PERANAN KOMISI YUDISIAL DALAM MENGUPAYAKAN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM DITINJAU DARI FIQH SIYASAH - Raden Intan Repository
PERANAN KOMISI YUDISIAL DALAM MENGUPAYAKAN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM DITINJAU DARI FIQH SIYASAH Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Penyusunan Skripsi Dalam Ilmu Syariah Oleh Sulthan Bin Tahir NPM : 1421020033 Jurusan : Siyasah
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG1439 H/2018 M
PERANAN KOMISI YUDISIAL DALAM MENGUPAYAKAN PENINGKATAN
KAPASITAS HAKIM DITINJAU DARI FIQH SIYASAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjan Hukum (S.H.)
Oleh
Nama : Sulthan Bin Tahir
NPM : 1421020033 Program Study : Siyasah (Hukum Tata Negara) Pembimbing I : Dr. H. Bunyana Sholihin. M.Ag.
Pembimbing II : Eko Hidayat, S.Sos. M.H
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN INTAN
LAMPUNG
1439 H/2018
ABSTRAK
Dalam konteks untuk mendorong lahirnya hakim-hakim sesuai tuntutan KEPPH(Kode Etik dan Pedoman Prilaku Hakim) ,maka kehadiran undang-undang nomor 18
Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang
Komisi Yudisial khususnya ketentuan pasal 20 ayat (2) telah memberi ruang dan peluang
yang luas bagi Komisi Yudisial untuk makin fokus dan berkontribusi maksimal dalam
mewujudkannya melalui tugas mengupayakan peningkatan kapasitas hakimRumusan masalah didalam skripsi ini adalah mengenai tentang bagaimana Peran
Komisi Yudisial dalam meningkatkan kapasitas hakim dan bagaimana analisis siyasah
tentang Peran Komisi Yudisial dalam meningkatkan kapasitas hakim. Adapun tujuan
dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui dasar Peranan Komisi Yudisial dalam
meningkatkan kapasitas hakim dan analisis Fiqh siyasah terhadap peran Komisi Yudisial
dalam meningkatkan kapasitas hakim.Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), penelitian yang
diarahkan dan difokuskan untuk menelaah dan membahas bahan-bahan pustaka baik
berupa buku, jurnal, yang sesuai dengan pokok masalah yang diteliti. Penelitian ini
bersifat deskriptif analitik yaitu menggambarkan secara objektif materi yang diteliti.
Analitik dipergunakan untuk mendapatkan dan mengetahui implikasi dari peranan
komisi yudisial.Berdasarkan hasil penilitian ini dapat disimpulkan bahwa peran Komisi Yudisial
dalam meningkatkan kapasitas hakim sangatlah penting dalam meningkatkan integritas
para hakim. Didalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
menyatakan bahwa “Komisi Yudisial mempunyai tugas mengupayakan peningkatkan
kapasitas dan kesejahteraan hak im”. Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial telahmelakukan peningkatan kapasitas hakim melalui perogramnya seperti pendidikan calon
hakim, program hakim berkelanjutan, beasiswa sekolah, dan diklat kekhususan atau
sertifikasi bagi tenaga teknis pengadilan, dan beberapa seminar untuk para hakim . Dalam
fiqh siyasah kekuasaan dalam upaya peningkatan kepasitas hakim dipegang oleh as-
sulthah al- tasyiri’ah yang sebagai lembaga memegang wewenang dalam membentukUndang-Undang yang sesuai dengan Al-Quran dan Hadist, dan melalui para Ijtima para
Mujtahidin dan para Ahli fatwa.KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG FAKULTAS SYARI’AH
Jl. Let. Kol H. EndroSuratminSukarame Bandar Lampung Telp. 0721 703260
PERSETUJUAN
Tim Pembimbing, setelah mengoreksi dan memberikan masukan-masukan secukupnya, maka skripsi saudara. Nama : Sulthan Bin Tahir NPM : 1421020033 Jurusan : Hukum Tata Negara(Siyasah
Syar’iyyah)
Fakultas :
Syari’ah
Judul : Peranan Komisi Yudisial Dalam Meningkatkan Kapasitas
Hakim Ditinjau Dari Fiqh Siyasah
MENYETUJUI
Untuk dimunaqasyahkan dan dipertahankan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung
Pembimbing I Pembimbing II Dr. H. Bunyana Sholihin, M.Ag Eko Hidayat, S.Sos., M.H NIP.195707051989031001 NIP. 197512302003121002
Mengetahui
Ketua Jurusan Hukum Tata Negara
Drs. Susiadi AS., M. Sos. I
NIP.1958081719930
KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG FAKULTAS SYARI’AH
Jl. Let. Kol H. Endro Suratmin Sukarame Bandar Lampung Telp. 0721 703260
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul : Peran Komisi Yudisial Terhadap Peningkatan
Kapasitas Hakim Ditinjau Dari Fiqh Siyasaholeh Sulthan Bin Tahir,
NPM.1421020033 , Program Studi :Hukum Tata Negara (SiyasahSyar’iyyah), telah diujikan dalam sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan
Lampung, pada hari/tanggal:. Selasa, 17 Juli 2018
TIM DEWAN PENGUJI
Ketua sidang : Marwin, S.H., M.H.(……………..….) Sekretaris : Herlina Kurniati, S.H.I., M.E.I. (……………..….) Penguji I : Dr. Hj. Zuhraini, S.H., M.H. (…………….…..) Penguji II : Dr. H. Bunyana Sholihin, M.Ag. (………………...)
