PERAN TOKOH TIONGHOA DI ORGANISASI SOSIAL PERKUMPULAN MASYARAKAT SURAKARTA (PMS) DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTARETNIS DI KOTA SURAKARTA.

(1)

PERAN TOKOH TIONGHOA DI ORGANISASI SOSIAL

PERKUMPULAN MASYARAKAT SURAKARTA (PMS)

DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTARETNIS

DI KOTA SURAKARTA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan

Oleh

LULUK WULANDARI

NIM. 0301513027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

PENGESAHAN UJIAN TESIS

Tesis dengan judul “Peran Tokoh Tionghoa Di Organisasi Sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) Dalam Membina Kerukunan Antaretnis Di Kota Surakarta” karya,

Nama : Luluk wulandari NIM : 0301513027

Program Studi : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

telah dipertahankan dalam sidang Panitia Ujian Tesis Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang pada hari Selasa, Tanggal 2 Oktober 2015.

Semarang, November 2015 Panitia Ujian Tesis

Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. H. Achmad Slamet, M. Si Prof. Dewi Liesnooor S., M. Si NIP 19610524 198601 1 001 NIP 19620811 198803 2 001 Penguji I, Penguji II,

Dr. Hamdan Tri Atmaja, M.Pd Prof. Dr. Tri Marhaeni PA, M. Hum NIP 19650605 198901 1 001 NIP 196506091989012001

Penguji III,

Prof. Dr. Wasino, M. Hum NIP 196408051989011001


(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya, Tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di Universitas Negeri Semarang maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan piha lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dcantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlau di perguruan tinggi ini.

Semarang,

Yang membuat pernyataan,

(Luluk Wulandari,S.Pd) NIM. 0301513027


(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto Hidup

“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku

supaya kamu saling kenal-mengenal” (Al Hujarat: 13)

“Sebatang pohon memiliki beribu ranting dan berjuta helai daun, terdapat banyak

agama sebagaimana terdapat banyak pria dan wanita,

tetapi semua itu berakar pada Tuhan” (Mahatma Gandhi)

Karya ini kupersembahkan kepada. Almamaterku Suamiku Hariyanto Putriku Heidy Gendhis Eka Hariyanto Ibu, Bapak dan keluarga besarku


(5)

v

ABSTRAK

Luluk Wulandari, 2015, Peran Tokoh Tionghoa di Organisasi Sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) dalam Membina Kerukunan Antaretnis di Kota Surakarta, Tesis, Program Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, Pembimbing I: Prof.Dr Wasino, M.hum, Pembimbing II Prof.Dr. Tri Marhaeni P.A., M.Hum.

Kota Surakarta sering disebut sebagai daerah yang rawan konflik, terutama antara etnis Jawa dan Tionghoa. Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) telah ada sejak tahun 1932, awalnya adalah yayasan kematian dan seiring berjalannya waktu, organisasi ini tidak hanya mengurusi kebutuhan orang Tionghoa saja, melainkan berkiprah di tingkat Surakarta dengan delapan bidang kerjanya. Tujuan penelitian ini mengkaji peran tokoh Tionghoa di PMS dalam membina kerukunan antaretnis di Surakarta, bagaimana keseharian pengurus ketika ada di lingkungan Tionghoa dan bagaimana ketika berada di lingkungan sosial, yang kedua mengkaji peran tokoh PMS dalam mengembangkan pendidikan multikultural, dan mengakaji tanggapan masyarakat mengenai kiprah tokoh PMS di Surakarta.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan mengambil lokasi di gedung perkumpulan PMS. Beberapa informan bersedia diwawancarai di tempat kerja atau di rumah masing-masing. Data penelitian terdiri dari data primer dan sekunder, data primer didapat dari wawancara, pengamatan, sedangkan data sekunder didapatkan dari dokumen tabloid terbitan PMS, harian Solo Pos, serta harian Suara Merdeka. Sumber data penelitian yakni informan yang terdiri pengurus PMS baik lama maupun baru dan beberapa tokoh masyarakat yang bidang tugasnya sering berinteraksi dengan kegiatan yang diadakan PMS. Metode pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data meliputi reduksi data, penyajian dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PMS dimaknai berbeda antar pengurus, masing-masing memiliki tujuan berbeda ketika memutuskan untuk bergabung menjadi pengurus, panggilan hati (jiwa sosial), membangun jaringan bisnis, dan pengalaman konflik menjadi alasan tokoh Tionghoa bergabung di PMS. Kegiatan PMS di bidang pendidikan multikultural tidak dalam bentuk pendidikan formal sepeeti sekolah pada uumnya. Tetapi tertuang dalam kegiatan bidang kesenian, olahraga, kesehatan dan pendidikan. Sedangkan tanggapan masyarakat menunjukkan mereka sangat mengapresiasi kehadiran PMS dengan kegiatannya.


(6)

vi

ABSTRACT

Luluk Wulandari, 2015,Prominent Roleof SocialOrganizationsof ChineseinSurakartaSociety(PMS) inFosteringinter-ethnicharmonyin Surakarta , Thesis, Social Studies Program, Graduate School of Semarang State University, 1st Supervisor: Prof. Dr. Wasino, M.Hum., 2nd Supervisor: Prof. Dr. Tri Marhaeni P.A, M.Hum.

Surakarta city is often referred to as conflict-prone areas, especially between Javanese and Chinese. Surakarta Society (PMS) has been around since 1932, originally was the foundation of death and as time goes by, these organizations not only take care of the needs of the Chinese people, but rather act in Surakarta level with eight areas of work. The purpose of this study examines the role of Chinese figures in PMS in fostering harmony ethnic in Surakarta, how everyday administrators when there are in the neighborhood of Chinese and how when it is in the social environment, the second examines the role of leader of PMS in developing multicultural education, and mengakaji community feedback regarding gait figures PMS in Surakarta.

