DALAM POKOK BAHASAN HUKUM III NEWTON ( SEBUAH STUDI KASUS )

PEMAHAMAN, MISKONSEPSI DAN PERUBAHAN PEMAHAMAN SISWA KELAS X B SMA PANGUDI LUHUR SEDAYU BANTUL DALAM POKOK BAHASAN HUKUM III NEWTON ( SEBUAH STUDI KASUS )

  Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

  Dalam pengajuan skripsi

  Oleh : Albertus Idang Indrianto NIM : 021424013 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

  

Motto dan Persembahan

Motto : Keajaiban dan mukjijat akan datang kepada siapa saja yang mau berusaha dengan

  keras dan berdoa dengan tekun”

  Persembahan :

  Skripsi ini saya persembahkan kepada Bapak dan ibu Suharto, Mbak Wiwik, Mas Triyono, Teman-teman Pfis’02 dan Para Pembaca Sekalian

  

ABSTRAK

Albertus Idang Indrianto, Pemahaman, Miskonsepsi dan Perubahan B

Pemahaman Siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu Bantul Dalam Pokok

  Bahasan Hukum III Newton (Sebuah Studi Kasus) Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta (2007).

  Penelitian ini bertujuan untuk membantu siswa merubah konsepsinya melalui percobaan dan wawancara terbimbing dalam pokok bahasan hukum III Newton. Instrumen yang digunakan dalam percobaan ini adalah soal pretest, percobaan, wawancara dan posttest.

  Penelitian ini diawali dengan pemberian pretest pada siswa kelas X B SMA Pangudi Luhur Sedayu Bantul. Dari hasil pretest ini dipilih 6 orang siswa dengan miskonsepsi paling tinggi. Keenam siswa yang telah terpilih kemudian diwawancarai untuk mengetahui pemahaman siswa lebih dalam. Setelah siswa diwawancarai, siswa diberikan treatmen berupa pengajaran dengan metode percobaan dan wawancara terarah. Setelah treatmen dilakukan siswa diberikan posttest.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) pemahaman siswa kelas X B SMA Pangudi Luhur Sedayu Bantul masih sangat kurang, (2) terdapat miskonsepsi dan kurang pemahaman yang dialami beberapa siswa yang dipilih sebagai partisipan yang diwawancara, (3) perubahan konsepsi dan tingkat pemahaman pada setiap partisipan yang diwawancarai berbeda, (4) secara umum terdapat 2 langkah yang diambil siswa dalam merubah konsepsinya yaitu merubah sebagian konsepsinya atau seluruh konsepsinya.

ABSTRACT

  Albertus Idang Indrianto, Undrstanding, Misconceptions and B

Understanding Change X Class in SMA Pangudi Luhur Sedayu Bantul in

rd Fundamental Discussion The 3 Newton’s Law (a case study).

  Physics Education Study Program,Departement of Mathematics and

Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma

University, Yogyakarta (2007).

  The aim of this research was help to change student conception through rd attempt and interview guided in Fundamental Discussion The 3 Newton’s Law. Instrument’s in this research are pretest, attempt, interview and posttest. B

  This research early with the give pretest at X Class in SMA Pangudi Luhur Sedayu Bantul. From this result pretest, selected six student with highest misconception. Student which have selected then interview to know the deeper student understanding.

  After student interview, student given by treatmen in the form of instruction with the method of directional interview and attempt. After treatmen, student do the posttest. B

  The result show that (1) understanding of student X Class in SMA Pangudi Luhur Sedayu Bantul still very less, (2) there are miskonsepsi and understanding less by some student selected for interviewed, (3) conception change and the levels of understanding in each participle an interview is diferrent, ( 4) two kind general step taken by student, there are change some of conception or change all of conception.

  Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah Bapa disurga yang hanya atas karena segala kurnia,rahmat, cinta dan bimbingan-Nya sehingga skripsi yang berjudul “PEMAHAMAN, MISKONSEPSI DAN PERUBAHAN PEMAHAMAN SISWA KELAS X B SMA PANGUDI LUHUR SEDAYU BANTUL DALAM POKOK BAHASAN HUKUM III NEWTON ” ini dapat terselesaikan.

  Adapun maksud dari penyusunan skripsi ini guna memenuhi memperoleh gelar sarjana pendidikan di FPMIPA Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan, dukungan, saran dan gagasan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

  1. Bapak Drs. T. Sarkim M.Ed.,Ph.D., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan waktu untuk membimbing dengan penuh kesabaran.