DEKAN
Dr.Alamsyah,S.Ag.,M.Ag
NIP.197009011997031002
Motto
اوُمُك ْحَت ْنَأ ِساَّنلا َنْيَب ْمُتْمَكَح اَذِإ َو اَهِلْهَأ ىَلِإ ِتاَناَملأا اوُّد َؤُت ْنَأ ْمُكُرُمْأَي َ َّاللَّ َّنِإ َّنِإ ِلْدَعْلاِب اًري ِصَب اًعيِمَس َناَك َ َّاللَّ َّنِإ ِهِب ْمُكُظِعَي اَّمِعِن َ َّاللَّ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha mendengar lagi Maha melihat”. (Q.S An-
Nisa’ :58)
1
1 Depatemen Agama RI, Al-
Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Bandung:CV Penerbit Dipenogoro,
PERSEMBAHAN
Sembah sujudku kepada Allah SWT dan Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW semoga kita mendapatkan Syafaatnya. Ucapan terima kasih ku kupersembahkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Skripsi ini kupersembahkan kepada : 1.
Kepada kedua orang tuaku tercinta Ayahanda H. Tahir dan Ibundaku Hj.
Wahida, atas ketulusan mereka dalam mendidik, membesarkan, dan membimbing Penulis, dengan penuh kasih dan sayang, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di UIN Raden Intan Lampung.
2. Kepada keluarga ku yang dimanapun berada, terima kasih atas doa dan support yang telah kalian berikan.
3. Sahabat-sahabat perjuanganku di UIN Raden Intan terutama yang berada dikelas Siyasah B,Yan, Rendi, Faisal, Alba, Alfiyan, Teguh, Wulan, Dewi, Fitri, dan tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
4. Sahabat-Sahabatku diPMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia).
5. Sahabat-sahabat Brudul Squad.
6. Sahabatku Mahesa, Bhakti, Syarif, bang Dian, dan lainnya.
7. Perempuan sekaligus Kekasihku yang selalu ada disetiap saat yaitu Yessy Purnamasari.
8. Almamaterku tercinta UIN Raden Intan Lampung.
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap Sulthan Bin Tahir, dilahirkan di Malaysia pada tanggal 10 April 1996, anak pertama dan tunggal dari pasangan H. Tahir dan Hj. Wahida.
Untuk pertama kalinya menyelesaikan pendidikan di: 1.
SDN 024 Reteh Indra Giri Hilir Riau 2. Min Panjang, Lulus pada tahun 2008 3. Mts N 1 Tanjung Karang, Lulus pada tahun 2011 4. Man 2 Tanjung Karang, Lulus Pada Tahun 2014
Pada tahun 2014, terdaftar sebagai salah satu mahasiswa pada program S1 Siyasah, Fakultas Syariah, IAIN yang sekarang telah menjadi Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmaanirahim,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunianya berupa ilmu, pengetahuan, kesehatan dan petunjuk, sehingga skripsi ini yang berjudul “PERANAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM “ dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat serta dalam senantiasa kita sanjung agungkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta para sahabat, dan pengikutnya, semoga kita mendapat syafa’atnya dihari kiamat nanti.
