Dian Eka Pratiwi Gani BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori

  1. Thalassemia

  a. Pengertian Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak- anaknya. Penyakit thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gejala klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia minor atau thalassemia trait (carrier = pengemban sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia (Ganie, 2005).

  Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Siti Setiati, 2014).

  10 b. Klasifikasi thalassemia Thalassemia adalah kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan ketidak seimbangan produksi rantai globin. Ada 3 tingkat klasifikassi thalassemia. Secara klinis dapat dibagi menjadi 3 grup yaitu : 1) Thalassemia beta mayor sangat tergantung pada transfuse 2) Thalassemia minor/ carier tanpa gejala 3) Thalassemia intermedia

  Klasifikasi ini memiliki implikasi klinis diagnosis dan penatalaksanaan (Permono dan Ugrasena, 2006).

  Menurut Alatas dan Hassan (2007), dijelaskan bahwa secara klinis thalassemia dibagi dalam 2 golongan yaitu : 1) Thalassemia minor Biasanya tidak memberikan gejala klinis.

  2) Thalassemia beta mayor (bentuk homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas

  c. Etiologi Thalassemia banyak ditemukan pada orang Mediterania, Afrika dan Asia Tenggar. Individu yang mengwariskan gen alfa mengalami talassemia alfa, jenis thalassemia yang paling umum; alfa bawaan (heterozigot) asimtomatis pada 30% Afrika-Amerika. Mereka yang

  11 mewarisi hanya satu gen beta (heterozigot) mengalami thalassemia minor, juga disebut thalassemia bawaan, kondisi karier untuk thalassemia mayor.

  Individu yang menurunkan kedua gen beta (homozigot) mengalami thalassemia mayor, yang menyebabkan anemia berat dan mengancam jiwa.

  d. Epidemologi Thalassemia banyak ditemukan di daerah Mediteranean dan daerah sekitar khatulistiwa (Alatas dan Hassan, 2007). Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India sampai Asia Tenggara (Permono dan Ugrasena, 2006).

  e. Tanda dan gejala 1) Tanda dan gejala yang mungkin pada thalassemia mayor (yang dikenal sebagai anemia Cooley, penyakit Mediteranea, dan anemia eritroblastik) (Willams dan Wilkins, 2003) adalah:

  a) Bayi yang sehat pada saat lahir, kemudian pada usia enam bulan yang berikutnya mengalami anemia berat, abnormalitas tulang, kegagalan tumbuh-kembang, dan komplikasi yang mengancam jiwa b) Kulit dan sklera yang pucat serta berwarna kuning pada bayi yang berusia tiga hingga enam bulan

  12 c) Splenomegali atau hepatomegali disertai pembesaran abdomen; infeksi yang frekuen; kecenderungan berdarah (khususnya epistaksis); anoreksia

  d) Tubuh yang kecil, kepala besar (yang merupakan cirri khas), dan mungkin retardasi mental e) Gambaran klinis yang serupa dengan down sindrom pada bayi karena terdapat penebalan tulang pada pangkal hidung akibat hiperaktivitas sumsum tulang. 2) Tanda dan gejala thalassemia intermedia adalah:

  a) Anemia, ikterus, dan splenomegali pada derajat tertentu

  b) Kemungkinan tanda-tanda hemosiderosis akibat peningkatan absorpsi besi di dalam usus 3) Tanda klinis thalassemia minor adalah:

  Anemia ringan (yang biasanya tidak menimbulkan gejala dan kerap kali terabaikan; keadaan ini harus di bedakan dari anemia defisiensi besi).

  f. Penanganan Penanganan thalassemia mayor pada dasarnya bersifat suportif dan meliputi (William dan wilkins, 2003):

  1) Penanganan segera dengan pemberian antibiotik yang tepat untuk mengatasi infeksi

