TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN LELANG BARANG JAMINAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG MAJAPAHIT SEMARANG SKRIPSI

  

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN

LELANG BARANG JAMINAN DI PEGADAIAN SYARIAH

CABANG MAJAPAHIT SEMARANG

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

Oleh :

  

ILMIANA SOFIA

NIM : 214 – 12 – 019

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

F A K U L T A S S Y A R I A H

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2017

  

MOTTO

Musuh yang paling berbahaya di Atas Dunia ini adalah

penakut dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah

keberanian dan keyakinan yang teguh

Bermimpilah, karena tuhan akan memeluk mimpimu

  PERSEMBAHAN Kupersembahkan skripsi ini kepada: 1.

  Kedua orang tuaku tercinta Bapak (Mukminan), Ibu (Tri Astuti). Sebagai motivator terbesar dalam hidupku yang tak mengenal lelah dan mendoakan aku serta menyayangiku, terima kasih atas semua pengorbanan, keringat dan kesabaran mengantarkanku sampai kini. Almamaterku 3. Keluarga besar dan Sahabat

  

ABSTRAK

Sofia.Ilmiana (2017). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan

Lelang Barang Jaminan di Pegadaian Syariah cabang Majapahit Semarang.

  Skripsi. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Drs. Mahfudz, M. Ag

  Kata Kunci : Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan Pegadaian Syariah

  Dengan kebutuhan manusia yang semkain meningkat, banyak lembaga keuangan baik bank maupun non-bankyang memberikan penawaran kemudahan pinjaman dana untuk memenuhi kebutuhan setiap orang baik yang bersifat dengan Pegadaian Syariah, masyarakat yang ingin mendapatkan pinjaman cukup membawa barang yang masih memiliki nilai, dapat digunakan sebagai jaminan dengan menggunakan sistem gadai. Masyarakat sangat terbantu untuk memenuhi kebutuhan dengan jangka waktu yang telah ditentukan untuk melunasi hutangnya. Tetapi ada sebagian orang yang tidak bisa membayar hutang pada saat jatuh tempo, yang mengakibatkan barang jaminannya dilelang untuk melunasi hutangnya.

  Penelitian ini mengacu pada pokok permasalahan Bagaimana Pelaksanaan Lelang barang Jaminan yang dilakukan Pegadaian Syariah Cabang Majapahit Semarang, Bagaimana Menurut Perundang-undangan tentang pelaksanaan Lelang di Pegadaian Syariah Semarang, dan Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap Pelaksanaan Lelang barang jaminan di Pegadaian Syariah Semarang.

  Penelitian ini menggunakan metode library research dan field research. Penelitian melalui penelitian pustaka (library research) adalah penelitian yang dilakukan dengan menelaah berbagai macam literature, referensi-referensi, serta buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan ini. Sedangkan penelitian lapangan (field research) adalah penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung kelapangan untuk melihat serta mengambil data-data secara langsung.

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, bahwa Pelaksanaan lelang barang jaminan di Perum Pegadaian Syariah Cabang Majapahit Semarang debitur atau nasabah tidak memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan atau memperpanjang pinjamannya, maka perum pegadaian berhak menjual barang jaminan dalam pelelangan. Berkaitan dengan pelelangan barang jaminan ini sudah sesuai dengan KUHPerdata Buku 2 bab 20 Pasal 1150 yaitu debitur memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk menggunakan barang jaminan yang telah diserahkan dan digunakan sebagai jaminan untuk melunasi hutangnya apabila pihak yang berhutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo/wanprestasi. Pihak pegadaian menggunakan uang hasil lelang tersebut untuk melunasi semua kewajiban nasabah. Menurut tinjauan hukum Islam pelaksanaan pelelangan yang

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karuninnya-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai strata satu Hukum Ekonomi Syariah. Penulis menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, mulai dari masa perkuliahan sampai dalam penyusunannya. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada : 1.

  Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syar’iah IAIN Salatiga.

  3. Ibu Evi Ariyani, SH., MH, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah IAIN Salatiga.

  4. Bapak Nafis Irkhami, M.Ag., M.A. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan untuk selalu melakukan yang terbaik.

  5. Ibu Lutfiana Zahriani, S. H., M.H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga.

  6. Bapak Drs. Mahfudz, M. Ag selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dukungannya untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.

  7. Pihak Perum Pegadaian Syariah Cabang Majapahit Semarang yang telah membantu,kepada Bapak Nasokha yang telah berkenan menjawab pertanyaan- pertanyaan yang saya ajukan guna menyelesaikan skripsi ini.

  8. Keluarga tercinta Ibuk ,bapak, adek-adek yang tak henti-hentinya selalu mendoakan memberikan semangat.

  Kepada semua Narasumber yang berkenan memberikan informasi.

