Dian Ari Nuraeni Bab II

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajar 2.1.1. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memeperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 2). Menurut Sanjaya (2012: 198) belajar adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman secara langsung yang diperoleh melalui aktivitas sendiri pada situasi yang sebenarnya .

  Kegiatan belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya. Belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain itu sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar sehingga tujuan belajar berhasil dengan baik (Faturrohman, 2004: 6).

2.1.2. Prinsip-Prinsip Belajar

  Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 42) dasar yang digunakan sebagai prinsip-prinsip belajar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan upaya pengajarannya, yaitu:

  9

  1. Perhatian dan motivasi Perhatian terhadap pembelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pembelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran tersebut dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya.

  2. Keaktifan Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin bisa terjadi apabila anak mengalami sendiri. Anak mampu untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang diperolehnya. Dalam proses belajar mengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari, dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan.

  3. Keterlibatan langsung/ berpengalaman Dalam belajar melalui pengalaman secara langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi juga harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertangggungjawab terhadap hasilnya. Keterlibatan siswa ini merupakan keterlibatan mental-emosional, membentuk sikap dan nilai serta keterampilan.

  4. Pengulangan Pengulangan dalam belajar bertujuan untuk melatih daya-daya jiwa dan untuk membentuk respons yang benar dan membentuk kebiasan-kebiasaan.

  5. Tantangan Tantangan yang dihadapi siswa dalam bahan belajar yang baru membuat siswa berusaha untuk memecahkan masalah-masalah didalamnya dan mempelajarinya.

  6. Balikan dan penguatan Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil yang baik, merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Penguatan yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan seperti rasa takut tidak naik kelas dan nilai yang buruk juga bisa mendorong siswa untuk belajar lebih giat.

  7. Perbedaan individual Perdedaan individual pada siswa terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu perbedaan individual ini harus diperhatiakan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.

2.1.3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Belajar

  Proses belajar yang dilakukan siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 44) secara umum, faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

  1. Faktor intern (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan jasmani dan rohani siswa yang berpengaruh terhadap proses belajar adalah (1) sikap siswa dalam belajar, (2) motivasi belajar, (3) konsentrasi belajar, (4) kemampuan mengolah bahan belajar, (5) kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar, (6) kemampuan menggali hasil belajar yang tersimpan, (7) kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, (8) rasa percaya diri siswa, (9) intelegensi dan keberhasilan belajar, (10) kebiasaan belajar, dan (11) cita-cita siswa.

  2. Faktor ekstern (faktor dari luar siswa), yakni keadaan lingkungan di sekitar siswa yang berpengaruh pada proses belajar adalah (1) guru sebagai pembimbing belajar siswa, (2) sarana dan prasarana belajar, (3) kebijakan penilaian, (4) lingkungan sosial siswa di sekolah, dan (5) kurikulum sekolah.

2.2. Motivasi Belajar 2.2.1. Pengertian motivasi belajar

  Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas- aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan tertentu (Sardiman, 2007:

  73). Mc.Donalld dalam Sardiman (2007: 73) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adnya tujuan.

  Motivasi dalam belajar diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai. Tujuan motivasi yaitu menumbuhkan gairah, merasa senang dan semangat dalam pembelajaran. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar (Sardiman, 2007: 75). Motivasi dapat diartikan juga sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu untuk bertindak atau berbuat (Uno, 2011: 3) 2.2.2.

   Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar

  Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 97) motivasi dalam diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

  1. Cita- cita atau aspirasi siswa Motivasi belajar siswa terlihat pada keinginan siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Keberhasilan untuk mencapai tujuan tersebut menumbuhkan kemauan bergiat, bahkan dikemudian hari menimbulkan cita-cita dalam kehidupan. Seseorang yang keinginannya sudah terpenuhi, maka dapat memperbesar kemauan dan semangat belajar. Keinginan seseorang berlangsung sesaat atau dalam jangka waktu singkat, sedangkan kemauan dapat berlangsung dalam waktu yang lama. Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun ekstrinsik. Tercapainya cita-cita akan mewujudkan aktualisiasi diri

  2. Kemampuan siswa Keinginan siswa untuk memperoleh prestasi disertai dengan kemampuan atau kecakapan yang dimiliki. Siswa yang berhasil akan memperoleh kepuasan, menambah pengalaman hidup dan menumbuhkan kegemaran akhirnya menjadi kebiasaan untuk belajar dengan baik.

