PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
KEMENTERIAN KEHUTANAN
Terakreditasi dengan nilai A
Berdasarkan SK Kepala LIPI No. 816/D/2009
ISSN : 1829-6327
•
«»
JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Vol. 8 No. 2, April 2011
Jurnal Penelitian Hutan TanamanzyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRPONMLKJIHGFEDCBA
adalah media resmi publikasi ilmiah hasil penelitian dalam bidang hutan tanaman
dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan dengan frekuensi terbit lima kali setahun
Penanggung Jawab
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan
Dewan Redaksi
Ketua Merangkap Anggota
Dr. Dra. Tati Rostiwati, M.Si (Silvikultur, Ekofisiologi dan Perbenihan Tanaman Hutan)
Anggota
Prof. Ris. Dr. Ir. Hendi Suhaendi, MS (Pemuliaan Pohon)
Dr. Ir. Cahyono Agus D., M.Agr.Sc (Ilmu Tanah dan Silvikultur)
Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc (Rehabilitasi dan Mikoriza)
Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS (Hama dan Penyakit Tanaman Hutan)
Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc (Genetika dan Pemuliaan Tanaman Hutan)
Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp. (Statistik dan Biometrika)
Dr. Tukirin Partomihardjo (Ekologi dan Pengelolaan Lingkungan Hutan)
Dr. Ir. Lailan Syaufina, MS (Perlindungan Hutan dan Kebakaran Hutan)
Dr. Ir. Tania June, M.Sc (Pengelolaan Lingkungan dan Perubahan Iklim)
Dr. Ir. Nasrullab, M.Sc (Statistik)
Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS (Penilaian Hutan)
Mitra Bestari
Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman. M AzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFED
(Institut Pertanian Bogor)
Prof. Dr. Ir. H. Bambang Hero S., M.Agr.Sc (Kebakaran Hutan)
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS (Institut Pertanian Bogor)
Dr. Ir. Soekisman Tjitrosemito, M.Sc (SEAMEO - BIOTROP)
Dr. Ir. Endang Mumiati, MS (Institut Pertanian Bogor)
Ir. Nina Mindawati, M.Si (Silvikultur)
Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, MS (Hidrologi dan Konservasi Tanah dan Air)
Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr. (Institut Pertanian Bogor)
Dr. Ir. Supriyanto, M.Sc (Institut Pertanian Bogor, SEAMEO-BIOTROP)
Sekretariat Redaksi
Ketua Merangkap Anggota
Kepala Bidang Pengembangan Data dan Tindak Lanjut Penelitian,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan
Anggota
Kepala Sub Bidang Data, Informasi dan Diseminasi,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan
Kristina Yuniati, S.Hut
Rohmah Pari, S.Hut
Diterbitkan oleh :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Kementerian Kehutanan
Terbit pertama kali September 1996 dengan judul Buletin Peneiitian Pemuliaan Pohon (ISSN 1410-1165),
sejak April 2003 berganti judul menjadi Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan (ISSN 1693-7147),
dan sejak April 2004 berganti judul menjadi Jurnal Penelitian Hutan Tanaman (ISSN 1829-6327)
Alamat
Kampus Balitbang Kehutanan
JL Gunung Batu No. 5, Bogor Po. Box. 331
Telp. (0251) 8631238 Fax. (0251) 7520005 E-mail: pp j>[email protected], Website: www.forplan.or.id
Terakreditasi dengan nilai A
Berdasarkan SK Kepala LIPI No. 816/D/2009
(182/AU1/P2MBI/08/2009)
Accredited A by the Indonesian Insiitute of Sciences
No. 816/D/2009 (182/AU1/P2MBI/08/2009)
I S S N : 1829-6327
JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
V o l . 8 N o . 2, A p r i l 2011
D A F T A R ISI
M O D E L N A F K A H DAN P E M E N U H A N K E B U T U H A N PANGAN K E L U A R G A
P E T A N I M I S K I N D I H U T A N J A T I ( K a s u s : Enam Desa Di Kabupaten Blora)
Livelihood Source ofPoor Farmers in Tcak Forests and Food Fulfillment (Case: Six Villages in
Blora District)
Wasito, Ujang Sumarwan, E . E k o Ananto, E u i s Sunarti, dan/a/id A r y a H . Dharmawan
59-80
P E N G A R U H J U M L A H RUAS DAN ZAT PENGATUR T U M B U H T E R H A D A P
P E R T U M B U H A N S T E K P R A N A J I W A (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benth
The Effect Number of Nodes and Growth Hormone of Pranajiwa (Euchresta horsfieldii
(Lesch.)Benth.)
IM.Ardaka,IG.Tirtadan/cm/DwPt.Darma
81-87
P E N G A R U H P E N U A A N DAN I R A D I A S I B E N I H D E N G A N SINAR G A M M A f°Co)
T E R H A D A P P E R T U M B U H A N B I B I T S U R E N (Toona sureniBlume
Merr)
The Effect ofSeed Ageing and Irradiation with Gamma RaysywutsrponmlkjihgdaWVUTSPNMJIHGEDCA
C Co) on The Growth ofSaphng of
Suren (Toona sureni Blume Merr)
Muhammad Zanzibar dan/asu/DanWitjaksoiio
89-96
P E N G A R U H B AKAN K E M A S A N DAN WAKTU PENYIMPANAN BAHAN S T E K
T E R H A D A P P E R S E N T A S E B E R A K A R S T E K SHOREA
JOHORENSIS
D A N S.
SMITHIANA
Effect of Package Material and Storage Time of Cutting Material to Rooting Percentage
of
Shorea johorensis and S. smithiana cuttings
BurhanuddinAdman
97-109
U J I P E N A N A M A N Acacia mangium A S A L K E B U N E E N I H P A R U N G P A N J A N G
DI B E B E R A P A L O K A S I DI JAWA B A R A T
Planting Trial oj "Acacia mangium from Parungpanjang Seed Orchard at Several Locations in
WestJava
Kurniawati Purwaka Putri dan/ast 0,80),
; Y. 1.1. : daun jati di jual ke pasar; Y. 1.2. :
berdasarkan kriteria World Food Programme
kepompong/ulat daun jati, belalang; Y. 1.3.
(WFP) (Bappeda dan BPS Blora, 2009).