  2. Bapak Drs. Domi Saverius, M.Si selaku kaprodi.

  3. Ibu Dra. Maslichah Asy’ari M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik

  4. Bapak Drs. F Sinaradi, M. Pd. Terimakasih atas segala bantuan dan dukungannya.

  5. Keluarga besar SMA Pangudi Luhur Sedayu Bantul, terimakasih untuk semua bantuan dan kerjasamanya. diberikan kepada saya.

  7. Mas Agus, bapak Narjo dan bapak Sugeng selakaku staf skretariat JPMIPA untuk segala bantuannya selama saya menempuh pendidikan.

  8. Bapak dan Ibu, terimakasih untuk segala kasih sayng, doa, pengorbanan, kepercayaan, kesabaran dan dukungannya sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini dan menjadi seperti sekarang ini.

  9. Keluarga kakakku atas segala bantuan dorongan dan kasih sayangnya.

  10. Keluarga bapak Suprapto di Bantul atas pinjaman Kemeranya.

  11. Buat Om dan Bulek serta Patris atas bantuan dan dorongannya.

  12. Biyo, Janem, Kodok, Pak Guru, Wisnu, Boos, Pak Lurah, Pok Minah, Nitnot, Nonong, Culis dan semua teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas segala bantuan dan dukungannya.

  13. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan disini Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangan manfaat bagi perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Penulis sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka masukan, saran, kritik dari pembaca yang sifatnya membangun saya harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

  Yogyakarta, 22 Februari 2007 Penyusun

  DAFTAR ISI hal

  Halaman Judul ………………………………………………………….....……i Hal Pernyataan Keaslian Karya ………………………………………………. ii Abstrak ……………………………………………………………………….. iii Abstract ……………………………………………………………...………... iv Kata Pengantar ………………………………………………………...…...…. v Daftar Isi ………………………………………………………………………. vii Daftar Tabel …………………………………………………………..…….…. xi Daftar Gambar………………………………………………………………….. xiii Daftar Lampiran ………………………………...……………………...……… xiv

  BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….…….. 1 A. Latar Belakang Masalah …………………………......………….…....... 1 B. Dasar Teori ………………………………………………………….…. 2 B.1. Konsep, Konsepsi dan Miskonsepsi ….………………………..…. 2 B.2. Tingkat Pemahaman Konsep Siswa………………..…………….... 5 B.3 Perubahan Konsep………………………………………………….. 8 B.4. Struktur Pembelajaran dengan Pendekatan Perubahan Konsep …... 12 B.5. Metode Pembelajaran Fisika yang Dapat Membantu Perubahan B.5.1. Simulasi Komputer…………………………………………….. 14 B.5.2 Peta Konsep……………………………………………………. 15 B.5.3. Wawancara…………………………………………………….. 15

  B.5.4. Eksperimen…………………………………………………….. 16 B.5.5 Metode yang Digunakan Dalam …………….……………….... 18

  B.6. Certainty Of Response Index (CRI)………………………………. 19 B.7. Hukum III Newton………………………………………………… 19

  B.7.1 Gaya……………………………………………………………. 19 B.7.2 Hukum III Newton……………………………………………... 20

  C. Batasan Masalah …………………………………………….………….. 23

  D. Rumusan Masalah……………………………………………………….. 23

  E. Tujuan Penelitian ……………………………………………………….. 23

  F. Manfaat Penelitian ………………………………………………………. 24

  BAB II. METODOLOGI PENELIAN …..……………………..……………… 25 A. Jenis Penelitian ………………………………………..…….………….. 25 B. Metode Menentukan Subjek…………………………………………….. 25 B.1. Populasi…………………………………………………….…... 26 B.2. Sampel………………………………………………………….. 26 C. Variabel Penelitian……………………………………………………… 26 C.1. Variabel Bebas………………………………………………….. 27 C.2. Variabel Terikat…………………………………………………. 27 E. Instrumen Penelitian…………………………………………………….. 29 E.1. Pretest dan Posttest……………………………………………… 29 E.2. Percobaan……………………………………………………….. 30

  E.3. Wawancara……………………………………………………… 30

  F. Uji Keandalan Instrumen ………………………………..……………… 30

  G. Treatmen…………..…………………………………...……………….. 30

  H. Metode Analisis Data ……………..…………………..……………….. 32 H.1. Data Pretest dan Posttest ….…..……………………………….. 32 H.2. Data Wawancara………………………………………………... 35

