MEMPOSISIKAN PROYEK NEXTMAP INDONESIA DA
MEMPOSISIKAN PROYEK NEXTMAP
INDONESIA
DALAM PROGRAM PEMETAAN NASIONAL
INDONESIA
Tono Sakson
ABSTRAK
NEXTMap Indonesia adalah merupakan modus operandi baru proyek
pemetaan di Indonesia, di mana prakarsa dan pembiayaannya akan
dilakukan murni oleh pihak swasta, tanpa pemerintah Indonesia harus
mengeluarkan biaya sedikitpun. Skala peta dasar yang akan dihasilkan
adalah 1:10,000. Tanpa membesar-besarkan, ini akan merupakan revolusi
dalam sejarah pemetaan dasar di Indonesia. Data digital elevation model
(DEM) dan orthorectifed radar image (ORRI) yang dihasilkan akan sangat
berguna sehingga proyek-proyek pemetaan lainnya akan dapat dilakukan
dengan lebih efsien dan efektif. Tidak mustahil ini akan menjadi titik awal
dari terbentuknya pusat pemrosesan data radar interferometri di Indonesia
yang akan melayani kebutuhan-kebutuhan dunia.
1 PENDAHULUAN
NEXTMap Indonesia adalah proyek pemetaan dasar wilayah Indonesia atas
prakarsa dan pembiayaan penuh pihak swasta yang merupakan kerjasama
antara PT. Exsa International (Indonesia) dengan Intermap Technologies, Inc.
(Kanada). Sesuai dengan pengalaman yang panjang Intermap Technologies
sebagai salah satu dari hanya segelintir operator pemetaan radar
interferometri di dunia, maka teknologi IFSAR (InterFerometric Synthetic
Aperture Radar) STAR-3i juga akan digunakan untuk proyek NEXTMap
Indonesia ini. Proyek ini akan dilakukan dalam beberapa tahap. Sebagai
tahap pertama, akan dilakukan pemetaan seluruh wilayah Sulawesi,
Kalimantan Timur, sebagian Nusa Tenggara, dan sebagian Maluku. Bila
program ini berjalan lancar sesuai dengan harapan semula, maka pemetaan
seluruh wilayah Indonesia mungkin saja akan dilakukan sesuai dengan
kebutuhan dan tahapan-tahapan programnya.
Persiapan untuk pelaksanaan proyek NEXTMap Indonesia telah mengalami
kemajuan meskipun tidak secepat yang diharapkan terutama akibat
hambatan-hambatan birokrasi pemerintah Indonesia sendiri yang sebetulnya
akan memperoleh manfaat berupa percepatan program pemetaan dasar
nasional Indonesia, tanpa pemerintah harus mengeluarkan biaya sedikitpun.
Program yang sudah dirintis dan dikomunikasikan sejak Mei/Juni 2002 dan
diharapkan dapat dimulai pada awal Oktober tahun ini, diperkirakan baru
akan mulai efektif berjalan sekitar awal Desember tahun ini.
Saat ini, persiapan pelaksanaan proyek ini telah dilaksanakan dan sedang
dalam proses yang secara umum meliputi:
1
Kerjasama dengan instansi-instansi pemerintah dan perguruan tinggi yang bersedia
menjadi sponsor proyek ini;
Digital
Terrain
Modeling
[email protected]
1
1
2
3
4
5
6
7
8
Specialist,
PT.
Exsa
International.
E-Mail:
Mendatangkan tenaga ahli Intermap Technologies dalam bidang logistik dan
keuangan termasuk CEO dan beberapa Vice Presidents Intermap Technologies untuk
lobi tingkat tinggi dengan pejabat-pejabat Indonesia;
Persiapan perijinan survey melalui permohonan security clerance melalui instansiinstansi yang berwenang;
Mengirim personel-personel militer dan intelijen untuk inspeksi pesawat dan
peralatan radar interferometri ke Singapura sebagai intermediate entry point sebelum
pesawat dan peralatan tersebut masuk ke Indonesia;
Permohonan perizinan importasi pesawat dan peralatan-peralatan pemrosesan
radar interferometri;
Permohonan perizinan kelaikan terbang;
Mendatangkan para insinyur dan tenaga ahli untuk instalasi peralatan-peralatan
survey dan proses radar interferometri;
Pelaksanaan pengukuran titik-titik kontrol melalui pengukuran GPS;
Persiapan pengiriman tenaga ahli Indonesia untuk memperoleh pelatihan
pemrosesan radar interferometri di Kanada dan Amerika. Selanjutnya, merekalah yang
diharapkan akan memberikan pelatihan untuk para operator dan tenaga ahli Indonesia
lainnya kelak.
2 PARTISIPSI SWASTA DALAM PROYEK PEMETAAN
Pada umumnya proyek pemetaan dasar adalah merupakan proyek
pemerintah (baca: negara) seperti halnya kewajiban yang melekat pada
negara untuk menyediakan infrastruktur dasar lainnya (jaringan jalan,
jaringan telekomunikasi, jaringan utilitas, pelayanan kesehatan, pendidikan
masyarakat, dsb.). Dengan demikian, proyek pemetaan dasar umumnya juga
memperoleh pembiayaan dari pemerintah karena merupakan kewajiban
negara dalam menyediakan peta dasar untuk rakyatnya. Dalam konteks ini,
maka proyek NEXTMap Indonesia memang merupakan sebuah proyek
dengan modus operandi baru, di mana pembiayaan proyek ini adalah murni
menjadi prakarsa dan beban pihak swasta yang merasa berkepentingan
untuk segera memperoleh data dasar sumberdaya alam nasional dengan
cepat. Menarik analogi dari penyediaan infrastruktur dasar yang lain
(ekonomi, pendidikan dan kesehatan) seperti disebutkan di atas, maka pola
inipun sebetulnya telah lama berlangsung di sektor-sektor lain.
Bahkan sebelum Indonesia merdeka, pihak swasta sebetulnya telah banyak
berpartisipasi dalam pembangunan dan penyelenggaraan sekolah, perguruan
tinggi, dan rumah sakit di Indonesia ini. Maka berkembanglah ribuan sekolahsekolah dan rumah-rumah sakit swasta yang pada umumnya dikembangkan
oleh organisasi-organisasi (sosial maupun keagamaan) di seluruh tanah air.
Partisipasi
itu
bahkan
terus
meningkat
belakangan
ini
berupa
tumbuhsuburnya sekolah-sekolah unggulan dan rumah-rumah sakit mewah
yang misinya mungkin sudah tidak lagi murni sebagai gerakan sosial tapi
sudah menjadi peluang usaha dan gerakan ekonomi. Di bidang industri
telekomunikasi, transportasi dan media masa, partisipasi swasta bahkan
sudah merupakan murni pergerakan kapitalisasi untuk memperoleh
keuntungan. Faktor-faktor pendukung partisipasi swasta di berbagai sektor
sosial dan ekonomi ini, antara lain:
1
2
keterbatasan kemampuan pemerintah;
semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat;
3
4
5
semakin meningkatnya kebutuhan lapangan kerja baru;
semakin terbukanya partisipasi masyarakat dan berkembangnya peluang dan jenis
usaha;
tuntutan peningkatan kualitas dengan melihat pembanding di negara-negara
tetangga yang sudah lebih maju, dsb.