: ranting, tunggul, akar kayu jati untuk
Data-data yang terkumpul diedit, tabulasi,
bahan bakar; Y. 1.4.: tunggul, akar kayu jati
dan disusun dalam kelompok, kategorisasi
untuk bahan kerajinan;
(Bungin, 2003) untuk diintrepretasi dan analisis
• Y 2 : pemanfaatan lahan hutan j a t i ,
deskriptif. U j i t (beda nyata) (Steel dan Torrie,
meliputi : Y.2.1. : empon-empon; Y.2.2. :
1991), digunakan untuk mengetahui perbedaan
sayuran; Y.2.3. : integrasi ternak berizin;
Y 2 . 4 . : tumpangsari (jagung, padi di hutan
antar desa, kecamatan.
61
Jurnal
Penelitian
Vol.8 No.2,
Hutan
April 2011,
Tanaman
59 - 80
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A . Hutan Jati dan Keluarga Miskin
Kabupaten Blora (Provinsi Jawa Tengah)
dengan penguasaan lahan pertanian sempit,
tipologi lahan kering, yang cenderung marginal
dengan curah hujan rendah (1.268 m m (809 1.566 m m ) , rataan hari hujan 64 hari (44-74
hari)), merupakan kendala dalam peningkatan
pendapatan. Padi dan jagung sebagai komoditas
utama untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok
masyarakat. Populasi ternak sapi dan ayam buras
cukup dominan (Lampiran 1), karena masingmasing d i m i l i k i oleh 85 persen dan 100 persen
petani. Bagi petani miskin, petani lapisan bawah
dan petani gurem, penghasilan dari usahatani
atau buruh tani tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
Keluarga miskin d i desa, kecamatan kajian
berdasarkan variabel, atau indikator objektif BPS
dan Bappeda Kabupaten Blora (2006), meliputi:
(1) kondisi rumah/tempat tinggal, (2) pangan,
(3) sandang, (4) kesehatan, (5) aktivitas sosial
dan aspek lain cukup tinggi, yaitu 23,82% 62,82%. Penggunaan kayu bakar untuk memasak
dengan pilihan utama bersumber dari hutan jati,
dan cukup dominan (96,94 % ) (Lampiran 2).
Akibat tingginya aksesibilitas masyarakat sekitar
hutan terhadap hutan j a t i tersebut, maka
diperlukan penataan hubungan yang sinergis,
diantaranya melalui program P H B M PLUS.
Keluarga petani miskin di desa-desa kajian
menyebar secara merata, berdasarkan 8 indikator
bantuan langsung tunai ( B L T ) , mengelompok
pada nilai total skor nilai 7 dan 8. Hasil kategori
keparahan kemiskinan, kategori miskin cukup
dominan, kemudian diikuti mendekati miskin,
dan keluarga sangat miskin (Tabel 1) (BPS,
2006). Rumah tangga sangat miskin adalah buruh
tani tidak memiliki rumah, menumpang, sewa,
dan tidak m e m i l i k i aset berharga (tabungan,
emas, T V berwarna, ternak, motor).
TabelzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
(Table) 1. Kategori keparahan kemiskinan rumahtangga (Category severity
Kecamatan (Subdistrict)
Desa (Village)
Japah
Sumberejo
Ngiyono
Randublatung
Bodeh
Ngliron
Jiken
Bleboh
Nglebur
Sumber (source): BPS (2006)
Jumlah
(number)
KK
9.598
257
285
21.138
400
771
9.978
1.458
1.304
KK
Miskin
(poor)
4.199
131
1)9
9.140
251
314
3.643
666
310
ofhouse-holdnoverty)
Kategori RT miskin (Category RTpoverty) (%)
Sangat (vety)
Miskin
Hampir
(poverty)
(almost)
1,73
28,85
13,17
4,60
32,75
13,79
0.00
34,88
6,90
4,45
25,50
13,29
2,24
58,95
1,57
1,54
31,37
7,68
2,76
8,54
25,40
3,64
35,19
6,86
4,91
2,38
16,49
Total
(%)
43.75
51,14
41,78
43,24
62,76
40,59
36,71
45,68
23,77
• R T Pelani (farmers)
^Pengguna lahan liandusers)
• Petani gurem (smallhoiders)
B Buruh tani (hodge)
Kec. (suhiistriei
Gambar (Figure)
62
1. RT petani, pengguna lahan, petani gurem, buruh tani (Farmers
landless farmers andfarm laborers)
)
househod, land users,
Model Nafkah dan Pemenuhan Kebutuhan Pangan Keluarga
Petani Miskin di Hutan Jati (Kasus: Enam Desa Di Kabupaten Blora)
Wasito, Ujang Sumarwan,
E. Eko Ananto, Euis Sunarti, dan Arya H.
Dharmawan
Keparahan kemiskinan (sangat - hampir
pesanggem (55,24 - 85,32%), dan pekerja harian
miskin) d i kecamatan setara, atau lebih tinggi dari
hanya 23,27% (kisaran 1,54 - 45%), selaras
jumlah buruh tani hasil Sensus Pertanian 2003,
penelitian Irhamna (2006), Kuncahyo (2006), di
yaitu di Kec. Japah (47,08%), Jiken (51,65%),
Ghana (Gautman, 2009), Dendi District (Ethiopia)
dan lebih rendah di Randublatung (27,32%).
(Mamo et al, 2007), South Africa (Shackleton et
Persentasi petani gurem lebih tinggi, di Kec.
a/.,2007),danVedeldera/. (2007).
Japah (63,29%), Randublatung (71,68%), Jiken
Luasan hutan jati di Desa Bodeh (95,72
(57,18%) (Gambar 1). Persentasi tersebut lebih
persen), Ngeliron (89,41 persen), dan Kecamatan
rendah dari K K pesanggem (petani yang
Randublatung (65,69 persen), Desa Bleboh
menggarap lahan hutan secara tumpangsari)
(77,41 persen), Nglebur (87,84 persen), dan Kec.
(55,24 - 85,32%) di desa kajian (Tabel 2). Pada
Jiken (80,01 persen), Desa Sumberejo (80,78
keluarga petani gurem, buruh tani penghasilan
persen), Ngiyono (88,74 persen), dan Kecamatan
dari usahatani dan buruh tidak cukup untuk
Japah (54,33 persen) (Lampiran 1). Hutan j a t i
memenuhi kebutuhan pangan. Untuk itu mereka
K P H Randublatung menyebar di Kecamatan
harus mengalokasikan tenaga kerja ke sektor non
Randublatung, Kunduran, Jepon, Banjarejo, Jati,
pertanian sebagai strategi bertahan hidup (White,
dan Kradenan. Hutan j a t i K P H Cepu d i
1991zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
dalam Dharmawan et al, 2004), dan
Kecamatan Jiken, Cepu, Kedungtuban,
Dharmawan et al, (2004). Dalam kajian i n i ,
Sambong, Jepon, dan Banjarejo. Hutan jati K P H
sektor non pertanian terfokus pada nafkah,
Blora di Kecamatan Japah, Todanan, Kunduran,
kehidupan (livelihood) di kawasan hutan jati.