  13

  2) Suplemen asam folat untuk membantu mempertahankan kadar asam folat meskipun terjadi peningkatan kebutuhan 3) Transfusi packed red cells untuk meningkatkan kadar hemoglobin

  (yang harus dilakukan dengan pertimbangan untuk mengurangi kemungkinan kelebihan muatan (overload besi) 4) Splenektomi dan transplantasi sumsum tulang (keefektifan belum dapat dipastikan) 5) Tidak ada penanganan atau terapi bagi penderita thalassemia mayor dan intermedia 6) Tidak boleh diberikan suplemen zat besi (yang merupakan kontraindikasi untuk semua bentuk thalassemia.

  g. Terapi untuk thalassemia Terapi thalassemia bertujuan meningkatkan kemampuan mendekati perkembangan normal serta meminimalkan infeksi dan komplikasi sebagai dampak aiatemik penyakit. Terapi thalassemia mayor meliputi pemberian transfuse, mencegah penumpukan zat besi (Hemocromatosi) akibat transfuse, pemberian asam folat, usaha mengurangi hemolisis dengan splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang (Sudoyo, 2009). 1) Transfusi Darah

  Transfusi darah yang teratur dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin normal atau mendekati normal. Terapi ini diberikan jika

  14 kadar hemoglobin ˂ 6 mg/dl dalam interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut. Teknik yang dipakai adalah hipertransfusi, yaitu untuk mencapai kadar hemoglobin diatas 10 gr/dl dengan jalan memberikan transfuse 2-4 unit darah setiap 4-6 minggu, sehingga produksi hemoglobin abnormal ditekan. Tindakan ini bertujuan mengurangi komplikasi anemia dan eritropoesis, memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan serta memperpanjang ketahanan hidup. 2) Iron Chelator

  Iron chelator diberikan untuk mencegah penumpukan zat besi (hemocromatosis) akibat transfuse dan akibat pathogenesis dari thalassemia sendiri serta mengontrol kadar besi didalam tubuh secara optimal. Iron chelator yang diberikan berupa desferoksamin, berfungsi untuk membantu mengekresikan besi dalam urin.

  Deferoksamin diberikan dengan infusion bag dengan 1-2 g tiap unit darah yang ditransfusikan atau melalui infus subcutan 20-4 mg/kg dalam 8-12 jam, 5-7 hari seminggu. Terapi ini diberikan setelah transfuse darah 10-15 unit. Besi yang terkelasi oleh desferoksamin diekresikan melalui urin dan feses. Pemberian vitamin C (200 mg/hari) membantu meningkatkan eksresi besi oleh desferoksamin.

  Harapan hidup pasien thalssemia akan meningkat jika pasien patuh terhadap terapi iron chelator ini. Selain harganya yang mahal, terapi

  15 ini memberikan efek samping pada pasien seperti bengkak, gatal, tuli, kerusakan pada retina, kelainan tulang dan retardasi pertumbuhan.

  3) Splenektomi Splenektomi adalah terapi thalassemia yang bertujuan mengurangi proses hemolisis. Splenektomi dilakukan jika splenomegali cukup besar dan terbukti adanya hipersplenisme serta dilakukan jika pasien berumur lebih dari 6 tahun karena resiko infeksi pasca splenektomi.

  4) Transplantasi Sumsum Tulang Transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif pengobatan yang dipercaya untuk kasus thalassemia. Proses penatalaksanaan pengobatan thalassemia dengan transplantasi sumsum tulang ini, harus dengan pertimbangan yang sangat matang karena mengandung banyak resiko menyebutkan penatalaksanaan transplantasi sumsum tulang yang mempertimbangkan tingkatan hepatosplenomegali, ada tidaknya fibrosis postal pada biopsi hati secara efektifitas iron chelation therapy sebelum penatalaksanaan trnsplantasi. Terapi dengan transplantasi sumsum tulang mampu menghilangkan kebutuhan pasien terhadap iron chelation therapy.

  h. Konsep dari kuesioner 1) HARS

  16 Tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan

  

Hamilton Rating Scale for Anixiety (HARS-A) yang sudah

  dikembangkan oleh kelompok Psikiatri Biologi Jakarta (KPBJ) dalam bentuk Anxiety Analog Scale (AAS). Validitas AAS sudah diukur oleh Yul Iskandar pada tahun 1984 dalam penelitiannya yang mendapat korelasi yang cukup dengan HARS A (r = 0,57 -0,84).

  Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxity Rating scale). Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14

syptoms yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan.

  Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol Present ) sampai dengan 4 (severe).

  Skala HARS pertama kali dugunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial

  

clinic . Skala HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan

  reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reiliable.

  17

  18 Skala HARS (Hamilton Anxiety rating scale) yang dikutip

  Nursalam (2008) penilaian kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi:

  a) Perasaan cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri mudah tersinggung.

  b) Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

  c) Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan takut pada binatang besar.

  d) Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas dan mimpi buruk.

  e) Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.

  f) Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

  g)

Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi,

  suara tidak stabil dan kedutan otot.

  h)

Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur,

  muka merah dan pucat serta merasa lemah. i) Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri didada, denyut nadi mengeras dan detak jantung hilang sekejap. j) Gejala pernapasan: rasa tertekan didada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek. k) Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas diperut.

  l)

Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kecing,

  aminorea, ereksi lemah atau impotensi. m) Gejala vegetatif: mu lut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala. n) Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengerut kan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.

  Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori: a) 0 = tidak ada gejala sama sekali

  b) 1 = satu dari gejala yang ada

  c) 2 = sedang/ separuh dari gejala yang ada

  1

  d) 3 = berat/lebih dari /

  2 gejala yang ada

  e) 4 = sangat berat semua gejala ada Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-14 dengan hasil: a) Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan.

  b) Skor 7-14 = kecemasan ringan.

  c) Skor 15-27 = kecemasan sedang.

  19

  20 d) Skor lebih dari 27 = kecemasan berat.

  2) FIS (Facial Image Scale)

  Facial Image Scale (FIS) merupakan alat ukur yang

  digunakan untuk mengetahui tingkat kecemasan seseorang berdasarkan pada ekspresi yang ditunjukkan oleh pasien. Pengukuran tingkat kecemasan dengan FIS ini menggunakan sistem skor dari 1 sampai dengan 5. Skor 1 menunjukkan ekspresi wajah sangat senang sedangkan skor 5 menunjukkan ekspresi wajah sangat tidak senang (Buchanan & Niven, 2002).

Gambar 2.1 Facial Image Scale (FISI)

  2. Kecemasan

  a. Pengertian Kecemasan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.

  Kecemasan selalu ada dan bukan milik masyarakat atau budaya tertentu. Kecemasan lain, menjadikan kecemasan sebagai konsep dasar dalam studi keperawatan jiwa dan prilaku manusia. Seseorang dengan gangguan kecemasan mengalami kerusakan pada kualitas dan fungsi hidup (Stuart, 2016).

  Menurut Stuart (2016), kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas berat tidak sejalandengan kehidupan. Dapat dilihat dalam suatu rentang:

  Respon adaptif respon maladaftip Antisipasi Ringan Sedang Berat Berat sekali

Gambar 2.2. Rentang respon ansietas

  Cemas (ansietas) merupakan sebuah emosi dan pengalaman subjektif dari seseorang. Pengertian lain dari cemas adalah suatu keadaan yang membuat seseorang tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkat. Jadi cemas berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya (Kusumawati & Hartono, 2010).

  Proses pengobatan thalassemi membutuhkan waktu yang lama dan teratur, oleh karena itu anak yang menderita thalassemi harus terus menjalani pengobatan secara rutin selama berbulan-bulan serta harus mendapatkan dukungan dari orang tua (Klassen, 2011).

