Hak dan Kewajiban pasien dalam pelayanan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perawat wajib untuk merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang klien dan atau pasien, kecuali untuk kepentingan hukum. Hal ini
menyangkut privasi klien yang berada dalam asuhan keperawatan karena disisi
lain perawat juga wajib menghormati hak-hak klien dan atau pasien dan profesi
lain sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Perawat wajib
melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya. Pelaksanaan gawat
darurat yang sangat membutuhkan pertolongan segera dapat dilaksanakan dengan
baik yaitu di rumah sakit yang tercipta kerja sama antara perawat serta tenaga
kesehatan lain yang berhubungan langsung, sedangkan untuk daerah yang jauh
dari pelayanan kesehatan modern tentunya perawat kebanyakan menggunakan
seluruh

kemampuannya

untuk

melakukan


tindakan

pertolongan,

demi

keselamatan jiwa klien.
Kewajiban lain yang jarang diperhatikan dengan serius yaitu menambah
ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu keperawatan dalam
meningkatkan profesionalsme. Beberapa faktor-faktor yang membuat kita malas
mengembangkan ilmu keperawata banyak sekali.
Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hak dan kewajiban
merupakan sesuatu yang harus diketahui dan di implementasikan oleh perawat,
selain itu perawat harus mempunyai etika karena etika merupakan pengetahuan
moral dan susila, falsafah hidup, kekuatan moral, sistem nilai, kesepakatan, serta
himpunan hal-hal yang diwajibkan, larangan untuk suatu kelompok/masyarakat
dan bukan merupakan hukum atau undang-undang. Dan hal ini menegaskan
bahwa moral merupakan bagian dari etik, dan etika merupakan ilmu tentang moral
sedangkan moral satu kesatuan nilai yang dipakai manusia sebagai dasar

prilakunnya. Maka etika keperawatan (nursing ethics) merupakan bentuk ekspresi

1

bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika keperawatan
diatur dalam kode etik keperawatan.
Jadi di dalam makalah ini akan membahas hak dan kewajiban seorang
perawat dalam menjalankan kewajibannya terhadap klien/pasien. Agar dalam
pelayanan kesehatan perawat bisa mengurangi kelalaian.
1.2 TUJUAN
Membantu Perawat untuk melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan
Standart Praktek Keperawatan sehingga terhindar dari kelalaian dalam
menjalankan profesinya.
Tujuan Khusus
1

Mahasiswa keperawatan mengetahui dan mampu menerapkan Standart
Praktek Keperawatan

2


Mahasiswa Keperawatan mengetahui Hukum-hukum tentang Malpraktik
Keperawatan

3

Mahasiswa / Perawat dapat menghindari sedini mungkin kelalaian dalam
menjalankan profesinya

1.3 BATASAN MASALAH
Pada makalah kali ini, penyusun membatasi penulisan hanya pada masalah
“Kelalaian Perawat Dalam Melaksanakan Standar Praktik Keperawatan dan
Dalam Memenuhi Hak dan Kewajiban Pasien Dalam Melalkuan Pelayanan
Kesehatan”

2

BAB II
PEMBAHASAN
UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 4
Setiap orang berhak atas kesehatan.
Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau.
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung
jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang
diperlukan bagi dirinya.
Pasal 6
Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi
pencapaian derajat kesehatan.
Pasal 7
Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan

edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung
jawab.

3

Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data
kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang
telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 9
(1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan,
mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan,
upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan
berwawasan kesehatan.
Pasal 10

Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam
upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi,
maupun sosial.
Pasal 11
Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk
mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan
yang setinggi-tingginya.
Pasal 12
Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat
kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya.

4

Pasal 13
(1) Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program
jaminan kesehatan sosial.
(2) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuanperaturan perundangundangan.

5


2.1 Pengertian Hak Dan Kewajiban
1. Hak adalah kekuasaan/kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau
suatu badan hokum untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat
sesuatu.
2. Kewajiban adalah sesuatu yang harus diperbuat atau harus dilakukan
seseorang atau suatu badan hukum.
2.2 Hak Dan Kewajiban Pasien Dalam Pelayanan Kesehatan
Hak pasien dalam memperoleh pelayanan kesehatan termasuk
perawatan tercantum pada UU Kesehatan no 23 tahun 1992 yaitu :
Pasal



14 mengungkapkan

bahwa setiap

orang berhak


untuk

mendapatkan
kesehatan optimal.
Pasal 53 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak atas informasi,



rahasia
kedokteran, dan hak opini kedua.
Pasal 55 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti



rugi
karena kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.
2.2.1

HAK PASIEN
1.


Mendapatkan pelayanan kesehatan optimal /sebaik-baiknya sesuai
dengan standar profesi kedokteran.

2.

Hak atas informasi yang jelas dan benar tentang penyakit dan
tindakan medis yang akan dilakukan dokter/ suster.

3.

Hak memilih dokter dan rumah sakit yang akan merawat sang
pasien.

4.

Hak atas rahasia kedokteran / data penyakit, status, diagnosis dll.

5.


Hak untuk memberi persetujuan / menolak atas tindakan medis

6

yang akan dilakukan pada pasien.
6.

Hak untuk menghentikan pengobatan.

7.

Hak untuk mencari pendapat kedua / pendapat dari dokter lain /
Rumah Sakit lain.

8.

Hak atas isi rekaman medis / data medis.