Gerakan dan partisipasi masyarakat itu tentu saja harus disikapi oleh
pemerintah sebagai upaya yang positif dari masyarakat untuk kemanjuan
pembangunan negara di berbagai bidang. Tidak mungkin ada lagi peluang
bagi pemerintah untuk membendung
gerakan ekonomi di dunia yang
semakin terbuka ini. Tugas pemerintah hanyalah bagaimana menyiapkan
regulasi agar:
1
2
3
4
5
partisipasi masyarakat ini tidak menjadi gerakan yang liar;
terkontrol standar pelayanan dan kualitasnya;
tidak terjadi monopoli;
sedapat mungkin harus menimbulkan efek domino positif untuk pembangunan di
sektor lain (baca: bergulirnya roda ekonomi di sektor lain), dan
kepentingan masyarakat sebagai penggunanya selalu terlindungi.
Dengan mengambil analogi di atas, maka proyek pemetaan seperti yang
pertama kali akan dilakukan oleh swasta melalui proyek NEXTMap Indonesia
ini pun sejatinya merupakan gerakan masyarakat yang sebetulnya sudah
tidak sabar menunggu hasil kerja pemerintah yang telah berpuluh tahun
melakukan tugas pemetaan dasar nasional melalui uang pinjaman yang
bebannya menjadi tanggungan seluruh rakyat, sementara hasilnya belum
memuaskan. Dengan kata lain, seyogyanya pemerintah harus melihat
partisipasi masyarakat ini secara positif dan berusaha agar program ini
komplementer terhadap program-program pemetaan nasional yang belum
bisa diselesaikannya. Lebih daripada itu, pemerintah harus melihat ini
sebagai peluang yang justru akan membantu menyelesaikan programprogram pemetaan yang belum dan tidak mungkin diselesaikan oleh
pemerintah apapun hambatan dan kendalanya.
3 MODEL PARTISIPASI SWASTA DALAM SEKOR PEMETAAN
Prakarsa dan pembiayaan penuh pemetaan dasar nasional sebetulnya sudah
dilakukan untuk wilayah nasional Inggris Raya baru-baru ini melalui proyek
NEXTMap Britain. Proyek ini lah yang kini menjadi model untuk proyek
NEXTMap Indonesia saat ini. Dalam NEXTMap Britain, kecuali wilayah negara
bagian Northern Ireland, wilayah-wilayah negara bagian England, Wales, dan
sebagian Scotland diliput dengan data IFSAR yang akuisisi datanya
diselesaikan hanya dalam kurun waktu tiga bulan. Sementara itu, proses data
IFSARnya diharapkan akan selesai pada akhir tahun ini. Dalam kasus
NEXTMap Britain ini, pembiayaan seluruh proyek ini dilakukan melalui
perusahaan-perusahaan asuransi Inggris yang memerlukan data yang akurat
untuk pembangunan bisnis asuransi (terutama properti) di negara tersebut.
Wilayah-wilayah Inggris Raya di atas akan terpetakan dengan data digital
elevation model (DEM) dan orthorectifed radar image (ORRI) dengan
kualifkasi teknis yang cocok untuk pemetaan skala 1:10,000. Tentu saja
pemerintah dan masyarakat Inggris menyambut partisipasi swasta ini dengan
sangat gembira karena ini merupakan perbaikan (kualitas maupun
kecepatan) atas peta dasar nasional yang telah mereka miliki selama ini yang
berskala 1:25,000 yang telah beratus-ratus tahun dilakukan oleh Ordnance
Surveys.
Keamanan (baca: keamanan informasi obyek-obyek ftal terhadap akses
masyarakat luas) adalah isu lain yang biasanya dihembuskan sebagai upaya
untuk membendung masuknya partisipasi swasta dalam sektor pemetaan.
Isu ini bahkan telah lama digunakan oleh satu institusi pemerintah untuk
menghambat instansi pemerintah yang lain untuk ikut berpartisipasi dalam
sektor pemetaan di Indonesia.
Namun, masihkah relevan usaha-usaha proteksi ini manakala kemajuan
satellite imaging sudah sedemikian canggihnya di mana ketelitian sub-meter
telah dapat disensor dari satelit sipil (apalagi satelit militer) yang terbang
ratusan kilometer di atas muka bumi dan berada di luar jangkauan hukum
negara bahkan hukum internasional untuk menghadangnya? Salah satu citra
pertama yang disebarluaskan ke seluruh dunia oleh Space Imaging, sebagai
pemilik dan operator satelit Ikonos, adalah gambar Gedung Putih dan Capitol
Hill dua lambang hegemoni politik Amerika Serikat di dunia. Akan mampukah
Indonesia membendung tersebarnya gambar-gambar Istana Negara ke
seluruh dunia? Mungkin pemerintah Indonesia mempunyai kekuatan untuk
untuk membendung penyebaran gambar obyek-obyek vital nasional oleh
orang Indonesia di Indonesia, namun, gambar tersebut dapat dipesan dari
manapun dan oleh siapapun di seluruh dunia. Dengan kata lain, isu
keamanan sudah tidak relevan lagi dijadikan alat untuk menghadang
partisipasi swasta dalam sektor pemetaan.
Karena sudah tidak relevannya lagi isu keamanan dijadikan proteksi dalam
kemajuan teknologi pemetaan, maka tidak ada sedikitpun upaya pemerintah
dan masyarakat Inggris untuk menghadang program NEXTMap Britain.
4 PRODUK-PRODUK NEXTMAP INDONESIA
Seperti disebutkan di atas, seperti halnya proyek NEXTMap Britain, proyek
NEXTMap Indonesia hanya akan menghasilkan dua buah produk
dasar/standar berupa:
1 1. Data Digital Elevation Model (DEM);
2 2. Data OrthoRectifed Radar Image (ORRI).
3
DEM yang dihasilkan akan mempunyai grid spacing antara 5-10 meter
dengan ketelitian vertikal 0.5-3 meter. Secara kualitatif, data DEM di atas
akan cukup untuk produksi peta sakala 1:5,000 sampai 1:15,000 (atau ratarata pada skala 1:10,000). Sementara itu, ORRI yang diproduksi akan
memiliki resolusi tanah sebesar 1.25-2.5 meter dengan ketelitian sebesar 1
pixel. Dengan demikian, ORRI yang dihasilkan inipun akan secara kualitatif
memenuhi syarat untuk pemetaan skala 1:10,000.
Sementara itu, berbagai pihak independen telah melakukan penelitian atas
ketelitian produk IFSAR ini yang menghasilkan ketelitian seperti di atas.
Selain itu, beberapa institusi juga telah melakukan kajian.
Tidak ada satupun produk yang dihasilkan NEXTMap Indonesia seperti di atas
yang telah dan akan diproduksi secara rutin oleh otoritas pemetaan di
Indonesia. Dengan demikian, tidak seharusnya ada kekhawatiran akan
adanya tumpang-tindih dengan apa yang secara rutin diproduksi oleh otoritas
pemetaan Indonesia. Apalagi ketakutan akan adanya monopoli karena
Konsorsium Exsa-Intermap juga tidak memiliki exclusive right yang bisa
menghadang pihak lain untuk memproduksi produk sejenis. Mekanisme pasar
dan efesiensi operasi lah yang murni akan menentukan layak tidaknya
produk NEXTMap Indonesia dalam memenuhi kebutuhan pasar. Sebaliknya,
produk-produk di atas akan merupakan produk-produk yang sangat
diperlukan agar proses pemetaan wilayah Indonesia melalui medium lain
akan dapat dilakukan dengan lebih efsien dan efektif yang akan dijelaskan
lebih jauh pada bagian berikutnya dalam makalah ini.