  21 Meningkatnya beban psikologis keluarga akibat pengobatan yang berlangsung secara terus-menerus dalam merawat anak dengan thalassemi akan berdampak pada masalah psikososial pada keluarga, salah satu masalah psikososial yang terjadi adalah kecemasan (ansietas).

  Kecemasan merupakan gangguan alam perasaan (afektif) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas normal (Hawari, 2013)

  Orang tua yang mengalami cemas dikarenakan anaknya menderita thalassemi akan melakukan tindakan overprotektif, perasaan tanggung jawab dan rasa bersalah pada anaknya, mengalami gangguan tidur serta merasa tidak berharga dalam menghadapi masalah (Jenerette & Valrie, 2010).

  Kecemasan merupakan suatu kekhawatiran yang berlebihan disertai gejala somatik yang akan menimbulkan gangguan sosial (Mansjoer, 2009) mendefinisikan kecemasan adalah situasi yang menyebabkan suasana hati yang tidak menyenangkan yang diikuti sensasi fisik untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat merespon secara adaptif. Kecemasan juga diartikan sebagai perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah disertai respon otonom (sumber kadang tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan yang was-was untuk mengatasi

  22 bahaya (Nanda, 2012). Kaplan et al (2010) kecemasan merupakan suatu keadaan yang normal dari pertumbuhan, dari perubahan, dari pengalaman baru, dan dicoba dan dari penemuan identitas diri atau arti hidup.

  b. Klasifikasi Kecemasan Kusumawati dan Hartono (2010) mengklasifikasikan tingkat kecemasan menjadi empat, yaitu :

  1) Kecemasan ringan

  a) Individu waspada

  b) Lapang persepsi luas

  c) Menajamkan indra

  d) Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif e) Menghasilkan pertumbuhan dan kreatif

  2) Kecemasan sedang

  a) Individu hanya focus pada pikiran yang menjadi perhatiannya

  b) Terjadi penyempitan lapang persepsi

  c) Masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain 3) Kecemasan berat

  a) Lapangan persepsi individu sangat sempit

  b) Perhatian hanya pada detil yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal yang lain.

  23

  24

  c) Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah atau arahan untuk fokus pada area lain.

  4) Tingkat panik

  a) Individu kehilangan kendali diri dan detil

  b) Detil perhatian hilang

  c) Tidak bias melakukan apapun meskipun dengan perintah

  d) Terjadi peningkatan aktivitas motorik

  e) Berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain

  f) Menyimpan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif g) Biasanya disertai disorganisasi kepribadian.

  Kriteria serangan panik adalah palpitasi, berkeringat, bergetar atau goyah, susah napas, merasa tersedak, nyeri dada, mual dan distress abdomen, pening, derealisasi atau depersonalisasi, ketakutan kehitangan kendali diri, ketakutan mati, dan parestesia (Kusumawati & Hartono, 2010).

  c. Tanda dan gejala kecemasan Menurut Hawari (2013), tanda dan gejala kecemasan pada setiap orang bervariasi, tergantung dari beratnya atau tingkatan yang dirasakan oleh individu tersebut. Keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang saat mengalami kecemasan secara umum. Antara lain sebagai berikut :

  25

  1) Gejala psikologis : pernyataan cemas atau khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut. 2) Gangguan pola tidur, seperti mimpi-mimpi yang menegangkan 3) Gangguan konsentrasi dan daya ingat 4) Gejala somatik : rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar, sesak napas, gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan, tangan terasa dingin dan lembab, dan lain sebagainya.

  Maramis (2009) menyebutkan tanda dan gejala kecemasan berupa was-was, tegang terus menerus, dan tidak mampu berlaku santai, bicara cepat tetapi terputus-putus atau nandi lebih cepat, kaki dan tangan dingin, memar pada jari-jari tangan. Selain itu memanifestasi gejala kecemasan dikategorikan menjadi gejala fisiologis, gejala emosional, dan gejala kognitif dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Gejala fisiologis berupa peningkatan frekuensi nadi, tekanan darah, frekuensi nafas, diaforesis, suara bergetar, begetar, palpasi, mual dan muntah, sering berkemih, diare, insomnia, kelelahan, kelemahan, pucat pada wajah, mulut kering, sakit badan dan nyeri (khususnya dada, punggung, dan leher), gelisah, pingsan atau pusing, parastesia, rasa panas dan dingin.