This study uses a qualitative method, by taking the location in the clubhouse PMS. Some informants willing to be interviewed in the workplace or at home respectively. The research data consists of primary and secondary data, primary data obtained from interviews, observation, while secondary data obtained from the document tabloid PMS, Solo Pos daily, and Suara Merdeka daily. Source of research data which comprises the board PMS informants both old and new and some public figures that the field of duties often interact with the activities held PMS. Data were collected by means of observation, interviews, and documentation. Data analysis includes data reduction, presentation and conclusion.

The results showed that the PMS is interpreted differently across the board, each has a different purpose when it decided to join the board, calls the heart (social life), building business networks and experience of conflict is the reason Chinese leaders joined in PMS. PMS activities in the field of multicultural education is not in the form of formal education in the school sepeeti uumnya. But the activities contained in the arts, sports, health and education. While the public response shows they really appreciate the presence of PMS with its activities.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT dan mengharapkan ridho yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “PeranTokohTionghoa Di Organisasi Sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta (Pms) Dalam Membina Kerukunan Antaretnis Di Kota Surakarta”.Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan meraih gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan IPS Universitas Negeri Semarang. Shalawat dan salam disampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua mendapatkan safaatnya di yaumil akhir nanti, Amin. Penelitian ini diangkat sebagai upaya untuk memberikan contoh kasus ke masyarakat luas mengenai usaha kaum minoritas dalam mempersatukan etnis melalui kegiatan sosial.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. H. Achmad Slamet, M. Si. selaku Direktur Pascasarjana UNNES, yang telah memberikan kesempatan serta arahan selama pendidikan, penelitian dan penulisan tesis ini.


(8)

viii

2. Prof. Dr. Wasino, M.Hum, selaku ketua program studi Pendidikan IPS Program Pascasarjana UNNES dan pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan tesis ini.

3. Prof. Dr. Tri Marhaeni P.A., M.Hum., selau pembimbing II dalam penulisan tesis ini dan dosen yang dengan sabar dan penuh keramahan memberikan bimbingan dan arahan sejak permulaan sampai dengan selesai ini.

4. Bapak dan Ibu dosen Pascasarjana UNNES, yang telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan.

5. Pengurus Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) yang telah meluangkan waktu membantu peneliti memberikan data yang dibutuhkan.

6. Teman-teman mahasiswa Program Studi Pendidikan IPS Pascasarjana UNNES angkatan 2013, sebagai teman berbagi rasa dalam suka dan duka dan atas segala bantuan dan kerja samanya sejak mengikuti studi sampai penyelesaian penelitian dan penulisan tesis ini.

7. Suami, Anak, dan Orang Tua atas dorongan, do’a, pengertian, dan kesabarannya dalam mendampingi dan menunggu sejak mulai studi hingga selesainya tesis ini. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Penulis meyadari akan segala keterbatasan dan kekurangan dari isi maupun tulisan tesis ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak masih dapat diterima dengan senang hati. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi pengembangan wilayah nelayan di masa depan.


(9)

ix

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Semarang, Agustus 2015 Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERSETUJUANPENILAIAN TESIS ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

PERNYATAANKEASLIAN ... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. LatarBelakangMasalah ... 1

1.2. IdentifikasiMasalah ... 10

1.3. Cakupan Masalah ... 10

1.4. RumusanMasalah ... 11

1.5. TujuanPenelitian ... 11

1.6.ManfaatPenelitian ... 12

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI ... 14

2.1. Kajian Pustaka ... 14

2.2. Kerangka Teoritis ... 19

2.3. Kerangka Berpikir... 39

BAB III. METODE PENELITIAN ... 43

3.1.Pendekatan Penelitian ... 43

3.2. DesainPenelitian ... 46

3.3. Fokus Penelitian ... 46

3.4. Data dan Sumber data Penelitian ... 47


(10)

x

3.4.1.1. Data Primer ... 47

3.4.1.2. Data Sekunder ... 47

3.4.2 Sumber Data Penelitian... 48

3.4.2.1.Subjek Penelitian ... 48

3.4.1.2 Informan ... 48

3.4.1.3. Dokumen ... 50

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 50

3.5.1. Observasi... 51

3.5.2. Wawancara Mendalam ... 51

3.5.3. FGD (Focus Group Discussion)... 53

3.5.4. Dokumentasi ... 55

3.6. Teknik Keabsahan Data ... 56

3.6.1. Triangulasi ... 57

3.6.2. Meningkatkan Ketekunan ... 58

3.7. Teknik Analisis Data ... 59

3.7.1. Reduksi Data ... 60

3.7.2. Penyajian Data ... 60

3.7.3. Penarikan Kesimpulan ... 60

BAB IV.HASIL DAN PEMBAHASAN... 62

4.1. Hasil penelitian ... 62

4.1.1.Gambaranumumlokasipenelitian ... 62

4.1.2 Kegiatan Bidang-bidang di PMS ... 66

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 90

5.1.Tokoh Tionghoa PMS Memaknai Organisasi Sosial PMS ... 90

5.1.1. Hasil Penelitian ... 90

1. Jiwa Sosial dan Panggilan Altruistik ... 83

2. Membangun Jaringan Bisnis ... 101

3. Minoritas dan Pengalaman Pertikaian... 105

5.1.2. Pembahasan... 103

5.2. Peran Tokoh Tionghoa PMS dalam Pendidikan Multikultural ... 110

5.2.1. Hasil Penelitian ... 110

1. By Planning ... 110

2. Unplanning ... 114

5.3. Tanggapan Masyarakat tentang PMS dan Kiprah Tokohnya ... 139

5.3.1. Hasil Penelitian ... 139

5.3.2. Pembahasan ... 144

BAB VI. PENUTUP ... 148


(11)

xi

5.2. Implikasi ... 149

5.3. Saran ... 150

DAFTAR PUSTAKA ... 151

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar2.1: KerangkaBerpikirPeneliti ... 38

