PELAKSANAAN AKAD DALAM GADAI EMAS SYARIAH PADA PEGADAIAN SYARIAH CABANG RADEN INTAN

(1)

ABSTRAK

PELAKSANAAN AKAD DALAM GADAI EMAS SYARIAH PADA PEGADAIAN SYARIAH CABANG RADEN INTAN

Oleh: EGI SASMITA

Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan memiliki fungsi menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat, dengan produk yang banyak digemari oleh masyarakat yaitu gadai emas syariah Gadai emas syariah merupakan produk pembiayaan berdasar jaminan berupa emas dalam bentuk batangan atau perhiasan. Sistem gadai emas syariah ini sangat menguntungkan ketika ada kebutuhan mendesak karena proses pencairan tidak membutuhkan waktu lama. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan gadai emas di Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan, syarat dan prosedur gadai emas, serta hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan gadai emas di Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan. Penelitian ini juga membahas tentang penyelesaian hukum jika rahin melakukan wanprestasi.

Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris dan yuridis normatif. Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi lapangan. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Selanjutnya, dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa terdapat Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan melaksanakan akad rahn dan akad ijarah sebagai landasan untuk keabsahan dan kesepakatan dalam bertransaksi pinjam meminjam antara

rahin dengan pegadaian syariah. Dalam pelaksanaannya, kedua akad tersebut telah dilakukan sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002. Syarat dan prosedur juga sudah sesuai dengan Pedoman Operasional Gadai Syariah (POGS). Penyelesaian hukum jika rahin (nasabah) melakukan wanprestasi yang dilakukan oleh Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan yaitu dengan 3 tahapan penyelesaian yaitu peringatan / somasi, musyawarah, dan jika tidak ada niat baik darirahinmaka dilakukan lelang padamarhun(emas), Kata Kunci: Gadai Emas Syariah, Akad, Pegadaian Syariah.


(2)

PADA PEGADAIAN SYARIAH CABANG RADEN INTAN

Oleh EGI SASMITA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 12 Maret 1992, dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Gasia dan Ibu Erna Wati.

Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak Arrusdah II Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 1998, penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 1 waykandis Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2004, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ditempuh di SMP Negeri 19 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2007, dan menyelesaikan pendidikan di Madrasah Aliah Negeri I Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur PKAB pada tahun 2010.

Selama menjadi mahasiswa, penulis merupakan angkatan pertama mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi, dan bertahan selama delapan semester. Penulis juga mengikuti organisasi kemahasiswaan pada Fakultas Hukum Universitas Lampung yaitu dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKM-F) Pusat Studi Bantuan Hukum (PSBH) dan Himpunan Mahasiswa Perdata.


(6)

"Penjual dan pembeli keduanya bebas memilih selagi keduanya belum berpisah. Maka jika keduanya jujur dan saling menjelaskan dengan benar, maka akan diberkahi pada bisnis keduanya. Namun jika menyembunyikan cacat dan dusta, maka terhapuslah keberkahan jual

beli tersebut." (HR. Bukhari–Muslim)

Pinjaman itu harus dikembalikan dan orang yang meminjam adalah yang berutang. Dan utang itu dibayar."


(7)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh isinya, serta hakim yang maha adil di yaumil akhir kelak, sebab, hanya dengan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“Pelaksanaan Akad dalam Gadai Emas Syariah pada Pegadaian Syariah

Cabang Raden Intan”sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini.

Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;


(8)

meluangkan waktu disela-sela kesibukannya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Ibu Aprilianti, S.H., M.H.. Pembimbing II yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Ibu Nilla Nargis, S.H.,M.H., Pembahas I yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

6. Ibu Siti Nurhasanah, S.H., M.H., Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

7. Bapak Elman Edy Patra, S.H., M.H., Pembimbing Akademik, yang telah membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

8. Bapak Muhammad Zulfikar, S.H., M.H.,

9. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;

10. Teristimewa untuk kedua orangtuaku Abi dan Mami yang telah menjadi pahlawan terhebat dalam hidupku, yang tiada hentinya melelahkan diri memberikan kasih sayang, semangat, dan doa yang tak pernah putus untuk kebahagian dan kesuksesanku. Terimakasih atas segalanya semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa membuat kalian tersenyum dalam kebahagiaan;


(9)

11. Kakakku Dedy Irawan, S.H. dan Adikku Trisia Fira Adela, terima kasih untuk selalu mendoakan dan menyemangati. Semoga kita dapat menjadi anak yang dibanggakan oleh Abi dan Mami;

12. Orang-orang terbaik yang ada di hidupku Shifra Janeczka Nasution, S.H., Citra Sari Narulita, S.H, Andi Kusnadi, S.H, Andika Putri, Haris, Indra Budi, Marullfa, Inez, Rizki Aprilianti, Kak Mya, Kak Tya serta seluruh team Herbalifeku yang selalu ada untukku dan menemani hari-hariku serta senantiasa memberikan semangat dan dukungannya. Semoga persahabatan kita untuk selamanya;

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis,


(10)

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

RIWAYAT HIDUP... iv

MOTTO...v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

SANWACANA... vii

DAFTAR ISI... xi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian...10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gadai ...12

1. Pengertian Gadai...12

2. Sifat-Sifat Gadai ...14

3. Subyek dan Obyek Gadai ...15

B. Gadai Syariah ...16

1. Pengertian Gadai Syariah (Ar-Rahn) ...16

2. Landasan HukumRahn...17

3. RukunRahn...19

4. SyaratRahn...20

C. Riba dalam Pandangan Islam ...21

D. Akad ...22


(12)

3. Berakhirnya Akad ...27

E. Wanprestasi...28

F. Kerangka Pikir ...29

III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian...31

B. Tipe Penelitian ...32

C. Sumber Data...32

D. Metode Pengumpulan Data...34

E. Pengolahan dan Analisis Data ...34

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan ...36

1. Sejarah Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan ...37

2. Visi dan Misi ...39

3. Struktur Organisasi, Tugas, dan Jabatan ...39

4. Produk yang Ditawarkan ...43

B. Pelaksaan Gadai Emas Syariah pada Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan ...43

1. Syarat dan Prosedur Gadai Emas Syariah di Pegadaian Syariah ...46

2. Plafon Pinjaman di Pegadaian Syariah ...54

3. Biaya Sewa Modal (Ijarah) yang Harus Dibayar ...55

4. Prosedur Penaksiran Barang ...58

5. Lama Masa Gadai ...59

6.Rusak, Hilang, dan Musnahnya Emas (Marhuh)...59

7. Berakhirnya Hak Gadai Syariah ...61

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pelaksanaan Gadai Emas Syariah ...61


(13)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...70 B. Saran ...72


(14)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan agama yang sempurna dengan Al-Qur’an sebagai sumber utamanya, kegiatan perekonomian dalam Islam tidak hanya sekedar anjuran semata namun lebih merupakan tuntutan kehidupan yang memiliki nilai ibadah. Ajaran Islam tidak menghendaki kehidupan utamanya dalam kekurangan khususnya dalam aspek ekonomi karena kekayaan materi juga merupakan bagian yang penting dalam kehidupan kaum muslimin.

Adanya pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, membuat para pelaku ekonomi baik pemerintahan maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum memerlukan dana yang besar. Kebutuhan pendanaan tersebut sebagian besar dapat dipenuhi melalui kegiatan pinjam meminjam.

Kegiatan pinjam meminjam ini dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum dengan suatu lembaga, baik lembaga informal maupun formal. Indonesia yang sebagian masyarakatnya masih berada di garis kemiskinan cenderung memilih melakukan kegiatan pinjam meminjam kepada lembaga informal seperti misalnya renternir. Kencenderungan ini dilakukan karena mudahnya persyaratan yang harus dipenuhi, mudah diakses dan dapat dilakukan dengan waktu yang relatif singkat,


(15)

2

namun dibalik kemudahan tersebut, renternir atau sejenisnya menekan masyarakat dengan tingginya bunga.1

Saat ini, masih terdapat kesan pada masyarakat bahwa meminjam dana ke bank adalah suatu hal yang lebih membanggakan dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya, namun dalam prosesnya, meminjam dana ke bank memerlukan waktu yang relatif lama dengan persyaratan dan prosedur yang rumit serta agunan yang terbilang cukup besar.