Ngawen, Tunjungan, dan Banjarejo.
Hutan jati memberi kontribusi
Telah terjadi penurunan luas hutan jati
penyerapan tenaga kerja masyarakat, terutama di
produktif pada periode 1996 -2001 dan periode
pinggiran hutan. Penyerapan tenaga kerja ke
2002-2006 di Kabupaten Blora. Masing-masing
hutan jati cenderung berkorelasi dengan luas
penurunannya sebesar 17,50 % dan 19,89 % .
iahan hutan jati di K P H dan P H B M setempat.
Pada periode yang sama, penurunannya di K P H
Penyerapan tenaga kerja sektor kehutanan yang
Biora masing-masing sebesar 13,98% dan
melibatkan masyarakat desa hutan ada dua, yaitu
16,76%, di K P H Randublatung 20,12% dan
pekerja harian kehutanan dan j u m l a h K K
24,26%, dan di K P H Cepu penurunanya sebesar
pesanggem. Sebagian besar (67,64%) sebagai
18,41% dan 18,64% (Tabel 3).
Tabel (Table) 2. Alokasi tenaga kerja masyarakat desa sekitar hutan di hutan jati (The allocation
in rural communities around the forests
ofteakforests)
Desa
(village)
Pesanggem (%)
Pekerja (%)
(workers)
Bleboh
55,24
30,16
Nglebur
60,00
Bodeh
70,25
Tabel (Table)
Pesanggem (%)
Pekerja (%)
(workers)
Ngeliron
60,00
35,15
25,00
Sumberejo
85,32
• 1,54
45,23
Ngiyono
75,00
2,52
Desa
(village)
3. Penurunan kelas hutan d i K P H B l o r a , Cepu, Randublatung (Decline
in KPH Blora, Cepu,
Randublatung)
Kelas hutan (Forest class)
oflabor
forest
class
Produktif (produetive)
1996 ke 2001 (%) KPH
Rdblatung
Blora
Cepu
- 18,41
-20,12
- 13.98
2002 ke 2006 (%) KPH
Rdblatung
Blora
Cepu
- 16,76
- 18,64
- 24,26
Tidak produktif
+ 45,34
+ 52,96
+ 176,21
+ 39,68
+ 40,16
+ 126,46
+ 5,60
+ 66,52
-2,86
+ 8,68
+ 189,42
+ 4,87
-28,36
-6,87
- 29,24
(unproduetive)
Bukan untuk produksi (BUP)
(Not forproduciion)
(NFP)
-11,54
-45,12
- 32,64
BUP kayu jati (NFP teak)
Sumber/Source : PSDH KPH Cepu (2007) data diolah (processed data)
63
Jurnal
Penelitian
Vol.8 No.2,
Hutan
April 2011,
Tanaman
59 - 80
miskin, seperti k a y u bakar, pangan, kayu
Untuk hutan bukan untuk produksi (BUP)
pertukangan/rumah, empon-empon sebagai
kayu jati penurunannya di K P H Blora masingbahan obat-obatan.
masing sebesar 11,54% dan 28,36%, di K P H
Penurunan luas hutan j a t i produktif, BUP
C e p u 4 5 , 1 2 % dan 6 , 8 7 % , dan K P H
kayu jati, dan terjadi peningkatan hutan tidak
Randublatung masing-masing sebesar 32,64%
produktif dan BUP (Tabel 3) selaras dengan
dan 29,24%. Sebaliknya terjadi peningkatan
rataan peningkatan produksi (ton) padi dan
hutan t i d a k p r o d u k t i f dan B U P , senada
jagung (Gambar 2). Perlu kajian lebih lanjut ada
penelitian Yulianto (2002), Irhamna (2006), dan
tidaknya korelasinya, karena produksi padi, atau
Kuncahyo (2006). Luas hutan yang menurun
jagung di Kabupaten Blora merupakan resultante
cukup besar ini j i k a tidak ditanggulangi, serta
produksi di lahan sawah, lahan kering, tumpang
terus berjalan dan dibiarkan saja, maka tinggal
sari (dominan jati - jagung, atau jati -zyxwvutsrponmlkjihg
padi).
menunggu waktu saja sampai sumber daya hutan
Produksi
tersebut
dipengaruhi
faktor-fakior
yang ada akan habis, senada pendapat Appiah
produksi saat budidaya, faktor abiotik, seperti
(2009) karena semakin menurun hutan produktif,
ketersediaan air ( i k l i m ) , ketersediaan modal
makazyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
supply kayu akan berkurang walaupun
petani, dan faktor biotik, seperti serangan hama
permintaan terus bertambah. Hal i n i akan
dan penyakit ekonomis.
berdampak terhadap sumber nafkah petani
450.000
400.000
•—•— Padi (rice)
—•— Jagung (corn)
*
Rataan (avurage)
I
350.000
300.000
250.000
200.000
150.000
100.000
50 000
Ton (Uns)
0
2001
Gambar (Figure)
2006
2007
2. Rataan, produksi (ton) padi dan jagung Kabupaten Blora (Avarage,
(tons) of rice and corn in Blora District
(2001-2008))
B. Sumber Nafkah Keluarga Petani Miskin di
Hutan Jati
Berdasarkan kesepakatan peneliti dengan
para pakar, nafkah yang sifatnya simbiosis
mutualisme ( S M ) diberi bobot : 0,60 karena
m e m i l i k i 8 sub-indikator, sedangkan nafkah
simbiosis parasitisme (SP) diberi bobot 0,40
karena memiliki 4 sub-indikator.
1. Nafkah Simbiosis Mutualisme
Pencarian daun jati untuk dijual ke pasar,
tunggul, akar kayu jati untuk bahan kerajinan
u n t u k menambah pendapatan. Pencarian
kepompong/ulat daun jati, atau belalang untuk
m e n a m b a h p e n d a p a t a n , atau l a n g s u n g
dikonsumsi. Pencarian ranting, tunggul, akar, dan
rencekan kayu jati sebagian untuk kayu bakar
memasak, dan sebagian di jual guna menambah
pendapatan. Nafkah yang bersifat simbiosis
64
2004
production
mutualisme (bobot = bt = 0,60), terdiri d a r i : (a)
Y l (bt = 0,30): pemanfaatan dari pohon jati, dan
meliputi: Y. 1.1. (bt = 0,08) daun jati; Y 1 . 2 . (bt =
0,07) kepompong/ulat daun jati, belalang; Y, 13.