  BAB III. DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ………………... 35 A. Pelaksanaan Penelitian …………….………………………………….. 35 B. Pretest………….………………………………………………………. 36 B.1. Pretest Pada Siswa Kelas X B …………………………………… 36 B.2. Pemilihan Enam Orang Siswa untuk Wawancara……………… 47 C. Wawancara I…………………... ………...……...…………………….. 49 C.1. Pemahaman Siswa Mengenai Gaya……………………………. 49 C.2. Pemahaman Siswa Mengenai Gaya Aksi Reaksi………………. 55 D. Percobaan dan Wawancara Terarah (Wawancara II)………………….. 60 D. 1. Percobaan I………………………………….………………… 60 D.2. Percobaan II………………. ………………………………….. 70 D.3. Percobaan III ………... ……………………………………….. 73 E. Perbandingan Pretest dan Posttest pada Keenam Siswa ………...…….. 85 E.1. Pada Siswa dengan Kode Siswa 3 (S3) ……………………….. 92 E.2. Pada Siswa dengan Kode Siswa 5 (S5) ……………………….. 93

  E.3. Pada Siswa dengan Kode Siswa 18 (S18) …………………….. 94 E.4. Pada Siswa dengan Kode Siswa 21 (S21) …………………….. 94 E.5. Pada Siswa dengan Kode Siswa 25 (S25) …………………….. 95 E.6. Pada Siswa dengan Kode Siswa 30 (S30) …………………….. 96

  BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN …….………………………..……. . 97 A. Kesimpulan …………………………………………………………… 97 B. Saran ………………………………………………………….………. 98 Daftar Pustaka ………………………………………………………………… 99 Lampiran ……………………………………………………………………… 101

  DAFTAR TABEL hal

Tabel 2.1. Kisi-kisi Soal…..…………………………………………..……… 29Tabel 2.2 Klasifikasi Pemahaman Siswa Berdasarkan Skor …...………….... 33Tabel 2.3 Klasifikasi Pemahaman Siswa Berdasarkan Kriteria Skemp……… 33Tabel 2.4 Skala CRI………...…………………………………………….….. 34Tabel 2.5 Kriteria Konsep Benar, Kekurangan Pemahman dan Miskonsepsi . 34Tabel 3.1 Persentase Jumlah Skor dan Tingkat Pemahaman .………..……… 39Tabel 3.2 Frekuensi Total Skor Siswa ……….… ……………..…………..... 41Tabel 3.3 Persentase Konsep Benar, Kekurangngan Pengetahuan dan

  Miskonsepsi Berdasarkan Jawaban Siswa dan CRI ……….…………....... 42

Tabel 3.4 Jumlah Persentase Jawaban Siswa untuk Setiap Nomor ……...….. 44Tabel 3.5 Pengertian Gaya oleh Siswa Sebelum dan Sesudah Percobaan…… 61Tabel 3.6. Pertanyaan dan Jawaban siswa.…………………………....……… 66Tabel 3.7 Persentase Skor Pretest Keenam Siswa yang Diwawancara …....... 86Tabel 3.8 Persentase Skor Posttest Keenam Siswa yang Diwawancara …..... 87Tabel 3.9 Persentase Konsep Benar, Kekurangngan Pengetahuan dan

  Miskonsepsi Berdasarkan JawabanSiswa dan CRIPada Keenam Siswa yang Diwawancara pada saat Pretest……………………………………………….. 87 Miskonsepsi Berdasarkan JawabanSiswa dan CRI Pada Keenam Siswa yang Diwawancara pada saat Posttest……………………………………………… 89

Tabel 3.11 Daftar Nomor Soal Siswa yang akan Diwawancara Berdasarkan

  Jawaban Siswa pada saat Pretest.……………………………………………. 90

Tabel 3.11 Daftar Nomor Soal Siswa yang akan Diwawancara Berdasarkan

  Jawaban Siswa pada saat Pretest.……………………………………………. 91

  Daftar Gambar hal

Gambar 1.1 Tetrahedral Pemahaman Siswa…...………………………………. 7Gambar 1.2 Amir Mendorong Dinding……….. …..……...……………….….. 20Gambar 1.3 Gaya Aksi Reaksi Pada Gaya-gaya Jarak Jauh ……………….….. 22Gambar 2.1 Desain Penelitian………………………………………………….. 27Gambar 2.2 Menarik dan Mendorong Balok...…………………………………. 31Gambar 2.3 Mendorong Dinding……………………………………………….. 31Gambar 2.4 Menaril Newtonmeter……………………………………………… 32Gambar 2.5 Menarik Balok dengan Newtonmeter……………………………… 32Gambar 3.1 Tetrahedral Pengertian Gaya……………………………………….. 51Gambar 3.2 Tetrahedral Pemahaman Besaran….……………………………….. 53Gambar 3.3 Tetrahedral Pemahaman pada Benda Diam diatas Meja..………….. 55Gambar 3.4 Tetrahedral Pengertian Gaya Aksi Reaksi ………………………….. 58Gambar 3.5 Tetrahedral Penerapan Gaya Aksi Reaksi pada Peristiwa Orang