Perum pegadaian menawarkan akses yang lebih mudah dalam memenuhi kebutuhan dana, namun ini banyak orang yang merasa malu dan canggung untuk datang ke kantor pegadaian terdekat, hal ini tidak terlepas dari sejarah perum pegadaian yang awalnya merupakan sarana alternatif bagi masyarakat ekonomi lemah untuk memperoleh pinjaman uang secara aman dan praktis dengan hanya mengandalkan barang berharganya. Secara umum faktor penyebab rendahnya minat masyarakat dalam memanfaatkan jasa pegadaian ini, karena minimnya pengetahuan masyarakat atas produk yang ditawarkan serta minimnya sosialisasi yang dilakukan pihak manajemen Perum pegadaian dalam memperkenalkan produk-produknya Perum pegadaian, kini mulai membangun citra barunya sebagai sebuah lembaga keuangan yang professional dengan mengusung motto : “Menyelesaikan masalah tanpa masalah”, demikian pula kalangan nasabahnya, tidak lagi terlepas dari golongan ekonomi menengah ke bawah tapi telah menjangkau pula kalangan ekonomi atas, hal ini tidak terlepas dari kebijakan pengembangan produk layanannya yang semakin kompleks, yaitu tidak hanya

1


(16)

mencakup jasa gadai tapi juga jasa taksiran, jasa titipan, jasa lelang, dan tidak ketinggalan jasa layanan galerinya.

Pinjaman pada pegadaian lebih mudah diperoleh calon nasabah karena menjaminkan barang-barang yang mudah didapat pula, hal ini membuat lembaga pegadaian kian diminati oleh banyak kalangan masyarakat, demikian pula dilihat dari aspek prosedur pelayanannya, Perum pegadaian relatif memiliki kelebihan dibanding lembaga keuangan lainnya. Kelebihan-kelebihan yang dimaksud yaitu:2

1. Hanya memerlukan waktu yang relatif singkat untuk mencairkan uang pinjaman tepat pada hari yang dibutuhkan, hal ini disebabkan prosedur peminjamannya tidak berbelit-belit;

2. Persyaratan yang ditentukan untuk mencairkan pinjaman sangat sederhana; 3. Tidak adanya ketentuan dari pihak pegadaian mengenai peruntukkan uang

yang dipinjam sehingga nasabah bebas menggunakan uang tersebut untuk tujuan apapun.

Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) Pegadaian Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan pegadaian. Satu hal yang perlu dicermati bahwa PP Nomor 10 Tahun 1990 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum

2

Kasmir,Bank dan Lembaga-lembaga Keuangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 249


(17)

4

(Perum) Pegadaian yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang.3

Sebagai lembaga yang bergerak memenuhi kebutuhan masyarakat, Perum pegadaian termotivasi untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan masyarakat saat ini, khususnya masyarakat muslim yang semakin tertarik dengan pelayanan syariah yaitu mengembangkan usaha dengan konsep rahndi pegadaian syariah. Hadirnya pegadaian syariah sebagai sebuah lembaga keuangan formal yang berbentuk unit dari Perum Pegadaian di Indonesia merupakan hal yang menggembirakan. Pegadaian syariah bertugas menyalurkan pembiayaan dalam bentuk pemberian uang pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan berdasarkan hukum gadai syariah. Karakteristik dari pegadaian syariah adalah tidak ada pungutan berbentuk bunga, dalam konteks ini, uang ditempatkan sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditi yang diperjualbelikan, tetapi, mengambil keuntungan dari hasil imbalan jasa yang ditawarkan.

Dibandingkan dengan pegadaian konvensional, pertumbuhan pegadaian syariah relatif lebih tinggi, hal ini dikarenakan sistem syariah dianggap lebih baik, terutama oleh masyarakat muslim. Banyak yang memilih menggadaikan secara syariah karena dinilai lebih sesuai dengan ajaran Islam. Perhitungan akad di pegadaian syariah dihitung per 10 hari, hal ini berbeda dengan pegadaian konvensional yang dihitung per 15 hari. Tentu saja hal ini lebih menguntungkan bagi nasabah yang ingin meminjam uang dengan jangka waktu pendek.

3

Abdul Ghofur Anshari, Gadai Syariah di Indonesia: Konsep, Implementasi dan Institusionalisasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2006, hlm. 3


(18)

Gadai dalam fiqh disebut rahn, yang menurut bahasa adalah tetap, kekal, dan jaminan. Gadai syariah adalah produk jasa berupa pemberian pinjaman menggunakan sistem gadai dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip syariat Islam, yaitu antara lain tidak menentukan tarif jasa dari besarnya uang pinjaman.4

Gadai syariah berkembang pasca diterbitkannnya Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (Fatwa DSN-MUI) No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang

rahn dan Fatwa DSN-MUI No.26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn emas. Sejak saat itu jasa gadai syariah marak berkembang di berbagai lembaga keuangan.

Gadai syariah pada Perum pegadaian terbentuk pada tanggal 14 Januari 2003 dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah. Pembentukan itu berdasarkan nota kesepakatan kerjasama yang dibuat antara Perum Pegadaian dan Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 20 Desember 2002.5 Gadai syariah adalah produk jasa gadai yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah dengan mengacu pada sistem administrasi modern, dalam azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas. Ketiga azas ini harus diselaraskan dengan nilai-nilai Islam, sehingga dapat berjalan seiring dan terintegrasi dengan menejemen perusahaan secara keseluruhan.6

Nasabah dalam gadai syariah tidak dikenakan bunga tetap yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan serta penaksiran barang yang digadaikan. Perbedaan utama antara biaya gadai syariah dan bunga gadaian

4

H. Zainudin Ali,Hukum Gadai Syariah,Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 11

5

Topan R. Sanusi,Urgensi Pegadaian Syariah, Warta Pegadaian Edisi Mei 2004, hlm. 16

6


(19)

6

konvensional adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sementara biaya gadai syariah hanya sekali dan ditetapkan dimuka.7

Gadai syariah harus memenuhi rukun dan syaratnya. Rukun gadai tersebut antara lain: Ar-Rahin (orang yang menggadaikan), Al-Murtahin (orang yang menerima gadai), Al-Marhun (barang yang digadaikan), Al-Marhun bih (utang) dan Sighat

(IjabdanQobul), sedangkan syarat gadai antara lain:RahindanMurtahin, Sighat, Marhun bih dan Marhun, dalam gadai konvensional, hak gadai hanya berlaku pada benda bergerak, sedangkan dalam hukum Islam rahn berlaku pada seluruh harta, baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak dan harus sesuai dengan syariah yang terhindar dari praktekriba, gharar dan maysir.8

Kegiatan pembiayaan yang diberikan oleh Pegadaian Syariah sebagai murtahin

kepada nasabahnya sebagai rahin diikat dengan berbagai akad yang sah sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah. Akad secara etimologis berarti ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun secara maknawi. Secara istilah, akad adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab kabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada obyeknya.9 Pada dasarnya akad dalam pegadaian syariah berjalan dua akad yaitu akad rahn dan akad ijarah. Akadrahn

dilakukan pihak pegadaian untuk menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah. Sedangkan akad ijarah yaitu akad pemindahan hak guna atas

7

Sofiniyah,Mengatasi Masalah Dengan Pegadaian Syariah, Renaisan, Jakarta, 2005, hlm. 14

8

Hari Sudarsono,Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ekonisia, Yogyakarta, 2006, hlm. 172

9

Rahmat Syafei,Fiqh Muamalah untuk UIN, STAIN, PTAIS dan Umum,Pustaka Setia,Bandung, 2006, hlm. 44


(20)

barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri.10

PT. Pegadaian Syariah (Persero) Cabang Raden Intan (Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan), merupakan lembaga keuangan yang kegiatan usahanya bergerak di bidang gadai sebagai pegadaian syariah. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan didirikan pada tanggal 22 April 2008. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan didirikan dalam rangka memenuhi kebutuhan nasabah, baik nasabah muslim maupun non muslim yang menginginkan trasnsaksi pembiayaan yang aman, cepat, tanpa riba. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan yang beralamat di Jalan Ahmad Yani No.55, Bandar Lampung ini merupakan kantor cabang utama untuk daerah Bandar Lampung. Lokasi Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan sangat strategis yaitu berada di tengah-tengah kota, hal ini tentunya sangat menguntungkan karena mudah di jangkau dan ditemukan oleh para nasabah.