  10. Terimakasih kepada teman-teman tercinta Rini, Dwi, Tiva, ipay, zaka, eko, wahyu, lupi, agung,Ilyas serta temen-temen yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih banyak untuk pertemanannya selama ini dan sukses selalu untuk kalian semua.

  11. Seluruh jajaran Academi Institut Agama Islam Negeri Salatiga Fakultas Syariah yang tidak bisa penulis sebutkan semuannya terimakasih banyak telah banyak membantu penyusunan skripsi ini.

  12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan Konstribusi dan dukungan yang cukup besar sehingga penulis dapat menjalani perkuliahan dari awal hingga akhir di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  Semoga Allah SWTmembalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari yang mereka berikan dan senantiasa mendapatkan

  maghfiroh , dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amin.

  DAFTAR ISI COVER .................................................................................................... i

SURAT PERNYATAAN ........................................................................ ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ...................................................................... iv

MOTTO ................................................................................................... v

PERSEMBAHAN .................................................................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ............................................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................................ xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................. 6 D. Penegasan Istilah ........................................................................... 8 E. Kajian Pustaka ............................................................................... 9 F. Kerangka Teoritik ......................................................................... 10 G. Metode Penelitian .......................................................................... 12 H. Tekhnik Pengumpulan Data………………………………………13 I. Sistematika Penulisan .................................................................... 14 BAB II KERANGKA TEORITIK A. Barang Jaminan Dalam Prespektif Islam ....................................... 15 1. Pengertian Barang Jaminan…………………………………..15 2. Barang-barang Yang Bisa Dijadikan Jaminan……………….15 3. Asas-asas Jaminan……………………………………………17 4. Jaminan Menurut Hukum Islam……………………………...19 5. Fungsi Jaminan……………………………………………….21

  B.

  Tinjauan Umum Tentang Gadai .................................................... .22 1.

  Pengertian Gadai……………………………………………...23 2. Sifat-sifat Gadai………………………………………………23 3. Obyek Gadai………………………………………………….26 4. Terjadinya Gadai……………………………………………..27 5. Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai………………………..31 6. Hak dan Kewajiban Pemberi Gadai………………………….36 7. Hapusnya Gadai……………………………………………...36 C. Tinjauan Umum Tentang Gadai Syariah ....................................... 38 1.

  Pengertian Gadai Syariah…………………………………….39 2. Dasar Hukum Gadai Syariah…………………………………40 3. Rukun Gadai………………………………………………….43 4. Syarat Gadai………………………………………………….44 5. Ketentuan Gadai Dalam Islam………………………………..45 D. Lelang……………………………………………………………..47 1.

  Pengertian Lelang…………………………………………….47 2. Jenis Lelang…………………………………………………..48 3. Syarat-syarat Lelang………………………………………….51 4. Prosedur Lelang………………………………………………52 5. Macam-macam Lelang……………………………………….53 6. Lelang Dalam Islam………………………………………….54 E. Pegadaian Syariah………………………………………………...55 1.

  Pengertian Pegadaian………………………………………...55 2. Tujuan Pegadaian…………………………………………….55 3. Manfaat Pegadaian…………………………………………...56 4. Jasa Pegadaian Syariah………………………………………57

  

BAB III GAMBARAN UMUM PEGADAIAN SYARIAH CABANG

MAJAPAHIT SEMARANG A. Sejarah……………………………………………………….60 B. Visi dan Misi…………………………………………………64 C. Aspek Pendirian………………………………………………64 D. Fungsi Pegadaian……………………………………………..66 E. Struktur Organisasi…………………………………………...67 F. Tugas Dan TanggungJawab…………………………………..67 G. Produk-produk Pegadaian Syariah……………………………71 H. Prosedur Pelelangan Barang Jaminan…………………………73 I. Pelaksanaan Lelang Di Pegadaian Syariah cabang Majapahit Semarang………………………………………………………74

BAB IV PELAKSANAAN LELANG BARANG JAMINAN

BERDASARKAN HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-

UNDANGAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG MAJAPAHIT

SEMARANG A. Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan ............................................ 81 B. Analisis Pelaksanaan Pelelangan Barang Jaminan Berdasarkan Perundang-undangan ..................................................................... 82 C. Analisis Pelaksanaan Pelelangan Barang Jaminan Berdasarkan Hukum Islam .................................................................................. 85 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................... 91 B. Saran-saran .................................................................................... 92 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 94 LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................... 96

DAFTAR LAMPIRAN

  1. Surat Bukti Observasi

  2. Lembar Konsultasi Skripsi

  3. Daftar Nilai SKK

  4. Interview Guide

  5. Dokumentasi

  6. Curriculum Vitae

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa terlepas dari hubungan

  dengan manusia lain. Islam juga mengajarkan agar hidup bermasyarakat dapat ditegakkan nilai-nilai keadilan dan dihindarkan dari praktek-praktek penindasan dan pemerasan. Tolong-menolong merupakan salah satu prinsip dalam bermuamalah.Bentuk tolong-menolong ini bisa berupa pemberian ataupun pinjaman.

