelanggaran pada lain pihak,
atau (ii) antara semua pihak.
Perlu ditegaskan, bahwa pengakhiran suatu perjanjian
internasional berdasarkan alasan semacam ini bersifat fakultatif, artinya,
para pihak dapat menempuh pilihan, apakah sepakat untuk mengakhiri
perjanjian ataukah tetap melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut
meskipun terjadi pelanggaran sebagaimana dinyatakan di dalam pasal 60
ini. Meskipun terjadi pelanggaran yang dapat dijadikan sebagai alasan
untuk mengakhirinya, tetapi jika para pihak sepakat untuk tetap
meneruskan pelaksanaannya, maka perjanjian itu masih tetap eksis dan
berlaku sebagaimana biasa.
Sebaliknya jika mereka memilih untuk mengakhirinya,
pengakhiran ini bisa dilakukan hanya antara pihak yang melakukan
pelanggaran dalam hubungannya dengan pihak yang menjadi korban atau

pihak yang dirugikan, atau bisa juga dilakukan antara semua pihak, jika
semua pihak sepakat untuk itu.
c. Ketidakmungkinan Untuk Melaksanakannya
Menurut pasal 61 ayat 3, salah satu pihak dapat menyatakan untuk
mengakhiri berlakunya perjanjian dengan alasan bahwa perjanjian itu
sudah tidak mungkin lagi untuk dilaksanakan dan ketidakmungkinan itu
sudah bersifat permanen atau ketidakmungkinan yang disebabkan karena
kerusakan dan obyeknya yang ternyata tidak dapat dipisahkan dari
pelaksanaan perjanjian tersebut.
Jadi ada dua macam ketidakmungkinan untuk melaksanakan suatu
perjanjian, yakni pertama, ketidakmungkinan untuk melaksanakan
perjanjian internasional itu sudah bersifat permanen, dan yang kedua,
adalah karena kerusakan dan obyek perjanjian itu tidak dapat dipisahkan
dan pelaksanaannya, atau dengan kata lain, kerusakan atas obyeknya itu
sudah tidak memungkinkan lagi untuk tetap melaksanakan perjanjian
tersebut.
Terjadinya perubahan keadaan yang fundamental (fundamental
change of circumstances)
Konvensi mengatur tentang terjadinya perubahan keadaan yang
fundamental secara negatif, dalam pengertian, hal ini tidak dapat dijadikan
sebagai alasan untuk mengakhiri berlakunya suatu perjanjian internasional.
Selain daripada itu, jika ada pihak yang menjadikannya sebagai alasan,
disertai pula dengan pembatasan yang amat ketat dalam penggunaannya,
sehingga sangat sempit atau sedikit sekali kesempatan yang dapat
digunakan sebagai alasan untuk mengakhiri eksistensi atau berlakunya
suatu perjanjian internasional.

Diaturnya secara negatif dan disertai dengan pembatasan yang amat ketat,
disebabkan karena kekhawatiran akan disalahgunakannya alasan ini,
misalnya negara-negara dengan mudah berlindung dibaliknya untuk
mengakhiri eksistensi atau berlakunya suatu perjanjian internasional. Di
samping itu, martabat (dignity) setiap perjanjian internasional supaya tetap
dijunjung tinggi mengingat bahwa adanya perjanjian-perjanjian
internasional yang mengatur masyarakat internasional masih jauh lebih
baik daripada tidak ada atau hanya ada sedikit perjanjian internasional,
sehingga masyarakat internasional menjadi hidup di dalam suasana yang
tanpa hukum yang tegas. Dalam hal ini sudah lama diakui, bahwa peranan
perjanjian internasional dalam mengatur masalah-masalah internasional
semakin lama semakin bertambah penting.
Putusnya Hubungan Diplomatik dan/atau Konsuler
Hubungan diplomatik dan/atau konsuler yang baik antara negaranegara merupakan salah satu fondasi bagi pertumbuhan dan perkembangan
perjanjian-perjanjian internasional, sebab dengan hubungan semacam
itulah negara-negara akan lebih mudah dan cepat melakukan pendekatan
untuk membuat perjanjian-perjanjian internasional dalam rangka mengatur
masalah-masalah internasional pada umumnya dan masalah-masalah
antara mereka pada khususnya.
Akan tetapi dalam hubungan-hubungan internasional, negara-negara yang
hubungan diplomatik dan konsulernya semula berlangsung dengan baik,
ternyata hubungan baik itu tidak selamanya bisa dipertahankan. Hubungan
diplomatik dan/atau konsuler juga kadang-kadang bisa putus. Pelbagai
penyebab dapat dikemukakan mengapa hubungan diplomatik dan/atau
konsuler antara dua negara bisa putus, misalnya, terjadinya ketegangan