Salah satu produk Pegadaian Syariah Cabang Raden intan yaitu gadai emas syariah,rahinyang membutuhkan dana cepat dapat mendatangi pegadaian syariah untuk dapat meminjaman uang, rahin menggunakan emas sebagai barang gadai, emas yang digadaikan selanjutnya ditahan oleh pihak pegadaian syariah sebagai jaminan, dalam transaksi gadai emas syariah terdapat dua akad yaitu akad rahn

dan akad ijarah, akad rahn nya berupa penahanan emas yang dilakukan pihak pegadaian syariah sebagai jaminan dari utang rahin, selanjutnya rahin menyewa tempat di pegadaian syariah untuk menyimpan atau menitipkan emasnya, kemudian pihak pegadaian syariah menetapkan biaya sewa tempat serta biaya

10

M. Sholahuddin, Lembaga Ekonomi Dan Keuangan Islam, Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2006, hlm. 87


(21)

8

pemeliharaan dan penyimpanan, biaya sewa tempat, pemeliharaan, dan penyimpanan ini lah yang dimaksud dengan akadijarah.

Gadai emas syariah merupakan produk pembiayaan atas dasar jaminan berupa emas dalam bentuk batangan atau perhiasan. Gadai emas syariah memiliki potensi pengembangan bisnis cukup signifikan pada beberapa tahun belakangan ini. Peningkatan harga emas disebabkan karena emas memiliki nilai instrinsik yang lebih stabil dibandingkan mata uang kertas seperti rupiah atau dolar. Sehingga masyarakat lebih tertarik menggadaikan barang jaminannya berupa emas karena nilai ekonomisnya yang sangat tinggi dari pada barang elektronik dan kendaraan yang terkadang bisa jatuh nilai ekonomisnya.

Sistem gadai emas syariah ini sangat menguntungkan ketika ada kebutuhan mendesak karena proses pencairan tidak membutuhkan waktu lama. Sistem gadai emas syariah juga sangat menguntungkan bagi sebagian orang yang senang memanfaatkan momentum tren sebuah bisnis, misalnya menyambut liburan keagamaan terutama Idul Fitri, dengan menggunakan sistem gadai emas syariah ini dapat digunakan sebagai modal pembelian barang dagangannya. Sistem gadai jauh lebih menguntungkan daripada menjual emas tersebut. Gadai emas syariah bisa dilakukan diberbagai macam tempat, tetapi yang paling umum ditemukan di Indonesia adalah melalui pegadaian syariah dan bank syariah.

Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan memiliki fungsi menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan memiliki suatu produk yang banyak digemari oleh masyarakat yaitu gadai emas syariah, hal ini dapat kita lihat dari data nasabah gadai emas syariah


(22)

selama dua tahun terakhir yaitu pada tahun 2013 sebanyak 3816 orang dan tahun 2014 sebanyak 3098 orang. Masyarakat lebih tertarik menggadaikan emasnya di pegadaian syariah karena pegadaian syariah terhindar dari riba, gharar, dan

maisyirserta operasionalnya dibawah pengawasan Dewan Syariah.

Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur dana kepada masyarakat tetap harus melakukan secara hati-hati. Kehati-hatian diperlukan karena resiko dalam kegiatan gadai emas rentan terjadi karena dalam pelaksanaan gadai emas syariah tidak jarang ada rahin yang melakukan kesalahan dalam melakukan kewajibannya untuk membayar pinjaman uang kepada pegadaian syariah, karena disebabkan kurangnya pemahaman mengenai akibat hukum yang akan timbul apabila rahin melalaikan kewajibannya, tidak terpenuhinya kewajiban disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu :11

a. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak terpenuhi kewajiban maupun kelalaian;

b. Karena keadaan memaksa atau diluar kemampuan debitur (overmacht, force majeur), jadi dalam hal ini debitur tidak bersalah.

Berdasarkan latar belakang inilah penulis tertarik untuk mengambil judul :

“Pelaksanaan Akad dalam Gadai Emas Syariah pada Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan”.

11

Abdul Kadir Muhammad,Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 203


(23)

10

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan Penelitian

Permasalahan dalam skripsi ini adalah, “Bagaimanakah pelaksanaan gadai emas syariah pada Pegadaian Syariah CabangRaden Intan?”, pokok bahasan meliputi: a. Syarat dan prosedur pelaksanaan gadai emas syariah

b. Hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan gadai emas syariah c. Penyelesaian hukum jikarahin(nasabah) melakukan wanprestasi

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah analisis akad dalam gadai emas syariah, dari syarat dan prosedur pelaksanaan, hak dan kewajiban para pihak, serta penyelesaian hukum jikarahin(nasabah) melakukan wanprestasi. Lingkup bidang ilmu dalam penelitian ini adalah hukum keperdataan, khususnya hukum ekonomi syariah yang dispesifikasikan pada hukum gadai syariah (gadai emas syariah).

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan :

a. Memahami dan mengkaji syarat dan prosedur pelaksanaan gadai emas syariah; b. Memahami dan mengkaji hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan

gadai emas syariah;

c. Memahami dan mengkaji penyelesaian hukum jika rahin(nasabah) melakukan wanprestasi.


(24)

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran dan perkembangan pengetahuan ilmu hukum ekonomi mengenai gadai khususnya gadai syariah. b. Kegunaan Praktis

1) Menambah pengetahuan bagi peneliti mengenai gadai syariah dalam pelaksaan akad dalam gadai emas syariah ;

2) Menambah bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan referensi yang dapat digunakan untuk penelitian lanjutan yang berkaitan dengan permasalahan dan pokok bahasan gadai syariah;

3) Sebagai pemenuhan salah satu syarat akademik bagi peneliti untuk menyelasaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gadai

1. Pengertian Gadai

Definisi gadai secara umum diatur dalam Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu :

“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu barang bergerak yang bertumbuh maupun tidak bertumbuh yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, dan yang akan memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu daripada kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana yang harus didahulukan.”

Dari definisi gadai tersebut terkandung adanya beberapa unsur pokok, yaitu :13 a. Gadai lahir karena perjanjian penyerahan kekuasaan atas barang gadai

kepada kreditur pemegang gadai;

b. Penyerahan itu dapat dilakukan oleh debitur atau orang lain atas nama debitur;

c. Barang yang menjadi obyek gadai hanya benda bergerak, baik bertubuh maupun tidak bertubuh;

13

Purwahid Patrik dan Kashadi,Hukum Jaminan, Fakultas Hukum Undip, Semarang, 2003, hlm. 13


(26)

d. Kreditur pemegang gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari barang gadai lebih dahulu daripada kreditur-kreditur lainnya.

KUH Perdata mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan dan hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan, hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan senantiasa tertuju pada benda milik orang lain, benda milik orang lain dapat berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Untuk benda jaminan milik orang lain yang berupa benda bergerak maka hak kebendaan tersebut adalah hak gadai, sedangkan benda jaminan orang lain yang berupa benda tidak bergerak maka hak kebendaan tersebut adalah hak tanggungan.14

Gadai merupakan jaminan dengan menguasai bendanya sedangkan hak tanggungan merupakan jaminan dengan tanpa menguasai bendanya, gadai di Indonesia dalam praktek perbankan sedikit sekali dipergunakan, kadang-kadang hanya sebagai jaminan tambahan dari jaminan pokok yang lain. Hal demikian terjadi karena terbentur pada syarat inbezitstelling pada gadai, padahal si debitur masih membutuhkan benda jaminan tersebut.15

Pegadaian sebagai Perusahaan Negara dalam bentuk lembaga keuangan bukan bank yang menjalankan usaha dalam bidang pembiayaan berdasarkan suatu perjanjian antara pihak-pihak dalam hal ini antara debitur (nasabah) dan kreditur (Pegadaian) atas dasar hukum gadai. Pegadaian adalah Perusahaan Negara sebagai Badan Usaha Milik Negara berbentuk Perum yang diperuntukkan bagi masyarakat

14

Ibid, hlm. 12

15


(27)

14

luas yang berpenghasilan rendah dan membutuhkan dana untuk membiayai kebutuhan tertentu yang sangat mendesak.16

2. Sifat-Sifat Gadai

Secara garis besar sifat-sifat gadai adalah sebagai berikut :17 a. Gadai adalah hak kebendaan;

Hak kebendaan dari hak gadai bukanlah hak untuk menikmati suatu benda seperti eigendom, hak bezit, hak pakai, dan sebagainya. Benda gadai memang harus diserahkan kepada kreditur tetapi tidak untuk dinikmati, melainkan untuk menjamin piutangnya dengan mengambil penggantian dari benda tersebut guna membayar piutangnya.

b. Hak gadai bersifataccessoir

Hak gadai hanya merupakan tambahan saja dari perjanjian pokoknya, yang berupa perjanjian pinjam uang, sehingga boleh dikatakan bahwa seseorang akan mempunyai hak gadai apabila ia mempunyai piutang dan tidak mungkin seseorang dapat mempunyai hak gadai tanpa mempunyai piutang. Jadi hak gadai merupakan hak tambahan atau accessoir, yang ada dan tidaknya bergantung dari ada dan tidaknya piutang yang merupakan perjanjian pokoknya, dengan demikian hak gadai akan dihapus jika perjanjian pokoknya hapus.