  Tolong-menolong dalam bentuk pinjaman, hukum Islam mengajarkan agar kepentingan kreditur jangan sampai dirugikan.Oleh karena itu, harus ada jaminan barang dari debitur atas pinjaman yang diberikan oleh kreditur. Sehingga apabila debitur tidak mampu melunasi pinjamannya, barang jaminan itu dapat dijual sebagai penebus jaminan.Konsep inilah dalam fiqh Islam dikenal dengan istilah rahn atau gadai.

  Gadai adalah suatu barang yang dijadikan jaminan kepercayaan dalam utang-piutang.Barang itu boleh dijual apabila hutang tersebut tidak dapat dibayar, karena penjualan itulah harus dengan keadilan.Gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian utang-piutang yang mana untuk kepercayaan dari orang yang berpiutang. orang yang berhutang menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya itu.Barang jaminan tetap milik orang yang menggadaikan tetapi dikuasai oleh penerima gadai. namun dalam kenyataannya bahwa gadai saat ini dalam prakteknya, menunjukkan adanya beberapa hal yang tidak sesuai aturan syariah Islam atau dengan keadilan yang mengarah pada suatu persoalan riba.

  (Hakim,2012:121) pinjaman atas dasar hukum gadai.Nasabah/ pinjaman ada kalanya tidak memenuhi kewajibannya sesuai waktu yang disepakati. Setelah melalui peringatan terlebih dahulu, dan tidak melakukan perpanjangan, maka lembaga pegadaian mempunyai hak untuk mengambil pelunasan piutangnya dengan cara melelang barang jaminan gadai yang dibawah kekuasaannya.

  Jual beli secara umun adalah suatu perjanjian, dengan perjanjian itu kedua belah pihak mengatakan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak lain membayar harga yang telah dijanjikan. Perdagangan atau jual beli dapat dilakukan dengan langsung dan dapat dengan lelang.Cara jual beli dengan sistem lelang dalam fiqh disebut

  muzayyadah .

  Barang yang akan digadaikan terlebih dahulu dinilai dengan cara untuk barang gudang yaitu barang gadai selain emas dan permata, dinilai dengan melihat harga pasar setempat barang gadai tersebut, menentukan presentase penaksiran dan dilanjutkan perhitungan pemberian pinjaman berdasarkan golongannya. Untuk barang berupa emas, dinilai dengan melihat harga pasar pusat dan standar taksiran logam, melakukan pengujian karatase dan mengukur beratnya, menentukan presentase penaksiran, dan dilanjutkan perhitungan pemberi pinjaman berdasarkan golongan. (Usman, 2008:129)

  Penaksiran hanya boleh dilakukan oleh pejabat penaksir yang ditunjuk dan dididik khusus untuk tugas itu. Harga pasar pusat adalah harga taksiran permata adalah patokan harga yang ditetapkan oleh pegadaian pusat. Apabila barang gadai tidak ditebus dalam tempo yang telah ditentukan, maka barang gadai tersebut akan dijual lelang pada waktu yang ditetapkan oleh pegadaian. Sebelum pelelangan dilakukan, pegadaian mengumumkan kepada masyarakat bahwa lelang akan dilakukan dan pembeli yang berhak, yaitu yang menawar dua kali tetapi tidak disambut dengan tawaran yang lebih tinggi oleh penawar lain. (Usman, 2008:131)

  Lelang masa kini tidak hanya terjadi pada lembaga informal saja, lembaga formal juga banyak yang melaksanakan proses lelang. Khususnya lembaga yang mempunyai produk gadai seperti lembaga keuangan yaitu pegadaian syariah.Aktivitas gadai sekarang ini, sedah berbeda dengan jaman Rasulullah SAW. Sebab sekarang ini aktivitas gadai sudah tidak lagi bersifat perorangan, namun sudah berupa lembaga keuangan formal yang telah diakui oleh pemerintah.Mengenai fungsi lembaga pegadaian tersebut tentu sudah sangat jauh bebeda, yaitu bukan lagi bersifat sosial, namun lebih bersifat komersial. Pada suatu kenyataan, bahwa dengan fungsi gadai tersebut tentu akan berakibat pula pada perubahan sistem operasionalnya. Artinya dalam aktivitas lembaga tersebut harus memperoleh pendapatan guna mengganti biaya-biaya yang telah dikeluarkannya. Untuk menutupi biaya-biaya yang telah dikeluarkan, maka lembaga tersebut mewajibkan menambahkan sejumlah uang atau prosentase tertentu dari pokok utang pada waktu membayar utang kepada pegadai sebagai imbalan jasa.Hal ini sangat memberatkan dan merugikan pihak pegadai. sebab pembayaran bunga gadai tersebut harus dilakukan setiap 15 hari sekali, dan jika terjadi keterlambatan satu hari bunga tersebut akan naik menjadi dua kali lipat.