  Mendorong Mobil……………………………………………………………….. 59

Gambar 3.6 Balok Diatas Menja…………………………………………………. 60Gambar 3.7 Tetrahedral Pengertian Gaya………………………………………… 64Gambar 3.8 Pengertian Besaran Vektor dan Skalar………………………………. 70Gambar 3.11 Menarik Balok dengan Newtonmeter………………………………. 77Gambar 3.12 Tetrahedral Penerapan Gaya Aksi Reaksi pada Peristiwa Orang

  Mendorong Mobil…………………………………………………………………. 84

  Daftar Lampiran hal Lampiran 1 Soal dan Jawaban Pretest dan Postest…..……...……………….….. 101 Lampiran II Contoh Hasil Tes Siswa...………………………......……………... 114 Lampiran III Contoh Hasil Gambar Siswa……………………………………… 127 Lampiran IV Tabel 1 Skor, Alasan dan CRI (Pretest)…… …………...……….. 128 Lampiran V Tabel 2 Skor, Alasan dan CRI (Posttest)…… ………………...….. 136 Lampiran VI Tabel 3 Daftar Nilai Ulangan Harian Siswa Kelas X B …....…….. 138 Lampiran VII Tabel 4 Frekuensi Nilai Rata-rata Ulangan Harian Siswa…....…. 140 Lampiran VIII Wawancara I…………………………………………………… 142 Lampiran IX Wawancara II ……………………………………………………. 152 Lampiran X Surat Pelaksanaan Penelitian………………………….…..………. 176 Lampiran XI Foto Pelaksanaan Penelitian……………………………………… 177

  satunya sumber kesejahteraan suatu bangsa, tetapi juga pada kemampuan intelektual dan kredibilitas untuk mengolahnya dengan baik. Untuk dapat mengolah sumber daya alam dengan baik diperlukan pengembangan sains secara terus menerus untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Di era globalisasi seperti saat ini, mutu pendidikan tidak cukup diukur dengan standar lokal saja sebab perubahan global akan sangat mempengaruhi kondisi ekonomi bangsa.

  Abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi informasi. Perubahan yang sangat cepat dan dramatis dalam bidang ini merupakan fakta dalam kehidupan siswa. Perkembangan kemampuan siswa dalam bidang sains, khususnya bidang fisika merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan dan memasuki dunia teknologi, termasuk teknologi informasi (Depdiknas, Balitbang, Mata Pelajaran Fisika SMA dan Madrasah Aliyah, 2003).

  Menurut Euwe Van den Berg (1991) “ Inti pengetahuan fisika adalah mencakup konsep-konsep”. Konsep-konsep merupakan dasar dan landasan untuk mempelajari fisika selanjutnya. Dalam belajar fisika sering terjadi perubahan konsepsi karena adanya pemahaman baru. Menurut Piaget proses pembetulan dikerjakan terus- menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman baru (Suparno, 1997 : 18). Hal senada juga dikemukakan oleh Suparno (2000), seseorang yang sedang belajar”. Secara umum perubahan konsepsi pada diri orang yang sedang belajar dalam hal ini adalah siswa ada dua bentuk yaitu: (1) pengembangan konsepsi seseorang dari yang belum sempurna atau belum lengkap menjadi lebih lengkap, dan (2) pembentukan konsepsi dari konsepsi yang tidak tepat atau salah menjadi konsepsi yang benar atau yang sesuai dengan konsep yang disepakati para ahli fisika (Suparno, 2000 : 15).

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas penulis ingin mengetahui perkembangan pemahaman, miskonsepsi dan perubahan pemahman siswa SMA kelas X B SMA Pangudi Luhur Sedayu Bantul dalam pokok bahasan Hukum III Newton.