(bt = 0,10) ranting, tunggul, akar kayu jati untuk
bahan bakar; dan Y. 1.4. (bt = 0,05) tunggul, akar
kayu jati untuk bahan kerajinan; (b) Y 2 (bt =
0,30) : pemanfaatan lahan hutan jati, meliputi :
Y.2.1. (bt = 0,08) empon-empon; Y.2.2. (bt =
0,05) sayuran; Y.2.3. (bt = 0,09) integrasi ternak
berizin; Y.2.4. (bt = 0,08) tumpangsari. Bobot x
skor (nilai akhir) terhadap sumber nafkah yang
bersifat simbiosis mutualisme terlihat pada
Gambar 3.
Nilai akhir nafkah yang bersifat simbiosis
mutualisme ( S M ) dari pencarian daun j a t i
(Y. 1.1) (0,11) merupakan rataan nilai skor x
bobot dari wilayah kajian, yaitu rataan dari: Jiken
(1,90 x 0,08 = 0,15) + Bleboh (1,25 x 0,08 = 0,10)
Model Nafkah dan Pemenuhan Kebutuhan Pangan
Keluarga
Petani Miskin di Hutan Jati (Kasus: Enam Desa Di Kabupaten
Blora)
Wasito, Ujang Sumarwan, E. Eko Ananto, Euis Sunarti, dan Arya H.
+ Nglebur (1,90 x 0,08 = 0,15) + Randublatung
(1,25 x 0,08 = 0,10) + Bodeh (1,25 x 0,08 =
0,10) + Ngliron (1,25 x 0,08 = 0,10) + Japah
(1,25 x 0,08 = 0,10) + Sumberejo (1,25 x 0,08 =
0,10) + N g i y o n o (1,25 x 0,08 - 0,10)
(Gambar 3). N i l a i a k h i r d a r i pencarian
ranting, tunggul, akar kayu jati untuk bahan
b a k a r ( Y . 1.3.) m e m i l i k i n i l a i t e r t i n g g i
(0,17) artinya pemanfaatan kayu jati sebagai
bahan bakar untuk memasak dan sebagian
d i j u a l cukup dominan (96,94 persen) (Lampiran
2).
Dharmawan
Hasil penghitungan
subindikator
pemanfaatan d a r i p o h o n j a t i ( Y l ) yang
merupakan nilai rataan Y. 1.1.; Y. 1.2.; Y. 1.3;
Y 1.4, dengan nilai akhir di Jiken adalah 0,18.
Nilai i n i merupakan rataan penjumlahan nilai
bobot x skor : Y 1.1 (0,08 x 1,85) + Y. 1.2 (0,07 x
2,15) + Y 1 . 3 (0,10 x 2,00) + Y 1 . 4 (0,05 x 4,00).
Sedangkan nilai pemanfaatan dari hutan jati ( Y 2 )
(0,10) merupakan Y 2 . 1 (0,08 x 1,50) + Y.2.2 (0,05
x 1,00) + Y.2.3 (0,09 x 1,70) + Y 2 . 4 (0,08 x 1,50),
sehingga nilai nafkah simbiosis mutualisme di
Jiken ( Y l + Y 2 ) adalah 0,28 (Tabel 4).
(Figure) 3. Sumber dan nilai nafkah simbiosis mutualisme (Source and livelihood value from
GambarzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
mutualism symbiotic)
Tabel (Table) 4. Hasil penilaian nafkah simbiosis mutualisme (The result of symbiosis
livelihood assessment)
Indikator
Jiken
Bleboh
Nglebur
Rdblg
Bodeh
Smbrejo
mutualism
Ngliron
Japah
Y. 1.1. (0,08)
0,15
0,10
0,15
0,10
0,10
0,10
0,10
0,10
Ngyno
0,10
Y. 1.2. (0,07)
0,15
0,15
0.20
0,15
0,15
0,15
0,10
0,15
0,10
Y. 1.3. (0,10)
0,20
0,15
0,15
0,20
0,20
0,20
0.15
0,15
0,15
Y 1.4. (0,05)
0,20
0,20
0,20
0,20
0,20
0,15
0,10
0,10
0,10
yYl
0,18
0,15
0,18
0,16
0,16
0,15
0,1!
0,13
0,11
Y.2.1.(0,08)
0,10
0,10
0,10
0,15
0J5
0,15
0,10
0,13
0,13
Y.2.2. (0,05)
0,05
0,10
0,10
0,15
0,15
0,15
0,10
0,13
0,13
Y.2.3. (0,09)
0,15
0,13
0,13
0,13
0,13
0,13
0,15
0,13
0,13
Y.2.4. (0,08)
0,10
0,10
0,10
0,13
0,13
0,13
0,15
0.13
0,15
yY2
0,10
0,11
0,11
0,14
0,14
0,14
0,13
0,13
0,14
Y1+Y2
0,28
0,26
0,29
0,30
0,30
0,29
0,24
0,26
0,25
Sumber {source): data primer diolah (primary dataprocessed)
Ket. (note): Y1 = pemanfaatan dari pohon jati (utilization ofteak), Y. 1.!. = daun jati (leafteak), YA.2.= kepompong/ulat daun jati,
belalang ( cocoon /teak leafCaterpillars, grasshoppers), Y. 1.3 = ranting/tunggul/akar, rencekan kayu jati memasak
(branch /stump /root, teak wood rencekan), Y. 1.4. = cari tunggul/akar kayu jati untuk kerajinan (search stump/root
of teak wood), Yl = pemanfaatan lahan hutan jati (teak forest land use). Y.2.1. • pencarian empon-empon (searchempon empon), Y.2.2. = pencarian sayuran untuk makan (search vegetables to eat), Y.2.3. = integrasi ternak di
hutan jati (integration oflivestock in the forests ofteak), Y.2.4. = tumpangsari dilahan hutan jati (intereropping in the
forests ofteak).