yang memuncak sampai mengarah pada konflik bersenjata, atau sudah
terjadi peperangan dahsyat antara kedua negara.
Bertentangan dengan Jus Cogens
Walaupun suatu perjanjian internasional merupakan hasil
kesepakatan antara negara-negara yang menjadi pesertanya, sesuai dengan
asas-asas dari hukum perjanjian itu sendiri, namun tidaklah berarti mereka
bebas menentukan isi maupun obyek dan kesepakatannya. Ada beberapa
pembatasan yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah, substansi
perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum
umum atau universal yang bersifat kuat dan imperatif yang dalam pasal 53
Konvensi disebut dengan a peremptory norm of general international law
atau di dalam hukum internasional dikenal sebagai jus cogens.
Apa yang dimaksud dengan jus cogens, ditegaskan dalam pasal 53, yakni,
suatu kaidah hukum yang diterima dan diakui oleh seluruh anggota
masyarakat internasional yang terdiri dari negara-negara sebagai suatu
kaidah hukum yang tidak dibenarkan untuk dilakukan penyimpangan dan
yang hanya dapat diubah oleh kaidah hukum internasional umumnya yang
muncul belakangan yang memiliki sifat atau karakter yang sama. Sebagai
contohnya, kewajiban setiap negara untuk menghormati kedaulatan
teritorial sesama negara, kewajiban setiap negara untuk menghormati hakhak asasi manusia, kewajiban negara untuk tidak melakukan tindakan
agresi terhadap negara lain, dan lain-lainnya. Jika misalnya dua negara
membuat suatu perjanjian bilateral yang subnal yang tergolong jus cogens
seperti telah dikemukakan di atas, yakni kewajiban untuk menghormati
kedaulatan sesama negara. Menurut pasal 53, perjanjian semacam ini
adalah batal (void) dan demikian juga menurut pasal 64 adalah batal dan
perjanjian yang batal sama artinya dengan berakhir eksistensinya.

Pecahnya perang antara para pihak
Pecahnya perang antara dua atau lebih negara akan mengakhiri
eksistensi dari perjanjian yang dibuat sebelumnya?. Konvensi Wina 1969
sama sekali tidak mengaturnya, baik langsung ataupun tidak langsung,
sehingga tidak bisa dicarikan rujukannya secara langsung pada Konvensi.
Dalam hal ini masalahnya hampir sama dengan putusnya hubungan
diplomatik antara dua negara. Pada prinsipnya, perang yang terjadi tidak
mengakhiri eksistensi perjanjian yang sudah ada dan berlaku sebelumnya
antara para pihak yang berperang. Akan lebih tepat dikatakan, bahwa
perang itu hanyalah menunda pelaksanaan perjanjian antara para pihak
yang bersangkutan. Jika kemudian perang sudah berakhir dan hubungan
diplomatik normal kembali, maka perjanjian yang selama berlangsungnya
perang tertunda pelaksanaannya, dapat dilaksanakan kembali sebagaimana
biasa.
Konsekuensi Hukum dan Berakhirnya Eksistensi suatu
Perjanjian Internasional
Tentang konsekuensi hukum dan pengakhiran suatu perjanjian
internasional diatur di dalam pasal 70 ayat 1 dan 2 Konvensi. Menurut ayat
1, ada tiga kemungkinannya, yakni, perjanjian itu mengatur tersendiri di
dalam salah satu pasal atau ketentuannya; jika pengaturan itu tidak ada,
kemungkinan kedua adalah para pihak mencapai kesepakatan tersendiri,
dan kemungkinan yang ketiga adalah jika keduanya tidak ada, maka para
pihak dapat mengikuti ketentuan seperti ditentukan dalam pasal 70 ayat 1
ini. Jika suatu perjanjian internasional mengatur tersendiri di dalam salah
satu pasal atau ketentuannya tentang konsekuensi (hukum) dari
berakhirnya eksistensi perjanjian, maka para pihak cukup menerapkan
ketentuan itu saja.