  Konsep dapat didefinisikan suatu gagasan abstrak atau suatu lambang mental, yang secara khas dihubungkan dengan suatu penyajian yang bersesuaian didalam bahasa atau simbol, yang memasukkan semua objek didalam kelas atau kategori kesatuan yang ditentukan, interaksi, gejala, atau hubungan antar mereka ( Wikipedia, 2007). Menurut Angi Garcia (2002) konsep adalah penyajian mental secara abstrak seperti kepercayaan, cara pikir atau gagasan. Neil Bolton (1977:37) mengklasifikasikan konsep menjadi 3 kelompok yaitu : konsep fisis, konsep logika-matematik, konsep filosofis. Konsep fisis adalah konsep yang berkaitan langsung atau mengacu pada objeknya (benda, besaran, proses dari benda atau besaran, atau relasi antara besaran-besaran). Konsep logika matematis adalah konsep yang tidak berkaitan langsung dengan objeknya, namun mengacu pada perilaku dan oprasi dalam menangani objek. Misalnya: lilin, berat lilin, masa lilin, bentuk dan warna lilin. Semuanya merupakan konsep fisis dari lilin, sedangkan jumlah lilin baik dihitung dari kiri ataupun kanan sama yang menghasilkan konsep komutatif penjumlahan. Konsep penjumlahan komutatif merupakan konsep logika matematis karena konsep tersebut tidak berhubungan langsung dengan atribut dari lilin tetapi berhubungan dengan cara menghitung lilin. Konsep filosofis merupakan konsep yang berhubungan dengan kualitas, misalnya: baik, jujur, dan bijaksana, cantik, tampan dan sebagainya. Konsep filosofis biasanya dapat dibedakan berdasarkan derajatnya. Konsep cantik dibedakan menjadi kurang cantik, cantik dan sangat cantik. Sedang Vygotsky membedakan antara dua konsep, yaitu konsep spontan dan konsep saintifik. Konsep spontan adalah konsep yang dipunyai siswa karena pergaulannya setiap hari pada situasi tertentu tanpa struktur yang sistematik. Sedangkan konsep saintifik didapat di bangku sekolah secara sistematik struktral. Kedua konsep itu saling mempengaruhi. Dalam proses pembelajaran konsep yang spontan perlahan-lahan diubah menjadi lebih saintifik. Dan yang saintifik nanti mempengaruhi konsep spontan seseorang menjadi lebih maju dan lengkap. Dengan demikian konsep seseorang akan sesuatu akan terus berkembang ( Suparno, 1996).

  Dalam pelajaran fisika yang kita hadapi adalah konsep-konsep fisika. Siswa yang belajar fisika mencoba untuk menangkap dan menafsirkan makna dari konsep- konsep yang sedang dipelajari. Tafsiran tersebut untuk setiap orang dapat berbeda-beda. Satu konsep dapat memiliki beberapa difinisi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan proses pembentukan, tingkat pendidikan, aspek yang ditonjolkan dan konsep lain yang melatarbelakanginya (Kartika Budi, 1998). Tafsiran seseorang akan konsep dinamakan konsepsi.

  Langkah awal dari mempelajari konsep adalah usaha untuk menangkap makna konsep melalui proses persepsi yang melalui tahap-tahap perekaman informasi melalui indra, seleksi informasi yang dipengaruhi oleh kondisi sesaat, motivasi dan pemusatan perhatian; pengiriman informasi ke otak, pengolahan informasi melalui asimilasi, akomodasi dan interpretasi; pembentukan gambaran mental dalam pikiran, dan menyimpan gambaran tersebut dalam memori. Kualitas gambaran yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan dan kemampuan pembentukannya. Oleh karena itu, terhadap sebuah konsep yang sama sering terjadi perbedaan konsepsi antara orang yang satu dengan orang yang lain. Bila pada seseorang terbentuk konsepsi terhadap konsep-konsep fisika yang berbeda dengan konsepsi para ilmuwan, berarti mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian para pakar dalam bidang itu. Sedangkan menurut Flower yang dikutip oleleh Suparno (1987) miskonsepsi adalah pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep – konsep yang tidak benar.

  Menurut Kartika Budi (1991) sumber-sumber penyebab terjadinya miskonsepsi pada siswa ada empat kemungkinan. Adapun kemungkinan sumber miskonsepsi yaitu: (1) guru (dosen), (2) proses belajar mengajar, (3) siswa (mahasiswa), dan (4) buku pegangan. Dari kemungkinan-kemungkinan itu menurut Clement (1987), jenis miskonsepsi yang paling banyak terjadi adalah bukan pada pengertian yang salah selama proses belajar mengajar, tetapi suatu konsepsi awal (prakonsepsi) yang dibawa siswa ke kelas formal. Hal ini dapat terjadi karena pengalaman-pengalaman praktis dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan miskonsepsi. Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari dijumpai berbagai peristiwa yang menunjukkan bahwa benda yang lebih berat jatuh lebih cepat dari benda yang ringan. Kejadian seperti ini sering menyebabkan anak mengalami miskonsepsi dan sulit diyakinkan bila kecepatan jatuh benda (bila gesekan udara diabaikan) tidak dipengaruhi oleh massa atau berat benda. Meskipun demikian, menurut Euwe Van Den Berg (1991) tidak semua pemahaman siswa itu salah meskipun konsepsi siswa itu berbeda dengan konsepsi fisikawan. Konsepsi siswa tidak dapat dikatakan salah jika konsepsi siswa itu sama dengan konsepsi fisikawan yang disederhanakan. Hanya konsepsi siswa yang bertentangan dengan konsepsi para pakar fisika saja yang dikatakan sebagai miskonsepsi.