1 4.1 Data Digital Elevation Model (DEM)
2
Alam diciptakan oleh Yang Maha Pencipta merupakan sebuah fenomena
analog.
Artinya,
seluruh
hamparan
alam
ini
terbentuk
secara
berkesinambungan, tanpa ada diskontinuitas. Bahkan untuk dua hamparan
alam yang secara teoretis bisa ditentukan batasnya (misalnya: batas pantai
antara daratan dan laut), karena fenomena analog alam di atas, manusia
sebetulnya tidak akan mempu menentukan batasnya secara tegas (kecuali
berupa pendekatan yang kemudian disepakati bersama melalui konvensi).
Fenomena analog itu juga terjadi pada permukaan bumi itu sendiri.
Permukaan bumi juga merupakan hamparan yang kontinu dan tidak terputus.
Semuanya tidak menjadi masalah selama ribuan bahkan mungkin jutaan
tahun manusia menjalankan misinya di bumi ini. Masalah baru akan timbul
ketika manusia harus melakukan pemodelan permukaan bumi ini di dalam
komputer karena komputer digital hanya mengenal data diskrit. Kebutuhan
untuk membuat data diskrit permukaan bumi itulah yang kemudian
menghasilkan sebuah konsep apa yang dinamakan data digital elevation
model
(DEM).
Seberapa
jauhkah
data
diskrit
ini
betul-betul
merepresentasikan permukaan bumi yang sesungguhnya? Atau dengan kata
lain: berapakah resolusi data DEM yang representatif untuk memodel bumi
yang sesungguhnya? Jawabannya: tergantung pada keperluannya.
Seberapa rincipun data DEM yang dihasilkan tentu saja tidak akan mampu
merepresentasikan permukaan bumi yang analog. Secara matematis,
dikatakan akan selalu terdapat frequensi tertentu yang hilang dan tidak
dapat direpresentasikan. Kajian-kajian seberapa jauh frequensi yang dapat
direpresentasikan oleh data DEM yang ada secara teoretis dapat dilakukan
melalui analisis fourier transform yang akan mendekomposisi frequensifrequensi yang ada.
Secara umum, data DEM sangat diperlukan oleh profesional di sektor apapun
bila mereka tertarik melakukan pemodelan permukaan bumi dalam
komputer. Seorang animator untuk keperluan produksi flm, misalnya, tidak
harus meledakkan gunung yang sesungguhnya untuk menghasilkan flm
tentang meledaknya gunung berapi. Dengan simulasi komputer ahli-ahli
animasi fractals akan mampu melakukannya di komputer dan akan tampak
begitu real bila model gunung yang digunakan adalah benar-benar model
gunung yang dibentuk berdasarkan data DEM yang sesungguhnya. Itulah
yang terjadi dalam flm-flm sejenis Harry Potter.
1 4.2 Produk Turunan dari Data Digital Elevation Model (DEM)
2
Bagi para profesional di bidang pemetaan, tentu saja data DEM juga memiliki
peranan yang sangat penting dalam industri pemetaan. Meskipun cara-cara
konvensional penarikan garis kontur langsung melalui floating marks dalam
fotogrametri klasik masih tetap populer di seluruh dunia, contour line
generation melalui pembentukkan delauney triangulation (triangulation
network - TIN) yang dibentuk dari data DEM juga semakin populer karena
prosesnya yang jauh lebih cepat (otomatis). Tentu saja, akan selalu ada
trade-off antara kecepatan dan akurasi garis kontur yang akan diperoleh.
Kelompok fotogrametri klasik tetap menyukai proses klasik karena tidak
terdapat proses interpolasi. Namun demikian, dalam industri pemetaan
moderen, tidak dapat disangkal lagi bahwa proses generasi kontur dari data
DEM kini semakin dominan dan disukai.
Selain untuk aplikasi di atas, data DEM tidak dapat disangkal lagi mutlak
diperlukan dalam proses ortorektifkasi citra (baik foto/citra udara maupun
citra satelit). Proses transformasi citra menjadi peta secara garis besar
sebetulnya secara matematis merupakan suatu proses perpotongan antara
dua buah fungsi. Yang pertama adalah sebuah fungsi yang merupakan model
matematis hubungan satu-satu antara setiap titik yang ada pada citra
dengan titik yang sesuai yang terdapat di permukaan tanah. Fungsi ini akan
melibatkan juga karakteristik internal sensor pencitra (sensor geometry
kamera udara/satelit) maupun karakteristik eksternal kamera tersebut dalam
pergerakannya selama mengelilibgi bumi (orbital ephemeris). Dalam
fotogrametri klasik, ini dinamakan collinearity equation. Fungsi yang kedua
adalah fungsi yang merepresentasikan model permukaan bumi yang
diperoleh dari data DEM di atas.
Ortorektifkasi adalah sebuah proses yang rumit, dan tentu saja
konsekuensinya mahal. Sebagai ilustrasi betapa mahalnya proses ini, berapa
nilai tambah proses itu diberikan oleh Space Imaging untuk standar produk
citra satelit Ikonos per 13 Desember 2001 yang lalu. Harga per kilometer
persegi citra satelit Ikonos Geo (1:100,000) adalah $40 (warna, resolusi 1m).
Namun untuk produk Ikonos Precision (1:5,000) adalah $172/km2.
Dengan kata lain harga proses rektifkasi itu adalah $132/km2. Harus diakui
bahwa di sini ada kesan yang kental terjadinya disguised monopoly karena
belum adanya (baca: banyak) kompetitor operator satelit lain yang setara.
Spread sebesar $132/km2 tersebut di antaranya adalah akibat kebutuhan
akan adanya data DEM untuk melalukan proses rektifkasi yang akurat untuk
memproduksi peta skala 1:5,000. Itulah sebabnya, Space Imaging sampai
saat ini baru melayani kebutuhan Ikonos Precision untuk wilayah Amerika
Utara saja.
1
4.3 OrthoRectifed Radar Image (ORRI)
Produk ke dua dari NEXTMap Indonesia adalah orthorectifed radar image
(ORRI). Umum telah mengetahui bahwa radar adalah jenis sensor aktif
sehingga kendala awan, kabut, dan hujan secara umum tidak akan
mempengaruhi proses akuisisi datanya. Itulah sebabnya, Exsa-Intermap
mematok target yang cukup ambisius untuk menghasilkan ORRI untuk
seluruh Sulawesi dalam kurun waktu satu tahun. Sudah barang tentu proses
ortorektifkasi citra radar di sini juga dihasilkan dengan meng-ortorektifkasi
citra radar yang dihasilkan dengan menggunakan data DEM yang juga
dihasilkan dalam proyek NEXTMap Indonesia.
Seperti disebutkan di atas, ORRI yang dihasilkan mempunyai kualifkasi yang
setara dengan peta skala 1:10,000. Bila diingat bahwa peta dasar yang ada
untuk pulau Sulawesi saat ini adalah skala 1:50,000, hasil NEXTMap
Indonesia ini berarti akan merupakan sebuah lonjakan kemajuan produksi
peta dasar nasional yang sangat luar biasa, baik dari segi kualitas maupun
waktu.
Memang masih ada kelemahan citra radar yang secara visual tampak seperti
foto udara hitam-putih. Namun demikian, sedikit effort dan improvisasi
dengan meng-overlay citra radar ORRI ini dengan citra Landsat, misalnya,
akan menghasilkan sebuah produk turunan yang sangat stunning. Integrasi
keduanya akan mempunyai ketelitian geometris 1:10,000, memiliki resolusi
spektral gabungan radar dan Landsat. Produk turunan ini adalah setara
dengan produk Ikonos Reference (1:12,000) namun dengan harga yang
barangkali hanya sekitar 20%-40%nya.