16

Aprilianti, Lembaga Pegadaian dalam Perspektif Hukum, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2007, hlm. 6 - 7

17


(28)

c. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi

Karena hak gadai tidak dapat dibagi-bagi, maka dengan dibayarkannya sebagian hutang tidak akan membebaskan sebagian dari benda gadai. Hak gadai tetap membebani hak gadai secara keseluruhan.

d. Hak gadai adalah hak yang didahulukan

Hak gadai adalah hak yang didahulukan. Ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 1133 dan Pasal 1150 KUH Perdata, karena piutang dengan hak gadai mempunyai hak untuk didahulukan daripada piutang-piutang lainnya, maka kreditur pemegang gadai mempunyai hak mendahulukan (droit de preference).

e. Benda yang menjadi obyek hak gadai adalah benda bergerak, baik yang bertubuh maupun yang tidak bertubuh.

f. Hak gadai adalah hak jaminan yang kuat dan mudah penyitaannya.

3. Subyek dan Obyek Gadai

Subyek gadai biasanya adalah pemberi gadai atau debitur itu sendiri, namum dapat juga dilakukan oleh orang lain atas nama debitur, jadi disini ada seorang yang menggadaikan barang miliknya untuk utang yang dibuat debitur, demikian juga pemegang gadai biasanya adalah kreditur sendiri yang dapat menuntut barang gadai yang dijaminkan padanya.18

Obyek dari gadai adalah segala benda bergerak, baik yang bertubuh maupun tidak bertubuh, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1150 jo. Pasal 1152 Ayat (1), 1152 bis,

18


(29)

16

dan 1153 KUH Perdata, namun benda bergerak yang tidak dapat dipindahtangankan tidak dapat digadaikan.19

B. Gadai Syariah

1. Pengertian Gadai Syariah (Ar-Rahn)

Secara etimologi dalam bahasa Arab, kata ar-rahn berarti “tetap” dan “lestari”.

Kata ar-rahn juga dinamai al-habsu artinya “penahanan”, seperti dikatakan

ni’matul rahinah, artinya “karunia yang tetap dan lestari”. Pengertian yang

terkadung dalam istilah tersebut “menjadikan barang yang mempunyai nilai harta

menurut pandangan syara’ sebagai jaminan utang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang atau ia bisa mengambil sebagian (manfaat) barang itu.20

Ar-rahn adalah menahan salah satu harta si peminjam sebagai jaminan atas yang diterimanya. Barang yang ditahan tahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bawahrahnadalah semacam jaminan utang atau gadai.21

Gadai adalah menjadikan suatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan utang, dengan adanya benda yang menjadi tanggungan itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima,22sedang menururt Hasbi Ash Shiddieqy,rahn

19

Ibid, hlm. 17

20

H. Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K. Lubis,Hukum Perjanjian dalam Islam, Sinar Grafika, Medan, 2004, hlm. 139

21

Sayyid Sabiq,Fiqhus Sunnah, Pusaka Progressif,Surabaya, 2009, hlm. 542.

22


(30)

adalah akad yang objeknya menahan harga terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran sempurna darinya.23

Jadi, kesimpulannya bahwa rahn adalah menahan barang jaminan milik si peminjam (rahin), baik yang bersifat materi atau manfaat tertentu, sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang diterima tersebut memiliki nilai ekonomis, sehingga pihak yang menahan (murtahin) memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian hutangnya dari barang gadai tersebut apabila pihak yang menggadaikannya tidak dapat membayar tepat waktunya.

2. Landasan HukumRahn

Dasar hukum yang menjadi landasan gadai syariah adalah Al-Qur’an, hadist Nabi

Muhammad SAW, Ijma, dan fatwa MUI. Hal dimaksud diungkapkan sebagai berikut:24

a. Al-Qur’an :

Surat Al- Baqarah ayat 283 digunakan sebagai dasar dalam membangun konsep gadai dan berbunyi sebagai berikut :

“Jika kamu dalam perjalanan (dan kamu melakukan muamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dapat dijadikan sebagai pegangan (oleh yang mengutangkan), tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yuang dipercaya itu menunaikan amanat (utangnya) dan hendaknya ia bertakwa kepada Allah SWT, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyiak kesaksian, karena barang siapa menyembunyikannya, sungguh hatinya kotor (berdosa), Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ayat tersebut secara eksplisi menyebutkan “barang tanggungan yang dapat dijadikan sebagai pegangan (oleh orang yang mengutangkan)”. Dalam dunia 23

Hasbi Ash-Shiddieqy,Pengantar Fiqh Muamalah, Bulan Bintang, Jakarta, 2006, hlm. 86-87

24


(31)

18

finansial, barang tanggungan bisa dikenal dengan jaminan (collateral) atau objek pegadaian.

b. Hadist Nabi Muhammad SAW

Dasar hukum yang kedua untuk dijadikan rujukan dalam membuat rumusan gadai syariah adalah hadis Nabi Muhammad SAW, yang antara lain diungkapkan sebagai berikut :

1) Hadist Aisyah ra, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang berbunyi :

“Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam pernah membeli makanan dari

orang Yahudi dengan tempo (kredit) dan beliau mengagunkan baju

besinya.” (HR Bukhari dan Muslim).

2) Hadist dari Anas bin Malik ra, yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang berbunyi :

“Sesungguhnya Nabi Shalallahu alaihi wasalam pernah mengagunkan baju

besinya di Madinah kepada orang Yahudi, sementara Beliau mengambil

gandum dari orang tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga Beliau.”

(HR al-Bukhari).

3) Hadist dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, yang berbunyi :

“Nabi Muhammad SAW bersabda : kendaraan dapat digunakan dan hewan

ternak dapat pula diambil manfaatnya apabila digadaikan. Penggadai wajib memberikan nafkah dan penerima gadai bolehmendapatkan manfaatnya.”

4) Hadist riwayat Abu Hurairah ra, yang berbunyi :

“Barang agunan tidak boleh disembunyikan dari pemilih yang mengagunkan, baginya risiko dan hasilnya.


(32)

c. Ijma

Ulama menyepakati kebolehan status hukum gadai. Hal dimaksud berdasarkan pada kisah Nabi Muhammad SAW, yang menggadaikan baju besinya untuk mendapatkan makanan dari seorang yahudi. Para ulama juga mengambil indikasi dari contoh Nabi Muhammad SAW tersebut, ketika beliau beralih dari yang biasanya bertransaksi kepada para sahabat yang kaya kepada seorang yahudi bahwa hal itu tidak lebih sebagai sikap Nabi Muhammad SAW yang tidak mau memberatkan para sahabat yang biasanya enggan mengambil ganti ataupun harga yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada mereka.25

d. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (Fatwa DSN-MUI) Fatwa DSN-MUI menjadi salah satu rujukan yang berkenaan dengan gadai syariah, diantaranya dikemukakan sebagai berikut :

1) Fatwa DSN-MUI No: 25/DSNMUI/III/2002 tentangRahn;

2) Fatwa DSN-MUI No: 26/DSNMUI/III/2002 tentangRahn Emas;

3) Fatwa DSN-MUI No: 09/DSNMUI/IV/2000 tentang PembiayaanIjarah; 4) Fatwa DSN-MUI No: 10/DSNMUI/IV/2000 tentangWakalah; dan 5) Fatwa DSN-MUI No: 43/DSNMUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi.