  Miskonsepsi pada siswa hanya dapat diremidiasi dan berusaha agar kesalahan- kesalahan yang sama dapat dihindari atau dikurangi bila diketahui secara tepat miskonsepsinya. Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan deteksi miskonsepsi. Menurut Kartika Budi (1992) salah konsepsi dapat dideteksi dengan cara:

  1. Hakikat atau makna suatu konsep difahami dengan baik dan dinyatakan

  2. Berdasarkan pemahaman yang benar tersebut dicari kemungkinan- kemungkinan salah konsepsi yang dapat terjadi.

  3. Berdasarkan kemungkinan salah konsepsi yang terjadi, disusun soal (dapat berbentuk uraian bebas, isian singkat, maupun pilihan ganda) yang memungkinkan kesalahan konsepsi dapat terdeteksi.

  4. Setelah tes dilaksanakan (dapat secara lisan ataupun tertulis), hasil dianalisis untuk mengetahui secara tepat kesalahan-kesalahan yang sungguh terjadi.

  B.2. Tingkat Pemahaman Konsep Siswa

  Pada tahun 1976, dengan diilhami pemikiran dari Stieg Melin-Olsen, Richard Skemp mengajukan gagasannya tentang tingkatan-tingkatan pemahaman (the levels of

  

understanding) siswa pada pembelajaran matematika. Skemp (Skemp dalam Wahyudi,

1999) membedakan tingkatan pemahaman siswa terhadap matematika menjadi dua.

  1. Tingkatan pemahaman pertama (instructional understanding). Pada tingkat instructional understanding atau pemahaman instruksional ini siswa baru berada pada tahap tahu atau hafal suatu rumus dan dapat menggunakannya untuk menyelesaikan suatu soal dalam matematika atau sains, tetapi siswa belum atau tidak tahu mengapa rumus tersebut dapat digunakan. Siswa pada tahapan ini juga belum atau tidak bisa menerapkan rumus tersebut pada keadaan baru yang berkaitan.

  2. Tingkatan pemahaman kedua (relational understanding). Pada tingkat relational understanding atau tingkat pemahaman relasional Pada tahapan tingkatan ini, menurut Skemp, siswa tidak hanya sekedar tahu dan hafal tentang suatu rumus, tetapi dia juga tahu bagaimana dan mengapa rumus itu dapat digunakan. Pada tahapan ini siswa dapat menggunakan rumus untuk menyelesaikan masalah- masalah yang terkait pada situasi lain. Dengan menganalisis ide Skemp dan mengembangkannya lebih jauh Byers dan Herscovics (Byers dan Herscovics dalam Wahyudi, 1999) berpendapat bahwa siswa terlebih dahulu berada pada tingkatan pemahaman antara, yaitu tingkatan pemahaman intuitif (intuitive understanding) dan tingkatan pemahaman formal (formal

  

understanding). Menurut Byers dan Herscovics sebelum sampai pada tingkatan

  pemahaman instruksional, seorang siswa terlebih dahulu berada pada tingkatan pemahaman intuitif, begitu pula sebelum sampai pada tingkatan pemahaman relasional, biasanya mereka akan melewati tingkatan pemahaman antara yang disebut dengan pemahaman formal. Berikut ini tahap-tahap pemahaman siswa menurut Byers dan Herscovics (Byers dan Herscovics dalam Inchul jung, 2002):

  1. Pemahaman intuitif (intuitive understanding). Pada tingkat pemahaman ini seorang siswa sering menebak jawaban berdasarkan pengalaman-pengalaman sehari-hari dan tanpa melakukan analisis terlebih dahulu.Akibatnya, meskipun siswa dapat menjawab suatu pertanyaan dengan benar, tetapi dia tidak dapat menjelaskan alasan dari jawaban tersebut.

  2. Pemahaman instruksional (instrumental understanding). Pada tingkatan ini seorang siswa sudah mampu menerapkan rumus atau aturan yang telah mereka miliki untuk memecahkan permasalahan namun tidak mengetahui mengapa rumus atau aturan itu digunakan

  3. Pemahaman formal (formal understanding). Pada tingkatan ini siswa sudah mampu untuk memahami atau menguasai simbol- simbol dan notasi-notasi yang digunakan dalam matematika atau sains, kemudian menghubungkannya dengan konsep-konsep yang relevan di dalam matematika atau sains, dan menggabungkannya ke dalam rangkaian pemikiran yang logis.