5 KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN LAIN
Dengan tersedianya data DEM dengan grid spacing sekitar 5 meter dan
ketelitian vertikal 0.5 m, maka citra terortorektifkasi sampai dengan skala
1:2,500 s/d 1:10,000 dari berbagai macam media (airborne: seperti foto
udara dan airborne radar dan spaceborne: SPOT, Ikonos dan spaceborne
radar) dapat diperoleh. Kecuali untuk keperluan-keperluan tertentu, secara
umum perusahaan-perusahaan fotogrametri tidak usah lagi melakukan
pengukuran stereo untuk menghasilkan kontur karena data DEM telah
tersedia. Bahkan kecuali untuk keperluan-keperluan tertentu, pemotretan
udara dapat dilakukan tanpa overlap karena ortofoto dapat diperoleh melalui
proses ortorektifkasi dengan menggunakan data DEM yang ada. Ini berarti
perusahaan-perusahaan pemetaan fotogrametri akan lebih efsien. Tentu saja
ada sedikit kendala karena data exterior orientation yang mungkin harus
dihitung secara khusus karena tidak adanya proses triangulasi udara. Namun
demikian, inilah tugas para akhli pemetaan untuk melakukan inovasi-inovasi
yang memberikan pencerahan pada industri pemetaan nasional agar mereka
bertambah efsien.
Tanpa adanya data DEM yang memadai, proses ortorektifkasi citra IKONOS
akan dilakukan oleh Space Imaging di Amerika Serikat (ingat harga proses
ortorektifkasi itu sendiri adalah $132/km2). Ini berarti pelarian devisa negara
besar-besaran ke luar negeri. Bila data DEM wilayah Indonesia kita miliki
sendiri, maka ortorektifkasi itu bisa dilakukan di Indonesia (baca: $132/km2
akan menjadi revenue nasional), meskipun software yang ada masih belum
menggunakan robust mathematical model, karena model yang robust itu
masih belum dirilis oleh Space Imaging. Sekali lagi, dengan adanya data
DEM, perusahaan pemetaan kita akan jauh lebih efsien, dan money drain ke
luar negeri dapat dicegah. Dengan derajat yang mungkin tidak terlalu parah,
kasus di atas berlaku juga untuk proses ortorektifkasi citra SPOT.
Intermap Technologies dan the University of Calgary, Kanada telah berhasil
mendevelop suatu perangkat lunak untuk menghitung data gravity
disturbances dari data DGPS/INS yang dikoleksi onboard selama survey
sistem synthetic aperture radar STAR-3i. Informasi gravity disturbances ini
dapat digunakan untuk menentukan secara teliti data undulasi geoid yang
masih merupakan problem besar di Indonesia. Ketelitian model geoid yang
dilakukan oleh dua institusi itu pada tahun 1997 di California adalah 5 cm
(1σ) ketika dibandingkan dengan referensi geoid yang independen. Ini akan
memperbaiki model geopotensial yang ada seperti EGM96 yang tidak
memiliki informasi yang cukup untuk frequensi tinggi. Informasi ini tentu saja
akan merupakan sumbangan yang akan sangat tak ternilai harganya bagi
pendefnisian tinggi ortometris di Indonesia yang selama berpuluh-puluh
tahun belum terselesaikan.
Bila proyek NEXTMap Indonesia ini betul-betul terlaksana, maka akan ada
ratusan tenaga ahli computer savvy Indonesia yang akan dilatih dan bekerja
sebagai tenaga ahli pemrosesan radar. Bila keadaan sosial politik terus
berkembang baik, tidak mustahil Intermap Technologies tertarik untuk terus
meningkatkan investasinya di Indonesia dalam persiapan untuk membangun
pusat pemrosesan data radar interferometri yang melayani seluruh dunia.
Kalau ini terlaksana, maka tidak mustahil NEXTMap Indonesia akan menjadi
salah satu sumber light at the tunnel’s end yang akan memberikan kontribusi
bagi perbaikan ekonomi Indonesia yang sedang terpuruk. India menghasilkan
devisa sekitar $60 milyar per tahun dari industri softwarenya yang melayani
seluruh dunia. Keadaan itu bisa saja terjadi di Indonesia bila betul-betul
Indonesia kelak menjadi pusat tenaga ahli dan pusat proses radar
interferometri di dunia.
Mengapa tidak mungkin? bila semua pihak bekerja keras untuk mewujudkan
impian ini dengan ikut mensukseskan ini sebagai program nasional tanpa
terlalu mengedepankan sentimen primordialisme, sentimen birokrat vs
swasta, semangat gua peres lu, sentimen kenapa bukan gua dan kenapa
musti elo? apalagi motto kaum nihilist sperti: daripada elo untung, baikan
kita mati sama-sama, dan sebagainya.
Konsorsium Exsa-Intermap hanya akan memproduksi data DEM dan ORRI.
Kesempatan akan terbuka luas bagi puluhan perusahaan pemetaan nasional
untuk memproduksi produk-produk turunannya, baik berupa line maps
dengan proses-proses kartograf turunannya, proses toponimi, bahkan
pencetakan peta-petanya untuk penyajian bagi para penggunanya kelak.
Akan muncul entrepreneur baru yang akan memproduksi peta-peta kota-kota
di seluruh Indonesia seperti yang dilakukan oleh Gunther. Sungguh akan
merupakan gerakan ekonomi yang mungkin akan memberikan lapangan
pekerjaan bagi ratusan ribu bahkan jutaan tenaga kerja terampil Indonesia,
terutama bila Indonesia betul-betul bisa menjadi pusat pemrosesan dara
radar interferometri dunia, nantinya.
Exsa-Intermap telah menjalin kerjasama dengan Jurusan Geologi, Fakultas
MIPA, Universitas Padjadjaran, Bandung dalam rangka penelitian penggunaan
data radar interferometri ini untuk riset di bidang geologi. Salah satu topik
riset yang sangat menarik adalah fenomena fractals untuk mengisi data DEM
yang hilang akibat radar shadow. Topik ini bahkan sedang menjadi perhatian
universitas-universitas di Kanada. Akan banyak lagi potensi riset yang akan
dikembangkan dengan perguruan-perguruan tinggi lain di Indonesia baik PTN
maupun PTS dalam berbagai aspek penggunaan data radar interferometri ini.
Bottom-line beneft nya adalah sumberdaya alam nasional akan terpetakan
dengan sangat rinci sehingga pemerintah (daerah maupun pusat) akan
mampu mempromosikan semua potensi ekonomi wilayahnya dengan penuh
confdence dan self esteem. Tidakkah ini akan merupakan beneft bagi
pembangunan bangsa secara keseluruhan?
REFERENSI
1
1. Glennie, C.L, et al. A Combined DGPS/INS and Synthetic Aperture Radar
System for Geoid References Elevation Models and Ortho-Rectifed Image
Maps. http://www.intermaptechnologies.com/HTML/research_papers.htm.
2
2. Intermap Technologies, 2002. GLOBAL Terrain Product Handbook and
Quick Start Guide.
3 3. Mercer, J. Bryan. Summary of Independent Evaluations of STAR-3i DEMs,
http://www.intermaptechnologies.com/HTML/research_papers.htm.
4
4. Saksono, T., 2002. Towards the Mapped Indonesia at 1:10,000 Scale
through NEXTMap Indonesia Project. http://www.intermaptechnologies.com
5 5. Space Imaging, 2001. Commercial Imagery product Pricing.