  (Hadi, 2003:31) Implementasi operasi pegadaian syaiah hampir mirip dengan pegadaian konvensional. Perbedaan mendasar antara pegadaian konvensional dengan pegadaian syariah terletak pada pengenaan biaya.Pegadaian konvensional, biaya adalah bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda.Namun pada pegadaian syariah, biaya ditetapkan sekali dan dibayarkan dimuka yang ditujukan untuk penitipan, pemeliharaan, penjagaan dan penaksiran. Seperti halnya pegadaian konvensional, pegadaian syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan benda bergerak. Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang relatif tidak lama. Begitupun untuk melunai pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan suratrahnsaja dengan proses yang sangat singkat. Menurut istilah syara’, yang dimaksud dengan rahn ialah menjadikan suatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan utang, dengan adanya benda yang menjadi tanggungan itu seluruh atau sebagian uang dapat diterima. (Suhendi, 2010:105)

  Pegadaian dalam memberikan pinjaman harus ada barang jaminan maka kreditur dalam hal ini Pegadaian Syariah berhak melelang barang jaminan (marhun) dari debitur. Pada kenyataannya, tidak semua barang jaminan ditebus oleh debitur. Barang yang tidak ditebus oleh debitur kemudian dilelang pegadaian. Pengelolaannyapun tidak terlepas dengan permasalahan seperti kesulitan mencari nasabah yang mempunyai barang jaminan yang akan dilelang, barang yang tidak laku karena penawaran lebih rendah dari pinjaman maupun barang dengan taksiran terlalu tinggi.

  Hukum jual beli lelang dalam pandangan Islam adalah salah satu jenis jual beli dimana penjual menawarkan barang ditengah keramaian lalu para pembeli saling menawar dengan suatu harga. Namun akhirnya penjual akan menentukan yang berhak membeli adalah yang mengajukan harga tertinggi. Lalu terjadi akad dan pembeli tersebut mengambil barang dari penjual.Dalam kitab fiqh, jual beli lelang biasanya disebut dengan istilah

  

ba’i al-muzzayadah . Lelang adalah salah satu jenis jual beli dimana pembeli

  menawarkan barang ditengah keramaian lalu para pembeli saling menawar dengan harga tinggi sampai pada batas harga tertinggi dari satu pembeli, lalu terjadi akad dan pembeli tersebut mengambil barang dari penjual. akses pada tanggal 25 Desember 2016) B.

   Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diajukan rumusanpokok masalah yang dijadikan fokus pembahasan dalam penelitian

1. Bagaimana Pelaksanaan Lelang barang Jaminan yang dilakukan

  Pegadaian Syariah Cabang Majapahit Semarang? 2. Bagaimana Tinjauan Perundang-undangan tentang pelaksanaan

  Lelang di Pegadaian Syariah Semarang? 3. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap Pelaksanaan Lelang barang jaminan di Pegadaian Syariah Semarang?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a.

  Tujuan Obyektif 1)

  Untuk mengetahui tentang pelaksanaan gadai yang dilakukan oleh Pegadaian Syariah cabang Majapahit Semarang

  2) Untuk mengetahui apakah pelaksanaan lelang barang jaminan sudah memenuhi ketentuan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku

  3) Untuk mengetahui tinjauan hukum islam terhadap lelang barang jaminan di pegadaian syariah semarang b.

  Tujuan Subyektif Untuk membangkan dan memperdalam pengetahuan penulis di bidng hukum ekonomi syariah dan guna memenuhi persyaratan akademis dalam bidang muamalah atau hukum ekonomi syariah di Fakultas Syariah IAIN Salatiga.

   Kegunaan Penelitian a.

  Bagi Penulis, hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai tinjauan hukum islam terhadap lelang barang jaminan di pegadaian syariah semarang.

  b.

  Bagi Perusahaan, membantu memudahkan pihak–pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung dalam upaya pelaksanaan lelang barang jaminan.

  c.

  Bagi Akademisi, adalah untuk memberikan acuan referensi dan saran pemikiran bagi kalangan akademisi untuk menunjang perkembangan penulisan selanjutnya.

  d.

  Bagi Masyarakat, hasil penelitianini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan yang lebih mendalam tentang dunia pegadaian syariah.

D. Penegasan Istilah

  Agar lebih memperjelas maksud dari judul tersebut dan untuk menghindari penafsiran keliru dalam memahami tulisan ini, maka penulis mengemukakan Penegasan Istilah sebagai berikut:

  1. Lelang adalah penjualan barang dihadapan banyak orang dengan

  tawarmenawar, tawaran tertinggi adalah pemenang. Lelang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penawaran atau penjualan barang jaminan melalui penawaran harga taksiran yang dilaksanakan dengan system lelang tertutup. (Sianturi, 2013: 51)

  

Barang jaminan adalah asset pihak peminjam yang dijanjikan kepada

  pemberi pinjaman jika peminjam tersebut tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. (Usman, 2008: 66)

  3. Gadai adalah Suatu hak yang diperoleh seorang kreditor atas suatu

  barang bergerak yang bertubuh maupun tidak bertubuh yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana harus didahulukan. (Kashadi, 2003: 13) 4.