  4. Pemahaman relasional (relational understanding). Pada tingkatan ini siswa telah memiliki kemampuan untuk menyimpulkan aturan atau prosedur secara spesifik dari hubungan matematika atau sains yang lebih umum.

  Berbeda dengan Skemp yang mengajukan gagasannya secara linear, Byers dan Hercovics malihat tingkatan pemahaman siswa itu seperti suatu bangunan tetrahedral. Pada model tetrahedral ini, tiga tingkatan pemahaman yaitu pemahaman intuitif, instruksional, dan formal bisa dikatakan sebagai dasar tetrahedral, sedangkan tingkatan pemahaman relasional sebagai tingkatan pemahaman yang paling tinggi berada pada puncak tetrahedral. Namun demikian, Byers dan Herscovics menyadari dan sangat hati- hati untuk tidak secara spesifik menunjuk tingkatan pemahaman mana yang harus diutamakan di dalam proses belajar mengajar. Secara lebih arif mereka menyarankan agar guru menggunakan pendekatan selama dalam proses pembelajaran dimana keempat tingkatan pemahaman tersebut digunakan secara runtut dan berulang-ulang menuju ke tingkatan yang lebih tinggi.

  Relational understanding Formal understanding Instrumental understanding Intuitive understanding

  Gambar 1.1 Hal senada dengan Byers dan Herscovics juga dikemukakan oleh Buxton

  (Wahyudi, 1999) Buxton berpendapat bahwa tingkat pemahan dapat dibagi menjadi empat tingkatan.

  1. Tingkatan pertama disebut pemahaman meniru (rote learning). Pada tingkatan ini siswa dapat mengerjakan suatu soal tetapi tidak tahu mengapa dia harus menggunakan rumus tersebut.

  2. Tingkatan pemahaman kedua disebut pemahaman observasi (observational understanding). Pada tingkatan ini siswa menjadi lebih mengerti setelah melihat adanya suatu pola atau kecenderungan.

  3. Tingkat pemahaman ketiga disebut pemahaman pencerahan (insightful understanding). Sebagai ilustrasi, ada seorang siswa yang mampu menjawab soal-soal dengan baik dan tepat, tetapi baru kemudian menyadari mengapa dan bagaimana dia dapat menyelesaikannya setelah berdiskusi ulang atau mempelajari ulang materinya.

  4. Tingkatan keempat adalah tingkatan pemahaman relasional (relational understanding). Sama dengan yang dikemukakan Skemp, hanya saja Buxton menambahkan bahwa pada tingkatan pemahaman ini, siswa tidak hanya tahu tentang penyelesaian suatu masalah, melainkan dia juga dapat menerapkannya pada situasi lain, baik yang relevan maupun yang lebih kompleks.

  B.3 Perubahan Konsep

  Pada awal tahun 1980-an kelompok peneliti pendidikan sains dan filsafat sains dari Universitas Cornell mengembangkan teori perubahan konsep. Teori ini didasaari oleh gagasan disequilibration dan akomodasi Piaget serta revolusi sains Thomas Kuhn (Davis, 2001).

  Perubahan konsep secara umum didefinisikan sebagai belajar yang mengubah kosepsi yang sudah ada (seperi kepercayaan, ide, jalan berpikir). Belajar dengan perubahan konsep tidak hanya mengumpulkan fakta dan ketrampilan baru (Davis, 2001). Namun juga harus mengkonfrontasikan ketidak konsistenan teori yang dimiliki dengan pengalamannya (Wetson, Bruce, Richard Kopenicek, 1990).

  Toulmin mengemukakan bagian terpenting dalam manusia adalah perkembangan konsepnya yang evalautif, bukan konsep-konsep baku yang tak terubahkan. Dalam perkembangan konsep seseorang merubah gagasannya menjadi lebih maju. Hal ini senada dengan yang dikatakan Suparno (2000), menurutnya rasionalitas manusia justru terletak pada bagaimana seseorang merubah konsepsi, prosedur ataupaun gagasan mereka untuk semakin maju. Sehingga dengan demikian jelas bahwa rasionalitas manusia lebih dipandang sebagai gerak untuk mencari sesuatu yang lebih sempurna, bukan hanya statis dangan apa yang telah dicapai.

  Phosner, Kuhn, Strike, Hewston dan Gertzog menjelaskan adanya dua langkah yang tidak dapat dipisahkan dari filsafat sains :

  1. Sentral komitmen yaitu para ilmuwan mendefinisikan persoalan, strategi dan menentukan kriteria untuk menyelesaikan persoalan.