  3. Kondisi siswa Kodisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi belajar. Seorang siswa yang kesehatannya terganggu maka akan menghambat perhatian belajar, sedangkan siswa yang sehat maka akan memusatkan perhatianya. Hal ini akan mempengaruhi pada hasil belajar siswa.

  4. Kondisi lingkungan siswa Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan yang dapat mempengaruhi kesungguhan belajar. Lingkungan yang aman, tentram, tertib dan indah akan memperkuat semangat dan motivasi belajar.

  5. Unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran Siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, pikiran dan ingatan yang mengalami perubahan dari pengalaman hidup.

  Siswa yang memiki cita-cita akan membangun proses pembelajaran lebih baik dilingkungan. Lingkungan budaya meliputi surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film semakin menjangkau siswa. Guru yang profesional diharapkan mampu memanfaatkan sumber-sumber belajar tersebut untuk memotivasi siswa.

  6. Upaya guru dalam membelajarkan siswa Guru berintetraksi secara efektif dengan siswa setiap pembelajaran. Intensitas tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan belajar siswa. Guru yang profesional akan memotivasi siswa dengan partisipasi dan teladan yang baik.

2.2.3. Upaya meningkatkan motivasi belajar

  Strategi yang dapat diterapkan untuk menumbuhkan motivasi siswa menurut Faturrahman (2004: 20) adalah sebagai berikut: 1. menjelaskan tujuan belajar kepada siswa (makin jelas tujuan makin besar motivasi untuk melaksanakan kegiatan belajar) 2. memberikan hadiah (memberikan hadiah kepada siswa yang berprestasi, sehingga akan memacu semangat siswa lain untuk bisa belajar lebih giat mengejar siswa yang berprestasi)

  3. mengadakan kompetisi (guru mengadakan persaingan diantara siswa untuk meningkatkan hasil prestasi dan berusaha memperbaiki prestasi yang telah dicapai sebelumnya)

  4. memberikan pujian (guru sebaiknya selalu memberikan pujian yang membangun/memotivasi baik kepada siswa yang berprestasi maupun yang belum)

  5. memberikan hukuman (hukuman yang diberikan guru adalah hukuman yang dapat merubah dan berusaha memotivasi belajar siswa)

  6. membangkitkan dorongan siswa untuk belajar (guru harus bisa memaksimalkan perhatian pada saat proses pembelajaran, sehingga tahu siswa yang mana yang membutuhkan perhatian)

  7. membentuk kebiasaan belajar yang baik kepada siswa (guru memberikan nasehat tentang belajar setiap saat walaupun tidak ada PR dari guru)

  8. membantu kesulitan belajar siswa (guru membantu setiap permasalahan yang dihadapi oleh siswa baik indiviu maupun kelompok)

  9. menggunakan metode yang bervariasi (guru dapat menggunakan metode yang belum pernah diterapkan, sehingga memberikan pengalaman belajar baru bagi siswa)

  10. menggunakan media yang baik dan tepat dengan materi (guru menggunakan metode yang tepat dengan tujuan pembelajaran).

  Berdasarkan sumber yang menimbulkan motivasi belajar siswa menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 90) dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

  1. motivasi intrinsik, motivasi yang timbul dari dalam diri sesorang karena orang tersebut senang melakukannya. Ketika sesorang telah berhasil pada suatu proses maka akan meningkatkan motivasi untuk mencapai tujuan yang lain. Kunci keberhasilan dari motivasi intrinsik adalah disiplin diri yang tinggi. 2. motivasi ekstrinsik, seseorang berbuat sesuatu dikarenakan ada dorongan dari luar seperti adanya hadiah dan menghindari hukuman. Motivasi ekstrinsik dapat berubah menjadi motivasi intrinsik pada saat siswa menyadari pentingnya belajar, dan akan bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuannya.