9.


Hak untuk didampingi anggota keluarga dalam keadaan kritis.

10. Hak untuk memeriksa dan menerima penjelasan tentang biaya
yang
dikenakan / dokumen pembayaran / bon /bill.
11. Hak untuk mendapatkan ganti rugi kalau terjadi kelalaian dan
tindakan yang tidak mengikuti standar operasi profesi kesehatan.
2.2.2

KEWAJIBAN PASIEN
1.

Memberi keterangan yang jujur tentang penyakit dan perjalanan
penyakit kepada petugas kesehatan.

2.

Mematuhi nasihat dokter dan perawat

3.

Harus ikut menjaga kesehatan dirinya.

4.

Memenuhi imbalan jasa pelayanan.

Sedangkan

menurut

Surat

edaran

DirJen

Yan

Medik

No:

YM.02.04.3.5.2504 Tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan
Rumah Sakit, th.1997; UU.Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang
Praktek Kedokteran dan Pernyataan/SK PB. IDI, sebagai berikut :
Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien,
yaitu :
a.

Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku
di rumah sakit. Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.

b.

Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan
standar profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.

c.

Hak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi
keperawatan.

7

d.

Hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.

e.

Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinik dan
pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.

f.

Hak atas ”privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk datadata medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut peraturan yang
berlaku.

g.

Hak untuk memperoleh informasi /penjelasan secara lengkap tentang
tindakan medik yg akan dilakukan thd dirinya.

h.

Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh
dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.

i.

Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri
sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.

j.

Hak didampingi keluarga dan atau penasehatnya dalam beribad dan atau
masalah lainya (dalam keadaan kritis atau menjelang kematian).

k.

Hak beribadat menurut agama dan kepercayaannya selama tidak
mengganggu ketertiban & ketenangan umum/pasien lainya.

l.

Hak atas keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah sakit

m. Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah sakit
terhadap dirinya
n.

Hak transparansi biaya pengobatan/tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran).

o.

Hak akses /’inzage’ kepada rekam medis/ hak atas kandungan ISI rekam
medis miliknya.

p.

Memberikan

informasi

yang

lengkap

dan

jujur

tentang

masalah

kesehatannya kepada dokter yang merawat.
q.

Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi dan perawat dalam
pengobatanya.

r.

Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. Berkewajiban
memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

8

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN
Seringkali ketika Anda menjadi pasien dari seorang dokter hanya bisa
menerima apa yang disampaikan oleh dokter tentang penyakit kita serta tindakan
yang akan diambil untuk penyembuhan penyakit tersebut. Namun apakah lantas
dokter dan tenaga medis lain dapat bertindak semena-mena terhadap tubuh Anda ?
Apakah Anda mempunyai hak dan kewajiban sebagai pasien ? Bagaimana Anda
mendapatkannya ?
Tentu saja jawabnya adalah tidak. Karena pada dasarnya para dokter
dalam melakukan praktek kedokteran berada di bawah sumpah dokter dan kode
etik kedokteran yang mengharuskan mereka memberikan pelayanan terbaik bagi
pasien sebagai umat manusia.
Di samping itu, kepentingan dan hak-hak pasien juga terlindungi sejak
diberlakukannya Undang-undang nomo 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Pasien sebagai konsumen kesehatan memiliki perlindungan diri dari
kemungkinan upaya kesehatan yang tidak bertanggungjawab seperti penelantaran.
Pasien juga berhak atas keselamatan, keamanan, dan kenyamanan terhadap
pelayanan jasa kesehatan yang diterima. Dengan hak tersebut maka konsumen
akan terlindungi dari praktik profesi yang mengancam keselamatan atau
kesehatan.
Hak pasien yang lainnya sebagai konsumen adalah hak untuk didengar dan
mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang didapatkan tidak sebagaimana
mestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya
kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan rumah sakit dalam
pelayanannya. Selain itu konsumen berhak untuk memilih dokter yang diinginkan
dan berhak untuk mendapatkan opini kedua (second opinion), juga berhak untuk
mendapatkan rekam medik (medical record) yang berisikan riwayat penyakit
pasien.
Hak-hak pasien juga dijelaskan pada Undang-undang nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan. Pasal 14 UU tersebut mengungkapkan bahwa setiap

9

orang berhak untuk mendapatkan kesehatan optimal. Pasal 53 menyebutkan
bahwa setiap pasien berhak atas informasi, rahasia kedokteran, dan hak opini
kedua. Pasal 55 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti rugi
karena kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada akhir Oktober 2000 juga telah berikrar
tentang hak dan kewajiban pasien dan dokter, yang wajib untuk diketahui dan
dipatuhi oleh seluruh dokter di Indonesia. Salah satu hak pasien yang utama
dalam ikrar tersebut adalah hak untuk menentukan nasibnya sendiri, yang
merupakan bagian dari hak asasi manusia, serta hak atas rahasia kedokteran
terhadap riwayat penyakit yang dideritanya.
Hak menentukan nasibnya sendiri berarti hak memilih dokter, perawat dan
sarana kesehatannya dan hak untuk menerima, menolak atau menghentikan
pengobatan atau perawatan atas dirinya, tentu saja setelah menerima informasi
yang lengkap mengenai keadaan kesehatan atau penyakitnya.
Sementara itu, pasien juga memiliki kewajiban, yaitu memberikan informasi
yang benar kepada dokter dengan i’tikad baik, mematuhi anjuran dokter atau
perawat -baik dalam rangka diagnosis, pengobatan maupun perawatannya-, dan
kewajiban memberi imbalan jasa yang layak. Pasien juga mempunyai kewajiban
untuk tidak memaksakan keinginannya agar dilaksanakan oleh dokter apabila
ternyata berlawanan dengan kebebasan dan keluhuran profesi dokter.
Proses untuk ikut menentukan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap
tubuh kita sendiri sebagai pasien setelah mendapatkan cukup informasi, dalam
dunia kedokteran dikenal dengan istilah kesepakatan yang jelas (informed
consent). Di Indonesia ketentuan tentang informed consent ini diatur lewat
Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1981 dan Surat Keputusan Pengurus Besar
Ikatan Dokter Indonesia nomor 319/PB/A4/88. Pernyataan IDI tentang informed
consent ini adalah :
1.

Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan
apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak

10

melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien,
walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.
2.

Semua tindakan medis memerlukan informed consent secara lisan maupun
tertulis.

3.

Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar, mengharuskan
adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya
pasien memperoleh informasi yang cukup tentang perlunya tindakan medis
yang bersangkutan serta risikonya.

4.

Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan
persetujuan lisan atau sikap diam.

5.

Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta
maupun tidak diminta oleh pasien. Tidak boleh menahan informasi, kecuali
bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan
kesehatan pasien. Dalam hal ini dokter dapat memberikan informasi kepada
keluarga terdekat pasien. Dalam memberi informasi kepada keluarga terdekat
dengan pasien, kehadiran seorang perawat atau paramedik lain sebagai saksi
adalah penting.

6.

Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang
direncanakan akan diambil. Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi
dapat pula secara tertulis.

11

2.3 Sanksi Hukum Dalam Keperawatan
1.

Hukum dalam keperawatan
Hukum adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah
hukum, sedangkan etika adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidahkaidah non hukum, yaitu kaidah-kaidah tingkah laku (etika) (Supriadi,
2001).
Hukum adalah ” A binding custom or practice of acommunity: a
rule of conduct or action, prescribed or fomally recognized as binding
or enforced by a controlling authority “ (Webster’s, 2003).
Banyak sekali definisi-definisi yang berkaitan dengan hukum,
tetapi yang penting adalah hukum itu sifatnya rasionalogic, sedangkan
tentang hukum dalam keperawatan adalah kumpulan peraturan yang
berisi kaidah-kaidah hukum keperawatan yang rasionalogic dan dapat
dipertanggung jawabkan.
Fungsi hukum dalam keperawatan, sebagai berikut:
a. Memberi kerangka kerja untuk menetapkan kegiatan praktek
perawatan apa yang legal dalam merawat pasien.
b. Membedakan tanggung jawab perawat dari profesi kesehatan lain
c. Membantu menetapkan batasan yang independen tentang kegiatan
keperawatan
d. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan
membuat perawat akontabilitas dibawah hukum yang berlaku.

2.

Kelalaian (Negligence)
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk
dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada
unsur kelalaian.
Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat
melanggar standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain
(Sampurno, 2005).

12

Sedangkan menurut amir dan hanafiah (1998) yang dimaksud
dengan kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan
apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar,
atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati
tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.
Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan
sesuatu yang seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan
sesuatu secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994).
Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu
yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak
dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah
ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat
tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan
keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
3.

Jenis-jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai
berikut:
1. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum
atau tidak tepat/layak, misal: melakukan tindakan keperawatan
tanpa indikasi yang memadai/tepat
2. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang
tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat
Misal: melakukan tindakan keperawatan dengan menyalahi
prosedur
3. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang
merupakan kewajibannya.
Misal: Pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak
dilakukan.

13

Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap
tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu:
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan
atau untuk tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien
tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpanagan kewajiban
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh
pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang
diberikan oleh pemberi pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata,
dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara
penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya
menurunkan “Proximate cause”
5. Liabilitas dalam praktek keperawatan
Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap
setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan. Perawat
profesional, seperti halnya tenaga kesehatan lain mempunyai
tanggung jawab terhadap setiap bahaya yang timbulkan dari
kesalahan tindakannya. Tanggungan yang dibebankan perawat
dapat berasal dari kesalahan yang dilakukan oleh perawat baik
berupa tindakan kriminal kecerobohan dan kelalaian.
Seperti telah didefinisikan diatas bahwa kelalaian merupakan
kegagalan melakukan sesuatu yang oleh orang lain dengan
klasifikasi yang sama, seharusnya dapat dilakukan dalam situasi
yang sama, hal ini merupakan masalah hukum yang paling lazim
terjadi dalam keperawatan. Terjadi akibat kegagalan menerapkan
pengetahuan dalam praktek antara lain disebabkan kurang
pengetahuan. Dan dampak kelalaian ini dapat merugikan pasien.
Sedangkan akuntabilitas adalah konsep yang sangat penting dalam
praktik keperawatan. Akuntabilitas mengandung arti dapat

14

mempertaggung jawabkan suatu tindakan yang dilakukan dan
dapat menerima konsekuensi dari tindakan tersebut (Kozier, 1991).
6. Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan.
Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan
penerima praktek keperawatan yang ada di Indonesia, adalah
sebagai berikut:
a.