Gambar3.1: SkemaMetodeAnalisis Data ... 54

Gambar4.1:Kantor KelurahanSudiroprajan ... 57

Gambar 4.2:Tropikenang-kenanganMalamAssimilasiTahun 1969 ... 60

Gambar4.3: Lomba Vokal Keroncong Mandarin ... 63

Gambar4.4: Workshop Matematika Gasing ... 64

Gambar4.5: Lomba Catur Junior PMS ... 73

Gambar 4.6: Atlet Angkat Besi Berlatih di Sasana ... 74

Gambar4.7: Suasana Latihan Taekwondo di GOR PMS... 75

Gambar4.8: Atlet Tenis Meja Sedang Berlatih ... 77

Gambar4.9: Senam Pan Gu Shen Gong ... 78

Gambar4.10: WymboWidjaksono ... 87

Gambar4.11: Sumartonoketikamenjadibintangtamu Kick Andy ... 90

Gambar4.12: Walikota Solo dan Ketua SYC ... 96

Gambar4.13: Bantuan Air Bersih PMS di wonogiri ... 98

Gambar4.14: WawancaradenganKetua PMI Cabang Surakarta ... 99

Gambar4.15: Walikota Solo Jokowi ... 100

Gambar4.16.: Job Fair 2015 PMS, KadindanDewanIndustri Kota ... 114

Gambar4.17: Pembagian Sembako dalam SBS ... 105

Gambar4.18: Gemerlap lampion di perayaanImlek 2015 ... 106

Gambar4.19: GunungankueKeranjangdalamGerebegSudiro ... 107

Gambar4.20:Suasanapertemuanrutin di gedung PMS ... 109

Gambar4.21: Dokter Maria di tempatprakteknya ... 114


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel4.1 : Daftar Informan Penelitian... 104 Tabel4.1 :Pemgurus PMS Periode 2014-2019... 104


(13)

xiii

LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 01 : Acuan Kegiatan Penelitian ... Lampiran 02 : Pedoman Penelitian ... Lampiran 03 : Pedoman Wawancara ... Lampiran 04 : Pedoman Observasi ...


(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Keragaman yang ada pada bangsa Indonesia, di satu pihak merupakan modal dasar sumber daya manusia. Di lain pihak dapat pulamenimbulkan kerawanan sosial. Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi merupakan suatu tragedi yang timbul karena kemajemukan yang tidak disikapi secara arif, sehingga menimbulkan jarak sosial yang menjadi potensi konflik serta dapat menimbulkan perpecahan. Kerusuhan-kerusuhan tersebut sebagian besar korbannya adalah etnis keturunan Cina. Bahkan dalam berbagai kerusuhan yang terjadi di berbagai tempat, etnis keturunan Cina selalu menjadi sasaran amuk massa, sebagaimana terjadi di Surakarta pada tanggal 14 – 15 Mei 1998.

Interaksi sosial antara etnis Jawa dan Tionghoa sangat menarik untuk dicermati, karena walaupun telah hidup berdampingan dalam waktu yang lama, warga keturunan Tionghoa (etnis Cina) belum diterima secara penuh sebagai orang kita. Masih banyak stigma negatif yang disematkan kepada golongan Tionghoa. Misalnya saja anggapan bahwa mereka tidak mau berbaur, cenderung superior, hanya memikirkan untung saja, dan tidak peduli sosial.

Etnis Tionghoa sering disebut sebagai etnis pendatang yang mengalami interaksi etnisitas paling problematik dibandingkan etnis India, Arab, dan beberapa etnis kecil pendatang lainnya. Pencarian jati diri orang Tionghoa di


(15)

2

Indonesia dihadapkan pada beberapa pilihan menjadi Indonesia, tetap Tionghoa, atau mengadopsi identitas lain. Ketika terjadi kerusuhan bulan Mei 1998, tidak hanya Jakarta sebagai ibukota negara saja yang luluh lantak karena konflik rasial, kota-kota besar lainnya tidak luput dari tragedi itu. Misalnya saja Kota Surakarta, seperti halnya kota-kota lainnya, kerusuhan di Surakarta pun etnis Tionghoa juga yang menjadi sasaran amuk massa.

Dimulai sejak awal lahirnya Kota Surakarta terjadi peristiwa pertama

konflik “pri-nonpri”. Ketika tanggal 30 Juni 1742 laskar Cina dibantu oleh sejumlah massa rakyat berhasil membobol benteng Istana Kartasura (Nurhadiantomo, 2006). Mereka memporak-porandakan bangunan istana, menjarah apa saja dan menduduki istana selama beberapa bulan. Peristiwa ini dalam sejarah Jawa disebut Geger Pacina(n)atau bedah Kartasura.

Konflik selanjutnya terjadi tahun 1825 yang merupakan pembantaian massal terhadap komunitas etnis Cina yang ada di Ngawi, dan merembet hingga wilayah Surakarta. Peristiwa anti-Cina muncul kembali pada awal abad 20 yang mengiringi pergerakan politik rakyat, yaitu pada tahun 1911. Berlanjut pada masa revolusi kemerdekaan tahun 1947, di daerah Klaten yang tidak jauh dari Kota Surakarta, terjadi penyerangan terhadap warga etnis Cina hingga memakan korban jiwa. Kejadian tersebut berimbas pada pengusiran warga etnis Cina dari wilayah Jatinom, Klaten.