2.3. Pembelajaran Kontekstual 2.3.1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual (Contekstual Teaching

  and Learning)

  Menurut Pasal 5 SK Dirjen Dikti dalam Taniredja et al (2011: 4) Pembelajaran kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang membantu antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan siswa. Menurut Jhonson (2007: 67) sistem CTL merupakan proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek akademik dalam konteks keseharian siswa yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya. Beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa, ciri utama dari CTL adalah penemuan yang bermakna.

  Menurut Zahorik dalam Taniredja et al (2012:51) terdapat 5 elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual, yaitu: 1. pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating

  knowladge ),

  2. pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowladge), dengan cara mempelajari keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya,

  3. pemahaman pengetahuan (understanding knowladge), dengan cara menyusun konsep sementara atau hipotesis, melakukan

  sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan atau

  validasi dan atas dasar tanggapan itu konsep direvisi dan dikembangkan sesuai kemampuan, 4. mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (apliying

  ),

  knowladge

  5. melakukan refleksi (reflecting knowladge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan.

2.3.2. Prinsip Pembelajaran Kontekstual (CTL)

  Menurut Jhonson (2007: 18) bahwa pendidikan kontekstual memiliki 3 prinsip dasar ,yaitu: 1. belajar menghasilkan perubahan tingkah laku siswa yang relative permanen, artinya peran guru sebgai pelaku perubahan (agen of

  change ),

  2. anak didik memiliki potensi, gandrung dan kemampuan yang merupakan benih kodrati untuk ditumbuhkembangkan tanpa hati, 3. perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh alami lurus sejalan proses kehidupan, artinya proses belaja rmengajar merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri.

  Menurut Rusman (2011: 193) ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu;

  1. Kontruktivisme (contructivisme).

  Kontruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofis) dalam CTL, yaitu pengetahuan yang dibangun oleh seseorang sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Siswa sebagai pelajar harus membangun pengetahuan tersebut melalui pengalaman yang nyata. Kontruktivisme menekankan pada bagaimana setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa dapat memberikan pedoman nyata siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata.

  2. Menemukan (inquiri) Menemukan merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui penemuan akan menegaskan bahwa pengetahuan dan ketrampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil sendiri. Pembelajaran yang diperoleh oleh siswa dari kegiatan menemukan akan bersifat lebih tahan lama diingat oleh siswa apabila dibandingkan dengan pembelajaran yang sepenuhnya diberikan oleh guru.

  3. Bertanya (Questioning) Bertanya merupakan strategi utama dalam CTL. Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam melakukan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktifitas pembelajaran. Implementasi pertanyaan dalam pembelajaran CTL diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau sumber belajar yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata. Penerapan metode bertanya, pembelajaran akan lebih hidup, mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam. Manfaat bertanya diantaranya yaitu: a. dapat menggali informasi, baik administrasi maupun akademik, b. mengecek pemahaman siswa,

  c. membangkitkan respon siswa,

  d. mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa,

  e. mengetahui hal-hal yang diketahui siswa,

  f. memfokuskan perhatian siswa,

  g. membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, h. menyegarkan kembali pengetahuan yang dimiliki siswa.

  4. Masyarakat belajar (Learning community) Masyarakat belajar adalah membiasakan siswa melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-temannya melalui berbagai pengalaman (sharing). Dengan demikian siswa akan memiliki sifat ketergantungan positif dalam learning

  comunity yaitu saling memberi dan menerima. Penerapan learning comunity dalam pembelajaran di kelas akan banyak

  menerapkan model komunikasi pembelajaran yang diterapakan oleh guru. Kompetensi dan profesionalisme guru dituntut untuk dapat mengembangkan komunikasi banyak arah (interaksi), yaitu model komunikasi guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa yang lain, sehingga siswa akan mendapat pengalaman yang lebih banyak dari komunitas lain.

  5. Pemodelan (modeling) Tahapan pembuatan model dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan secara menyeluruh dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.

  6. Refleksi (Reflection) Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru dipelajari sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Proses refleksi ini menuntut siswa untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri (learning to be). Melalui model CTL, pengalaman belajar tidak hanya terjadi dan dimiliki ketika seorang siswa berada di dalam kelas, akan tetapi jauh lebih penting itu adalah bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut pada saat menanggapi dan memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru.