   Gadai Syariah adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang

  sebagai tanggungan utang. Pengertian ar-rahn dalam bahasa Arab adalah

  atstsubut wa ad-dawam , yang berarti “tetap” dan “kekal”, seperti dalam

  kalimat maun rahin, yang berarti air yang tenang. (Ali, 2008: 1) 5.

   Pegadaian syariah adalah produk jasa berupa pemberian pinjaman

  menggunakan system gadai dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip syariat islam, yaitu antara lain tidak menentuan tarif jasa dari besarnya uang pinjaman. (Puspitasari, 2011: 6)

E. TelaahPustaka

  Dari beberapa penelitian dan pembahasan terdahulu yang telah ditelusuri oleh penulis, ternyata tidak ditemukan apa yang dibahas dan diteliti menemukan hal-hal yang ada kaitannya dengan lelang dengan objek penelitian yang berbeda, antara lain skripsi karya Elvira Suzana Ekaputri yang berjudul “Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan Gadai Pada PERUM Pegadaian Cabang Depok ” penelitian ini membahas bagaimana praktek pelaksanaan lelang barang jaminan gadai di perum pegadaian.

  (http//lib.ui.ac.id, diakses pada tanggal 17 november 2016).

  Kemudian skripsi karya sri suspa hotmaidah sarumpaet yang berjudul “ presepsi masyarakat terhadap proses lelang barang jaminan pada perum pegadaian syariah cabang setia budi medan” penelitian ini membahas pelelangan barang jaminan dilakukan dengan system penjulan. (http//repository.usu.ac.id, diakses pada tanggal 17 november 2016) Buku yang berjudul “Hukum Gadai Syariah” karya Prof.Dr. H.

  Zainuddin Ali, M.A.Membahas mengenai gadai yang didalamnya membahas tentang gadai secara syariah. Yang memuat subab pengertian gadai dan Al- Qardh, Dasar hukum gadai syariah, Sejarah pegadaian secara umum dan khusus. (Ali:1-9)

  Buku karya Dr. Purnama Trioria Sianturi, SH., M. Hum.Yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang” yang didalammya membahas mengenai Karakter Jual Beli Melalui Lelang. (Sianturi,2013:25)

  Kemudian buku karya Tim Laskar Pelangi yang berjudul “Metodologi Laskar Pelangi, 2013:170-171) F.

   Kerangka Teoritik

  Transaksi hukum gadai dalam fikih islam disebut ar-rahn. Ar-rahn adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan utang. Pengertian ar-rahn dalam bahasa arab adalah ats-tsubut wa ad-dawam, yang berarti “tetap” dan “kekal”, seperti dalam kalimat maun rahin, yang berarti air yang tenang. Hal itu, berdasarkan firman Allah SWT sebagai

  (Ali:1):

  berikut

   38. tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, QS.

  Al-Muddatsir (74) ayat 38 Pegadaian adalah badan usaha milik Negara (BUMN) yang memiliki usaha utama di bidang jasa penyaluran kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai. Pegadaian merupakan salah satu badan usaha yang dimiliki oleh Negara, tetapi berstatus perusahaan umum (perum). (Puspitasari,2011:6)

  Selama ini, pelaksanaan usaha gadai syariah yang dilakukan PT.Pegadaian (Persero) berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, serta sejumlah fatwa DSN yang menjadi pedoman operasional usaha gadai syariah.Selain itu, juga terdapat beberapa aturan yang secara tidak langsung mengatur pegadaian Syariah. Uraian dibawah berupaya hirerarki perundang-undangan, sehingga terlihat peraturan apa yang mestinya ada untuk mengembangkan Pegdaian Syariah ke depan. (Mulazid,2012:107)

  Dalam kontek utang-piutang (ad-duyun), terminologidlaman adalah, kontrak kesanggupan menjamin atas hak yang telah menjadi tanggungan orang lain. Dalam konteks barang-barang yang harus dikembalikan secara fisik oleh seseorang (al-a’yan al-madlmunah), (radd) barang-barang

  

madlmunah .Sedangkan dalam konteks orang (al-badan), terminologidlaman

  adalah, kontrak kesanggupan menjamin kehadiran (ihdlar) orang yang terlibat dalam kasus hukum.