Undang – undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian
kesembilan pasal 32 (penyembuhan penyakit dan pemulihan)

b.

Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen

c.

Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang
Rumah Sakit

d.

Peraturan

Menkes

No.660/MenKes/SK/IX/1987

yang

dilengkapi surat ederan Direktur Jendral Pelayanan Medik
No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88

tentang

penerapan

standard praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di
Rumah Sakit.
e.

Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik
perawat dan direvisi dengan SK Kepmenkes No.1239/Menkes/
SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat.
Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima

praktek keperawatan memiliki akontabilitas terhadap keputusan
dan tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak
menutup kemungkinan perawat berbuat kesalahan baik sengaja
maupun tidak sengaja. Oleh karena itu dalam menjalankan
prakteknya secara hukum perawat harus memperhatikan baik aspek
moral atau etik keperawatan dan juga aspek hukum yang berlaku di
Indonesia.

Fry

(1990)

menyatakan

bahwa

akuntabilitas

mengandung dua komponen utama, yakni tanggung jawab dan
tanggung gugat. Hal ini berarti tindakan yang dilakukan perawat

15

dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang
dapat dibenarkan atau absah (Priharjo, 1995)
7. Tanggung jawab profesi perawat
Perawat adalah salah satu pekerjaan yang memiliki ciri atau sifat
yang sesuai dengan ciri-ciri profesi. Saat ini Indonesia sudah
memiliki pendidikan profesi keperawatan yang sesuai dengan
undang-undang sisdiknas, yaitu pendidikan keprofesian yang
diberikan pada orang yang telah memiliki jenjang S1 di bidang
keperawatan, bahkan sudah ada pendidikan spesialis keperawatan.
Organisasi profesi keperawatan telah memiliki standar profesi
walaupun secara luas sosialisasi masih berjalan lamban. Karena
Tanggung jawab dapat dipandang dalam suatu kerangka sistem
hirarki, dimulai dati tingkat individu, tingkat institusi/profesional
dan tingkat sosial (Kozier,1991)
Profesi perawat telah juga memiliki aturan tentang kewenangan
profesi, yang memiliki dua aspek, yaitu kewenangan material dan
kewenangan formil. Kewenagan material diperoleh sejak seseorang
memperoleh kompetensi dan kemudian ter-registrasi, yang disebut
sebagai Surat ijin perawat (SIP) dalam kepmenkes 1239.
sedangkan kewenangan formil adalah ijin yang memberikan
kewenangan kepada perawat (penerimanya) untuk melakukan
praktek profesi perawat, yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja
didalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila
bekerja secara perorangan atau kelompok. (Kepmenkes 1239,
2001).
Kewenangan profesi haruslah berkaitan dengan kompetensi
profesi, tidak boleh keluar dari kompetensi profesi. Kewenangan
perawat melakukan tindakan diluar kewenangan sebagaimana
disebutkan dalam pasal 20 Kepmenkes 1239 adalah bagian dari
good samaritan law yang memang diakui diseluruh dunia. Otonomi
kerja perawat dimanifestasikan ke dalam adanya organisasi profesi,
16

etika profesi dan standar pelayanan profesi. Oragnisasi profesi
atau

representatif

dari

masyrakat

profesi

harus

mampu

melaksanakan self-regulating, self-goverming dan self-disciplining,
dalam rangka memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa
perawat berpraktek adalah perawat yang telah kmpeten dan
memenuhi standar.
Etika profesi dibuat oleh organisasi profesi/masyrakat profesi,
untuk mengatur sikap dan tingkah laku para anggotanya, terutama
berkaitan dengan moralitas. Etika profesi perawat mendasarkan
ketentuan-ketentuan didalamnya kepada etika umum dan sifat-sifat
khusus moralitas profesi perawat, seperti autonomy, beneficence,
nonmalefience, justice, truth telling, privacy, confidentiality,
loyality, dan lalin-lain. Etika profesi bertujuan mempertahankan
keluhuran profesi umumnya dituliskan dalam bentuk kode etik dan
pelaksanaannya

diawasi

oleh

sebuah

majelis

atau

dewan

kehormatan etik.
Sedangkan standar pelayanan Kepmenkes 1239 disebut sebagai
standar profesi, dan diartikan sebagai pedoman yang harus
dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalanankan profesi
secara baik dan benar.
Tanggung jawab hukum pidana profesi perawat jelas merupakan
tanggung jawab perorangan atas perbuatan pelanggaran hukum
pidana yang dilakukannya. Jenis pidana yang mungkin dituntutkan
kepada perawat adalah pidana kelalaian yang mengakibatkan luka
(pasal 360 KUHP), atau luka berat atau mati (pasal 359 KUHP),
yang dikualifikasikan dengan pemberatan ancaman pidananya bila
dilakukan dalam rangka melakukan pekerjaannya (pasal 361
KUHP). Sedangkan pidana lain yang bukan kelalaian yang
mungkin dituntutkan adalah pembuatan keterangan palsu (pasal
267-268 KUHP).