Skripsi ini ditulis merupakan bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan program Studi Strata Satu (S1) pada Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung guna memperoleh Sarjana Hukum (S.H.) dalam ilmu Syari’ah. Atas bantuan semua pihak dalam proses penyelesaian skripsi ini sesuai dengan waktu yang tersedia tak lupa dihanturkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. H.Moh. Mukri, M.Ag, selaku Rektor UIN Raden Intan Lampung.
2. Bapak Dr. Alamsyah, S.Ag., M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syariah, Bapak Dr.
K.H. Khairudin, M.H. selaku Wakil Dekan I, Bapak Drs. Haryanto, M.H. selaku Wakil Dekan II, Bapak Drs. H. Chaidir Nasution, selaku Wakil Dekan
III Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung yang senantian tanggap terhadap kesulitan-kesulitan Mahasiswa.
3. Bapak Drs. Susiadi AS., M.Kom.I. selaku ketua Program Studi Siyasah
4. Bapak H. Bunyana Sholihin., M.Ag. selaku pembimbing I, dan Bapak Eko Hidayat., S.Sos., M.H. selaku Pembimbing II, yang membantu dan membimbing dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung serta Guru- guru yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan serta sumbangan pemikiran selama bangku kuliah hingga selesai.
6. Bapak dan Ibu staf dan karyawan Fakultas Syriah UIN Raden Intan Lampung.
7. Teman-teman Mahasiswa Fakultas Syariah Jurusan Siyasah angkatan 2014 8.
Teman-teman Kelompok KKN 77 (Kuliah Kerja Nyata) Tahun 2017 Desa Titiwangi Kecamatan Candipuro Kabupaten Lampung Selatan.
9. Untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Skripsi ini dan teman-teman semuanya yang tak bisa saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian dan tulisan ini masih jauh dari kata sempurna. Hal itu tidak lain disebabkan karena keterbatasan kemampuan. Untuk itu kepada pembaca dapat memberikan masukan dan saran guna melengkapi tulisan ini.
Akhirnya diharapkan betapa kecilnya karya tulis ini (hasil penelitian) ini dapat menjadi sumbangan yang cukup berarti dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman.
Bandar Lampung, November 2018 Penulis
Sulthan Bin Tahir NPM. 1421020033
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................ABSTRAK ................................................................................................................ ii PERSETUJUAN .................................................................................................... iii PENGESAHAN ....................................................................................................... iv MOTTO .................................................................................................................... v PERSEMBAHAN ................................................................................................... vi RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii DAFTAR ISI ........................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul ...................................................................................................... 1
B. Alasan Memilih Judul.............................................................................................. 2
C. Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 2
D. Rumusan Masalah ................................................................................................... 7
E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ............................................................................ 7
F. Metode Penelitian .................................................................................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI A. Peran dan Peranan Komisi Yudisial ...............................................................11 B. Peningkatan Kapasitas Hakim ........................................................................13 C. Fiqh Siyasah ...................................................................................................34BAB III PENYAJIAN DATA A. Sejarah Komisi Yudisial................................................................................50 B. Kewenangan, Tugas, dan Fungsi Komisi Yudisial........................................71 C. Peran Komisi Yudisial Terhadap Peningkatan Kapasitas Hakim..................79 BAB IV ANALISIS DATA A. Peran Komisi Yudisial dalam Mengupayakan Peningkatan KapasitasHakim.............................................................................................86 B. Peranan Komisi Yudisial dalam Mengupayakan Peningkatan Kapasitas Hakim dalam Persfektif Fiqih Siyasah..........................................89 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan....................................................................................................92 B. Saran .............................................................................................................92 DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Penelitian ini berjudul “Peranan Komisi Yudisial dalam Mengupayakan Peningkatan Kapasitas Hakim Dilihat dari Fiqh Siyasah
”. Untuk menghindari kesalah pahaman terhadap judul dan penilitan ini, maka peneliti akan mengaskan beberapa istilah, sebagai berikut: 1.
Peranan adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa atau bagian yang dimainkan seseorang dalam suatu peristiwa.
1 2.
Komisi Yudisal adalah suatu lembaga negara yang besifat mandiri dan dalam pelaksanan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.
2 3.