  Dari definisi ini bias dimengerti bahwa, dalam terminologidlaman terdapat tiga obyek dlaman yang berbeda, yakni :Hutang (dlaman), Barang (dlaman’ain), dan Orang (dlaman badan). Pihak yang memberikan kesanggupan jaminan, disebut dlamin, dlamin, hamil, za’im, kafil, kafil,

  

shabir, atau qabil .Hanya saja, istilah dlamin lazim digunakan dalam konteks

  dlaman dengan obyek berupa dain dan‘ain (dlaman al-mal).Sedangkan dalam konteks dlaman berupa orang, lazim digunakan istilah kafil. (Tim Laskar Pelangi,2013:170-171)

  Lelang adalah menawarkan (menjual) barang yang di hadapan orang banyak untuk mendapatkan harga penawaran yang terbaik (tertinggi).Jadi lelang yang diselenggarakan oleh kantor/balai lelang adalah suatu upaya untuk mendapatkan nilai (harga) tertinggi dari harga yang ditawarkan.Bilatidak ada penawaran berikutnya yang melibihi dari nilai nilai penawaran tertinggi, sehingga nilai penawaran tersebut yang menjadi pemenang lelang. (Prasetyo,2009:76) G.

   Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yaitu peneliti melakukan penelitian secara langsung dengan melakukan pendekatan dengan narasumber.

  2. Kehadiran Peneliti

  Peniliti terjun langsung sehingga terjadi keakraban antara peneliti dan narasumbr sehingga memudahkan peneliti untuk memperoleh data.

  3. Lokasi Penelitian

  Penelitian ini berlokasi di Pegadaian Syariah Semarang yang beralamat di Jl. Majapahit No. 420 Semarang

  4. Sumber Data

  Dalam Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder.Adapun sumber data primer yaitu peneliti memperoleh sumber data informasi yang dikumpulkan langsung dari sumbernya.Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari literatur, buku-buku dan dokumen- dokumen yang berkaitan dengan penelitian skripsi ini.

  5. Teknik Pengumpulan Data a.

  Wawancara Dengan metode ini dapat diperoleh data tentang lelang barang semarang dan ulama yang dalam bidangnya.

  b.

  Dokumentasi Metode Dokumentasi adalah cara pengumplan data yang bersumber pada dokumen. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data berupa foto atau dokumen yang terkait dengan tentang lelang barang jaminan.

  c.

  Observasi Metode observasi adalah cara pengumpulan data dengan cara mengamati langsung obyek yang diteliti.

  6. Teknik Analisis Data

  Metode analisis data dari data kualitatif hasil penelitian pertama akan diperoleh hasil yang menjadi evaluasi pelaksanaan pembelajaran dan digunakan untuk meningkatkan keaktifan pembelajaran selanjutnya, sehingga dapat dikatakan bahwa teknik analisis yang digunakan yaitu analisis kualitatif.

H. Sistematika Penulisan

  Sebagai gambaran-gambaran umum dalam skripsi ini, penulis akan paparkan sekilas tentang sistematika penulisan dalam skripsi ini dengan menggunakan system sebagai berikut :

  Bab I: Merupakan Bab pendahuluan yang menguraikan gambaran rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penegasan istilah, telaah pustaka,dan sistematika penulisan.

  Bab II: merupakan bab pembahasan teoritik yang didalamnya akan diuraikan mengenai gambaran umum tentang Barang jaminan, lelang dan gambaran umum tentang pegadaian syariah.

  Bab III: Pada Bab ini akan di paparkan mengenai gambaran umum tentang lokasi penelitian dan paparan data mengenai pelaksanaan lelang terhadap barang jaminan.

  Bab IV: Pada Bab ini akan diuraikan mengenai analisis Pelaksanaan lelang barang jaminan di pegadaian syariah. Bab V: Merupakan Bab penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan penelitian dan saran penulis.

BAB II KERANGKA TEORITIK A. Barang Jaminan Dalam Perspektif Islam 1. Pengertian Barang Jaminan Zekerheid atau Cautie yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau

  melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagaimana tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap krediturnya. Istilah jaminan dibedakan dengan istilah agunan. Arti jaminan menurut UU Nomor 14 Tahun 1967 diberi istilah “agunan” atau “tanggungan” sedangkan” jaminan” menurut UU Nomor 10 tahun 1998, yaitu keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan sesuai yang diperjanjikan. (Usman,2008:66).

2. Barang-barang yang bisa dijadikan jaminan a.

  Jenis barang jaminan dilihat dari obyek yang dibiayai 1)

  Jaminan Pokok Jaminan pokok adalah barang atau obyek yang dibiayai dengan kredit

  2) Jaminan Tambahan

  Jaminan tambahan adalah barang yang dijadikan jaminan untuk menambah jaminan pokok.

  b.

  Jenis barang jaminan dilihat dari wujud barang 1)

  Jaminan Berwujud Jaminan berwujud adalah jaminan tersebut dapat dilihat dan

  2) Jaminan Tidak Berwujud

  Jaminan tidak berwujud adalah jaminan yang bentuknya hanya komitmen atau janji saja.Walaupun hanya komitmen atau janji saja, hal tersebut harus didokumentasikan kedalam tulisan sehingga, dapat diadministrasikan dengan baik.

  c.