INDONESIA
DALAM PROGRAM PEMETAAN NASIONAL
INDONESIA
Tono Sakson
ABSTRAK
NEXTMap Indonesia adalah merupakan modus operandi baru proyek
pemetaan di Indonesia, di mana prakarsa dan pembiayaannya akan
dilakukan murni oleh pihak swasta, tanpa pemerintah Indonesia harus
mengeluarkan biaya sedikitpun. Skala peta dasar yang akan dihasilkan
adalah 1:10,000. Tanpa membesar-besarkan, ini akan merupakan revolusi
dalam sejarah pemetaan dasar di Indonesia. Data digital elevation model
(DEM) dan orthorectifed radar image (ORRI) yang dihasilkan akan sangat
berguna sehingga proyek-proyek pemetaan lainnya akan dapat dilakukan
dengan lebih efsien dan efektif. Tidak mustahil ini akan menjadi titik awal
dari terbentuknya pusat pemrosesan data radar interferometri di Indonesia
yang akan melayani kebutuhan-kebutuhan dunia.
1 PENDAHULUAN
NEXTMap Indonesia adalah proyek pemetaan dasar wilayah Indonesia atas
prakarsa dan pembiayaan penuh pihak swasta yang merupakan kerjasama
antara PT. Exsa International (Indonesia) dengan Intermap Technologies, Inc.
(Kanada). Sesuai dengan pengalaman yang panjang Intermap Technologies
sebagai salah satu dari hanya segelintir operator pemetaan radar
interferometri di dunia, maka teknologi IFSAR (InterFerometric Synthetic
Aperture Radar) STAR-3i juga akan digunakan untuk proyek NEXTMap
Indonesia ini. Proyek ini akan dilakukan dalam beberapa tahap. Sebagai
tahap pertama, akan dilakukan pemetaan seluruh wilayah Sulawesi,
Kalimantan Timur, sebagian Nusa Tenggara, dan sebagian Maluku. Bila
program ini berjalan lancar sesuai dengan harapan semula, maka pemetaan
seluruh wilayah Indonesia mungkin saja akan dilakukan sesuai dengan
kebutuhan dan tahapan-tahapan programnya.
Persiapan untuk pelaksanaan proyek NEXTMap Indonesia telah mengalami
kemajuan meskipun tidak secepat yang diharapkan terutama akibat
hambatan-hambatan birokrasi pemerintah Indonesia sendiri yang sebetulnya
akan memperoleh manfaat berupa percepatan program pemetaan dasar
nasional Indonesia, tanpa pemerintah harus mengeluarkan biaya sedikitpun.
Program yang sudah dirintis dan dikomunikasikan sejak Mei/Juni 2002 dan
diharapkan dapat dimulai pada awal Oktober tahun ini, diperkirakan baru
akan mulai efektif berjalan sekitar awal Desember tahun ini.
Saat ini, persiapan pelaksanaan proyek ini telah dilaksanakan dan sedang
dalam proses yang secara umum meliputi:
1
Kerjasama dengan instansi-instansi pemerintah dan perguruan tinggi yang bersedia
menjadi sponsor proyek ini;
Digital
Terrain
Modeling
[email protected]
1
1
2
3
4
5
6
7
8
Specialist,
PT.
Exsa
International.
E-Mail:
Mendatangkan tenaga ahli Intermap Technologies dalam bidang logistik dan
keuangan termasuk CEO dan beberapa Vice Presidents Intermap Technologies untuk
lobi tingkat tinggi dengan pejabat-pejabat Indonesia;
Persiapan perijinan survey melalui permohonan security clerance melalui instansiinstansi yang berwenang;
Mengirim personel-personel militer dan intelijen untuk inspeksi pesawat dan
peralatan radar interferometri ke Singapura sebagai intermediate entry point sebelum
pesawat dan peralatan tersebut masuk ke Indonesia;
Permohonan perizinan importasi pesawat dan peralatan-peralatan pemrosesan
radar interferometri;
Permohonan perizinan kelaikan terbang;
Mendatangkan para insinyur dan tenaga ahli untuk instalasi peralatan-peralatan
survey dan proses radar interferometri;
Pelaksanaan pengukuran titik-titik kontrol melalui pengukuran GPS;
Persiapan pengiriman tenaga ahli Indonesia untuk memperoleh pelatihan
pemrosesan radar interferometri di Kanada dan Amerika. Selanjutnya, merekalah yang
diharapkan akan memberikan pelatihan untuk para operator dan tenaga ahli Indonesia
lainnya kelak.
2 PARTISIPSI SWASTA DALAM PROYEK PEMETAAN
Pada umumnya proyek pemetaan dasar adalah merupakan proyek
pemerintah (baca: negara) seperti halnya kewajiban yang melekat pada
negara untuk menyediakan infrastruktur dasar lainnya (jaringan jalan,
jaringan telekomunikasi, jaringan utilitas, pelayanan kesehatan, pendidikan
masyarakat, dsb.). Dengan demikian, proyek pemetaan dasar umumnya juga
memperoleh pembiayaan dari pemerintah karena merupakan kewajiban
negara dalam menyediakan peta dasar untuk rakyatnya. Dalam konteks ini,
maka proyek NEXTMap Indonesia memang merupakan sebuah proyek
dengan modus operandi baru, di mana pembiayaan proyek ini adalah murni
menjadi prakarsa dan beban pihak swasta yang merasa berkepentingan
untuk segera memperoleh data dasar sumberdaya alam nasional dengan
cepat. Menarik analogi dari penyediaan infrastruktur dasar yang lain
(ekonomi, pendidikan dan kesehatan) seperti disebutkan di atas, maka pola
inipun sebetulnya telah lama berlangsung di sektor-sektor lain.
Bahkan sebelum Indonesia merdeka, pihak swasta sebetulnya telah banyak
berpartisipasi dalam pembangunan dan penyelenggaraan sekolah, perguruan
tinggi, dan rumah sakit di Indonesia ini. Maka berkembanglah ribuan sekolahsekolah dan rumah-rumah sakit swasta yang pada umumnya dikembangkan
oleh organisasi-organisasi (sosial maupun keagamaan) di seluruh tanah air.
Partisipasi
itu
bahkan
terus
meningkat
belakangan
ini
berupa
tumbuhsuburnya sekolah-sekolah unggulan dan rumah-rumah sakit mewah
yang misinya mungkin sudah tidak lagi murni sebagai gerakan sosial tapi
sudah menjadi peluang usaha dan gerakan ekonomi. Di bidang industri
telekomunikasi, transportasi dan media masa, partisipasi swasta bahkan
sudah merupakan murni pergerakan kapitalisasi untuk memperoleh
keuntungan. Faktor-faktor pendukung partisipasi swasta di berbagai sektor
sosial dan ekonomi ini, antara lain:
1
2
keterbatasan kemampuan pemerintah;
semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat;
3
4
5
semakin meningkatnya kebutuhan lapangan kerja baru;
semakin terbukanya partisipasi masyarakat dan berkembangnya peluang dan jenis
usaha;
tuntutan peningkatan kualitas dengan melihat pembanding di negara-negara
tetangga yang sudah lebih maju, dsb.
