Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Legalitas Hakim sebagai Mediator Berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan T2 322008013 BAB IV
BAB IV
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
1. Secara hukum (yaitu menurut Pasal 24 UndangUndang Dasar tahun 1945 dan Undang-Undang
Nomor 48 tahun 2009 Pasal 25 ayat (2) hakekat
dari Kekuasaan
Yudisial pada Hakim adalah
menyelenggarakan ajudikasi , yaitu : memeriksa,
mengadili
dan
memutus
perkara
berdasarkan
hukum, dan penyelenggaraan peradilan perdata
pada hakekatnya adalah berada diranah ajudikasi
sehingga fungsi hakim adalah sebagai ajudikator.
2.
Bahwa Perma Nomor 1 tahun 2008 pada
hakekatnya “menambah” fungsi badan Yudisial
sebagai
penyelenggara
ajudikasi
menjadi
penyelenggara mediasi, dengan demikian Perma
No.1 tahun 2008 bertentangan dengan hakekat
10
mengenai Kekuasaan Yudisial yaitu Pasal 24 UUD
1945 dan Pasal 25 UU No.48 tahun 2004.
1.2
Saran
1. Pembaharuan
badan
peradilan
merupakan
sebuah kemestian dan harus dilakukan secara
terus menerus sampai terwujudnya kembali
peradilan yang dipercaya, berwibawa, terhormat
dan
dihormati,
Konsisten
dengan
temuan
penelitian ini penulis mengarahkan agar Perma
No.1 tahun 2008 dicabut oleh mahkamah
Agung.
2. Mediasi seyogyanya ditangani oleh institusi non
yudisial
,
karena
ketika
pencari
keadilan
diwajibkan untuk menempuh mediasi maka hal
ini mencederai pihak-pihak yang hanya ingin
menempuh
memperoleh
upaya
hukum
putusan
yudisial
(yaitu
pengadilan
atas
kasusnya).
11
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
1. Secara hukum (yaitu menurut Pasal 24 UndangUndang Dasar tahun 1945 dan Undang-Undang
Nomor 48 tahun 2009 Pasal 25 ayat (2) hakekat
dari Kekuasaan
Yudisial pada Hakim adalah
menyelenggarakan ajudikasi , yaitu : memeriksa,
mengadili
dan
memutus
perkara
berdasarkan
hukum, dan penyelenggaraan peradilan perdata
pada hakekatnya adalah berada diranah ajudikasi
sehingga fungsi hakim adalah sebagai ajudikator.
2.
Bahwa Perma Nomor 1 tahun 2008 pada
hakekatnya “menambah” fungsi badan Yudisial
sebagai
penyelenggara
ajudikasi
menjadi
penyelenggara mediasi, dengan demikian Perma
No.1 tahun 2008 bertentangan dengan hakekat
10
mengenai Kekuasaan Yudisial yaitu Pasal 24 UUD
1945 dan Pasal 25 UU No.48 tahun 2004.
1.2
Saran
1. Pembaharuan
badan
peradilan
merupakan
sebuah kemestian dan harus dilakukan secara
terus menerus sampai terwujudnya kembali
peradilan yang dipercaya, berwibawa, terhormat
dan
dihormati,
Konsisten
dengan
temuan
penelitian ini penulis mengarahkan agar Perma
No.1 tahun 2008 dicabut oleh mahkamah
Agung.
2. Mediasi seyogyanya ditangani oleh institusi non
yudisial
,
karena
ketika
pencari
keadilan
diwajibkan untuk menempuh mediasi maka hal
ini mencederai pihak-pihak yang hanya ingin
menempuh
memperoleh
upaya
hukum
putusan
yudisial
(yaitu
pengadilan
atas
kasusnya).
11