TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBATASAN HAK KEPEMILIKAN ATAS TANAH SEBAGAI AKIBAT DARI PERKAWINAN CAMPURAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA.
ABSTRAK
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBATASAN HAK KEPEMILIKAN
ATAS TANAH SEBAGAI AKIBAT DARI PERKAWINAN CAMPURAN
DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA
Arisandi Ramadan
110110090293
Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang
di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, Undang–Undang
Perkawinan sudah mengakomodasi hal tersebut, namun terjadi suatu
problematika ketika seorang WNI yang menikah dengan WNA tanpa
didahului dengan pembuatan perjanjian perkawinan dapat kehilangan Hak
Milik akibat percampuran harta, hal ini menyebabkan WNI tersebut
dibatasi kepemilikan tanahnya dengan status Hak Pakai seperti WNA,
sesuai dengan hukum agraria di Indonesia, namun hal tersebut justru
menyebabkan terjadinya penyelundupan hukum. WNI dan WNA yang
oleh Hukum hanya diperbolehkan memiliki Hak Pakai, masih melakukan
penyelundupan hukum, dan apakah asas lex rei sitae dalam Hukum
Perdata Internasional sudah sepenuhnya diterapkan dalam Perjanjian
Perkawinan.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, guna memperoleh
gambaran yang menyeluruh dan sistematis mengenai pembatasan hak
kepemilikan akibat dari perkawinan campuran tanpa didahului dengan
perjanjian perkawinan dan peraturan agraria yang menyebabkan Hak
Pakai menjadi hak yang tidak diminati oleh WNI dan WNA. Pendekatan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan
mencari data yang dihimpun dengan cara mengamati objek penulisan
untuk mengungkapkan kenyataan yang ada di lapangan dengan mengacu
pada peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta
norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.
Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa asas nasionalitas dan asas
hak menguasai Negara membatasi pelaku perkawinan campuran tanpa
perjanjian perkawinan hanya diizinkan memiliki Hak Pakai yang pada
praktiknya masih kurang diminati karena tidak dapat dijadikan jaminan
utang di bank karena Hak Pakai sulit untuk dieksekusi oleh bank. Selain
itu Hak Pakai juga sulit dialihkan karena masih memerlukan izin pemilik
tanah baik Negara maupun perseorangan. Penerapan asas lex rei sitae
pada perjanjian perkawinan belum diterapkan sepenuhnya karena tidak
ada pasal yang menerangkan secara tegas mengenai hukum yang
digunakan untuk mengatur benda tidak bergerak adalah hukum dimana
tempat benda tidak bergerak itu berada. Hal ini penting mengingat setiap
perjanjian perkawinan diperlukan adanya kejelasan menganai akibat
hukum dari perjanjian hukum tersebut.
iv
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBATASAN HAK KEPEMILIKAN
ATAS TANAH SEBAGAI AKIBAT DARI PERKAWINAN CAMPURAN
DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA
Arisandi Ramadan
110110090293
Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang
di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, Undang–Undang
Perkawinan sudah mengakomodasi hal tersebut, namun terjadi suatu
problematika ketika seorang WNI yang menikah dengan WNA tanpa
didahului dengan pembuatan perjanjian perkawinan dapat kehilangan Hak
Milik akibat percampuran harta, hal ini menyebabkan WNI tersebut
dibatasi kepemilikan tanahnya dengan status Hak Pakai seperti WNA,
sesuai dengan hukum agraria di Indonesia, namun hal tersebut justru
menyebabkan terjadinya penyelundupan hukum. WNI dan WNA yang
oleh Hukum hanya diperbolehkan memiliki Hak Pakai, masih melakukan
penyelundupan hukum, dan apakah asas lex rei sitae dalam Hukum
Perdata Internasional sudah sepenuhnya diterapkan dalam Perjanjian
Perkawinan.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, guna memperoleh
gambaran yang menyeluruh dan sistematis mengenai pembatasan hak
kepemilikan akibat dari perkawinan campuran tanpa didahului dengan
perjanjian perkawinan dan peraturan agraria yang menyebabkan Hak
Pakai menjadi hak yang tidak diminati oleh WNI dan WNA. Pendekatan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan
mencari data yang dihimpun dengan cara mengamati objek penulisan
untuk mengungkapkan kenyataan yang ada di lapangan dengan mengacu
pada peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta
norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.
Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa asas nasionalitas dan asas
hak menguasai Negara membatasi pelaku perkawinan campuran tanpa
perjanjian perkawinan hanya diizinkan memiliki Hak Pakai yang pada
praktiknya masih kurang diminati karena tidak dapat dijadikan jaminan
utang di bank karena Hak Pakai sulit untuk dieksekusi oleh bank. Selain
itu Hak Pakai juga sulit dialihkan karena masih memerlukan izin pemilik
tanah baik Negara maupun perseorangan. Penerapan asas lex rei sitae
pada perjanjian perkawinan belum diterapkan sepenuhnya karena tidak
ada pasal yang menerangkan secara tegas mengenai hukum yang
digunakan untuk mengatur benda tidak bergerak adalah hukum dimana
tempat benda tidak bergerak itu berada. Hal ini penting mengingat setiap
perjanjian perkawinan diperlukan adanya kejelasan menganai akibat
hukum dari perjanjian hukum tersebut.
iv