Gerakan dan partisipasi masyarakat itu tentu saja harus disikapi oleh
pemerintah sebagai upaya yang positif dari masyarakat untuk kemanjuan
pembangunan negara di berbagai bidang. Tidak mungkin ada lagi peluang
bagi pemerintah untuk membendung
gerakan ekonomi di dunia yang
semakin terbuka ini. Tugas pemerintah hanyalah bagaimana menyiapkan
regulasi agar:
1
2
3
4
5
partisipasi masyarakat ini tidak menjadi gerakan yang liar;
terkontrol standar pelayanan dan kualitasnya;
tidak terjadi monopoli;
sedapat mungkin harus menimbulkan efek domino positif untuk pembangunan di
sektor lain (baca: bergulirnya roda ekonomi di sektor lain), dan
kepentingan masyarakat sebagai penggunanya selalu terlindungi.
Dengan mengambil analogi di atas, maka proyek pemetaan seperti yang
pertama kali akan dilakukan oleh swasta melalui proyek NEXTMap Indonesia
ini pun sejatinya merupakan gerakan masyarakat yang sebetulnya sudah
tidak sabar menunggu hasil kerja pemerintah yang telah berpuluh tahun
melakukan tugas pemetaan dasar nasional melalui uang pinjaman yang
bebannya menjadi tanggungan seluruh rakyat, sementara hasilnya belum
memuaskan. Dengan kata lain, seyogyanya pemerintah harus melihat
partisipasi masyarakat ini secara positif dan berusaha agar program ini
komplementer terhadap program-program pemetaan nasional yang belum
bisa diselesaikannya. Lebih daripada itu, pemerintah harus melihat ini
sebagai peluang yang justru akan membantu menyelesaikan programprogram pemetaan yang belum dan tidak mungkin diselesaikan oleh
pemerintah apapun hambatan dan kendalanya.
3 MODEL PARTISIPASI SWASTA DALAM SEKOR PEMETAAN
Prakarsa dan pembiayaan penuh pemetaan dasar nasional sebetulnya sudah
dilakukan untuk wilayah nasional Inggris Raya baru-baru ini melalui proyek
NEXTMap Britain. Proyek ini lah yang kini menjadi model untuk proyek
NEXTMap Indonesia saat ini. Dalam NEXTMap Britain, kecuali wilayah negara
bagian Northern Ireland, wilayah-wilayah negara bagian England, Wales, dan
sebagian Scotland diliput dengan data IFSAR yang akuisisi datanya
diselesaikan hanya dalam kurun waktu tiga bulan. Sementara itu, proses data
IFSARnya diharapkan akan selesai pada akhir tahun ini. Dalam kasus
NEXTMap Britain ini, pembiayaan seluruh proyek ini dilakukan melalui
perusahaan-perusahaan asuransi Inggris yang memerlukan data yang akurat
untuk pembangunan bisnis asuransi (terutama properti) di negara tersebut.
Wilayah-wilayah Inggris Raya di atas akan terpetakan dengan data digital
elevation model (DEM) dan orthorectifed radar image (ORRI) dengan
kualifkasi teknis yang cocok untuk pemetaan skala 1:10,000. Tentu saja
pemerintah dan masyarakat Inggris menyambut partisipasi swasta ini dengan
sangat gembira karena ini merupakan perbaikan (kualitas maupun
kecepatan) atas peta dasar nasional yang telah mereka miliki selama ini yang
berskala 1:25,000 yang telah beratus-ratus tahun dilakukan oleh Ordnance
Surveys.
Keamanan (baca: keamanan informasi obyek-obyek ftal terhadap akses
masyarakat luas) adalah isu lain yang biasanya dihembuskan sebagai upaya
untuk membendung masuknya partisipasi swasta dalam sektor pemetaan.
Isu ini bahkan telah lama digunakan oleh satu institusi pemerintah untuk
menghambat instansi pemerintah yang lain untuk ikut berpartisipasi dalam
sektor pemetaan di Indonesia.
Namun, masihkah relevan usaha-usaha proteksi ini manakala kemajuan
satellite imaging sudah sedemikian canggihnya di mana ketelitian sub-meter
telah dapat disensor dari satelit sipil (apalagi satelit militer) yang terbang
ratusan kilometer di atas muka bumi dan berada di luar jangkauan hukum
negara bahkan hukum internasional untuk menghadangnya? Salah satu citra
pertama yang disebarluaskan ke seluruh dunia oleh Space Imaging, sebagai
pemilik dan operator satelit Ikonos, adalah gambar Gedung Putih dan Capitol
Hill dua lambang hegemoni politik Amerika Serikat di dunia. Akan mampukah
Indonesia membendung tersebarnya gambar-gambar Istana Negara ke
seluruh dunia? Mungkin pemerintah Indonesia mempunyai kekuatan untuk
untuk membendung penyebaran gambar obyek-obyek vital nasional oleh
orang Indonesia di Indonesia, namun, gambar tersebut dapat dipesan dari
manapun dan oleh siapapun di seluruh dunia. Dengan kata lain, isu
keamanan sudah tidak relevan lagi dijadikan alat untuk menghadang
partisipasi swasta dalam sektor pemetaan.
Karena sudah tidak relevannya lagi isu keamanan dijadikan proteksi dalam
kemajuan teknologi pemetaan, maka tidak ada sedikitpun upaya pemerintah
dan masyarakat Inggris untuk menghadang program NEXTMap Britain.
4 PRODUK-PRODUK NEXTMAP INDONESIA
Seperti disebutkan di atas, seperti halnya proyek NEXTMap Britain, proyek
NEXTMap Indonesia hanya akan menghasilkan dua buah produk
dasar/standar berupa:
1 1. Data Digital Elevation Model (DEM);
2 2. Data OrthoRectifed Radar Image (ORRI).
3
DEM yang dihasilkan akan mempunyai grid spacing antara 5-10 meter
dengan ketelitian vertikal 0.5-3 meter. Secara kualitatif, data DEM di atas
akan cukup untuk produksi peta sakala 1:5,000 sampai 1:15,000 (atau ratarata pada skala 1:10,000). Sementara itu, ORRI yang diproduksi akan
memiliki resolusi tanah sebesar 1.25-2.5 meter dengan ketelitian sebesar 1
pixel. Dengan demikian, ORRI yang dihasilkan inipun akan secara kualitatif
memenuhi syarat untuk pemetaan skala 1:10,000.
Sementara itu, berbagai pihak independen telah melakukan penelitian atas
ketelitian produk IFSAR ini yang menghasilkan ketelitian seperti di atas.
Selain itu, beberapa institusi juga telah melakukan kajian.
Tidak ada satupun produk yang dihasilkan NEXTMap Indonesia seperti di atas
yang telah dan akan diproduksi secara rutin oleh otoritas pemetaan di
Indonesia. Dengan demikian, tidak seharusnya ada kekhawatiran akan
adanya tumpang-tindih dengan apa yang secara rutin diproduksi oleh otoritas
pemetaan Indonesia. Apalagi ketakutan akan adanya monopoli karena
Konsorsium Exsa-Intermap juga tidak memiliki exclusive right yang bisa
menghadang pihak lain untuk memproduksi produk sejenis. Mekanisme pasar
dan efesiensi operasi lah yang murni akan menentukan layak tidaknya
produk NEXTMap Indonesia dalam memenuhi kebutuhan pasar. Sebaliknya,
produk-produk di atas akan merupakan produk-produk yang sangat
diperlukan agar proses pemetaan wilayah Indonesia melalui medium lain
akan dapat dilakukan dengan lebih efsien dan efektif yang akan dijelaskan
lebih jauh pada bagian berikutnya dalam makalah ini.
1 4.1 Data Digital Elevation Model (DEM)
2
Alam diciptakan oleh Yang Maha Pencipta merupakan sebuah fenomena
analog.