3. RukunRahn

Dalam menjalankan pegadaian syariah, pegadaian harus memennuhi rukun gadai syariah. Rukunrahntersebut antara lain:26

a. Aqid, adalah piihak-pihak yang melakukan perjanjian (shigat). Aqid terdiri dari dua pihak yaitu: pertama,rahin(yang menggadaikan) yaitu orang yang

25

Ibid, hlm. 8

26


(33)

20

telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang yang akan digadaikan. Kedua, murtahin (yang menerima gadai), yaitu orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai).

b. Marhun(barang yang digadaikan) yaitu barang yang digunakanrahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan uang.

c. Marhun bih (utang) yaitu sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada

rahinatas dasar besarnya tafsiranmarhun.

Sighat (ijab dan kabul) yaitu kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam melakukan transaksi gadai.

4. SyaratRahn

Dalam menjalankan transaksi rahn harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:27

a. Syarataqid, baikrahindanmurtahinadalah harus ahli tabarru’yaitu orang yang berakal, tidak boleh anak kecil, gila, bodoh, dan orang yang terpaksa. Serta tidak boleh seorang wali.

b. Marhun bih(utang) syaratnya adalah jumlah atasmarhun bihtersebut harus berdasarkan kesepakatanaqid.

c. Marhun (barang) syaratnya adalah harus mendatangkan manfaat bagi

murtahindan bukan barang pinjaman.

Shigat (ijab dan kabul) syaratnya adalah shigat tidak boleh diselingi dengan ucapan yang lain selain ijab dan kabul dan diam terlalu lama pada waktu

27


(34)

transaksi. Serta tidak boleh terikat oleh waktu, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran. Singkatnya, biaya gadai syariah lebih kecil dan hanya sedikit dikenakannya.

C. Riba Dalam Pandangan Islam

Prinsip umum hukum Islam yang berdasarkan pada sejumlah surah dalam

Al-Qur’an, menyatakan bahwa perbuatan memperkaya diri dengan cara yang tidak

benar, atau menerima keuntungan tanpa memberikan nilai imbangan, secara etika dan mutlak dilarang oleh Al-Qur’an, demikian juga dalam beberapa hadits dan

ijtihad.

MenurutEnsiklopedia Islam Indonesia yang disusun oleh Tim Penulis UIN Syarif Hidayatullah, ar-riba atau ar-rima makna asalnya ialah tambah, tumbuh, dan subur. Adapun pengertian tambah dalam konteks riba ialah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara’, apakah tambahan itu berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak, seperti yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an.28

Secara umum menegaskan bahwaribaadalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip syariah dalam Islam.29

Macam-macam riba antara lain, Riba Qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang diisyaratkan terhadap yang berhutang. Riba Jahiliyyah

28

Ibid, hlm 21.

29


(35)

22

adalah utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utang pada waktu yang telah ditetapkan.Riba Fadhladalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. Riba Nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barangribawiyang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba Nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau penambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.30

Keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan riba yang diharamkan. Tak ada bedanya antara yang dinamakan pinjaman konsumsi maupun pinjaman produksi, baik yang bunganya banyak maupun yang bunganya sedikit. Semuanya sama saja haramnya. Pinjaman denganribaitu hukumnya haram, tidak dibenarkan, walaupun dengan alasan karena kebutuhan mendesak atau dalam keadaan darurat. Perhitungan berjangka, meminta kredit dengan bunga, dan segala macam kredit yang berbunga, semua termasuk praktik riba yang diharamkan dalam kegiatan ekonomi syariah.

D. Akad

1. Pengertian Akad

Menurut Syamsul Anwar, bahwa istilah “perjanjian” disebut” akad” dalam hukum

Islam. Kata akad berasal dari kata al-‘aqd, yang berarti mengikat, menyambung

30


(36)

atau menghubungkan (ar-rabt).31Makna “ar-rabtu” secara luas dapat diartikan

sebagai ikatan antara beberapa pihak. Arti secara bahasa ini lebih dekat dengan makna istilah fiqh yang bersifat umum, yakni keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu, baik keinginan bersifat peribadi maupun keinginan yang terkait dengan pihak lain.32

Menurut Syamsul Anwar, akad adalah pertemuan ijab dan kabul sebagai pernyataan dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum pada obyeknya.33 Secara lebih jelas akad dapat diartikan sebagai pengaitan ucapan salah seorang yang melakukan akad dengan yang lainnya secara syara’ pada segi yang tampak dan berdampak pada obyeknya, sehingga akad merupakan salah satu sebab peralihan harta yang ditetapkan syara’ yang karenanya timbul beberapa hukum berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.34

Menurut Salim HS, pengertian perjanjian dapat dibedakan menurut teori lama dan teori baru. Menurut teori lama, unsur-unsur perjanjian adalah :35

a) Adanya perbuatan hukum. b) Persesuaian pernyataan.

c) Persesuaian kehendak ini harus dinyatakan.

d) Perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih. e) Pernyataan kehendak yang sesuai harus saling bergantungsatu sama lain.

31

Ahmad Ab al-Fath,Hukum Perjanjian syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat,

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 68

32

Dimyaudin Djuwaini,Pengantar Fiqh Muamalah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2008, hlm. 47-48

33

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat,

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 68

34

Muhammad Hasbi,Pengantar Hukum Islam, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2001, hlm. 32

35

Salim HS,Pekembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia,Buku Kesatu, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 15-17


(37)

24

f) Kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum.

g) Aklibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik.

h) Persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan perundang-undangan.

Menurut teori baru sebagaimana dikemukakan oleh Van Dunne, yang disebut perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Teori baru ini tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan yang mendahuluinya. Menurut teori baru ini, ada tiga tahap dalam perbuatan perjanjian, yaitu: 1) tahap

pra contractual yaitu adanya penawaran dan penerimaan 2) tahap contractual

yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak dan 3) tahappost contractualyaitu tahap pelaksanaan perjanjian.36

2. Rukun dan Syarat Akad

Agar suatu akad mempunyai kekuatan mengikat kapada para pihak dan sah menurut syariah, maka harus terpenuhi syarat dan rukunnya sebagai berikut : a. Akid(pihak yang bertransaksi)

Akid adalah pihak-pihak yang akan melakukan perjanjian, dalam hal jual beli mereka adalah penjual dan pembeli. Akid ini disyaratkan harus memiliki sifat ahliyah dan wilayah.37 Sifat ahliyah maksudnya adalah para pihak yang akan mengikat perjanjian harus memiliki memiliki kecakapan dan kepatutan untuk mengikat perjanjian, untuk memiliki sifat ahliyahini, seseorang disyaratkan telah

36

Ibid

37


(38)

baligh dan berakal sehat, yang dimaksud dengan sifat wilayah adalah hak atau

kewenangan seseorang yang mendapat legalitas syar’i untuk mengikat suatu

perjanjian atas suatu obyek tertentu dengan syarat orang tersebut merupakan pemilik asli, wali atau wakil atas suatu obyek tertentu tersebut.38Para fuqoha’ telah memerinci kondisi-kondisi tertentu pada akid yang menyebabkan tidaknya sahnya akad, yaitu:39

1) Gila, tidur, belum dewasa.

2) Tidak mengerti apa yang diucapkan.

3) Akad dalam rangka belajar atau bersandiwara. 4) Akad karena kesalahan.

5) Akad karena dipaksa.

b. Ma’qud alaih(obyek Perjanjian)

Ma’qud alaih (obyek perjanjian) adalah sesuatu di mana perjanjian dilakukan diatasnya sehingga mempunyai akibat hukum tertentu, bisa berupa barang atau manfaat tertentu. Syarat-syaratma’qud alaihadalah :40

1) Harus sudah ada ketika akad dilakukan.Tidak boleh melakukan akad atas obyek yang belum jelas dan tidak ada waktu akad.

2) Harus berupa mal mutaqawwim harta yang diperolehkan syara’ untuk ditransaksikan) dan dimiliki penuh oleh pemiliknya. Tidak boleh bertransaksi atas bangkai, darah, babi dan lain-lain. Begitu juga barang yang belum berada dalam genggaman pemilik seperti ikan yang masih berada di lautan.