Peningkatan adalah proses, cara, pembuatan, meningkatkan, (usaha kegiatan dan sebagainya).
3 4.
Kapasitas adalah ruang yang tersedia, daya tampung, daya serap dan sebagainya.
4 5.
Hakim adalah seseorang yang mempunyai fungsi memeriksa dan mengutus (mengadili) satu perkara.
5
1 Departement Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), hlm. 1011 2 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2004 3 Ibid, hlm, 952 4 Ibid, hlm, 953 5
6. Fiqh Siyasah adalah salah satu aspek hukum islam yang membicarakan pengaturan dan pengurusan kehidupan manusia dalam bernegara demi
6 mencapai kemashlahatan bagi manusia itu sendiri.
B. Alasan Memilih Judul
Alasan memilih judul penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1. objektif
Bahwa hakim merupakan tonggak hukum dari sebuah perkara hukum, hakim perlu diawasi dalam setiap perilaku maupun putusannya. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan hakim mengabaikan nilai keadilan.
2. subjektif a.
Pembahasan ini sangat relevan dengan disiplin ilmu pengatuhan yang peneliti pelajari diFakultas Syariah dan Hukum Jurusan Siyasah.
b.
Tersedianya berbagai literatul yang memadai sehingga peniliti berkeyakinan bahwa penilitan ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan.
C. Latar Belakang Masalah
Gagasan tentang perlunya lembaga khusus yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu dalam rana kekuasaan kehakiman sebenarnya bukanlah gagasan yang sama sekali baru, sejarah mencatat dalam pembahasan RUU Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Tahun 1968 misalnya, sempat diusulkan pembentukan lembaga yang diberi nama Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH).
6 Munawir Sajali, Islam dan Tata Negara Ajaran Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI
Majelis ini diharapkan berfungsi memberikan pertimbangan dan mengambil keputusan terakhir menganai saran-saran dan usul-usul yang berkenaan dengan pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian, dan tindakan atau hukuman jabatan parah hakim yang diajukan, baik oleh Mahkamah Agung maupun Mentri Kehakiman. Namun, dalam perjuangannya ide tersebut menemui kegagalan sehingga tidak berhasil menjadi materi muatan UU Nomor 14 tahun 1970 tentang
7
ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman Gagasan tersebut mengalami reinkarnasi, dan kali ini memperoleh rekomendasi yang cukup ketika UU nomor 35 tahun 1999 adalah perintah bahwa untuk meningkatkan check and balances terhadap lembaga peradilan antara lain perlu diusahakan agar putusan-putusan pengadilan dapat diketahui secara terbuka dan
8 transparan oleh masyarakat .
Hal lain yang menjadi awal bagi gagasan dibentuknya Komisi Yudisial di Indonesia adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) NO X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.
Penyalah gunaan wewenang di badan peradilan cenderung menguat dan merusak seluruh nilai peradilan, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap peradilan diindonesia sedikit menurun. Dengan keadaan peradilan yang demikian tidak dapat dibiarkan berlangsung, perlu dilakukan upaya untuk menumbuhkan kepercayaan terhadap peradilan yang berorientasi pada masyarakat dalam mencari 7 Muh. Busyroh Muqoddas dkk, Laporan akhir pimpinan dan anggota komisi yudisial periode 2005-2010, hlm, 7. 8 keadilan dan diperlakukan cara adil dimata hukum sesuai peraturan perundang- undangan.
Beberapa penyalah gunaan wewenang dalam peradilan disebabkan oleh banyak faktor, terutama dalam kurang efektifnya peningkatan kapasitas hakim sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa pembentukan Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawan external didasarkan pada lemahnya peningkatan dan pengawan internal terhadap lembaga peradilan diindonesia.
Untuk menghindari permasalahan-permasalahan yang ada pada pada saat itu kalangan pemerihatin hukum dan organisasi non pemerintah mengaggap perlu dibentuk Komisi Yudisial. Komisi ini nantinya diharapkan dapat memainkan fungsi-fungsi terntu dalam sistem yang baru, khususnya rekruitmen hakim agung dan pengawasan terhadap hakim.