  2. Perubahan sentral komitmen harus dilakukan bila definisi, strategi dan

  kriteria yang digunakan menghasilkan akibat yang berlawanan dengan anggapan para ilmuwan serta perubahan dapat pula dilakukan apabila definisi, strategi maupun kriteria yang digunakan tidak dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Dalam proses belajar perubahan konsep kedua tahap di atas mirip dengan proses asimilasi dan akomodasi yang ada dalam teori adaptasi Piaget. Perubahan pada tahap pertama disebut asimilasi sedangkan perubahan tahap yang kedua disebut akomodasi (Suparno,2000:16). Asimilasi terjadi bila suatu gejala atau fenomena yang baru dengan sedikit perubahan atau penyesuian dapat hadapi dengan konsepsi yang telah ada. Di dalam akomodasi siswa harus merubah seluruh konsepsi yang telah dimiliki atau ada karena konsepsi yang baru atau telah ada tidak dapat lagi di gunakan menghadapi fenomena atau gejala baru.

  Posner,dkk. (Suparno, 1996:167) menjelaskan bahwa proses akomodasi memerlukan suatu kondisi tertentu:

  1. Harus ada ketidak puasan terhadap konsepsi yang ada. Siswa merubah konsepsinya bila mereka percaya konsepsi yang sudah situasi, pengalaman atau fenomena baru.

  2. Konsepsi yang baru harus dapat dimengerti. Siswa harus mengerti bagaimana fenomena yang baru dapat diselesaikan dengan konsepsi baru tersebut.

  3. Konsepsi yang baru harus dapat diterima akal yaitu memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang dimunculkan pendahulu dan harus konsisten dengan teori atau pengetahuan lain dan pengalaman yang telah lama ada.

  4. Konsepsi yang baru harus bermanfaat untuk riset dan mempunyai potensi untuk dikembangkan dan membuka penemuan baru. Menurut Posner salah satu penyebab utama perubahan konsepsi dapat terjadi adalah karena adanya peristiwa anomali. Yaitu suatu peristiwa dimana siswa tidak dapat menggunakan konsepsi-konsepsi yang telah dimiliki untuk memahami fenomena baru. Misalnya bagi siswa yang beranggapan bahwa benda yang memiliki massa lebih besar bila bergerak jatuh bebas akan memiliki percepatan yang lebih besar daripada benda yang massanya lebih kecil, ketika mereka menyaksian bahwa percepantanya sama mereka menjadi bingung. Kejadian semacam ini akan menantang siswa berpikir dan mempersoalkan kembali konsepsi awal mereka (Suparno,1997:51). Menurut Chinn ada beberapa macam sikap yang diambil oleh para ilmuwan ataupun siswa pada saat menghadapi data anomali. Adapun sikap itu adalah sebagai berikut: 1. Mengabaikan atau menolakya.

  2. Memberikan pengecualian data anomali dari data yang telah ada.

  3. Mengartikan kembali data itu.

  4. Mengartikan dan sedikit melakukan perubahan pada teori atau konsepnya.

  5. Menerima data dan merubah teori atau konsep sebelumnya. Tanggapan terhadap data anomali ini sangat ditetukan oleh kepercayaan seseorang, sifat-sifat dari teori ataupun konsep alternatif, sifat dari anomali dan strategi orang dalam menghadapi data anomali ini. Teori alternatif sering ditolak oleh kebanyakan orang jika teori itu tidak memberikan dampak yang jelas. Oleh karena itu teori alternatif harus lebih baik dari teori yang sudah ada. Penjelasan yang diberikan teori alterntif inipun harus lebih akurat, lebih luas dari teori yang sudah ada dan segala penjelasan yang ada dalam teori tersebut harus konsisten satu dengan yang lainnya sebab mengulangi dan membiarkan orang untuk mengamati secara langsung, menggunakan data yang telah dimengerti orang akan membuat data lebih dipercaya (Suparno, 2000: 17-18).

  Corey menguraikan bahwa ada dua perubahan konsepsi yaitu rekonstruksi kuat dan rekonstruksi lemah. Pada rekonstruksi kuat seseorang akan merubah konsepsi yang telah mereka punyai, sedangkan pada rekonstruksi lemah orang hanya akan memperluas konsepsinya saja. Bila diamati pada rekonstruksi kuat kejadiannya mirip dengan akomodasi, sedangkan pada rekonstruksi lemah mirip dengan asimilasi.Untuk dapat membuat rekonstruksi kuat perlu metode pengajaran yang dapat merubah konsep, yaitu dengan menciptakan ketidak seimbangan (disekuilibrium) dalam pikiran siswa (Suparno,1997).