38

Wahbah az-Zuhaili,al-Fiqh al-Islam Waadillatuhu, Juz IV, Daar al-fikr, Damaskus, 2005,hlm. 117

39

Rahmat Syafei,Op.Cit, hlm. 63

40


(39)

26

3) Obyek transaksi harus bisa diserahterimakan pada saat terjadinya akad, atau dimungkinkan dikemudian hari.

4) Adanya kejelasan tentang obyek transaksi, artinya barang tersebut diketahui secara detail oleh kedua belah pihak sehingga tidak bersifat majhul (tidak diketahui) dan mengandung unsurgharar.

5) Obyek transaksi harus barang suci bukan barang najis.

c. Sighat(ijab dan Kabul)

Sighat adalah ijab Kkabul. Ijab artinya ungkapan yang yang disampaikan oleh pemilik barang (penjual) walaupun datangnya kemudian. Kabul adalah ungkapan yang menunjukkan dari orang yang akan mengambil barang (pembeli) walaupun

datangnya di awal. Para ulama’ mazhab Hanafy mendefinisikan ijab sebagai penetapan perbuatan tertentu yang menunjukkan kerelaan yang diucapkan oleh orang pertama, baik yang menyerahkan maupun yang menerima, sedangkan kabul adalah ucapan orang setelah orang yang mengucapkan ijab yang menunjukkan kerelaan atas ucapan orang pertama. Pendapat ulama di luar mazhab Hanafy, ijab adalah pernyataan yang keluar dari orang yang menyerahkan benda, baik dikatakan oleh orang pertama maupun oleh orang kedua, sedangkan kabul pernyataan dari orang yang menerima barang.

Ijab kabul harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :41 1) Adanya kesesuaian maksud dari kedua belah pihak.

2) Adanya kesesuaian antara ijab dan kabul dalam hal obyek transaksi atau harganya.

41


(40)

3) Adanya pertemuan antara ijab dan kabul artinya berurutan dan nyambung serta dalam satu majelis. Satu Majelis artinya suatu kondisi yang memungkinkan kedua pihak untuk membuat kesepakatan atau pertemuan pembicaraan dalam satu obyek transaksi.

Di dalam Hukum Islam, akad dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan lafal, perbuatan, isyarat dan dengan tulisan.42

3. Berakhirnya Akad

Pada dasarnya, suatu akad berakhir bila telah tercapai tujuan dari akad tersebut. namun, selain itu ada sebab lain yang dapat membuat suatu akad berakhir, meskipun tujuannya belum tercapai. Para ulama fiqih menetapkan sebab-sebab itu sebagai berikut :43

a. Berakhirnya masa berlaku akad, apabila akad tersebut memiliki tenggang waktu

b. Dibatalkan oleh para pihak yang ber-akad, apabila akad itu sifatnya mengikat dan dapat dibatalkan.

c. Akad yang telah sah dan mengikat, dianggap berakhir jika: akad itu dinyatakan fasad, berlakunya syarat khiyar (dapat memilih meneruskan akad atau tidak), atau akad itu tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak.

Salah satu pihak dalam akad meninggal dunia, dalam hal ini, menurut para ulama fiqih tidak semua akad berakhir dengan adanya kematian salah satu pihak, diantaranya adalah akad sewa menyewa, ar-rahn, kafalah, asy-syirkah, al-wakalah, dan al-muzara’ah.

42

Rahmat Syafei,Op.Cit, hlm. 50

43


(41)

28

E. Wanprestasi

Prestasi merupakan sesuatu yang wajib dan harus dipenuhi oleh para pihak dalam suatu perjanjian. Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah disepakati dalam perjanjian.44

Menurut Abdulkadir Muhammad, tidak dipenuhinya kewajiban dalam perjanjian disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu :45

1. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian;

2. Karena keadaan memaksa atau diluar kemampuan debitur (overmacht,force majeure), jadi dalam hal ini debitur tidak bersalah.

Untuk menentukan apakah debitur melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Ada tiga keadaan, yaitu debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi, debitur memenuhi prestasi tetapi tidak baik atau keliru dan debitur memenuhi prestasi tetapi terlambat. Seorang debitur yang karena kelalaian atau kealpaannya dalam suatu perjanjian dapat diancam hukuman atau akibat yang buruk bagi debitur, yaitu membayar kerugian yang diderita kreditur, pembatalan perjanjian, peralihan resiko, dan membayar biaya perkara jika sampai diperkarakan di depan hakim, akan tetapi seorang debitur yang dituduh lalai dapat membela diri dengan mengajukan beberapa alasan untuk membebaskan dirinya dari hukuman-hukuman itu dengan jalan mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa, mengajukan

44

Aprilianti,Analisis Yuridis Mengenai Status dan Fungsi Perusahaan Umum Pegadaian, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2002, hlm. 71

45

Abdulkadir Muhammad,Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 203


(42)

bahwa kreditur sendiri juga telah lalai atau mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi. Keadaan memaksa (overmacht) ialah suatu keadaan tidak dapat dipenuhi prestasi oleh debitur karena suatu peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi ketika membuat perjanjian, dalam keadaan memaksa, debitur tidak dipersalahkan, karena keadaan ini timbul diluar kemauan dan kemampuan debitur.46

G. Kerangka Pikir

Berdasarkan skema tersebut dapat dijelaskan bahwa:

Saat ini banyak masyarakat Indonesia yang membeli emas untuk kemudian disimpan hingga harga jualnya mingkat. Pada saat membutuhkan uang dadakan masyarakat terkadang menggadaikan emas yang dimilikinya tersebut kepada lembaga keuangan pegadaian. Pegadaian syariah merupakan suatu lembaga yang memberikan fasilitas bagi masyarakat untuk dapat memperoleh pinjaman uang

46

Aprilianti,Op.Cit, hlm. 72

Pegadaian Syariah Gadai Emas Syariah

Pelaksanaan Akad

Penyelesaian Hukum Sengketa Gadai Emas

Syariah Akad Gadai Emas

Syariah

Jenis Akad


(43)

30

dengan cepat, praktis, dan menentramkan. Cepat karena hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk prosesnya, praktis karena persyaratannya mudah, jangka waktu fleksibel dan terdapat kemudahan lain, serta menentramkan karena sumber dana berasal dari sumber yang sesuai dengan syariat begitu pun dengan proses gadai yang diberlakukan, oleh karena hal itulah penulis tertarik untuk membahas mengenai gadai emas syariah dan dalam penelitian ini mengkhususkan pembahasan mengenai jenis akad yang diterapkan serta melihat pelaksanaan dari akad gadai emas syariah tersebut dan juga penyelesaian hukum terhadap sengketa gadai emas syariah jikarahinmelakukan wanprestasi.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan empiris dan pendekatan normatif, yaitu:45

1. Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan terhadap efektivitas hukum. Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan cara melihat kenyataan-kenyataan hukum yang ada di lapangan yang berupa sikap, perilaku, dan pendapat hukum para narasumber tentang pokok permasalahan dalam penelitian ini.

2. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan terhadap asas-asas hukum, terhadap sistematika hukum, terhadap taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum dan perbandingan hukum. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari asas-asas hukum, norma-norma dalam peraturan perundang-undangan, pendapat ahli hukum (doktrin-doktrin), dan bahan kepustakaan hukum dan non-hukum yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini.

45


(45)

32

Penelitian ini akan mengkaji permasalahan dengan melihat kepada norma, peraturan perundang-undangan dan literatur serta menggali informasi dan melakukan penelitian dilapangan guna mengetahui secara lebih jauh mengenai permasalahan yang dibahas dalam hal ini mengenai pelaksanaan akad gadai emas syariah pada Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan.

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif. Tipe penelitian deskriptif bertujuan memperoleh pemaparan (deskripsi) secara lengkap, rinci, jelas, dan sistematis tentang beberapa aspek yang diteliti pada undang-undang, peraturan daerah, naskah kontrak atau objek kajian lainnya.46Untuk itu, penelitian ini akan menggambarkan secara lengkap, rinci, jelas, dan sistematis mengenai pelaksanaan akad gadai emas syariah.