17

Didalam setting Rumah Sakit, pidana kelallaian yang dapat
dituntutkan kepada profesi perawat dapat berupa kelalaian dalam
melakukan

asuhan

keperawatan

maupun

kelalaian

dalam

melakukan tindakan medis sebagai pelaksana delegasi tindakan
medis. Kelalaian dapat berupa kelalaian dalam mencegah
kecelakaan di Rumah Sakit (jatuh), kelalaian dalam mencegah
terjadinya decubitus atau pencegahan infeksi, kelalaian dalam
melakukan pemantauan keadaan pasien, kelalaian dalam merespon
suatu kedaruratan, dan bentuk kelalaian lainnya yang juga dapat
terjadi pada pelayanan profesi perorangan.

18

KASUS
Tn.T umur 55 tahun, dirawat di ruang 206 perawatan neurologi Rumah
Sakit AA, tn.T dirawat memasuki hari ketujuh perawatan. Tn.T dirawat di ruang
tersebut dengan diagnosa medis stroke iskemic, dengan kondisi saat masuk Tn.T
tidak sadar, tidak dapat makan, TD: 170/100, RR: 24 x/mt, N: 68 x/mt. Kondisi
pada hari ketujuh perawatan didapatkan Kesadaran compos mentis, TD: 150/100,
N: 68, hemiparese/kelumpuhan anggota gerak dextra atas dan bawah, bicara pelo,
mulut mencong kiri. Tn.T dapat mengerti bila diajak bicara dan dapat menjawab
pertanyaan dengan baik tetapi jawaban Tn.T tidak jelas (pelo). Tetapi saat sore
hari sekitar pukul 17.00 wib terdengar bunyi gelas plastik jatuh dan setelah itu
terdengar bunyi seseorang jatuh dari tempat tidur, diruang 206 dimana tempat
Tn.T dirawat. Saat itu juga perawat yang mendengar suara tersebut mendatangi
dan masuk ruang 206, saat itu perawat mendapati Tn.T sudah berada dilantai
dibawah tempatt tidurnya dengan barang-barang disekitarnya berantakan.
Ketika peristiwa itu terjadi keluarga Tn.T sedang berada dikamar mandi, dengan
adanya peristiwa itu keluarga juga langsung mendatangi tn.T, keluarga juga
terkejut dengan peristiwa itu, keluarga menanyakan kenapa terjadi hal itu dan
mengapa, keluarga tampak kesal dengan kejadian itu. Perawat dan keluarga
menanyakan kepada tn.T kenapa bapak jatuh, tn.T mengatakan ”saya akan
mengambil minum tiba-tiba saya jatuh, karena tidak ada pengangan pad temapt
tidurnya”, perawat bertanya lagi, kenapa bapak tidak minta tolong kami ” saya
pikir kan hanya mengambil air minum”.
Dua jam sebelum kejadian, perawat merapikan tempat tidur tn.T dan
perawat memberikan obat injeksi untuk penurun darah tinggi (captopril) tetapi
perawat lupa memasng side drill tempat tidur tn.T kembali. Tetapi saat itu juga
perawat memberitahukan pada pasien dan keluarga, bila butuh sesuatu dapat
memanggil perawat dengan alat yang tersedia.

19

PEMBAHASAN KASUS
Analisa Kasus
Kasus Tn.T merupakan salah satu bentuk kasus kelalaian dari perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan, seharusnya perawat memberikan rasa
aman dan nyaman kepada pasien (Tn.T). rasa nyaman dan aman salah satunya
dengan menjamin bahwa Tn.T tidak akan terjadi injuri/cedera, karena kondisi
Tn.T mengalami kelumpuhan seluruh anggota gerak kanan, sehingga mengalami
kesulitan dalam beraktifitas atau menggerakan tubuhnya.
Pada kasus diatas menunjukkan bahwa kelalaian perawat dalam hal ini
lupa atau tidak memasang pengaman tempat tidur (side drill) setelah memberikan
obat injeksi captopril, sehingga dengan tidak adanya penghalang tempat tidur
membuat Tn.T merasa leluasa bergerak dari tempat tidurnya tetapi kondisi inilah
yang menyebabkan Tn.T terjatuh.
Seharusnya sebagai perawat dituntut untuk dapat bertanggung jawab baik
etik, disiplin dan hukum. Dan prinsipnya dalam melakukan praktek keperawatan,
perawat harus menperhatikan

beberapa hal, yaitu: Melakukan praktek

keperawatan dengan ketelitian dan kecermatan, sesuai standar praktek
keperawatan, melakukan kegiatan sesuai kompetensinya, dan mempunyai upaya
peningkatan kesejaterahan serta kesembuhan pasien sebagai tujuan praktek.
Kelalaian implikasinya dapat dilihat dari segi etik dan hukum, bila
penyelesaiannya dari segi etik maka penyelesaiannya diserahkan dan ditangani
oleh profesinya sendiri, dalam hal ini dewan kode etik profesi yang ada
diorganisasi profesi, dan bila penyelesaian dari segi hukum maka harus dilihat
apakah hal ini sebagai bentuk pelanggaran pidana atau perdata atau keduannya
dan ini membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau pihak yang berkompeten
dibidang hukum.
Bila dilihat dari beberapa teori diatas, maka kasus Tn.T, merupakan kelalaian
dengan alasan, sebagai berikut:

20

1.

Kasus kelalaian Tn.T terjadi karena perawat tidak melakukan tindakan
keperawatan yang merupakan kewajiban perawat terhadap pasien, dalam hal
ini perawat tidak melakukan tindakan keperawatan sesuai standar profesi
keperawatan, dan bentuk kelalaian perawat ini termasuk dalam bentuk
Nonfeasance.
Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak melakukan
tindakan keperawatan dengan benar, diantaranya sebagai berikut:
a.