Menurut Jimly Ashshiddiqie, maksud dibentuknya Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan kehakiman Indonesia adalah agar warga masyrakat diluar struktural resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kerja, dan kemungkinan pemberhentian hakim. Semua ini dimaksutkan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keleluhuran martabat serta prilaku hakim dalam rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan ke-
9 Tuhanan Yang Maha Esa.
Sebagai bagian dari upaya reformasi bidang hukum, pasal 24B Undang- Undang Negara Republik Indonesia memberikan wewenang kepada Komisi Yudisial untuk mewujudkan check and balance dalam penyelenggaran kekuasaan 9 Jimly Asshhidiqie, “Kata Pengantar” dalam buku A. Ahsin Thohari, Komisi Yudisial &
kehakiman, menurut ketentuan pasal ini, Komisi Yudisial mempunyai tugas mengusulkan pengangkatan hakim dan tugas lain dalam rangka menjaga serta
10 menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim.
Komisi Yudisial dibentuk dengan dua kewenangan konstitutif, yaitu untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku hakim. Komisi Yudisial sebagai lembaga negara yang berada diranah kekuasaan kehakiman sudah seharusnya dapat berperan aktif dalam meningkatkan kapasitas hakim. Membuat Undang-Undang memandang penting keterlibatan Komisi Yudisial dalam peningkatan kapasitas hakim, sehingga memberikan tugas kepada Komisi Yudisial untuk meningkatkan kapasitas hakim melalui perubahan Undang-Undang.
Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang menyatakan bahwa “Komisi Yudisial mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim” berlandaskan ketentuan tersebut, Komisi Yudisial mempunyai tugas untuk mnegupayakan peningkatan kapasitas hakim.
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial telah mengupayakan peningkatan kapasitas hakim secara terus menurus dan berkesinambungan melalui programnya, yaitu seperti Program Pendidikan Calon Hakim (PPC), Program Pendidikan hakim Berkelanjutan (CJE), beasiswa sekolah dan diklat kekhususan 10 Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam atau sertifikasi bagi tenaga teknis peradilan, menyelenggarakan pelatihan KEPPH, pelatihan tematik, pelatihan khusus, menyelenggarakan Form yudisial,
11 menyediakan bahan bacaan terhadap hakim, dan menyediakan situs hakim. .
Tugas Komisi Yudisial sebagai salah satu lembaga pemerintahan yaitu menegakkan kehormatan hakim, dan menjaga prilaku hakim dari perbuatan dilarang agama dan dilarang juga oleh Undang-Undang.
Hal ini sesuai dengan pandangan hukum Islam peningkatan dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi dan memproses cara yang salah membenarkan yang hak.
Sesuai dengan ayat Al-Quran surat An-Nisa ayat 58 :
Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat
”. Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa manusia diwajibkan menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan manusia diwajibkan menetapkan hukum dengan adil. Perkataan amanah yang secara leksikal berarti “tenang dan tidak takut”.
11 Laporan Tahunan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2011
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahannya yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana Peran Komisi Yudisial dalam meningkatkan kapasitas Hakim? 2.
Bagaimana Pandangan Fiqh Siyasah Terhadap Peran Komisi Yudisial dalam meningkatkan kapasitas Hakim?
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui Peran Komisi Yudisial dalam meningkatkan kapasitas Hakim
b. Untuk menganalisis Pandangan Fiqh Siyasah Terhadap Peran Komisi Yudisial dalam meningkatkan kapasitas Hakim 2. Kegunaan Penelitian a.
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan sebagai refrensi dan informasi di Fakultas Syariah dan Hukum diharapkan sumbangsih pemikiran yang positif serta memberikan kontribusi untuk ilmu pengetahuan hukum, agar tetap hidup dan berkembang khususnya tentang kehakiman.
b. Secara praktis penelitian memberikan pengetahuan kepada masyarakat terutama bagi Komisi Yudisial sebagai lembaga yang bertugas melakukan pengawasaan terhadap hakim serta untuk memenuhi syarat akademik.
F. Metode Penilitan
1. Jenis data dan sumber data a.
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan penelitian pustaka (library research), yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan membaca buku-buku, literatul dan menelaah dari berbagai macam teori dan pendapat yang mempunyai
12 hubungan relevam dengan permasalahan yang diteliti.
b.
Sifat Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian hukum yuridis normatif. Adapun bentuk penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan
13
cara meneliti bahan pustaka. Dan deskriftif-analistis, penelitian ini dengan cara menganalisis data yang diteliti dengan memaparkan data-data tersebut,
14 kemudian diperoleh kesimpulan.