  Jenis barang jaminan dilihat dari pergerakannya 1)

  Barang Bergerak Barang jaminan yang bergerak artinya barang tersebut mudah dipindah tempat dari tempat satu ke tempat lainnya.

  2) Barang Tidak Bergerak

  Barang jaminan yang tidak bergerak adalah jaminan yang tidak dapat dipindah dari satu tempat ke tempat yamg lain.

  d.

  Jenis barang jaminan dilihat dari mudah tidaknya barang diawasi 1)

  Barang yang tidak mudah dikontrol Barang yang tidak mudah dikontrol adalah barang jaminan yang sulit diawasi oleh Bank, karena pergerakannya sangat cepat.

  2) Barang yang mudah dikontrol

  Barang jaminan yang mudah dikontrol adalah barang jaminan yang tidak dapat bergerak.

  ( http://arsipbisnis.wordpress .com/html (Diakses, 24 November 2016)

   Asas-asas Jaminan a.

  Asas Jaminan hutang Undang-undang telah mengatur mengenai hal-hal yang berhubungan dengan jaminan bagi pemberian utang oleh kreditur kepada debitur. Terdapat dua asas umum mengenai jaminan: 1)

  Pasal 1131 KUHPerdata, pasal tersebut menentukan bahwa segala harta kekayaan debitur, baik yang berupa benda bergerak maupun benda tetap, baik yang sudah ada ataupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan bagi semua perikatan yang dibuat oleh debitur dengan para krediturnya. Dengan kata lain

  pasal 1311 KUHPerdata member ketentuan bahwa apabila debitur wanprestasi, maka hasil penjualan atas semua harta kekayaan debitur tanpa kecuali, merupakan sumber pelunasan bagi hutangnya

  2) Asas yang kedua pasal 1132 KUHPerdata, bahwa kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua pihak yang memberikan hutang kepada debitur, sehingga apabila kreditur wanprestasi, maka hasil penjualan atas harta kekayaan debitur dibagikan secara proporsional menurut besarnya piutang masing-masing kreditur, kecuali apabila diantara para kreditur tersebut terdapat alasan-alasan yang yang sah untuk didahulukan dari kreditur-kreditur lain.

  b.

  Asas-asas mengenai hak jaminan Asas territorial, menentukan barang jaminan yang adadi Indonesia hanya dapat jaminan hutang sejauh perjanjian hutang maupun pengikatan hipotik tersebut dibuat di Indonesia. 2)

  Asas aksesoir, bahwa suatu perjanjian ada apabila terdapat perjanjian pokoknya.

  3) Asas hak preferensi bahwa oihak kreditur kepada siapa debitur telah menjamin hutangnya pada umumnya mempunyai hak atas jaminan kredit tersebut untuk pelunasan hutangnya yang harus didahulukan dari kreditur lainnya.

  4) Asas non distribusi, bahwa suatu hak jaminan tidak dapat dipecah-pecah kepada beberapa kreditur.

  5) Asas publisitas, bahwa suatu jaminan hutang harus dipublikasikan sehingga diketahui umum.

  6) Asas eksistensi benda, bahwa suatu hipotik atau hak tanggungan hanya dapat diletakkan pada benda yang benar-benar ada.

  7) Asas eksistensi perjanjian pokok, bahwa benda jaminan dapat diikat setelah adanya perjanjian pokok.

  8) Asas larangan janji benda jaminan dimiliki untuk sendiri kreditur dilarang untuk memiliki benda jaminan untuk diri sendiri.

4. Jaminan Menurut Hukum Islam

  a) Dasar Hukum

  Dalil yang mendasari legislasi akad dlaman adalah Al-Quran, Hadist,

   Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya". (Q.S. Al-Yusuf

  72)

   Tanyakanlah kepada mereka: "Siapakah di antara mereka yang bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil itu?". (Q.S. Al-

  Qolam :40) (Tim laskar pelangi,2013:170)

  b) Definisi

  Secara etimologis, dlaman adalah kesanggupan.Sedangkan terminologi dlaman memiliki beberapa konteks. Dalam konteks utang- piutang (ad-duyun) terminologi dlaman adalah, sebuah kontrak kesanggupan menjamin atas hak yang telah menjadi tanggungan orang lain. Dalam konteks barang-barang yang harus dikembalikan secara fisik oleh seseorang (al-a’yan al-madlmunah), terminologi dlaman adalah, kontrak kesanggupan menjamin pengembalian (radd) barang- barang madlmunah. (Tim laskar pelangi,2013:170) c) Struktur Akad

  Secara akad dlaman dalam konteks menjamin hutang (dain), terdiri dari lima rukun. Yaitu dlamin, madlmun lah, madlmun ‘anhu,

  1. Dlamin

  Yaitu pihak yang menyanggupi penjaminan hutang madlmun ‘anhu.