Perawat tidak kompeten (tidak sesuai dengan kompetensinya)

b.

Perawat tidak mengetahui SAK dan SOP

c.

Perawat tidak memahami standar praktek keperawatan

d.

Rencana keperawatan yang dibuat tidak lengkap

e.

Supervise dari ketua tim, kepala ruangan atau perawat primer tidak
dijalankan dengan baik

f.

Tidak mempunyai tool evaluasi yang benar dalam supervise
keperawatan

g.

Kurangnya komunikasi perawat kepada pasien dan kelaurga
tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan perawatan pasien. Karena
kerjasama pasien dan keluarga merupakan hal yang penting.

h.

Kurang atau tidak melibatkan keluarga dalam merencanakan
asuhan keperawatan

2.

Dampak – Dampak Kelalaian
Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai pelanggaran
etik dan pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak bagi pelaku,
penerima, dan organisasi profesi dan administrasi.
a.

Terhadap Pasien
1)

Terjadinya

kecelakaan

atau

injury

dan

dapat

menimbulkan masalah keperawatan baru
2)

Biaya Rumah Sakit bertambah akibat bertambahnya hari
rawat

21

3)

Kemungkinan terjadi komplikasi/munculnya masalah
kesehatan/ keperawatan lainnya.

4)

Terdapat pelanggaran hak dari pasien, yaitu mendapatkan
perawatan sesuai dengan standar yang benar.

5)

Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut
pihak Rumah Sakit atau perawat secara peroangan sesuai dengan
ketententuan yang berlaku, yaitu KUHP.

b.

Perawat sebagai individu/pribadi
1)

perawat tidak dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga
pihak profesi sendiri, karena telah melanggar prinsip-prinsip moral/etik
keperawatan, antara lain:
a)

Beneficience, yaitu tidak melakukan hal yang
sebaiknya dan merugikan pasien

b)

Veracity, yaitu tidak mengatakan kepada pasien
tentang tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh pasien dan
keluarga untuk dapat mencegah pasien jatuh dari tempat tidur

c)

Avoiding killing, yaitu perawat tidak menghargai
kehidupan manusia, jatuhnya pasien akan menambah penderitaan
pasien dan keluarga.

d)

Fidelity, yaitu perawat tidak setia pad komitmennya
karena perawat tidak mempunyai rasa “caring” terhadap pasien dan
keluarga, yang seharusnya sifat caring ini selalu menjadi dasar dari
pemberian bantuan kepada pasien.

2)

Perawat akan menghadapai tuntutan hukum dari keluarga
pasien dan ganti rugi atas kelalaiannya. Sesuai KUHP.

3)

Terdapat unsur kelalaian dari perawat, maka perawat akan
mendapat peringatan baik dari atasannya (Kepala ruang – Direktur RS)
dan juga organisasi profesinya.

c.

Bagi Rumah Sakit
1)

Kurangnya kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan RS

22

2)

Menurunnya kualitas keperawatan, dan kemungkinan
melanggar visi misi Rumah Sakit

3)

Kemungkinan RS dapat dituntut baik secara hukum
pidana dan perdata karena melakukan kelalaian terhadap pasien

4)

Standarisasi pelayanan Rumah Sakit akan dipertanyakan
baik secara administrasi dan prosedural

d.

Bagi profesi
1)

Kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan
berkurang, karena menganggap organisasi profesi tidak dapat
menjamin kepada masyarakat bahwa perawat yang melakukan asuhan
keperawatan adalah perawat yang sudah kompeten dan memenuhi
standar keperawatan.

2)

Masyarakat atau keluarga pasien akan mempertanyakan
mutu dan standarisasi perawat yang telah dihasilkan oleh pendidikan
keperawatan

3.

Hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan bagi
penerima pelayanan asuhan keperawatan, adalah sebagai berikut:
1) Bagi Profesi atau Organisasi Profesi keperawatan :
a.

Bagi

perawat

secara

individu

harus

melakukan

tindakan

keperawatan/praktek keperawatan dengan kecermatan dan ketelitian
tidak ceroboh.
b.

Perlunya standarisasi praktek keperawatan yang di buat oleh
organisasi profesi dengan jelas dan tegas.

c.

Perlunya suatu badan atau konsil keperawatan yang menyeleksi
perawat yang sebelum bekerja pada pelayanan keperawatan dan
melakukan praktek keperawatan.

d.

Memberlakukan segala ketentuan/perundangan yang ada kepada
perawat/praktisi

keperawatan

sebelum

memberikan

praktek

keperawatan sehingga dapat dipertanggung jawabkan baik secara

23

administrasi dan hukum, missal: SIP dikeluarkan dengan sudah
melewati proses-proses tertentu.
2) Bagi Rumah Sakit dan Ruangan
a. Hendaknya