Artinya,
seluruh
hamparan
alam
ini
terbentuk
secara
berkesinambungan, tanpa ada diskontinuitas. Bahkan untuk dua hamparan
alam yang secara teoretis bisa ditentukan batasnya (misalnya: batas pantai
antara daratan dan laut), karena fenomena analog alam di atas, manusia
sebetulnya tidak akan mempu menentukan batasnya secara tegas (kecuali
berupa pendekatan yang kemudian disepakati bersama melalui konvensi).
Fenomena analog itu juga terjadi pada permukaan bumi itu sendiri.
Permukaan bumi juga merupakan hamparan yang kontinu dan tidak terputus.
Semuanya tidak menjadi masalah selama ribuan bahkan mungkin jutaan
tahun manusia menjalankan misinya di bumi ini. Masalah baru akan timbul
ketika manusia harus melakukan pemodelan permukaan bumi ini di dalam
komputer karena komputer digital hanya mengenal data diskrit. Kebutuhan
untuk membuat data diskrit permukaan bumi itulah yang kemudian
menghasilkan sebuah konsep apa yang dinamakan data digital elevation
model
(DEM).
Seberapa
jauhkah
data
diskrit
ini
betul-betul
merepresentasikan permukaan bumi yang sesungguhnya? Atau dengan kata
lain: berapakah resolusi data DEM yang representatif untuk memodel bumi
yang sesungguhnya? Jawabannya: tergantung pada keperluannya.
Seberapa rincipun data DEM yang dihasilkan tentu saja tidak akan mampu
merepresentasikan permukaan bumi yang analog. Secara matematis,
dikatakan akan selalu terdapat frequensi tertentu yang hilang dan tidak
dapat direpresentasikan. Kajian-kajian seberapa jauh frequensi yang dapat
direpresentasikan oleh data DEM yang ada secara teoretis dapat dilakukan
melalui analisis fourier transform yang akan mendekomposisi frequensifrequensi yang ada.
Secara umum, data DEM sangat diperlukan oleh profesional di sektor apapun
bila mereka tertarik melakukan pemodelan permukaan bumi dalam
komputer. Seorang animator untuk keperluan produksi flm, misalnya, tidak
harus meledakkan gunung yang sesungguhnya untuk menghasilkan flm
tentang meledaknya gunung berapi. Dengan simulasi komputer ahli-ahli
animasi fractals akan mampu melakukannya di komputer dan akan tampak
begitu real bila model gunung yang digunakan adalah benar-benar model
gunung yang dibentuk berdasarkan data DEM yang sesungguhnya. Itulah
yang terjadi dalam flm-flm sejenis Harry Potter.
1 4.2 Produk Turunan dari Data Digital Elevation Model (DEM)
2
Bagi para profesional di bidang pemetaan, tentu saja data DEM juga memiliki
peranan yang sangat penting dalam industri pemetaan. Meskipun cara-cara
konvensional penarikan garis kontur langsung melalui floating marks dalam
fotogrametri klasik masih tetap populer di seluruh dunia, contour line
generation melalui pembentukkan delauney triangulation (triangulation
network - TIN) yang dibentuk dari data DEM juga semakin populer karena
prosesnya yang jauh lebih cepat (otomatis). Tentu saja, akan selalu ada
trade-off antara kecepatan dan akurasi garis kontur yang akan diperoleh.
Kelompok fotogrametri klasik tetap menyukai proses klasik karena tidak
terdapat proses interpolasi. Namun demikian, dalam industri pemetaan
moderen, tidak dapat disangkal lagi bahwa proses generasi kontur dari data
DEM kini semakin dominan dan disukai.
Selain untuk aplikasi di atas, data DEM tidak dapat disangkal lagi mutlak
diperlukan dalam proses ortorektifkasi citra (baik foto/citra udara maupun
citra satelit). Proses transformasi citra menjadi peta secara garis besar
sebetulnya secara matematis merupakan suatu proses perpotongan antara
dua buah fungsi. Yang pertama adalah sebuah fungsi yang merupakan model
matematis hubungan satu-satu antara setiap titik yang ada pada citra
dengan titik yang sesuai yang terdapat di permukaan tanah. Fungsi ini akan
melibatkan juga karakteristik internal sensor pencitra (sensor geometry
kamera udara/satelit) maupun karakteristik eksternal kamera tersebut dalam
pergerakannya selama mengelilibgi bumi (orbital ephemeris). Dalam
fotogrametri klasik, ini dinamakan collinearity equation. Fungsi yang kedua
adalah fungsi yang merepresentasikan model permukaan bumi yang
diperoleh dari data DEM di atas.
Ortorektifkasi adalah sebuah proses yang rumit, dan tentu saja
konsekuensinya mahal. Sebagai ilustrasi betapa mahalnya proses ini, berapa
nilai tambah proses itu diberikan oleh Space Imaging untuk standar produk
citra satelit Ikonos per 13 Desember 2001 yang lalu. Harga per kilometer
persegi citra satelit Ikonos Geo (1:100,000) adalah $40 (warna, resolusi 1m).
Namun untuk produk Ikonos Precision (1:5,000) adalah $172/km2.
Dengan kata lain harga proses rektifkasi itu adalah $132/km2. Harus diakui
bahwa di sini ada kesan yang kental terjadinya disguised monopoly karena
belum adanya (baca: banyak) kompetitor operator satelit lain yang setara.
Spread sebesar $132/km2 tersebut di antaranya adalah akibat kebutuhan
akan adanya data DEM untuk melalukan proses rektifkasi yang akurat untuk
memproduksi peta skala 1:5,000. Itulah sebabnya, Space Imaging sampai
saat ini baru melayani kebutuhan Ikonos Precision untuk wilayah Amerika
Utara saja.
1
4.3 OrthoRectifed Radar Image (ORRI)
Produk ke dua dari NEXTMap Indonesia adalah orthorectifed radar image
(ORRI). Umum telah mengetahui bahwa radar adalah jenis sensor aktif
sehingga kendala awan, kabut, dan hujan secara umum tidak akan
mempengaruhi proses akuisisi datanya. Itulah sebabnya, Exsa-Intermap
mematok target yang cukup ambisius untuk menghasilkan ORRI untuk
seluruh Sulawesi dalam kurun waktu satu tahun. Sudah barang tentu proses
ortorektifkasi citra radar di sini juga dihasilkan dengan meng-ortorektifkasi
citra radar yang dihasilkan dengan menggunakan data DEM yang juga
dihasilkan dalam proyek NEXTMap Indonesia.
Seperti disebutkan di atas, ORRI yang dihasilkan mempunyai kualifkasi yang
setara dengan peta skala 1:10,000. Bila diingat bahwa peta dasar yang ada
untuk pulau Sulawesi saat ini adalah skala 1:50,000, hasil NEXTMap
Indonesia ini berarti akan merupakan sebuah lonjakan kemajuan produksi
peta dasar nasional yang sangat luar biasa, baik dari segi kualitas maupun
waktu.
Memang masih ada kelemahan citra radar yang secara visual tampak seperti
foto udara hitam-putih. Namun demikian, sedikit effort dan improvisasi
dengan meng-overlay citra radar ORRI ini dengan citra Landsat, misalnya,
akan menghasilkan sebuah produk turunan yang sangat stunning. Integrasi
keduanya akan mempunyai ketelitian geometris 1:10,000, memiliki resolusi
spektral gabungan radar dan Landsat. Produk turunan ini adalah setara
dengan produk Ikonos Reference (1:12,000) namun dengan harga yang
barangkali hanya sekitar 20%-40%nya.