65
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No.2, April 2011, 59 - 80
zywvutsrponmlkjihgfedcbaWVTSRQPONML
tsrponlkigedaTSPNLKIDB
1 CS.'.f.phn ja'i (teak tress)
i QSM.ihn h.jati (teakforest)
;
;
;Ni!ai/valuc
tetapi dilakukan pencari nafkah desa-desa lain
N i l a i akhir nafkah simbiosis mutualisme
karena potensi, jumlah, satuan sumber nafkah
adalah 0,24 - 0,30, nilai tertinggi (0,30) di Desa
hutan jati pada setiap wilayah B K P H ,zyxwvutsrponmlkjih
RPH
Bodeh, Kec. Randungblatung, dan terendah
berbeda-beda, perlu kajian lebih lanjut.
(0,24) di Kecamatan Japah. Artinya nafkah
Kawasan hutan jati penghasil emponsimbiosis mutualisme yang dilakukan keluarga
empon (Gambar 5), seperti lempuyang emprit
petani miskin di hutan jati belum optimal (0,24 (wangi), lempuyang pahit (gajah), kunir putih
0,30), karena nilai optimal adalah 0,60. Hasil uji t
gombyok, sambiroto, kulit kayu (pule dan ragen),
antar kecamatan, antar desa tidak berbeda nyata
pulet. nampu kunci (sayur dan pepet), temu(p < 0,05) (Tabel 4, Gambar 4, Lampiran 3).
temuan (ireng, lawak, dan giring), jahe emprit +
Pemanfaatan hutan j a t i yang belum
(lengkuas dan asam Jawa) banyak dicari dan
optimal pada nafkah yang bersifat simbiosis
sebagai nafkah tambahan terutama dilakukan
mutualisme tersebut diduga akibat perbedaan
oleh ibu-ibu atau anak perempuan keluarga
rasio sumber nafkah di hutan jati dibanding
petani miskin.
pemanfaatannya, selaras penelitian di Nepal
Sumbangan pendapatan berkisar 10% (BhattaraizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
et al, 2009; Gautam, 2009); Ghana
15%,
selaras menurut Sarjana et al. (2007),
(Appiah, 2010); Bolivia, Honduras, Nicaragua,
Setiani dan Sarjana (2007) dari penambangan
Cameroon, Indonesia, Canada (Colchester et al,
l e m p u y a n g w a n g i t e r h a d a p pendapatan
2006) Dendi District (Ethiopia) (Mamo et al,
rumahtangga mencapai 13,56%. Lempuyang
2007) , SouthAfrica(Shackletonrtf/., 2007), dan
wangi, salah satu komoditas spesifik Kab. Blora
Vedeld et al.
(2007). Perbandingan satuan
yang m e m i l i k i keunggulan, baik dari segi
nafkah yang tersedia diduga lebih kecil dari
peluang pasar maupun potensi sumber daya
j u m l a h pencari nafkah, atau terjadi persaingan
lahannya. Sentra produksinya tersebar di daerah
(kompetitif; pencari nafkah, misalnya pencari
pedesaan sekitar hutan, dan produksinya masih
nafkah di Desa Sumberejo tidak terbatas hanya
mengandalkan pengambilan secara langsung dari
dilakukan, oleh pencari nafkah desa tersebut.
o
Gambar (Figure) 4. Nilai nafkah dari lahan dan pohon jati (Livelihood
valuefrom land and teak trees)
Gambar (Figure) 5. Hutan jati penghasil empon-empon dan kayu bakar (Empon-empon producing teak
forests and fire wood)
66
Model Nafkah dan Pemenuhan Kebutuhan Pangan Keluarga
Petani Miskin di Hutan Jati (Kasus: Enam Desa Di Kabupaten Blora)
Wasito, Ujang Sumarwan,
E. Eko Ananto, Euis Sunarti, dan Arya H.
Dharmawan
hutan jati. Secara umum produksi empon-empon
Demplot tumpang sari tanaman sayuran (bayam,
mencapai sekitar 20 - 50 kg segar, atau sekitar
kangkung, sawi, mentimun, kacang panjang) d i
5 - 10 k g simplisia kering per orang per hari,
lahan hutan jati umur muda yang bernilai
selaras penelitian SarjanazyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
et al. (2007), Setiani
ekonomis dan ramah lingkungan perlu dikaji
dan Sarjana (2007). Hal yang sama terjadi pada
melalui kerjasama Perhutani, Balai Pengkajian
pencari daun j a t i untuk dijual ke pasar
Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, Dinas
kecamatan, kabupaten.
Pertanian Kab. Blora. Perlu dukungan Perhutani,
Dinas
Kehutanan, Dinas Pertanian terhadap
Kayu bakar (Gambar 5) merupakan bahan
sumber
air melalui sumur lapang, embung, atau
bakar utama keluarga petani miskin cukup
cekdam
dari sungai k e c i l d i hutan j a t i .
dominan (96,94%) (Lampiran 2), dan hutan jati
Pesanggem
selama i n i p a l i n g i n t e n s i f
menjadi pilihan utama sumber konsumsi kayu
berinteraksi
dengan
hutan jati dan mendapatkan
bakar, selain limbah jagung. Rata-rata konsumsi
memiliki daya tawar yang
banyak
manfaat
tetapi
kayu bakar adalah 62,78 sm/RT/tahun (25,67 rendah.
104,44 sm/RT/tahun). Tingginya konsumsi kayu
bakar akan menimbulkan masalah tersendiri bagi
Buruh tani yang kemudian menjadi
Perhutani, karena rasio luas lahan tegalan dan
pesanggem dihadapkan pada keadaan tanpa
sawah dibandingkan luas hutan (3,5 < x < 5,0)
p i l i h a n , karena m e m b i a y a i g e m i l a n g n y a
pemenuhan kayu bakar dari lahan di luar hutan
keberhasilan tanaman di lahan Perhutani, namun
cukup kecil, senada penelitian yang dilakukan
hasil panen yang diterima sebagai upah t'dak
Irhamna (2006), Kuncahyo (2006) di Blora, dan
sebanding dengan dengan tenaga y a n g
peran hutan di Nepal (Bhattarai et al, 2009;
dikeluarkan oleh pesanggem, perlu kajian lebih
Gautam, 2009); Ghana (Appiah, 2010); Bolivia,
lanjut. Fungsi hutan jati juga sebagai penghasil
Honduras, Nicara-gua, Cameroon, Indonesia.
pakan ternak sangat menguntungkan, tidak
Canada (Colchester et al, 2006), Dendi District
terkecuali pesanggem. Besarnya rata-rata
(Ethiopia) (Mamo et al,
2007), South Africa
kebutuhan pakan ternak setiap keluarga sebesar
(Shackleton e t al, 2007), dan Vedeld et al
232,64 karang/tahun (180,2 - 389,25 karung/
(2007).
tahun).