Rumah

Sakit

melakukan

uji

kompetensi

sesuai

standarisasi yang telah ditetapkan oleh profesi keperawatan
b. Rumah Sakit dalam hal ini ruangan rawat melakukan uji kompetensi
pada bidangnya secara bertahap dan berkesinambungan.
c. Rumah Sakit/Ruang rawat dapat melakukan system regulasi
keperawatan yang jelas dan sesuai dengan standar, berupa registrasi,
sertifikasi, lisensi bagi perawatnya.
d. Perlunya pelatihan atau seminar secara periodic bagi semua perawat
berkaitan dengan etik dan hukum dalam keperawatan.
e. Ruangan rawat harus membuat SAK atau SOP yang jelas dan sesuai
dengan standar praktek keperawatan.
f. Bidang keperawatan/ruangan dapat memberikan pembinaan kepada
perawat yang melakukan kelalaian.
g. Ruangan dan RS bekerjasama dengan organisasi profesi dalam
pembinaan dan persiapan pembelaan hukum bila ada tuntutan dari
keluarga.
Penyelesaian

Kasus

Tn.T

dan

kelalaian

perawat

diatas,

harus

memperhatikan berbagai hal baik dari segi pasien dan kelurga, perawat secara
perorangan, Rumah Sakit sebagai institusi dan juga bagaimana padangan dari
organisasi profesi.
Pasien dan keluarga perlu untuk dikaji dan dilakukan testomoni atas
kejadian tersebut, bila dilihat dari kasus bahwa Tn.T dan kelurga telah diberikan
penjelasan oleh perawat sebelum, bila membutuhkan sesuatu dapat memanggil
perawat dengan menggunakan alat bantu yang ada. Ini menunjukkan juga bentuk
kelalaian atau ketidakdisiplinan dari pasien dan keluarga atas jatuhnya Tn.T.

24

Segi perawat secara perorangan, harus dilihat dahulu apakah perawat tersebut
kompeten dan sudah memiliki Surat ijin perawat, atau lainnya sesuai ketentuan
perudang-undangan yang berlaku, apa perawat tersebut memang kompete dan
telah sesuai melakukan praktek asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke,
seperti Tn.T.
Tetapi bagaimanapun perawat harus dapat mempertanggung jawabkan
semua bentuk kelalaian sesuai aturan perundangan yang berlaku.
Bagi pihak Rumah Sakit, harus juga memberikan penjelasan apakah perawat
yang dipekerjakan di Rumah Sakit tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang
diperbolehkan oleh profesi untuk mempekerjakan perawat tersebut. Apakah RS
atau ruangan tempat Tn.T dirawat mempunyai standar (SOP) yang jelas. Dan
harus diperjelas bagaimana Hubungan perawat sebagai pemberi praktek asuhan
keperawatan di dan kedudukan RS terhadap perawat tersebut.
Hak-hak pasien juga dijelaskan pada Undang-undang nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan. Pasal 14 UU tersebut mengungkapkan bahwa setiap orang
berhak untuk mendapatkan kesehatan optimal. Pasal 53 menyebutkan bahwa
setiap pasien berhak atas informasi, rahasia kedokteran, dan hak opini kedua.
Pasal 55 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti rugi karena
kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.
4.

Hukum dalam keperawatan :
1.

Apabila perawat melakukan kelalaian tapi tidak membuat
cedera dan tidak merugikan pasien maka masalah akan diselesaikan
diserahkan dan ditangani oleh profesinya sendiri, dalam hal ini dewan
kode etik profesi yang ada diorganisasi profesi. Dan sanksi yang akan
diberikan berupa teguran secara lisan dan dilakukan pembinaan dan
ditegur secara tertulis dan dilakukan pembinaan atau perawat tersebut
dikeluarkan dari tempat kerjanya.

2.

dan apabila perawat tersebut melakukan kelalaian dan membuat pasien
cedera maka penyelesaiannya dari segi hukum maka harus dilihat
apakah hal ini sebagai bentuk pelanggaran pidana atau perdata atau

25

keduannya dan ini membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau pihak
yang berkompeten dibidang hukum. Pertanggungjawaban perawat
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat dilihat berdasarkan
tiga (3) bentuk pembidangan hukum yakni pertanggungjawaban secara
hukum keperdataan, hukum pidana dan hukum administrasi.
Gugatan keperdataan terhadap perawat bersumber pada dua bentuk yakni
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaad) sesuai dengan ketentuan Pasal
1365 KUHPerdata dan perbuatan wanprestasi (contractual liability) sesuai dengan
ketentuan Pasal 1239 KUHPerdata. Dan Pertanggungjawaban perawat bila dilihat
dari ketentuan dalam KUHPerdata maka dapat dikatagorikan ke dalam 4 (empat)
prinsip sebagai berkut:
a) Pertanggungjawaban langsung dan mandiri (personal liability) berdasarkan
Pasal 1365 BW dan Pasal 1366 BW. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut
maka seorang perawat yang melakukan kesalahan dalam menjalankan fungsi
independennya yang mengakibatkan kerugian pada pasien maka ia wajib
memikul tanggungjawabnya secara mandiri.
b) Pertanggungjawaban dengan asas respondeat superior atau vicarious liability
atau let's the master answer maupun khusus di ruang bedah dengan asas the
captain of ship melalui Pasal 1367 BW. Bila dikaitkan dengan pelaksanaan
fungsi perawat maka kesalahan yang terjadi dalam menjalankan fungsi
interdependen perawat akan melahirkan bentuk pertanggungjawaban di atas.
Sebagai bagian dari tim maupun orang yang bekerja di bawah perintah
dokter/rumah sakit, maka perawat akan bersama-sama bertanggung gugat
kepada kerugian yang menimpa pasien.
c) Pertanggungjawaban dengan asas zaakwarneming berdasarkan Pasal 1354
BW.
d) Dalam hal ini konsep pertanggungjawaban terjadi seketika bagi seorang
perawat yang berada dalam kondisi tertentu harus melakukan pertolongan
darurat dimana tidak ada orang lain yang berkompeten untuk itu.