5 KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN LAIN
Dengan tersedianya data DEM dengan grid spacing sekitar 5 meter dan
ketelitian vertikal 0.5 m, maka citra terortorektifkasi sampai dengan skala
1:2,500 s/d 1:10,000 dari berbagai macam media (airborne: seperti foto
udara dan airborne radar dan spaceborne: SPOT, Ikonos dan spaceborne
radar) dapat diperoleh. Kecuali untuk keperluan-keperluan tertentu, secara
umum perusahaan-perusahaan fotogrametri tidak usah lagi melakukan
pengukuran stereo untuk menghasilkan kontur karena data DEM telah
tersedia. Bahkan kecuali untuk keperluan-keperluan tertentu, pemotretan
udara dapat dilakukan tanpa overlap karena ortofoto dapat diperoleh melalui
proses ortorektifkasi dengan menggunakan data DEM yang ada. Ini berarti
perusahaan-perusahaan pemetaan fotogrametri akan lebih efsien. Tentu saja
ada sedikit kendala karena data exterior orientation yang mungkin harus
dihitung secara khusus karena tidak adanya proses triangulasi udara. Namun
demikian, inilah tugas para akhli pemetaan untuk melakukan inovasi-inovasi
yang memberikan pencerahan pada industri pemetaan nasional agar mereka
bertambah efsien.
Tanpa adanya data DEM yang memadai, proses ortorektifkasi citra IKONOS
akan dilakukan oleh Space Imaging di Amerika Serikat (ingat harga proses
ortorektifkasi itu sendiri adalah $132/km2). Ini berarti pelarian devisa negara
besar-besaran ke luar negeri. Bila data DEM wilayah Indonesia kita miliki
sendiri, maka ortorektifkasi itu bisa dilakukan di Indonesia (baca: $132/km2
akan menjadi revenue nasional), meskipun software yang ada masih belum
menggunakan robust mathematical model, karena model yang robust itu
masih belum dirilis oleh Space Imaging. Sekali lagi, dengan adanya data
DEM, perusahaan pemetaan kita akan jauh lebih efsien, dan money drain ke
luar negeri dapat dicegah. Dengan derajat yang mungkin tidak terlalu parah,
kasus di atas berlaku juga untuk proses ortorektifkasi citra SPOT.
Intermap Technologies dan the University of Calgary, Kanada telah berhasil
mendevelop suatu perangkat lunak untuk menghitung data gravity
disturbances dari data DGPS/INS yang dikoleksi onboard selama survey
sistem synthetic aperture radar STAR-3i. Informasi gravity disturbances ini
dapat digunakan untuk menentukan secara teliti data undulasi geoid yang
masih merupakan problem besar di Indonesia. Ketelitian model geoid yang
dilakukan oleh dua institusi itu pada tahun 1997 di California adalah 5 cm
(1σ) ketika dibandingkan dengan referensi geoid yang independen. Ini akan
memperbaiki model geopotensial yang ada seperti EGM96 yang tidak
memiliki informasi yang cukup untuk frequensi tinggi. Informasi ini tentu saja
akan merupakan sumbangan yang akan sangat tak ternilai harganya bagi
pendefnisian tinggi ortometris di Indonesia yang selama berpuluh-puluh
tahun belum terselesaikan.
Bila proyek NEXTMap Indonesia ini betul-betul terlaksana, maka akan ada
ratusan tenaga ahli computer savvy Indonesia yang akan dilatih dan bekerja
sebagai tenaga ahli pemrosesan radar. Bila keadaan sosial politik terus
berkembang baik, tidak mustahil Intermap Technologies tertarik untuk terus
meningkatkan investasinya di Indonesia dalam persiapan untuk membangun
pusat pemrosesan data radar interferometri yang melayani seluruh dunia.
Kalau ini terlaksana, maka tidak mustahil NEXTMap Indonesia akan menjadi
salah satu sumber light at the tunnel’s end yang akan memberikan kontribusi
bagi perbaikan ekonomi Indonesia yang sedang terpuruk. India menghasilkan
devisa sekitar $60 milyar per tahun dari industri softwarenya yang melayani
seluruh dunia. Keadaan itu bisa saja terjadi di Indonesia bila betul-betul
Indonesia kelak menjadi pusat tenaga ahli dan pusat proses radar
interferometri di dunia.
Mengapa tidak mungkin? bila semua pihak bekerja keras untuk mewujudkan
impian ini dengan ikut mensukseskan ini sebagai program nasional tanpa
terlalu mengedepankan sentimen primordialisme, sentimen birokrat vs
swasta, semangat gua peres lu, sentimen kenapa bukan gua dan kenapa
musti elo? apalagi motto kaum nihilist sperti: daripada elo untung, baikan
kita mati sama-sama, dan sebagainya.
Konsorsium Exsa-Intermap hanya akan memproduksi data DEM dan ORRI.
Kesempatan akan terbuka luas bagi puluhan perusahaan pemetaan nasional
untuk memproduksi produk-produk turunannya, baik berupa line maps
dengan proses-proses kartograf turunannya, proses toponimi, bahkan
pencetakan peta-petanya untuk penyajian bagi para penggunanya kelak.
Akan muncul entrepreneur baru yang akan memproduksi peta-peta kota-kota
di seluruh Indonesia seperti yang dilakukan oleh Gunther. Sungguh akan
merupakan gerakan ekonomi yang mungkin akan memberikan lapangan
pekerjaan bagi ratusan ribu bahkan jutaan tenaga kerja terampil Indonesia,
terutama bila Indonesia betul-betul bisa menjadi pusat pemrosesan dara
radar interferometri dunia, nantinya.
Exsa-Intermap telah menjalin kerjasama dengan Jurusan Geologi, Fakultas
MIPA, Universitas Padjadjaran, Bandung dalam rangka penelitian penggunaan
data radar interferometri ini untuk riset di bidang geologi. Salah satu topik
riset yang sangat menarik adalah fenomena fractals untuk mengisi data DEM
yang hilang akibat radar shadow. Topik ini bahkan sedang menjadi perhatian
universitas-universitas di Kanada. Akan banyak lagi potensi riset yang akan
dikembangkan dengan perguruan-perguruan tinggi lain di Indonesia baik PTN
maupun PTS dalam berbagai aspek penggunaan data radar interferometri ini.
Bottom-line beneft nya adalah sumberdaya alam nasional akan terpetakan
dengan sangat rinci sehingga pemerintah (daerah maupun pusat) akan
mampu mempromosikan semua potensi ekonomi wilayahnya dengan penuh
confdence dan self esteem. Tidakkah ini akan merupakan beneft bagi
pembangunan bangsa secara keseluruhan?
REFERENSI
1
1. Glennie, C.L, et al. A Combined DGPS/INS and Synthetic Aperture Radar
System for Geoid References Elevation Models and Ortho-Rectifed Image
Maps. http://www.intermaptechnologies.com/HTML/research_papers.htm.
2
2. Intermap Technologies, 2002. GLOBAL Terrain Product Handbook and
Quick Start Guide.
3 3. Mercer, J. Bryan. Summary of Independent Evaluations of STAR-3i DEMs,
http://www.intermaptechnologies.com/HTML/research_papers.htm.
4
4. Saksono, T., 2002. Towards the Mapped Indonesia at 1:10,000 Scale
through NEXTMap Indonesia Project. http://www.intermaptechnologies.com
5 5. Space Imaging, 2001. Commercial Imagery product Pricing.