Pada masa kemerdekaan, bidang perekonomian menjadi pusat perhatian demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tetapi kebijakan yang dibuat pemerintah dipandang oleh beberapa kalangan, baik birokrat maupun masyarakat,


(16)

3

sebagai kebijakan yang penuh dengan agenda politik. Di bidang bisnis, penduduk pribumi semakin tertinggal oleh kemampuan warga etnis Cina. Hal ini ternyata menimbulkan konflik anti-Cina yang meluas di kalangan pribumi. Hingga pada tahun 1965, seiring dengan merebaknya isu anti-komunis, kerusuhan terjadi di sejumlah daerah, termasuk Surakarta. Meskipun isu yang mencuat adalah pemberantasan komunis, tetapi pada kenyataannya etnis Cina turut menjadi sasaran kerusuhan massa, pengrusakan dan penjarahan.

Pada tahun 1980, di Surakarta timbul kembali kerusuhan anti-Cina yang dipicu oleh insiden kecil, yaitu perkelahian jalanan yang sampai melibatkan kelompok masyarakat yang lebih besar. Selanjutnya peristiwa kerusuhan massa anti-Cina yang lebih tinggi intensitasnya terjadi pada Mei 1998. Peristiwa ini mengiringi runtuhnya rezim Orde Baru yang memakan banyak korban lebih banyak dari warga etnis Cina, pembunuhan, perkosaan, penganiayaan, pengrusakan dan penjarahan. Kebrutalan dalam kerusuhan ini merupakan suatu bentuk kekerasan kolektif yang terjadi di Jakarta dan merambat ke beberapa kota di Indonesia, termasuk Surakarta. Akibatnya, menurut Pattiradjawane (Wibowo, 2001), 20.000 hingga 30.000 etnis Cina melakukan eksodus besar-besaran secara permanen ke beberapa negara tetangga, seperti Singapura, Hongkong, Taiwan dan Australia. Dilihat dari kilasan sejarah yang panjang tersebut, sangat disadari bahwa kondisi masyarakat Surakarta rentan terhadap timbulnya kerusuhan yang melibatkan etnis Cina. Walaupun demikian di tengah situasi yang mengkhawatirkan terjadinya konflik antara Cina-Jawa, ternyata terdapat suatu wilayah di Surakarta yang jauh dari kesan rentan


(17)

4

terhadap konflik. Kelurahan Sudiroprajan merupakan bagian dari wilayah Surakarta yang oleh pemerintahan kolonial Belanda dijadikan tempat bermukim etnis Cina. Warga etnis Cina yang tinggal di Sudiroprajan berbaur dengan etnis Jawa. Dalam kesehariannya, warga etnis Cina tersebut menggunakan bahasa Jawa atau bahasa Indonesia jika berbicara dengan warga etnis Jawa (Rahardjo, 2005). Bahasa Cina (Mandarin) cenderung sudah tidak lagi mereka pahami, hanya warga etnis Cina generasi tua saja yang relatif masih bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Cina.

Lebih lanjut Turnomo Rahardjo (2005), dalam penelitian Menghargai Perbedaan Kultural, mengulas mengenai komunikasi antarbudaya yang terjadi di Kelurahan Sudiroprajan, Surakarta, melibatkan etnis Jawa dan etnis Cina. Hasil penelitian Turnomo Rahardjo menunjukkan tingginya faktor motivasi, hal ini tidak terlepas dari settingatau lingkungan pemukiman warga Sudiroprajan yang relatif membaur antara etnis Cina dan jawa. Karakteristik pemukiman yang demikian tidak memberikan cukup ruang bagi individu-individu dari dua kelompok etnis untuk menghindari interaksi.

Seiring dengan motivasi yang tinggi, dibutuhkan pengetahuan tentang perilaku komunikasi antaretnis yang memadai pula agar individu memiliki kompetensi dalam komunikasi antaretnis. Kasus yang terjadi di Sudiroprajan menunjukkan, bahwa pengetahuan tentang komunikasi antaretnis telah dimiliki dengan sama baiknya oleh kedua kelompok etnis. Sedangkan untuk faktor kecakapan, memperlihatkan etnis Cina lebih baik dibanding etnis Jawa. Persoalan kecakapan ini tidak terlepas dari stereotip yang telah menyatu, yaitu


(18)

5

bahwa etnis Cina lebih trampil dalam mengelola interaksi dengan orang lain sebaliknya orang Jawa lebih mengutamakan persoalan tenggang rasa, sungkan, sehingga terbentuk perilaku yang kurang terbuka, pasif atau menahan diri dalam negosiasi interaksi antaretnis.