2. Jenis Data Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan tentang sumber data tersebut, yaitu :
a. Sumber bahan hukum premier Sumber yang diperoleh penelitian ini secara langsung yang berasal dari Al-
Quran, Hadist, dan pendapat para ahli, dan Undang-Undang Dasar, beserta 12 Ranny Kautun, Metode Penelitian untuk penulisan Skripsi dan Tesis, (Bandung: Taruna Grafika, 2000), hlm, 38. 13 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Rajawali Pers, 1985), hlm, 15. 14 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya
Undang-Undang yang berhubungan dengan kajian tentang pengawasan hakim oleh komisi yudisial dalam persfekti hukum Islam.
b. Sumber bahan hukum sekunder Sumber data yang diperoleh peneliti secara langsung antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku seperti penemuan hukum oleh hakim dalam persfektif hukum progresif, upaya mewujudkan hukum yang pasti dan
15 berkeadilan, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.
Bahan hukum sekunder diperoleh oleh refrensi, buku-buku, jurnal-jurnal atau tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini.
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui sumber-sumber literature yang tersedia diperpustakaan dengan cara membaca dan menelaah buku-buku atau sumber-sumber yang berkaitan dengan masalah penelitian.
4. Metode Pengelolaan Data Setelah sumber (literature) mengenai data dikumpulkan berdasakan sumber diatas, maka langkah selanjutnya adalah pengelolahan data yang diperoses sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan data (editting) yaitu memeriksa ulang, kesesuaian dengan permasalahan yang akan diteliti setelah data tersebut terkumpul.
b. Penandaan data (coding) yaitu memberikan catatan data yang menyatkan jenis dan sumber data baik yang bersumber dari al-quran dan hadist, atau buku-buku literature lainnya yang relevan dengan dengan penilitian. 15 Amiruddin dan Zainal Abidin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,( Jakarta: Raja c. Sistematika data (sistematizing) yaitu menempatkan data menurut kerangka
16 sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah.
5. Metode Analisis Data Adapun metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan pendekatan berfikir secara deduktif adalah secara berfikir yang berpangkalan kaidah-kaidah yang bersifat umum yang kemudian ditarik untuk diterapkan kepada kenyataan yang bersifat khusus, dan secara induktif adalah metode yang merupakan kebalikan dari metode deduktif yaitu secara pola pikir yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkrit, kemudian dari fakta-fakta yang khusus kepada yang bersifat umum.
16 hlm. 107.
BAB II LANDASAN TEORI A. Peran dan Peranan Komisi Yudisial Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah pelaku sebagai
tokoh dalam pernanannya, pernah juga dapat dirumuskan sebagai suatu rangakain prilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu.
Peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan
17
suatu peranan. Hal tersebut sekaligus berarti bahwa peran dan peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat kepadanya. Peran lebih banyak menekankan pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses.
18 Unsur-unsur peranan adalah : 1.
Aspek dinamis dak kedudukan 2. Perangkat hak-hak dan kewajiban 3. Perilaku sosial dari pemegang kedudukan 4. Bagian dari aktifitas yang dimainkan seseorang
Sementara peranan itu diatur juga oleh norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal yaitu : 1.
Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian 17 18 Soejono soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta : Rajawali Pers, 2017), hlm. 210
peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi suatu
19 struktur sosial masyarakat.
Dalam menjalankan peranannya sebagai penjaga kekuasaan kehakiman, pertama, komisi Yudisial diberikan kewenangan untuk melakukan proses seleksi dan menjaring calon anggota Hakim Agung berkualitas, potensial, mengerti hukum dan profesional. Kedua, Komisi Yudisial diberi kewenangan menjaga dan menegakkan integritas hakim dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia dan menjaga agar hakim dapat menjaga hak mereka untuk memutus perkara secara mandiri. Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin Komisi Yudisal untuk bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
20
keluhuran martabat, serta prilaku hakim.Indonesia memiliki peran strategis yang dapat dilakukan oleh Komisi Yudisial sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 beserta perubahan dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 adalah : Pertama, mengusulkan pengangkatan hakim agung. Peran tersebut dilakukan untuk menghindari kentalnya kepentingan politik atau legislatif dalam rekruitmen hakim agung. 19 20 Ibid. hlm, 215
Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kedua, peran lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta prilaku hakim. Hal itu dilakukan dengan pengawasan eksternal yang sistematis dan intensif oleh lembaga independen terhadap lembaga peradilan
21
dengan partisipasi masyrakat yang luas.Sebaliknya Komisi Yudisial didalam menjalankan peranannya diberi kewenangan untuk dapat mengusulkan kepada Mahakamah Agung dan/ atau Mahkamah Konstitusi untuk memberikan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran matabat serta menjaga perilaku hakim (Pasal 24 UU No 22, 2004).