Produksi jagung dari lahan hutan jati
(Gambar 6) yang dihasilkan oleh pesanggem dari
iuas lahan sekitar 0,25 ha dengan rata-rata
produksi setara beras adalah 0,65 ton/tahun/ RT
(0,34 - 1,57 ton/tahun/RT) relatif sangat kecil
untuk memenuhi kebutuhan pangan. Tumpang
sari tanaman pangan di lahan hutan jati dengan
pola tanam usahatani dominan : (1) jagung jagung - bera; (2) padi gogo - jagung - bera; (3)
Jagung + ketela pohon - bera, sedangkan
tumpang sari tanaman obat (biofarmaka),
empon-empon dapai dilakukan sepanjang tahun.
Sumber nafkah simbiosis mutualisme
berjarak tempuh dari sentra-sentra pemukiman
mencapai 3 -15 km. Mobilitas pencari hasil hutan
ini semakin tinggi tidak hanya terbatas di hutan
sekitar pemukiman tetapi bisa lintas desa dan
kecamatan. Kapasitas produksi setiap pencari
hasil hutan sangat bervariasi tergantung
kemampuan fisik dalam menggali maupun
membawa pulang, serta j u m l a h yang ditemukan
di hutan. Kegiatan nafkah simbiosis mutualisme
dengan alokasi waktu bervariasi tergantung jarak
tempuh lokasi pencarian.
67
Jurnal Penelitian Hutan
Tanaman
Vol.8 No.2, April 2011, 59 - 80
masyarakat, seiaras (Sayogyo, 1987). Pergeseran
Nafkah Perempuan
dalam
peranan antara perempuan dan laki-laki
Nafkah perempuan d i kawasan hutan jati
m
e
n
c
e
r m i n k a n pula perubahan
peranan
m e l i p u t i (a) pencarian empon-empon, (b)
perempuan
dalam
rumahtangga.
Perkembangan
pencarian daun jati, (c) pencarian kepompong/
dalam organisasi ekonomi yang tradisional,
ulat daun jati, atau belalang, (d) pencarian
terdapat dua tipe peranan (Sayogyo, 1983;
ranting/tunggul/akar dan rencekan kayu jati.
Hubeis, 1993), yaitu : (1) peranan perempuan
Akses perempuan dominan pada a, b, d, dan
seluruhnya hanya dalam pekerjaan rumahtangga
kegiatan reproduktif, laki-laki pada pencarian
(peran tradisi), serta (2) perempuan mempunyai
tunggul/akar kayu jati. Pencarian kepompong,
dua peranan (peran transisi), yaitu dalam
ulat daun jati, belalang oleh laki-laki, atau
pekerjaan rumahtangga dan perempuan sebagai
perempuan, sehingga alokasi waktu (akses)
tenaga k e r j a , a n g g o t a m a s y a r a k a t
dan
perempuan di kegiatan produktif pertanian lebih
sumberdaya pembangunan.
rendah dari laki-laki (Tabel 5).
Profil aktivitas harian keluarga petani
Peranan produktif adalah peranan yang
m
i
s
k
i
n
untuk mengetahui
kecenderungan,
menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomis zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
perbandingan pola kegiatan rutin harian individu
actives) (Gambar 7). Peranan
(economically
atau keluarga berdasarkan jender, bukan kodrat.
perempuan berdasarkan kedudukannya dalam
Waktu kerja (akses) antara laki-laki dan
keluarga petani miskin pada kajian ini, sebagai:
perempuan dilahan hutan jati berbeda (Gambar
(1)
pencari nafkah, baik tambahan maupun
8), tetapi ada kerjasama bermakna dalam nafkah,
pokok (dominan), (2) istri/ibu rumahtangga
j u g a usaha tambahan antara mereka,
(pekerjaan produktif, tidak langsung mengmemungkinkan peran seluruh keluarga untuk
hasilkan pendapatan, menunjang anggota lain
dapat dimanfaatkan dalam nafkah.
untuk mencari nafkah); dan (3) anggota
•
Tabel(7h£/
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
KEMENTERIAN KEHUTANAN
Terakreditasi dengan nilai A
Berdasarkan SK Kepala LIPI No. 816/D/2009
ISSN : 1829-6327
•
«»
JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Vol. 8 No. 2, April 2011
Jurnal Penelitian Hutan TanamanzyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRPONMLKJIHGFEDCBA
adalah media resmi publikasi ilmiah hasil penelitian dalam bidang hutan tanaman
dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan dengan frekuensi terbit lima kali setahun
Penanggung Jawab
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan
Dewan Redaksi
Ketua Merangkap Anggota
Dr. Dra. Tati Rostiwati, M.Si (Silvikultur, Ekofisiologi dan Perbenihan Tanaman Hutan)
Anggota
Prof. Ris. Dr. Ir. Hendi Suhaendi, MS (Pemuliaan Pohon)
Dr. Ir. Cahyono Agus D., M.Agr.Sc (Ilmu Tanah dan Silvikultur)
Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc (Rehabilitasi dan Mikoriza)
Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS (Hama dan Penyakit Tanaman Hutan)
Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc (Genetika dan Pemuliaan Tanaman Hutan)
Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp. (Statistik dan Biometrika)
Dr. Tukirin Partomihardjo (Ekologi dan Pengelolaan Lingkungan Hutan)
Dr. Ir. Lailan Syaufina, MS (Perlindungan Hutan dan Kebakaran Hutan)
Dr. Ir. Tania June, M.Sc (Pengelolaan Lingkungan dan Perubahan Iklim)
Dr. Ir. Nasrullab, M.Sc (Statistik)
Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS (Penilaian Hutan)
Mitra Bestari
Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman. M AzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFED
(Institut Pertanian Bogor)
Prof. Dr. Ir. H. Bambang Hero S., M.Agr.Sc (Kebakaran Hutan)
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS (Institut Pertanian Bogor)
Dr. Ir. Soekisman Tjitrosemito, M.Sc (SEAMEO - BIOTROP)
Dr. Ir. Endang Mumiati, MS (Institut Pertanian Bogor)
Ir. Nina Mindawati, M.Si (Silvikultur)
Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, MS (Hidrologi dan Konservasi Tanah dan Air)
Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr. (Institut Pertanian Bogor)
Dr. Ir. Supriyanto, M.Sc (Institut Pertanian Bogor, SEAMEO-BIOTROP)
Sekretariat Redaksi
Ketua Merangkap Anggota
Kepala Bidang Pengembangan Data dan Tindak Lanjut Penelitian,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan
Anggota
Kepala Sub Bidang Data, Informasi dan Diseminasi,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan
Kristina Yuniati, S.Hut
Rohmah Pari, S.Hut
Diterbitkan oleh :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Kementerian Kehutanan
Terbit pertama kali September 1996 dengan judul Buletin Peneiitian Pemuliaan Pohon (ISSN 1410-1165),
sejak April 2003 berganti judul menjadi Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan (ISSN 1693-7147),
dan sejak April 2004 berganti judul menjadi Jurnal Penelitian Hutan Tanaman (ISSN 1829-6327)
Alamat
Kampus Balitbang Kehutanan
JL Gunung Batu No. 5, Bogor Po. Box. 331
Telp. (0251) 8631238 Fax. (0251) 7520005 E-mail: pp j>[email protected], Website: www.forplan.or.id
Terakreditasi dengan nilai A
Berdasarkan SK Kepala LIPI No. 816/D/2009
(182/AU1/P2MBI/08/2009)
Accredited A by the Indonesian Insiitute of Sciences
No. 816/D/2009 (182/AU1/P2MBI/08/2009)
I S S N : 1829-6327
JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
V o l . 8 N o . 2, A p r i l 2011
D A F T A R ISI
M O D E L N A F K A H DAN P E M E N U H A N K E B U T U H A N PANGAN K E L U A R G A
P E T A N I M I S K I N D I H U T A N J A T I ( K a s u s : Enam Desa Di Kabupaten Blora)
Livelihood Source ofPoor Farmers in Tcak Forests and Food Fulfillment (Case: Six Villages in
Blora District)
Wasito, Ujang Sumarwan, E . E k o Ananto, E u i s Sunarti, dan/a/id A r y a H . Dharmawan
59-80
P E N G A R U H J U M L A H RUAS DAN ZAT PENGATUR T U M B U H T E R H A D A P
P E R T U M B U H A N S T E K P R A N A J I W A (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benth
The Effect Number of Nodes and Growth Hormone of Pranajiwa (Euchresta horsfieldii
(Lesch.)Benth.)
IM.Ardaka,IG.Tirtadan/cm/DwPt.Darma
81-87
P E N G A R U H P E N U A A N DAN I R A D I A S I B E N I H D E N G A N SINAR G A M M A f°Co)
T E R H A D A P P E R T U M B U H A N B I B I T S U R E N (Toona sureniBlume
Merr)
The Effect ofSeed Ageing and Irradiation with Gamma RaysywutsrponmlkjihgdaWVUTSPNMJIHGEDCA
C Co) on The Growth ofSaphng of
Suren (Toona sureni Blume Merr)
Muhammad Zanzibar dan/asu/DanWitjaksoiio
89-96
P E N G A R U H B AKAN K E M A S A N DAN WAKTU PENYIMPANAN BAHAN S T E K
T E R H A D A P P E R S E N T A S E B E R A K A R S T E K SHOREA
JOHORENSIS
D A N S.
SMITHIANA
Effect of Package Material and Storage Time of Cutting Material to Rooting Percentage
of
Shorea johorensis and S. smithiana cuttings
BurhanuddinAdman
97-109
U J I P E N A N A M A N Acacia mangium A S A L K E B U N E E N I H P A R U N G P A N J A N G
DI B E B E R A P A L O K A S I DI JAWA B A R A T
Planting Trial oj "Acacia mangium from Parungpanjang Seed Orchard at Several Locations in
WestJava
Kurniawati Purwaka Putri dan/ast 0,80),
; Y. 1.1. : daun jati di jual ke pasar; Y. 1.2. :
berdasarkan kriteria World Food Programme
kepompong/ulat daun jati, belalang; Y. 1.3.
(WFP) (Bappeda dan BPS Blora, 2009).
: ranting, tunggul, akar kayu jati untuk
Data-data yang terkumpul diedit, tabulasi,
bahan bakar; Y. 1.4.: tunggul, akar kayu jati
dan disusun dalam kelompok, kategorisasi
untuk bahan kerajinan;
(Bungin, 2003) untuk diintrepretasi dan analisis
• Y 2 : pemanfaatan lahan hutan j a t i ,
deskriptif. U j i t (beda nyata) (Steel dan Torrie,
meliputi : Y.2.1. : empon-empon; Y.2.2. :
1991), digunakan untuk mengetahui perbedaan
sayuran; Y.2.3. : integrasi ternak berizin;
Y 2 . 4 . : tumpangsari (jagung, padi di hutan
antar desa, kecamatan.
61
Jurnal
Penelitian
Vol.8 No.2,
Hutan
April 2011,
Tanaman
59 - 80
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A . Hutan Jati dan Keluarga Miskin
Kabupaten Blora (Provinsi Jawa Tengah)
dengan penguasaan lahan pertanian sempit,
tipologi lahan kering, yang cenderung marginal
dengan curah hujan rendah (1.268 m m (809 1.566 m m ) , rataan hari hujan 64 hari (44-74
hari)), merupakan kendala dalam peningkatan
pendapatan. Padi dan jagung sebagai komoditas
utama untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok
masyarakat. Populasi ternak sapi dan ayam buras
cukup dominan (Lampiran 1), karena masingmasing d i m i l i k i oleh 85 persen dan 100 persen
petani. Bagi petani miskin, petani lapisan bawah
dan petani gurem, penghasilan dari usahatani
atau buruh tani tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
Keluarga miskin d i desa, kecamatan kajian
berdasarkan variabel, atau indikator objektif BPS
dan Bappeda Kabupaten Blora (2006), meliputi:
(1) kondisi rumah/tempat tinggal, (2) pangan,
(3) sandang, (4) kesehatan, (5) aktivitas sosial
dan aspek lain cukup tinggi, yaitu 23,82% 62,82%. Penggunaan kayu bakar untuk memasak
dengan pilihan utama bersumber dari hutan jati,
dan cukup dominan (96,94 % ) (Lampiran 2).
Akibat tingginya aksesibilitas masyarakat sekitar
hutan terhadap hutan j a t i tersebut, maka
diperlukan penataan hubungan yang sinergis,
diantaranya melalui program P H B M PLUS.