Akan tetapi dalam prakteknya, memang sangat jarang ada, bahkan
mungkin tidak ada perjanjian internasional yang mengatur sampai sejauh
ini, bahkan lebih banyak dijumpai perjanjian-perjanjian internasional yang
sama sekali tidak mengaturnya. Jika tidak ada pengaturan tentang
konsekuensinya, maka timbul pertanyaan, bagaimanakah konsekuensi dan
berakhirnya eksistensi suatu perjanjian internasional. Dalam hal ini
kemungkinan para pihak akan mengatur secara tersendiri.
Pengaturan ini merupakan kesepakatan antara para pihak tersebut
merupakan kesepakatan tersendiri (di luar perjanjian) sebagai konsekuensi
dan pengakhiran atas eksistensi perjanjian tersebut. Pengaturan semacam
ini hanyalah mungkin, apabila pengakhiran atas eksistensi perjanjian
internasional dilakukan atas dasar kesepakatan (secara damai) antara para
pihak. Jika ada kesepakatan semacam ini, maka para pihak tentu saja harus
menerapkan kesepakatan ini saja, dan jika semua berlangsung dengan baik
dan lancar, maka berakhirlah semua masalahnya.
Ø Kesimpulan
Beberapa alasan untuk mengakhiri eksistensi suatu perjanjian
internasional. Misalnya, untuk perjanjian internasional yang jangka waktu
berlakunya sudah ditentukan secara pasti di dalam salah satu pasalnya,
misalnya berlaku untuk waktu lima tahun, sepuluh tahun, dan lain
sebagainya, maka perjanjian itu akan berakhir setelah terpenuhinya jangka
waktu tersebut. Meskipun demikian, setelah jangka waktu itu terpenuhi,
para pihak dapat bersepakat untuk memperpanjang masa berlakunya untuk
suatu jangka waktu tertentu.
Konvensi Wina 1969 Pasal 42 ayat 2 menegaskan, bahwa tentang
pengakhiran suatu perjanjian internasional pertama-tama harus dilihat pada
bagaimana peraturannya di dalam perjanjian internasional itu sendiri,
kalau memang perjanjian itu secara tegas mengaturnya.

Sedangkan jika tidak ada pengaturannya, pengakhiran itu dilakukan
dengan mengikuti ketentuan-ketentuan Konvensi. Suatu perjanjian
internasional yang hendak diakhiri eksistensinya berdasarkan kehendak
dari salah satu atau beberapa pihak, menurut pasal 65 ayat 1, pihak yang
bersangkutan dapat mengajukan keinginannya itu kepada negara-negara
peserta yang lainnya. Pengajuan usulnya itu haruslah dilakukan secara
tertulis (pasal 67 ayat 1) disertai dengan alasan-alasannya dan langkahlangkah yang seyogianya ditempuh untuk mengakhiri eksistensi perjanjian
tersebut.
Tentang konsekuensi hukum dan pengakhiran suatu perjanjian
internasional diatur di dalam pasal 70 ayat 1 dan 2 Konvensi. Menurut ayat
1, ada tiga kemungkinannya, yakni, perjanjian itu mengatur tersendiri di
dalam salah satu pasal atau ketentuannya; jika pengaturan itu tidak ada,
kemungkinan kedua adalah para pihak mencapai kesepakatan tersendiri,
dan kemungkinan yang ketiga adalah jika keduanya tidak ada, maka para
pihak dapat mengikuti ketentuan seperti ditentukan dalam pasal 70 ayat 1
ini.