Peranan KY disini ialah sebagai lembaga pengawas kode etik hakim atau lembaga penegak kode etik hakim bukan sebagai lembaga pengawas peradilan atau lembaga kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman itu bersifat bebas dan merdeka jadi KY tidak dapat mengawasi sampai ke ranah teknis yustisialnya hal ini sesuai dengan pasal 22 ayat (3) UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi
22 Yudisial . Jadi KY bertugas mengawasi para pelaksanaan kode etik dan perilaku
menyimpang dari para hakim dari standart kode etik sebelum pelanggaran kode etik itu berkembang menjadi pelanggaran hukum sehingga terciptanya system peradilan yang baik tanpa adanya unsur judicial corruption.
B. Peningkatan Kapasitas Hakim
Hakim merupakan jabatan yang memiliki tanggung jawab untuk menerima, memproses, dan memutuskan perkara sampai tidak menimbulkan permasalahan lagi di kemudian hari. Apabila hukumnya tidak jelas, tidak lengkap, atau bahkan 21 22 Op.cit. Sirajudin dan Zulkarnaen...... hlm 73. tidak ada, maka hakim harus mencari hukumnya atau melakukan penemuan
23
hukum (rechtsvinding). Peran besar hakim tersebut sejalan dengan prinsip bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum dan konsekuensinya menurut UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) ditentukan adanya suatu kekuasaan kehakiman yang merdeka dan terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Kekuasaan Kehakiman berikut dengan hakimnya diatur dalam BAB IX UUD NRI Tahun 1945 mengenai Kekuasaan Kehakiman yakni dalam Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24C, dan Pasal 25.
Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076), yang dimaksud dengan hakim adalah:
“ Hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam l ingkungan peradilan tersebut”. Status hakim sebagai pejabat negara pada awalnya diatur dalam Pasal 1 angka
1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (UU Penyelenggara Negara) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851), yang secara eksplisit menyatakan sebagai berikut, “Penyelenggara Negara adalah Pejabat 23 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya
Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat
lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ”.Selanjutnya status hakim menjadi pejabat negara sebagaimana diatur dalam
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian, sebagaimana telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494), yang menyatakan bahwa, “Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang- undang.” Selanjutnya yang termasuk pejabat negara dijelaskan dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d UU tersebut, bahwa Pejabat Negara yaitu salah satunya terdiri atas, “Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan”. Status hakim sebagai pejabat negara ditegaskan lagi dalam Pasal 2 UU Penyelenggara Negara yang menyatakan bahwa salah satu penyelenggara negara adalah hakim.
Obyek pengawasan terhadap hakim cukup beragam, mulai dari aspek kemampuan teknis-yudisial (misalnya kemampuan menangani dan memutus perkara), aspek kerja dan administrasi perkara (misalnya efisiensi dalam menjalankan tugas, tertib administrasi,dan keuangan perkara), dan aspek perilaku hakim. Untuk membedakan kapan suatu proses pengawasan (dan penjatuhan sanksi) dilakukan terhadap aspek teknis-yudisial, secara sederhana dapat dijelaskan dari halhal (bukti-bukti) yang dijadikan dasar untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran. Dianggap masuk ke ranah aspek teknis-yudisial jika bukti yang dijadian dasar penentuan ada tidaknya pelanggaran adalah dokumen- dokumen yang dibuat hakim dalam menjalankan tugasnya, termasuk putusan pengadilan. Jika bukti yang dijadikan dasar penentuan ada/tidaknya pelanggaran adalah keterangan saksi-saksi, rekaman sidang pengadilan, pernyataan hakim di media massa atau dokumen yang dibuat di luar fungsi yudisial, maka hal ini
24
masuk ranah perilaku Kedudukan hakim sebagai pejabat negara juga dinyatakan dalam Pasal 19 UU
Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa “Hakim dan Hakim Konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang- undang.” Kemudian dalam perkembangannya status hakim ini juga kembali dipertegas sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 122 huruf e UU ASN yang menyatakan bahwa Pejabat Negara yaitu “Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim a d hoc”. Perlu menjadi catatan dalam perkembangan terbaru ini adalah UU ASN mengeluarkan hakim ad hoc dari pengertian “hakim” yang dikategorikan sebagai pejabat negara. Hal ini tentu dapat
24 Bertin, “ Fungsi Pengawasan Komisi Yudisial Terhadap perilaku Hakim di hubungkan
dengan indenpendsi hakim sebagai pelaku kekuasaan kehakiman”. Jurnal Ilmu Hukum Legal menjadi potensi masalah di kemudian hari mengingat pengertian “hakim” dalam