Lika-liku hubungan etnis Jawa dan Tionghoa di kota Surakarta menarik untuk diteliti. Sudah banyak mahasiswa atau kalangan akademisi yang melakukan penelitian di kota budaya ini, beberapa diantaranya dibukukan sehingga dapat menjadi rujukan penelitian selanjutnya. Misalnya saja, buku karangan Wasino,

Wong Jawa dan Wong Cina (2005) penulis adalah guru besar sejarah

Universitas Negeri Semarang. Buku “Menjadi Jawa” oleh Rustopo (2006), buku

ini menggambarkan pasang surut relasi Jawa dan Tionghoa di kota Surakarta. Dalam buku ini digambarkan bagaimana konstruksi Kejawen disumbangkan oleh beberapa tokoh Tionghoa. Buku ketiga adalah skripsi dari mahasiswa Universitas

Negeri Surakarta yaitu Ayu Windy Kinasih yaitu “Identitas Etnis Tionghoa Di Kota Solo”, buku ini menggambarkan usaha etnis Tionghoa di Surakarta untuk

menjadi diri sendiri dan tidak lagi berorientasi sebagai pendatang di Indonesia. Antagonisme etnis dalam hal ini konflik antar etnis, oleh Percell dalam Habib, dihipotesikan akan terjadi apabila ada sejumlah prasyarat, yaitu : (1) adanya dua kelompok etnis yang berbeda, (2) adanya perbedaan praktek budaya dan ciri-ciri fisik kelompok yang bisa dikenali, (3) adanya persaingan antar kedua kelompok untuk mendapatkan barang-barang atau sumber-sumber yang terbatas, dan (4) adanya ketimpangan distribusi kekuasaan dn sumbernya pada kedua kelompok yang bersaing (Habib, 2004). Terlepas apakah keempat kondisi


(19)

6

prasyarat tersebut terpenuhi atau tidak, kerusuhan antar etnis terutama terhadap etnis Tionghoa di Indonesia seolah-olah terus mengikuti dinamika sejarah Indonesia.

Pemerintah telah berupaya mempersatukan antara etnis Jawa dan etnis Tionghoa, diantaranya adalah dengan peraturan pemerintah tentang SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia). Warga negara keturunan Tionghoa diwajibkan memiliki surat ini, dan banyak dari etnis Tionghoa berganti nama untuk memudahkan mereka mengurus SBKRI. Tetapi pada akhirnya keputusan pemerintah mengenai kebijakan surat ini justru menimbulkan masalah baru bagi terciptanya pembauran dan asimilasi antara etnis Jawa dan Tionghoa.

Upaya pemerintah untuk integrasi etnis juga dilakukan dengan cara menyeragaman, lebih dari 32 tahun pemerintah melarang budaya Tionghoa beraksi di masyarakat umum. Etnis ini hanya diperbolehkan melakukan aktivitas keagamaan dan kesenian didalam tembok Kelenteng. Pada masa kekuasaan Orde Baru dan Orde Lama, Barongsay seolah-olah terkubur dalam Kelenteng. Pemerintah juga melakukan usaha pembauran lewat TP4C (Tim Penyelesaian Permohonan Pewarganegaraan Pemukim Cina). Permohonan surat ini melibatkan unsur Camat, Kepolisian, Kantor Imograsi, Kejaksaan dan Kantor Sospol.

Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid tahun 1999-2001, Instruksi Presiden (Inpres) No. 14/1967 yang melarang etnis Tionghoa merayakan pesta agama dan penggunaan huruf-huruf China dicabut. Selain itu, ada Keppres yang dikeluarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid yang memberi kebebasan ritual keagamaan, tradisi, dan budaya kepada etnis Tionghoa. Sampai sekarang kita bisa


(20)

7

menikmati seni pertunjukan Barongsai di pusat-pusat perbelanjaan, pada karnaval 17 Agustus, dan acara perayaan lain, terutama hari besar Imlek.

Terbukanya kran demokrasi menjadi wahana bagi etnis Tionghoa sehingga mereka tidak hanya bergerak di bidang ekonomi saja. Beberapa diantaranya berkiprah di dunia politik, misalnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pria kelahiran Bangka Belitung yang sekarang menjadi wakil gubernur DKI Jakarta, Hary Tanoesoedibjo atau orang mengenalnya dengan Hary Tanoe adalah Pria keturunan Tionghoa kelahiran Surabaya yang menjadi pemimpin MNC Group dan menjadi politikus yang ikut berkiprah pada pemilu 2014. Jabatan sebagai menteri pun pernah dipercayakan kepada etnis Tionghoa, misalnya saja Mari Elka Pangestu, Bob Hasan dan lain sebagainya. Tentu tidak ketinggalan bidang bulutangkis yang nama-nama atlet berprestasi didominasi oleh warga keturunan Tionghoa.

Kota Surakarta sering disebut sebagai daerah yang rawan konflik, terutama antara etnis Jawa dan Tionghoa. Banyak dari buku-buku yang menyebutkan

bahwa orang Solo ”bersumbu pendek”, gampang disulut agar timbul kerusuhan. Konflik yang telah terjadi disebut bagai api dalam sekam, yang sewaktu-waktu dapat terjadi dan meledak lagi. Sebenarnya ini hanya stigma, pandangan, yang dibuat oleh masyarakat sendiri. Pandangan ini selalu dihembuskan, agar Surakarta bergejolak lagi. Maka dari itu, ketika menganalisis mengenai kerusuhan Jawa dengan Tionghoa Kota Surakarta lah yang menjadi acuannya. Tidak heran mengapa kota kecil di pedalaman selatan Jawa Tengah ini disebut sebagai barometer politik kedua setelah Jakarta.


(21)

8

Berangkat dari sejarah kerusuhan yang pernah ada, di Surakarta dibentuk

sebuah organisasi sosial yaitu ”Perkumpulan Masyarakat Surakarta” (PMS).