26

Perlindungan hukum dalam tindakan zaarwarneming perawat tersebut
tertuang dalam Pasal 10 Permenkes No. 148 Tahun 2010. Perawat justru akan
dimintai pertanggungjawaban hukum apabila tidak mengerjakan apa yang
seharusnya dikerjakan dalam Pasal 10 tersebut.
Gugatan berdasarkan wanprestasi seorang perawat akan dimintai
pertanggungjawaban apabila terpenuhi unsur-unsur wanprestasi yaitu:
a) Tidak mengerjakan kewajibannya sama sekali; dalam konteks ini apabila
seorang perawat tidak mengerjakan semua tugas dan kewenangan sesuai
dengan fungsinya, peran maupun tindakan keperawatan.
b) Mengerjakan kewajiban tetapi terlambat; dalam hal ini apabila kewajiban
sesuai fungsi tersebut dilakukan terlambat yang mengakibatkan kerugian
pada pasien. Contoh kasus seorang perawat yang tidak membuang kantong
urine pasien dengan kateter secara rutin setiap hari. Melainkan 2 hari
sekali dengan ditunggu sampai penuh. Tindakan tersebut megakibatkan
pasien mengalami infeksi saluran urine dari kuman yang berasal dari urine
yang tidak dibuang.
c) Mengerjakan kewajiban tetapi tidak sesuai dengan yang seharusnya; suatu
tugas yang dikerjakan asal-asalan. Sebagai contoh seorang perawat yang
mengecilkan aliran air infus pasien di malam hari hanya karena tidak mau
terganggu istirahatnya.
d) Mengerjakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan; dalam hal ini apabila
seorang perawat melakukan tindakan medis yang tidak mendapat delegasi
dari dokter, seperti menyuntik pasien tanpa perintah, melakukan infus
padahal dirinya belum terlatih.
Apabila seorang perawat terbukti memenuhi unsur wanprestasi, maka
pertanggungjawaban itu akan dipikul langsung oleh perawat yang bersangkutan
sesuai personal liability.
Sementara dari aspek pertanggungjawaban secara hukum pidana seorang
perawat baru dapat dimintai pertanggungjawaban apabila terdapat unsur-unsur
sebagai berikut; pertama; suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum ; dalam

27

hal ini apabila perawat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang
tertuang dalam Pasal 8 Permenkes No. 148/2010, kedua; mampu bertanggung
jawab, dalam hal ini seorang perawat yang memahami konsekuensi dan resiko
dari setiap tindakannya dan secara kemampuan, telah mendapat pelatihan dan
pendidikan untuk itu. Artinya seorang perawat yang menyadari bahwa
tindakannya dapat merugikan pasien, ketiga; adanya kesalahan (schuld) berupa
kesengajaan (dolus) atau karena kealpaan (culpa), ketiga; tidak adanya alasan
pembenar atau alasan pemaaf; dalam hal ini tidak ada alasan pemaaf seperti tidak
adanya aturan yang mengijinkannya melakukan suatu tindakan, ataupun tidak ada
alasan pembenar.
Secara prinsip, pertanggungjawaban hukum administrasi lahir karena
adanya pelanggaran terhadap ketentuan hukum administrasi

terhadap

penyelenggaraan praktik perawat berdasarkan ketentuan yang berlaku. Permenkes
No. 148/2010 telah memberikan ketentuan administrasi yang wajib ditaati perawat
yakni:
a) Surat Izin Praktik Perawat bagi perawat yang melakukan praktik mandiri.
b) Penyelengaraan pelayanan kesehatan berdasarkan kewenangan yang telah
diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9 dengan pengecualian Pasal 10.
c) Kewajiban untuk bekerja sesuai standar profesi

28

BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Dengan perubahan paradigma perawat dari yang dulunya vokasional
menjadi professional maka perawat dan mahasiswa sebagai calon perawat harus
memahami betapa pentingnya standart praktik keperawatan sehingga membantu
dalam kelancaran memberikan asuhan keperawatan
Dan dengan konsekuensi tersebut perawat dan mahasiswa harus mampu
mengembangkan kemampuan kognitif maupun psikomotornya serta juga mengerti
dengan hokum – hokum yang berkaitan dengan pelayanan keperawatan, sehingga
bias terhindar dari kesalahan dan dapat melaksanakan pelayanan sesuai dengan
standart, sehingga menghasilkan pelayann yang bermutu.
3.2 Saran
Perawat dan mahasiswa harus lebih mampu untuk megembangkan dirinya
sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik serta mampu melaksanakan
standart praktik dengan baik sehingga dengna perubahan paradigma tersebut dan
pembagian tugas dan tanggung jaawab membuat seorang perawaat selalu siap.

29

DAFTAR PUSTAKA
Nila, Hj. Ismani (2001). Etika Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.
Potter, Patricia A. (2005). Fundamental of Nursing: Concepts, Proses adn Practice
1st Edition. Jakarta: EGC.
http://addy1571.files.wordpress.com/2008/12/tanggung-jawab-dan-tanggunggugat-perawat-dalam-sudut-pandan.pdf

30