  2. Madlmun Lah

  Yaitu pemilik piutang dalam tanggungan mudlmun ‘anhu, dan mendapat jaminan dari dlamin.

  3. Madlmun ‘Anhu

  Yaitu pihak yang memiliki hutang pada madlmun lah, dan dijaminkan hutangnya oleh pihak dlamin.

  4. Madlmun Bih

  Yaitu hutang madlmun ‘anhu kepada madlmun lah, yang menjadi obyek akad dlaman.

  5. Shighat Shighat atau bahasa transaksi dalam akad dlaman meliputi ijab

  dan qabul yang menunjukan makna kesanggupan atau komitmen (iltizam), baik secara eksplisit (sharih) atau implisit (kinayah).

  (Tim laskar pelangi,2013:171-174) d) Konsekuensi Hukum Akad Dlaman

  Setelah akad dlaman terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya, selanjutnya akan menetapkan konsekuensi hukum, sebagai berikut: Bagi madlmun lah berhak menagih piutangnya kepada dua pihak, dlamin dan madlmun ‘anhu.

  2) Apabila pihak madlmun ‘anhu telah melakukan pembayaran hutangnya kepada pihak madlmun lah, maka tanggungannya menjadi terbebas, demikian juga tanggungan dlamin.

  3) Apabila madlmun lah membebaskan piutangnya dari tanggungan madlmun ‘anhu, maka tanggungan dlamin juga turut bebas, sesuai kaidah, at-tabi’ tabi’.

  4) Apabila salah satu dari dlamin dan madlmun ‘anhu mati, maka hutangnya yang mu’ajjal berubah menjadi hal, sebab kematian menjadikan tanggungan yang bersifat kredit menjadi cash (jatuh tempo). (Tim laskar pelangi, 2013:174-178) 5.

   Fungsi Jaminan

  Jaminan memiliki fungsi antara lain: a.

  Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau prokyeknya dengan merugikan dirinya sendiri atau perusahaannya dapat dicegah. b.

  Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat- syarat yang disetujui agar debitur dan pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank. Memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak lembaga keuangan bahwa kreditnya akan tetap kembali dengan cara mengeksekusi jaminan kredit.

  d.

  Memberikan hak dan kekuasaan kepada lembaga keuangan untuk mendapatkan pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji yaitu untuk pengembalian dana yang dikeluarkan oleh debitur pada waktu yang telah ditentukan. (Ali, 2008:1)

B. Tinjauan Umum Tentang Gadai 1. Pengertian Gadai

  Gadai ini diatur dalam Buku II Titel 20 Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1161 KUHPerdata.

  Menurut Pasal 1150 KUHPerdata pengertian dari gadai adalah: Suatu hak yang diperoleh seorang kreditor atas suatu barang bergerak yang bertubuh maupun tidak bertubuh yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana harus didahulukan.

  Dari definisi gadai tersebut terkandung adanya beberapa unsur pokok, yaitu : a.

  Gadai lahir karena perjanjian penyerahan kekuasaan atas barang b.

  Penyerahan itu dapat dilakukan oleh debitor atau orang lain atas nama debitor c.

  Barang yang menjadi obyek gadai hanya barang bergerak, baik bertubuh maupun tidak bertubuh d.

  Kreditor pemegang gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari barang gadai lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya.

  (Kashadi,2003:13) 2.

   Sifat-sifat Gadai a.

  Gadai adalah hak kebendaan Dalam Pasal 1150 KUHPerdata tidak disebutkan sifat ini, namun demikian sifat kebendaan ini dapat diketahui dari Pasal

  1152 ayat (3) KUHPerdata yang mengatakan bahwa : “Pemegang gadai mempunyai hak revindikasi dari Pasal 1977 ayat (2) KUHPerdata apabila barang gadai hilang atau dicuri.” Oleh karena hak gadai mengandung hak revindikasi, maka hak gadai merupakan hak kebendaan sebab revindikasi merupakan ciri khas dari hak kebendaan.Hak kebendaan dari hak gadai bukanlah hak untuk menikmati suatu benda seperti eigendom, hak bezit, hak pakai dan sebagainya.Memang benda gadai harus diserahkan kepada kreditor tetapi tidak untuk dinikmati, melainkan untuk menjamin piutangnya dengan mengambil, penggantian dari benda tersebut guna membayar piutangnya. Hak gadai bersifat accessoir

  Hak gadai hanya merupakan tambahan saja dari perjanjian pkoknya, yang berupa perjanjian pinjam uang. Sehingga bolehdikatakan bahwa seseorang akan mempunyai hak gadai apabila ia mempunyai piutang, dan tidak mungkin seseorang dapat mempunyai hak gadai tanpa mempunyai piutang. Jadi hak gadai merupakan hak tambahan atau accessoir, yang ada dan tidaknya tergantung dari ada dan tidaknya piutang yang merupakan perjanjian pokoknya.