Anggotanya masyarakat dari berbagai golongan membentuk suatu organisasi sosial yang membawahi berbagai macam kegiatan seni dan budaya termasuk olehraga. Organisasi kemasyarakatan ini mempunyai visi menyatukan, integrasi, dan peleburan antara masyarakat Tionghoa dan masyarakat pribumi dalam hal ini Jawa. Semua golongan masyarakat bisa melibatkan diri dalam kegiatan seni budaya dan olahraga tanpa membedakan suku, agama dan ras. Walaupun pada awalnya, PMS adalah organisasi Tionghoa yang merupakan gabungan dari enam organisasi Tionghoa. Waktu itu bernama Chuan Min Kung Hui, kegiatan organisasi ini melayani dan mengurusi kebutuhan warga Tionghoa di Kota Surakarta. Namun sejak 1 Oktober 1959, dengan tujuan integrasi, serta agar dapat lebih membaur antara warga etnis Tionghoa dengan masyarakat pribumi (Jawa), maka nama Chuan Min Kung Hui diubah menjadi ”Perkumpulan Masyarakat

Surakarta” (PMS).

Ketika berbicara mengenai etnis Tionghoa di kota Surakarta, tentu tidak lepas dengan beberapa nama seperti Sumartono Hadinoto, Budhioko, Candra Tandiyo, Budhi Moeljono, Wymbo Widjaksono, Tanto Tjondromartono, dan masih banyak lagi tokoh-tokoh Tionghoa yang mengabdikan dirinya untuk masyarakat melalui organisasi sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS). Selain sibuk mengembangkan bisnisnya, mereka meluangkan waktu untuk mengabdi, berbagi, dan melayani kebutuhan masyarakat Surakarta. Bidang-bidang di organisasi sosial ini antara lain bidang olahraga, bidang pendidikan dan


(22)

9

kesenian, bidang Humas dan Umum, bidang pelayanan, bidang kepemudaan, bidang pengembangan dana dan usaha, bidang penataan aset, bidang peranan wanita, yang semuanya diperuntukkan bagi masyarakat Surakarta tanpa membedakan suku, agama, ras dan budaya. Serta Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) berkomitmen untuk turut serta membangun kota Surakarta dan Indonesia mengingat jasa pendahulunya yang turut serta memperjuangkan kemerdekaan di masa penjajahan Belanda dan Jepang. Pada masa Orde Baru organisasi ini merupakan satu-satunya perkumpulan Tionghoa yang tidak dibekukan oleh pemerintah ketika itu. Berangkat dari latar belakang tersebut peneliti berminat mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai peran tokoh-tokoh Tionghoa dalam organisasi sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) dalam usahanya mewujudkan dan membina kerukunan masyarakat Surakarta. Tokoh adalah seseorang yang terkemuka atau kenamaan di bidangnya, atau seseorang yang memegang peranan penting dalam suatu bidang atau aspek kehidupan tertentu dalam masyarakat. Seseorang tersebut berasal, dibesarkan, dan hidup dalam lingkungan masyarakat tertentu.Pemilihan tokoh tersebut merupakan hasil observasi awal, dimana dari sekian banyak warga keturunan di Surakarta tidak semua menjadi anggota PMS. Indikator sosial adalah cara peneliti dalam menentukan tokoh yang akan menjadi subyek penelitian. Beberapa tokoh tersebut adalah pengusaha dari berbagai macam bidang yang telah lama menjadi pengurus PMS.


(23)

10

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka ada permasalahan yang dapat diidentifikasikan diantaranya adalah:

1. Bagaimana kondisi sosial budaya tokoh Tionghoa yang tergabung di Perkumpulan Masyarakat Surakarta?

2. Bagaimana sejarah terbentuknya Perkumpulan Masyarakat Surakarta?

3. Bagaimana bentuk kegiatan organisasi sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta?

4. Bagaimana dan apa saja bentuk kegiatan Perkumpulan Masyarakat Surakarta yang menggambarkan semangat kebersamaan tanpa membedakan SARA? 5. Bagaimana partisipasi organisasi sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta

untuk membina kerukunan antaretnis di kota Surakarta?

6. Bagaimana peran tokoh Tionghoa di Perkumpulan Masyarakat Surakarta dalam membina kerukunan antaretnis di kota Surakarta?

1.3Cakupan Masalah

Cakupan masalah adalah ruang lingkup yang akan dikaji melalui penelitian dengan mempertimbangkan kekhasan bidang kajian, keluasan, dan kelayakan masalah. Peran golongan Tionghoa dalam menciptakan kerukunan dilingkungannya menarik untuk diteliti. Beberapa kali golongan ini menjadi korban kerusuhan, namun dengan semangat kebersamaan, warga Tionghoa di kota Surakarta membuat organisasi sosial dan turut serta dalam beberapa kegiatan sosial.


(24)

11

Setiap individu bebas memilih pandangan dalam menentukan sikapnya, begitu pula golongan Tionghoa di kota Surakarta. Lika-liku hubungan antaretnis yang menuai konflik sebelum reformasi 1998 tidak menghalangi semangat membina kerukunan antaretnis, antaragama di kota budaya ini. Disela-sela kesibukan mengurus bisnisnya, beberapa tokoh Tionghoa di kota Surakarta yang awalnya tergabung dalam Perkumpulan Masyarakat Surakarta mampu berkiprah aktif dibeberapa kegiatan-kegiatan sosial. Misalnya saja, Solo Lebaran Bersama, Solo Bersama Selamanya, Imlek Bersama, dan beberapa kegiatan sosial lainnya.