  7. Penilaian Sebenarnya (Authentic Asessment) Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran merupakan fungsi yang amat menentukan untuk mendapat informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Guru dengan cermat mengetahui kemajuan, kemunduran, dan kesulitan siswa dalam belajar, dengan demikian guru mendapat petunjuk untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan untuk melakukan proses belajar selanjutnya.

  CTL menitik beratkan pada keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk dapat dilakukan dengan berbagai cara, selain materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi faktual, juga dapat disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media dan yang lainnya. Dengan demikian pembelajaran akan menarik dan dapat dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa, karena apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya.

  Proses pembelajaran dengan menggunakan CTLharus mempertimbangkan beberapa karakteristik, diantaranya yaitu: 1. kerja sama, 2. saling menunjang, 3. menyenangkan dan tidak membosankan, 4. belajar dengan bergairah, 5. pembelajaran terintregasi, 6. menggunakan berbagai sumber, 7. siswa aktif, 8. sharing dengan teman,

  9. siswa kritis guru kreatif, 10. dinding kelas dan lorong penuh dengan karya siswa (peta, gambar, dan artikel), 11. laporan kepada orang tua siswa bukan hanya rapor, tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan lain-lain (Depdiknas dalam Rusman, 2011: 198).

  2.4. Media Gambar

  Media gambar merupakan bagian dari media visual yang tidak diproyeksikan. Menurut Gerlacch dan Ely dalam Anitah (2008: 7) mengatakan bahwa media gambar tidak hanya bernilai seribu bahasa, tetapi juga seribu tahun atau seribu mil. Melalui gambar dapat ditunjukan kepada siswa di tempat lain, orang, dan dari segala sesuatu dari daerah yang jauh. Gambar juga dapat memberikan gambaran dari waktu yang telah lalu atau potret masa yang akan datang. Menurut Smaldino dalam Anitah (2008: 8) gambar juga dapat memberikan gambaran tentang segala sesuatu seperti binatang, orang, tempat dan peristiwa yang dapat diterjemahkan secara realistis.

  Media gambar dapat mengalihkan pengalaman belajar dari taraf belajar dengan lambang kata-kata ketaraf yang lebih konkrit (pengalaman langsung), misalnya penjelasan tentang terjadinya letusan gunung berapi, maka siswa akan lebih menangkap gamabaran daripada penjelasan yang diberikan oleh guru (Anitah, 2008: 8).

  Kelebihan media gambar menurut Anitah (2008: 8) : 1. dapat menerjemahkan ide-ide abstrak kedalam bentuk yang lebih nyata 2. banyak tersedia dalam buku-buku sehingga mudah diperoleh 3. mudah digunakan karena tidak harus menggunakan peralatan khusus 4. relatif murah 5. dapat digunakan diberbagai tingkat pelajaran dan bidang studi.

  Kelemahan media gambar menurut Anitah (2008:9) : 1. kadang terlalu kecil apabila ditunjukan di kelas yang besar 2. gambar mati adalah gambar dua dimensi, sehingga untuk mengetahui sisi yang ketiga dibutuhkan satu seri dari gambar objek yang sama tetapi dari sisi yang berbeda

  3. tidak dapat menujukan gerak 4. siswa yang lemah dalam menginterpretasikan gambar akan kesulitan bagaimana cara membaca gambar

  Manfaat gambar sebagai media pembelajaran(Anitah, 2008: 9) : 1. memberikan daya tarik bagi siswa. Gambar dengan berbagai warna akan lebih menarik dan membangkitkan minat serta perhatian siswa, 2. mempermudah pengertian siswa. Suatu penjelasan yang bersifat abstrak dapat dibantu dengan gambar sehingga siswa lebih memahami suatu konsep materi,

  3. memperjelas bagian-bagian yang penting. Menggunakan media gambar dapat memperjelas bagian/objek materi yang kecil atau sulit dijangkau oleh penglihatan mata kita,

  4. mempersingkat suatu uraian yang panjang. Uraian yang panjang dapat ditunjukan hanya dengan sebuah gambar.