C. Sumber Data

Berkaitan dengan permasalahan dan pendekatan masalah yang digunakan, maka pada prinsipnya penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu: (1) kepustakaan; dan (2) lapangan. Sedangkan jenis datanya yaitu:47

1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama, yaitu semua data yang diperoleh dari informasi yang diberikan oleh para narasumber ketika melakukan penelitian di lokasi penelitian.

46

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Abadi, Bandung, 2004, hlm.115

47

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 156-158.


(46)

2. Data Sekunder yaitu semua data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan, meliputi: (a) bahan hukum primer; (b) bahan hukum sekunder, dan (c) bahan hukum tersier.

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat seperti peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain:

1) Al-Qur’an; 2) Al-Hadist; 3) Ijtihad; 4) KUH Perdata

5) PP Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perum Pegadaian; 6) Fatwa DSN-MUI No: 25/DSNMUI/III/2002 tentangRahn; 7) Fatwa DSN-MUI No: 26/DSNMUI/III/2002 tentangRahnEmas; 8) Fatwa DSN-MUI No: 09/DSNMUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Ijarah;

9) Fatwa DSN-MUI No: 10/DSNMUI/IV/2000 tentangWakalah; dan 10) Fatwa DSN-MUI No: 43/DSNMUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi. b. Bahan hukum sekunder yaitu, bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer berupa literatur-literatur mengenai penelitian ini, meliputi buku-buku ilmu hukum, hasil karya dari kalangan hukum dan dokumentasi hukum seperti data yang ada di Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang melengkapi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, diperoleh dari Kamus Besar Bahasa


(47)

34

Indonesia, kamus hukum, media massa, makalah, jurnal ilmiah, naskah, internet, dan informasi lainnya yang mendukung penelitian ini.

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Studi Kepustakaan (library research)

Pengumpulan data dilakukan dengan serangkaian kegiatan meliputi: membaca, mencatat, mengutip buku-buku literatur hukum dan non-hukum yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, serta menelaah undang-undang dan informasi lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan;

2. Studi Lapangan (field research), yaitu dilakukan dengan cara melakukan wawancara terhadap para narasumber. Wawancara ini dilakukan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu, namun dalam pelaksanaannya di lokasi penelitian, substansi pertanyaan dapat saja berkembang di luar daftar pertanyaan yang ada.

E. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari studi kepustakaan selanjutnya diolah dengan menggunakan metode sebagai berikut:

1. Pemeriksaan data, yaitu data yang diperoleh diperiksa apakah masih terdapat kekurangan serta apakah data tersebut telah sesuai dengan permasalahan. 2. Klasifikasi data, yaitu proses pengelompokkan data sesuai dengan bidang


(48)

3. Sistematisasi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada pokok bahasan secara sistematis sehingga memudahkan pembahasan.

Setelah dilakukan pengolahan data, data yang terkumpul akan dilakukan analisis secara deskriptif kualitatif yaitu dengan cara menguraikan dan menjelaskan semua hasil kajian terhadap data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dalam bentuk kalimat-kalimat. Metode penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara induktif yaitu penarikan kesimpulan secara umum yang bersumber dari data yang bersifat khusus, sehingga memperoleh jawaban terhadap permasalahan penelitian.


(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan akad dalam gadai emas di Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan dilakukan dengan 2 akad yaitu akadrahndan akadijarah

2. Dalam pelaksanaannya gadai emas di Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan memiliki syarat dan prosedur sebagai berikut:

a. Syarat dari gadai emas syariah di Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan yaitu membawa fotokopi KTP, mengisi formulir permintaan

rahn, menyerahkan marhun (emas), marhun (emas) merupakan milik pribadi, adanya surat kuasa yang bermaterai dilampiri KTP asli jika

marhun(emas) dikuasakan, dan menandatangai SBR.

b. Prosedur gadai emas syariah yaitu rahin mengisi formulir permintaan

rahn, rahinmenyerahkan formulir dilengkapi KTP dan marhun(emas) ke loket, petugas pegadaian syariah menaksirmarhun(emas), besarnya pinjamanmarhun bih yaitu sebesar 90 % dari taksiran marhun(emas), apabila disepakati pinjaman tersebut rahin menandatangani SBR dan menerima uang pinjaman.


(50)

3. Dalam pelaksanaan gadai emas syariah di Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan terdapat hak dan kewajiban para pihaknya yaitu murtahindan

rahin. Murtahin memiliki hak menahan marhun (emas), berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga

marhun (emas), dan berhak menjual marhun (emas) apabila rahin tidak memenuhi kewajibannya. Kewajiban murtahin yaitu bertanggung jawab atas hilangnya marhun (emas), tidak boleh menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi, berkewajiban memberitahukan kepadarahinsebelum diadakan pelelanganmarhun(emas).

Rahin memiliki hak untuk mendapatkan pengembalian marhun (emas) apabila sudah melunasi pinjaman, berhak menuntut ganti rugi atas hilangnya atau rusaknya marhun (emas), berhak menerima sisa hasil penjualan marhun (emas) sesudah dikurangi biaya pinjaman dan biaya lainnya, berhak meminta kembali marhun apabila murtahin

menyalahgunakan marhun (emas). Kewajiban rahin yaitu melunasi pinjaman dalam tengat waktu yang telah ditentukan dan berkewajiban merelakan penjualanmarhunbila wanprestasi.

4. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan melakukan penyelesaian hukum jika rahin (nasabah) melakukan wanprestasi yaitu dengan 3 tahapan penyelesaian yaitu peringatan / somasi, musyawarah, dan jika tidak ada niat baik darirahinmaka dilakukan lelang padamarhun(emas).


(51)

72

B. Saran

Saran-saran yang ditawarkan kepada masyarakat sekitar bandarlampung khususnya bagi masyarakat muslim dalam penelitian ini untuk adalah sebagai berikut :

1. Guna meningkatkan fungsi pegadaian syariah sebagai lembaga yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam, perlu segera dikerluarkan pengaturan atau surat edaran yang mengatur pelaksanaan gadai emas syariah di Indonesia.

2. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan sebagai lembaga keuangan syariah diharapkan lebih mensosialisasikan produk-produk pegadaiaan dan keberadaannya kepada masyarakat yang lebih luas, sehingga Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan bisa diketahui keberadaannya dan dijadikan sebagai lembaga keuangan alternatif bagi masyarakat luas.


(52)

1. Buku-Buku

Ab al-Fath, Ahmad. 2007. Hukum Perjanjian syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ali, H. Zainudin. 2008.Hukum Gadai Syariah.Jakarta : Sinar Grafika.

Anshari, Abdul Ghofur. 2006.Gadai Syariah di Indonesia: Konsep, Implementasi dan Institusionalisasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anwar, Syamsul. 2007. Hukum Perjanjian syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Aprilianti. 2002.Analisis Yuridis Mengenai Status dan Fungsi Perusahaan Umum Pegadaian. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

_______. 2007. Lembaga Pegadaian dalam Perspektif Hukum. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Ash-Shiddieqy, Hasbi. 2006.Pengantar Fiqh Muamalah. Jakarta: Bulan Bintang. Az-Zuhaili, Wahbah. 2005. al-Fiqh al-Islam Waadillatuhu, Juz IV, Damaskus: Daar al-fikr.

Basyir, Ahmad Azhar. 2005. Riba, Utang-Piutang, dan Gadai. Bandung:

Al-Ma’arif.

Djuwaini, Dimyaudin. 2008. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hadi, Muhammad Solikhul. 2003.Pegadaian Syariah. Jakarta: Salemba Diniyah. Hasbi, Muhammad. 2001.Pengantar Hukum Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.

HS, Salim. 2004.Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.


(53)

________. 2005. Pekembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia,Buku Kesatu. Jakarta: Sinar Grafika.

Kasmir. 2002. Bank dan Lembaga-lembaga Keuangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Muhammad, Abdulkadir. 2000.Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.

____________________. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Abadi.

Pasaribu, H. Chairuman dan Suhrawadi K. Lubis. 2004.Hukum Perjanjian dalam Islam. Medan: Sinar Grafika.

Patrik, Purwahid dan Kashadi. 2003. Hukum Jaminan. Semarang: Fakultas Hukum Undip.

Sabiq, Sayyid. 2009.Fiqhus Sunnah. Surabaya: Pusaka Progressif.