1.4Rumusan Masalah

Berdasarkan cakupan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana para tokoh Tionghoa di Perkumpulan Masyarakat Surakarta memaknai organisasi sosial PMS

2. Bagaimana peran tokoh PMS dalam mengembangkan pendidikan multikultural terkait dengan PMS sebagai media mempersatukan multietnik di Surakarta 3. Bagaimana tanggapan masyarakat mengenai kehadiran organisasi sosial

Perkumpulan Masyarakat Surakarta

1.5Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui bagaimana para tokoh Tionghoa di Perkumpulan Masyarakat


(25)

12

2. Mengetahui peran tokoh PMS dalam mengembangkan pendidikan multikultural terkait dengan PMS sebagai media mempersatukan multietnik di Surakarta

3. Mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat mengenai kehadiran organisasi sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta

1.6Manfaat Penelitian

1.6.1. Manfaat Teoritis

Berdasarkan tujuan penelitian maka manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan sumbangan bagi bidang ilmu sosial terutama penggunaan teori interaksionisme simbolik dan teori konflik untuk mengkaji peran tokoh-tokoh Tionghoa yang tergabung di organisasi sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) dalam usahanya membina kerukunan antaretnis di kota Surakarta.

2. Memberikan sumbangan terhadap dunia pendidikan terkait dengan pendidikan multikultural

1.6.2. Manfaat Praktis

Berdasarkan tujuan penelitian maka manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang tokoh-tokoh di sekitar kita yang berjuang dalam bidang multikulturalisme dan ikut berkiprah dalam organisasi sosial, menolong sesama yang membutuhkan bantuan tanpa memandang ras, etnis, agama, dan status sosial.


(26)

13

2. Bagi aparat pemerintah , penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang peran warga minoritas dalam usahanya membina kerukunan, pembauran, dan tidak akan terlaksana tanpa bantuan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.


(1)

Berangkat dari sejarah kerusuhan yang pernah ada, di Surakarta dibentuk sebuah organisasi sosial yaitu ”Perkumpulan Masyarakat Surakarta” (PMS). Anggotanya masyarakat dari berbagai golongan membentuk suatu organisasi sosial yang membawahi berbagai macam kegiatan seni dan budaya termasuk olehraga. Organisasi kemasyarakatan ini mempunyai visi menyatukan, integrasi, dan peleburan antara masyarakat Tionghoa dan masyarakat pribumi dalam hal ini Jawa. Semua golongan masyarakat bisa melibatkan diri dalam kegiatan seni budaya dan olahraga tanpa membedakan suku, agama dan ras. Walaupun pada awalnya, PMS adalah organisasi Tionghoa yang merupakan gabungan dari enam organisasi Tionghoa. Waktu itu bernama Chuan Min Kung Hui, kegiatan organisasi ini melayani dan mengurusi kebutuhan warga Tionghoa di Kota Surakarta. Namun sejak 1 Oktober 1959, dengan tujuan integrasi, serta agar dapat lebih membaur antara warga etnis Tionghoa dengan masyarakat pribumi (Jawa), maka nama Chuan Min Kung Hui diubah menjadi ”Perkumpulan Masyarakat Surakarta” (PMS).

Ketika berbicara mengenai etnis Tionghoa di kota Surakarta, tentu tidak lepas dengan beberapa nama seperti Sumartono Hadinoto, Budhioko, Candra Tandiyo, Budhi Moeljono, Wymbo Widjaksono, Tanto Tjondromartono, dan masih banyak lagi tokoh-tokoh Tionghoa yang mengabdikan dirinya untuk masyarakat melalui organisasi sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS). Selain sibuk mengembangkan bisnisnya, mereka meluangkan waktu untuk mengabdi, berbagi, dan melayani kebutuhan masyarakat Surakarta. Bidang-bidang di organisasi sosial ini antara lain bidang olahraga, bidang pendidikan dan


(2)

kesenian, bidang Humas dan Umum, bidang pelayanan, bidang kepemudaan, bidang pengembangan dana dan usaha, bidang penataan aset, bidang peranan wanita, yang semuanya diperuntukkan bagi masyarakat Surakarta tanpa membedakan suku, agama, ras dan budaya. Serta Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) berkomitmen untuk turut serta membangun kota Surakarta dan Indonesia mengingat jasa pendahulunya yang turut serta memperjuangkan kemerdekaan di masa penjajahan Belanda dan Jepang. Pada masa Orde Baru organisasi ini merupakan satu-satunya perkumpulan Tionghoa yang tidak dibekukan oleh pemerintah ketika itu. Berangkat dari latar belakang tersebut peneliti berminat mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai peran tokoh-tokoh Tionghoa dalam organisasi sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) dalam usahanya mewujudkan dan membina kerukunan masyarakat Surakarta. Tokoh adalah seseorang yang terkemuka atau kenamaan di bidangnya, atau seseorang yang memegang peranan penting dalam suatu bidang atau aspek kehidupan tertentu dalam masyarakat. Seseorang tersebut berasal, dibesarkan, dan hidup dalam lingkungan masyarakat tertentu.Pemilihan tokoh tersebut merupakan hasil observasi awal, dimana dari sekian banyak warga keturunan di Surakarta tidak semua menjadi anggota PMS. Indikator sosial adalah cara peneliti dalam menentukan tokoh yang akan menjadi subyek penelitian. Beberapa tokoh tersebut adalah pengusaha dari berbagai macam bidang yang telah lama menjadi pengurus PMS.


(3)

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka ada permasalahan yang dapat diidentifikasikan diantaranya adalah:

1. Bagaimana kondisi sosial budaya tokoh Tionghoa yang tergabung di Perkumpulan Masyarakat Surakarta?

2. Bagaimana sejarah terbentuknya Perkumpulan Masyarakat Surakarta?

3. Bagaimana bentuk kegiatan organisasi sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta?

4. Bagaimana dan apa saja bentuk kegiatan Perkumpulan Masyarakat Surakarta yang menggambarkan semangat kebersamaan tanpa membedakan SARA? 5. Bagaimana partisipasi organisasi sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta

untuk membina kerukunan antaretnis di kota Surakarta?