25 UU Kekuasaan Kehakiman juga melingkupi hakim ad hoc.
Adapun dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 32/PUUXII/2014 yang dibacakan pada tanggal 20 April 2015, Mahkamah Konstitusi (MK) menguatkan konsep bahwa hakim ad hoc bukanlah termasuk dalam pengertian hakim yang dikategorikan sebagai pejabat negara. MK berpendapat bahwa pengangkatan hakim ad hoc dilakukan melalui serangkaian proses seleksi yang tidak sama dengan proses rekrutmen dan pengangkatan hakim sebagai pejabat negara pada umumnya. Selain itu, tujuan awal dibentuknya hakim ad hoc adalah untuk memperkuat peran dan fungsi kekuasaan kehakiman dalam menegakkan hukum dan keadilan yang sejalan dengan kompleksitas perkara yang ada. Hakim ad hoc merupakan hakim nonkarier yang mempunyai keahlian dan kemampuan untuk mengadili suatu perkara khusus. Hakim ad hoc dapat memberi dampak positif ketika hakim ad hoc bersama hakim karier menangani sebuah perkara sehingga dalam putusan tersebut MK menilai bahwa Pasal 122 huruf e UU ASN tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Akan tetapi dalam pertimbangan putusan tersebut, MK berpendapat bahwa penentuan hakim ad hoc sebagai pejabat negara merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang sewaktu- waktu dapat diubah oleh pembentuk undang-undang. Dengan demikian penentuan
25 Taufiqurrohman Syahuri, Hakim Pasca UU Aparatur Sipil Negara, Notulensi Hasil
Diskusi yang Diselenggarakan oleh Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) bersama Forum Diskusi Hakim Indonesia (FDHI), 25 Januari 2014. kualifikasi pejabat negara yang dikecualikan untuk hakim ad hoc sepenuhnya
26 merupakan kewenangan pembentuk undangundang.
Pemberian status “pejabat negara” pada jabatan hakim, dari sebelumnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), didasari pemikiran bahwa hakim adalah personil yang menyelenggarakan kekuasaan di bidang yudikatif dan bukan di bidang eksekutif sehingga status yang melekat pada hakim bukan PNS. Status hakim sebagai PNS sangat memungkinkan terjadinya intervensi atas kebebasan hakim karena persoalan struktural, psikologis, dan watak korps serta birokrasi yang membawa atau menuntut ikatan tertentu. Kemandirian hakim dalam negara hukum (rechtstaat) adalah mutlak. Hal ini sesuai dengan prinsip “The International Commission of Jur ist” yaitu peradilan bebas dan tidak memihak
27 (independence and impartiality of judiciary).
Salah satu konsekuensi logis dari penetapan status tersebut adalah proses rekrutmen dan pengangkatan hakim tidak lagi mengikuti pola rekrutmen bagi PNS. Berdasarkan uraian tersebut, dalam ketentuan: 1.
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (UU Perubahan Kedua UU Peradilan Umum) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5077);
26 Mahkamah Konstitusi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 32/PUUXII/2014,
Pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 20 April 2015, hlm. 111-112 27 Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, (Jakarta:2. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UU Perubahan Kedua UU Peradilan Agama) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5078); dan 3. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU Perubahan Kedua UU PTUN) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079), Telah diatur mengenai proses seleksi hakim pada masing-masing lingkungan peradilan tersebut bahwa proses seleksi dilakukan bersama oleh Komisi Yudisial