  Ciri-ciri gambar yang baik menurut Anitah (2008: 9) : 1. disesuaikan dengan tingkatan umur dan kemampuan siswa, 2. bersahaja dalam arti tidak terlalu kompleks, sehingga siswa mendapatkan gambaran yang pokok. Kekomplekan suatu gambar akan mempengaruhi perhatian siswa pada gambar yang seharusnya dipelajari,

  3. realistis, maksudnya gambar yang ditunjukan seperti benda yang sesungguhnya dengan ukuran yang disesuaikan atau sesuai dengan apa yang ada digambar,

  4. gamabar yang diperlukan dapat dibuat dengan tangan, sehingga siswa dapat mencermati benar gambar yang ditunjukan.

  Teknik penggunaan gambar sebelum digunakan menurut Anitah (2008: 10) adalah:

  1. pengetahuan apa yang akan diperlihatkan melalui gambar harus jelas dahulu, 2. kemungkinan salah pengertian yang akan ditimbulkan oleh gambar, 3. persoalan apa yang hendak dijawab oleh gambar, 4. reaksi emosional apa yang ditimbulkan melalui gambar,

  5. apakah gambar tersebut akan membuat siswa berfikir kepada tingkat permasalahan lebih lanjut, 6. apakah sekiranya ada media yang lebih tepat diterapkan pada suatu materi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

  Cara menujukan gambar yang baik menurut Anitah (2008: 10) siswa seharusnya diberi petunjuk untuk memperhatikan hal-hal yang perlu dipelajari pada saat pembelajaran, anatara lain:

  1. apa yang harus dicari siswa dalam gambar, 2. siswa harus dapat menginterpretasikan gamabar, 3. bagaimana siswa memberikan kritik pada gambar, 4. bagaimana hubungan gambar dengan materi pelajaran lain, 5. apabila gambar terlalu luas berikan dalam seri-seri gambar yang mempunyai ukuran logis, 6. ketika melihat gambar mungkin semua siswa tidak dapat melihat dengan jelas maka sesudah pembelajaran berakhir sebaiknya gamabar ditayangkan ditempat yang dapat dijangkau oleh siswa 2.5.

   Hasil Belajar

  Hasil belajar merupakan hasil akhir dari suatu proses belajar mengajar dan merupakan perwujudan dari kemampuan diri yang optimal setelah menerima pelajaran. Nana Sudjana (2004: 22) mengatakan “hasil belajar adalah kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Menurut Horwat Kingsley dalam buku Sudjana membagi 3 macam hasil belajar mengajar yaitu: (1). Keterampilan dan kebiasaan. (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita. Bloom didalam Dimyati dan Mujiono (2002 : 26), mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga kategori, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor, yang dikenal dengan taksonomi Bloom.

  Jenkins dan Unwin (Uno, 2009: 17) yang mengatakan bahwa hasil belajar adalah pernyataan yang menunjukkan tentang apa yang mungkin dikerjakan siswa sebagai hasil dari kegiatan belajarnya. Jadi hasil belajar merupakan pengalaman-pengalaman belajar yang diperoleh siswa dalam bentuk kemampuan-kemampuan tertentu.

2.6. Hasil Penelitian Terdahulu

  Penelitian koga (kontekstual bergambar) yang pernah dilakukan oleh Aeni (2012:70), dapat meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas VII E MTs Negeri Bantarkawung. Penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Artian (2011:72) dengan menggunakan metode koga (kontekstual dan gambar) pada kompetensi dasar mendeskripsikan kondisi Geografis dan penduduk siswa terlibat aktiv dalal belajar. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Gusti (2006) yaitu pembelajaran melalui pendekatan kontekstual berbasis gambar (picture and picture) mampu meningkatkan pemahaman konsep biologi pada siswa kelas XI SMA Muhammadiyah di Padang Panjang. Penggunaan model tersebut sangat efektif untuk siswa yang memilki kemampuan kognitif yang rendah, sehingga dapat termotivasi untuk memahami materi pelajaran.

  Penerapan inovasi pembelajaran untuk meningkatkan motivasi siswa salah satunya dengan menggunakan media gambar. Penelitian yang dilakukan oleh Tang adalah penggunaan media kartu bergambar yang dapat meningkatkan minat belajar siswa. Siswa dalam pembelajaran berinteraksi secara aktif, sehingga dapat meningkatkan daya serap siswa dalam materi yang disampaikan oleh guru. (Tang, 2008:13).