6. Bagaimana peran tokoh Tionghoa di Perkumpulan Masyarakat Surakarta dalam membina kerukunan antaretnis di kota Surakarta?

1.3Cakupan Masalah

Cakupan masalah adalah ruang lingkup yang akan dikaji melalui penelitian dengan mempertimbangkan kekhasan bidang kajian, keluasan, dan kelayakan masalah. Peran golongan Tionghoa dalam menciptakan kerukunan dilingkungannya menarik untuk diteliti. Beberapa kali golongan ini menjadi korban kerusuhan, namun dengan semangat kebersamaan, warga Tionghoa di kota Surakarta membuat organisasi sosial dan turut serta dalam beberapa kegiatan sosial.


(4)

Setiap individu bebas memilih pandangan dalam menentukan sikapnya, begitu pula golongan Tionghoa di kota Surakarta. Lika-liku hubungan antaretnis yang menuai konflik sebelum reformasi 1998 tidak menghalangi semangat membina kerukunan antaretnis, antaragama di kota budaya ini. Disela-sela kesibukan mengurus bisnisnya, beberapa tokoh Tionghoa di kota Surakarta yang awalnya tergabung dalam Perkumpulan Masyarakat Surakarta mampu berkiprah aktif dibeberapa kegiatan-kegiatan sosial. Misalnya saja, Solo Lebaran Bersama, Solo Bersama Selamanya, Imlek Bersama, dan beberapa kegiatan sosial lainnya.

1.4Rumusan Masalah

Berdasarkan cakupan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana para tokoh Tionghoa di Perkumpulan Masyarakat Surakarta memaknai organisasi sosial PMS

2. Bagaimana peran tokoh PMS dalam mengembangkan pendidikan multikultural terkait dengan PMS sebagai media mempersatukan multietnik di Surakarta 3. Bagaimana tanggapan masyarakat mengenai kehadiran organisasi sosial

Perkumpulan Masyarakat Surakarta

1.5Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui bagaimana para tokoh Tionghoa di Perkumpulan Masyarakat


(5)

2. Mengetahui peran tokoh PMS dalam mengembangkan pendidikan multikultural terkait dengan PMS sebagai media mempersatukan multietnik di Surakarta

3. Mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat mengenai kehadiran organisasi sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta

1.6Manfaat Penelitian

1.6.1. Manfaat Teoritis

Berdasarkan tujuan penelitian maka manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan sumbangan bagi bidang ilmu sosial terutama penggunaan teori interaksionisme simbolik dan teori konflik untuk mengkaji peran tokoh-tokoh Tionghoa yang tergabung di organisasi sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) dalam usahanya membina kerukunan antaretnis di kota Surakarta.

2. Memberikan sumbangan terhadap dunia pendidikan terkait dengan pendidikan multikultural

1.6.2. Manfaat Praktis

Berdasarkan tujuan penelitian maka manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang tokoh-tokoh di sekitar kita yang berjuang dalam bidang multikulturalisme dan ikut berkiprah dalam organisasi sosial, menolong sesama yang membutuhkan bantuan tanpa memandang ras, etnis, agama, dan status sosial.


(6)

2. Bagi aparat pemerintah , penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang peran warga minoritas dalam usahanya membina kerukunan, pembauran, dan tidak akan terlaksana tanpa bantuan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.


Dokumen yang terkait

PERAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA Peran Forum Kerukunan Umat Beragama Dalam Membina Kerukunan Antar Umat Beragama (Studi Kasus FKUB Kota Surakarta).

0 5 16

PERAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA Peran Forum Kerukunan Umat Beragama Dalam Membina Kerukunan Antar Umat Beragama (Studi Kasus FKUB Kota Surakarta).

0 3 13

PENDAHULUAN Peran Forum Kerukunan Umat Beragama Dalam Membina Kerukunan Antar Umat Beragama (Studi Kasus FKUB Kota Surakarta).

0 2 4

PERAN KAUM MUSLIMIN DALAM PEMBINAAN KERUKUNAN HIDUP ANTARUMAT BERAGAMA DI Peran Kaum Muslimin Dalam Pembinaan Kerukunan Hidup Antarumat Beragama Di Kota Surakarta (Studi Di Fkub Kota Surakarta).

0 0 14

PENDAHULUAN Peran Kaum Muslimin Dalam Pembinaan Kerukunan Hidup Antarumat Beragama Di Kota Surakarta (Studi Di Fkub Kota Surakarta).

0 2 19

PERAN KAUM MUSLIMIN DALAM PEMBINAAN KERUKUNAN HIDUP ANTARUMAT BERAGAMA DI Peran Kaum Muslimin Dalam Pembinaan Kerukunan Hidup Antarumat Beragama Di Kota Surakarta (Studi Di Fkub Kota Surakarta).

0 0 17

BAHASA DAN IDENTITAS KULTURAL (Studi Kasus Kalangan Warga Masyarakat Tionghoa Yang Tergabung Dalam Paguyuban Perkumpulan Masyarakat Surakarta).

0 0 13

Peran Pemerintah Kota Surakarta dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surakarta Pendahuluan

0 0 15

PERAN TOKOH TIONGHOA DI ORGANISASI SOSIA

0 0 11

STUDI PARTISIPASI PERKUMPULAN MASYARAKAT SURAKARTA (PMS) DALAM MENDUKUNG INTEGRASI SOSIAL DI KOTA SURAKARTA1 Oleh : Rifqi Kurnia Rahman, Dewi Gunawati, Erna Yuliandari2 Alamat E-mail: rifqikurniargmail.com ABSTRACT - STUDI PARTISIPASI PERKUMPULAN MASYARAK

0 0 11