Sholahuddin, M. 2006. Lembaga Ekonomi Dan Keuangan Islam. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Sanusi, Topan R. 2004. Urgensi Pegadaian Syariah. Warta Pegadaian Edisi Mei 2004.

Soekanto, Soerjono. 2008.Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Sofiniyah. 2005. Mengatasi Masalah Dengan Pegadaian Syariah. Jakarta: Renaisan.

Sudarsono, Hari. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.

Sutedi, Adrian. 2011.Hukum Gadai Syariah. Bandung : Alfabeta.

Syafei, Rahmat. 2006. Fiqh Muamalah untuk UIN, STAIN, PTAIS dan Umum.

Bandung: Pustaka Setia.

Wiroso. 2005.Jual Beli Murabahah.Yogyakarta: UII Press.

2. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undnag-Undang Hukum Perdata

PP Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perum Pegadaian. Fatwa DSN-MUI No: 25/DSNMUI/III/2002 tentangRahn. Fatwa DSN-MUI No: 26/DSNMUI/III/2002 tentangRahnEmas.


(54)

Fatwa DSN-MUI No: 43/DSNMUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi.

3. Sumber lain

Al-Qur’, Al-Hadits, dan Ijtihad Pedoman Operasional Gadai Syariah

NH, Dr. Muhammad Firdaus dkk. 2005. Mengatasi Masalah dengan Pegadaian Syariah. Jakarta: RENAISAN Anggota IKAPI.

Brosur Pegadaian Syariah

http://members.bumn-ri.com/pegadaian/news.html, dikutip pada tanggal 14 April 2015 pukul 20.30 WIB.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan akad dalam gadai emas di Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan dilakukan dengan 2 akad yaitu akadrahndan akadijarah

2. Dalam pelaksanaannya gadai emas di Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan memiliki syarat dan prosedur sebagai berikut:

a. Syarat dari gadai emas syariah di Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan yaitu membawa fotokopi KTP, mengisi formulir permintaan rahn, menyerahkan marhun (emas), marhun (emas) merupakan milik pribadi, adanya surat kuasa yang bermaterai dilampiri KTP asli jika marhun(emas) dikuasakan, dan menandatangai SBR.

b. Prosedur gadai emas syariah yaitu rahin mengisi formulir permintaan rahn, rahinmenyerahkan formulir dilengkapi KTP dan marhun(emas) ke loket, petugas pegadaian syariah menaksirmarhun(emas), besarnya pinjamanmarhun bih yaitu sebesar 90 % dari taksiran marhun(emas), apabila disepakati pinjaman tersebut rahin menandatangani SBR dan menerima uang pinjaman.


(2)

71

3. Dalam pelaksanaan gadai emas syariah di Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan terdapat hak dan kewajiban para pihaknya yaitu murtahindan rahin. Murtahin memiliki hak menahan marhun (emas), berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga marhun (emas), dan berhak menjual marhun (emas) apabila rahin tidak memenuhi kewajibannya. Kewajiban murtahin yaitu bertanggung jawab atas hilangnya marhun (emas), tidak boleh menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi, berkewajiban memberitahukan kepadarahinsebelum diadakan pelelanganmarhun(emas).

Rahin memiliki hak untuk mendapatkan pengembalian marhun (emas) apabila sudah melunasi pinjaman, berhak menuntut ganti rugi atas hilangnya atau rusaknya marhun (emas), berhak menerima sisa hasil penjualan marhun (emas) sesudah dikurangi biaya pinjaman dan biaya lainnya, berhak meminta kembali marhun apabila murtahin menyalahgunakan marhun (emas). Kewajiban rahin yaitu melunasi pinjaman dalam tengat waktu yang telah ditentukan dan berkewajiban merelakan penjualanmarhunbila wanprestasi.

4. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan melakukan penyelesaian hukum jika rahin (nasabah) melakukan wanprestasi yaitu dengan 3 tahapan penyelesaian yaitu peringatan / somasi, musyawarah, dan jika tidak ada niat baik darirahinmaka dilakukan lelang padamarhun(emas).


(3)

72

B. Saran

Saran-saran yang ditawarkan kepada masyarakat sekitar bandarlampung khususnya bagi masyarakat muslim dalam penelitian ini untuk adalah sebagai berikut :

1. Guna meningkatkan fungsi pegadaian syariah sebagai lembaga yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam, perlu segera dikerluarkan pengaturan atau surat edaran yang mengatur pelaksanaan gadai emas syariah di Indonesia.

2. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan sebagai lembaga keuangan syariah diharapkan lebih mensosialisasikan produk-produk pegadaiaan dan keberadaannya kepada masyarakat yang lebih luas, sehingga Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan bisa diketahui keberadaannya dan dijadikan sebagai lembaga keuangan alternatif bagi masyarakat luas.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku-Buku

Ab al-Fath, Ahmad. 2007. Hukum Perjanjian syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ali, H. Zainudin. 2008.Hukum Gadai Syariah.Jakarta : Sinar Grafika.

Anshari, Abdul Ghofur. 2006.Gadai Syariah di Indonesia: Konsep, Implementasi dan Institusionalisasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anwar, Syamsul. 2007. Hukum Perjanjian syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Aprilianti. 2002.Analisis Yuridis Mengenai Status dan Fungsi Perusahaan Umum Pegadaian. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

_______. 2007. Lembaga Pegadaian dalam Perspektif Hukum. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Ash-Shiddieqy, Hasbi. 2006.Pengantar Fiqh Muamalah. Jakarta: Bulan Bintang. Az-Zuhaili, Wahbah. 2005. al-Fiqh al-Islam Waadillatuhu, Juz IV, Damaskus: Daar al-fikr.

Basyir, Ahmad Azhar. 2005. Riba, Utang-Piutang, dan Gadai. Bandung: Al-Ma’arif.

Djuwaini, Dimyaudin. 2008. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hadi, Muhammad Solikhul. 2003.Pegadaian Syariah. Jakarta: Salemba Diniyah. Hasbi, Muhammad. 2001.Pengantar Hukum Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.

HS, Salim. 2004.Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.


(5)

________. 2005. Pekembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia,Buku Kesatu. Jakarta: Sinar Grafika.

Kasmir. 2002. Bank dan Lembaga-lembaga Keuangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Muhammad, Abdulkadir. 2000.Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.

____________________. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Abadi.

Pasaribu, H. Chairuman dan Suhrawadi K. Lubis. 2004.Hukum Perjanjian dalam Islam. Medan: Sinar Grafika.

Patrik, Purwahid dan Kashadi. 2003. Hukum Jaminan. Semarang: Fakultas Hukum Undip.

Sabiq, Sayyid. 2009.Fiqhus Sunnah. Surabaya: Pusaka Progressif.

Sholahuddin, M. 2006. Lembaga Ekonomi Dan Keuangan Islam. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Sanusi, Topan R. 2004. Urgensi Pegadaian Syariah. Warta Pegadaian Edisi Mei 2004.

Soekanto, Soerjono. 2008.Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Sofiniyah. 2005. Mengatasi Masalah Dengan Pegadaian Syariah. Jakarta: Renaisan.

Sudarsono, Hari. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.

Sutedi, Adrian. 2011.Hukum Gadai Syariah. Bandung : Alfabeta.

Syafei, Rahmat. 2006. Fiqh Muamalah untuk UIN, STAIN, PTAIS dan Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Wiroso. 2005.Jual Beli Murabahah.Yogyakarta: UII Press.

2. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undnag-Undang Hukum Perdata

PP Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perum Pegadaian. Fatwa DSN-MUI No: 25/DSNMUI/III/2002 tentangRahn. Fatwa DSN-MUI No: 26/DSNMUI/III/2002 tentangRahnEmas.


(6)

Fatwa DSN-MUI No: 10/DSNMUI/IV/2000 tentangWakalah; dan Fatwa DSN-MUI No: 43/DSNMUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi.

3. Sumber lain

Al-Qur’, Al-Hadits, dan Ijtihad Pedoman Operasional Gadai Syariah

NH, Dr. Muhammad Firdaus dkk. 2005. Mengatasi Masalah dengan Pegadaian Syariah. Jakarta: RENAISAN Anggota IKAPI.

Brosur Pegadaian Syariah

http://members.bumn-ri.com/pegadaian/news.html, dikutip pada tanggal 14 April 2015 pukul 20.30 WIB.