  2) Gejala emosional berupa perasaan ketakutan, tidak berdaya, gugup, kehilangan control, tegang, tidak dapat rileks, individu memperlihatkan peka terhadap rangsang atau tidak sabar, marah meledak, menangis, cenderung menyalahkan orang lain, menarik dir, kurang inisiatif, dan mengutuk diri sendiri. 3) Gejala kognitif berupa ketidak mampuan berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan, pelupa, termenung, ketidak mampuan mengingat, dan perhatian lebih.

  d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan Menurut Stuart (2016) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan meliputi :

  1) Faktor predisposisi

  a) Biologis, bahawa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam-aminobutirat (GABA) yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan kecemasan.

  b) Psikologis, kecemasan merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian (id dan superego). Id mewakili dengan insting dan impuls primitive sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau Aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah meningkatkan ego bahwa ada bahaya.

  26 c) Prilaku, kecemasan merupakan keadaan frustasi karena segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 2) Faktor presipitasi

  a) Ancaman terhadap integritas fisik. Ancaman terhadap intergritas fisik melibatkan potensial cacat fisik atau penurunan kemampuan untuk melakukan akitivitas sehari-hari. Ancaman ini mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal.

  b) Nyeri adalah indikasi pertama bahwa integritas fisik sedang terancam. Nyeri menciptakan ansietas yang sering memotivasi orang untuk mencari perawatan kesehatan.

  c) Ancaman terhadap sistem diri. Ancaman terhadap sistem diri seseorang melibatkan bahaya identitas seseorang, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi. Kedua sumber eksteernal dan internal dapat mengancam diri.

  27

Kerangka Teori

  1. Pusing

  5. Perubahan fisik

  4. Perubahan emosional

  3. Perubahan informasi

  2. Perubahan psikososial

  1. Perubahan spiritual

  6. Pembesaran limpa dan hati kecemasan Anak keluarga

  5. Nafsu makan hilang

  4. Sukar tidur

  3. Badan sering lemas

  2. Muka pucat

  

28

B.

Gambar 2.2. Kerangka Teori Penelitian

  2. Rendah diri 3. cemas

  1. Isolasi sosial

  Masalah psikologis:

  c. Ancaman terhadap sistem diri Anak dan keluarga penderita thalassemi

  a. Ancaman terhadap integritas fisik b. Nyeri

  2. Faktor presipitasi

  c. Prilaku

  b. Psikologis

  a. Biologis

  1. Faktor predisposisi

  Sumber: Willams dan Wilkins (2003), Suriadi (2010), Hockenberry & Wilson (2009), Potter & Perry (2005), Gunarso (2007), Stuart (2016)

  Masalah fisik:

C. Kerangka Konsep

  Menurut Saryono (2010), kerangka konseptual yaitu pemikiran dasar yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi serta tinjauan pustaka. Kerangka konsep adalah justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan memberikan landasan yang jelas dan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalahnya (Azwar, 2010).

  Karateristik: Tingkat

  1. Usia Kecemasan

  2. Pendidikan Faktor Internal

  Faktor External

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

  Keterangan : = diteliti = tidak diteliti

  

29

D. Hipotesis

  Penelitian ini hanya ingin mengetahui gambaran tingkat kecemasan pada keluarga pasien dan penderita thalassemia di ruang cempaka RSUD dr. R.

  Goeteng Taroenadibrata Purbalingga, jadi tidak diperlukan suatu hipotesis (Arikunto, 2006).

  

30