Keluarga petani miskin di desa-desa kajian
menyebar secara merata, berdasarkan 8 indikator
bantuan langsung tunai ( B L T ) , mengelompok
pada nilai total skor nilai 7 dan 8. Hasil kategori
keparahan kemiskinan, kategori miskin cukup
dominan, kemudian diikuti mendekati miskin,
dan keluarga sangat miskin (Tabel 1) (BPS,
2006). Rumah tangga sangat miskin adalah buruh
tani tidak memiliki rumah, menumpang, sewa,
dan tidak m e m i l i k i aset berharga (tabungan,
emas, T V berwarna, ternak, motor).
TabelzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
(Table) 1. Kategori keparahan kemiskinan rumahtangga (Category severity
Kecamatan (Subdistrict)
Desa (Village)
Japah
Sumberejo
Ngiyono
Randublatung
Bodeh
Ngliron
Jiken
Bleboh
Nglebur
Sumber (source): BPS (2006)
Jumlah
(number)
KK
9.598
257
285
21.138
400
771
9.978
1.458
1.304
KK
Miskin
(poor)
4.199
131
1)9
9.140
251
314
3.643
666
310
ofhouse-holdnoverty)
Kategori RT miskin (Category RTpoverty) (%)
Sangat (vety)
Miskin
Hampir
(poverty)
(almost)
1,73
28,85
13,17
4,60
32,75
13,79
0.00
34,88
6,90
4,45
25,50
13,29
2,24
58,95
1,57
1,54
31,37
7,68
2,76
8,54
25,40
3,64
35,19
6,86
4,91
2,38
16,49
Total
(%)
43.75
51,14
41,78
43,24
62,76
40,59
36,71
45,68
23,77
• R T Pelani (farmers)
^Pengguna lahan liandusers)
• Petani gurem (smallhoiders)
B Buruh tani (hodge)
Kec. (suhiistriei
Gambar (Figure)
62
1. RT petani, pengguna lahan, petani gurem, buruh tani (Farmers
landless farmers andfarm laborers)
)
househod, land users,
Model Nafkah dan Pemenuhan Kebutuhan Pangan Keluarga
Petani Miskin di Hutan Jati (Kasus: Enam Desa Di Kabupaten Blora)
Wasito, Ujang Sumarwan,
E. Eko Ananto, Euis Sunarti, dan Arya H.
Dharmawan
Keparahan kemiskinan (sangat - hampir
pesanggem (55,24 - 85,32%), dan pekerja harian
miskin) d i kecamatan setara, atau lebih tinggi dari
hanya 23,27% (kisaran 1,54 - 45%), selaras
jumlah buruh tani hasil Sensus Pertanian 2003,
penelitian Irhamna (2006), Kuncahyo (2006), di
yaitu di Kec. Japah (47,08%), Jiken (51,65%),
Ghana (Gautman, 2009), Dendi District (Ethiopia)
dan lebih rendah di Randublatung (27,32%).
(Mamo et al, 2007), South Africa (Shackleton et
Persentasi petani gurem lebih tinggi, di Kec.
a/.,2007),danVedeldera/. (2007).
Japah (63,29%), Randublatung (71,68%), Jiken
Luasan hutan jati di Desa Bodeh (95,72
(57,18%) (Gambar 1). Persentasi tersebut lebih
persen), Ngeliron (89,41 persen), dan Kecamatan
rendah dari K K pesanggem (petani yang
Randublatung (65,69 persen), Desa Bleboh
menggarap lahan hutan secara tumpangsari)
(77,41 persen), Nglebur (87,84 persen), dan Kec.
(55,24 - 85,32%) di desa kajian (Tabel 2). Pada
Jiken (80,01 persen), Desa Sumberejo (80,78
keluarga petani gurem, buruh tani penghasilan
persen), Ngiyono (88,74 persen), dan Kecamatan
dari usahatani dan buruh tidak cukup untuk
Japah (54,33 persen) (Lampiran 1). Hutan j a t i
memenuhi kebutuhan pangan. Untuk itu mereka
K P H Randublatung menyebar di Kecamatan
harus mengalokasikan tenaga kerja ke sektor non
Randublatung, Kunduran, Jepon, Banjarejo, Jati,
pertanian sebagai strategi bertahan hidup (White,
dan Kradenan. Hutan j a t i K P H Cepu d i
1991zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
dalam Dharmawan et al, 2004), dan
Kecamatan Jiken, Cepu, Kedungtuban,
Dharmawan et al, (2004). Dalam kajian i n i ,
Sambong, Jepon, dan Banjarejo. Hutan jati K P H
sektor non pertanian terfokus pada nafkah,
Blora di Kecamatan Japah, Todanan, Kunduran,
kehidupan (livelihood) di kawasan hutan jati.
Ngawen, Tunjungan, dan Banjarejo.
Hutan jati memberi kontribusi
Telah terjadi penurunan luas hutan jati
penyerapan tenaga kerja masyarakat, terutama di
produktif pada periode 1996 -2001 dan periode
pinggiran hutan. Penyerapan tenaga kerja ke
2002-2006 di Kabupaten Blora. Masing-masing
hutan jati cenderung berkorelasi dengan luas
penurunannya sebesar 17,50 % dan 19,89 % .
iahan hutan jati di K P H dan P H B M setempat.
Pada periode yang sama, penurunannya di K P H
Penyerapan tenaga kerja sektor kehutanan yang
Biora masing-masing sebesar 13,98% dan
melibatkan masyarakat desa hutan ada dua, yaitu
16,76%, di K P H Randublatung 20,12% dan
pekerja harian kehutanan dan j u m l a h K K
24,26%, dan di K P H Cepu penurunanya sebesar
pesanggem. Sebagian besar (67,64%) sebagai
18,41% dan 18,64% (Tabel 3).
Tabel (Table) 2. Alokasi tenaga kerja masyarakat desa sekitar hutan di hutan jati (The allocation
in rural communities around the forests
ofteakforests)
Desa
(village)
Pesanggem (%)
Pekerja (%)
(workers)
Bleboh
55,24
30,16
Nglebur
60,00
Bodeh
70,25
Tabel (Table)
Pesanggem (%)
Pekerja (%)
(workers)
Ngeliron
60,00
35,15
25,00
Sumberejo
85,32
• 1,54
45,23
Ngiyono
75,00
2,52
Desa
(village)
3. Penurunan kelas hutan d i K P H B l o r a , Cepu, Randublatung (Decline
in KPH Blora, Cepu,
Randublatung)
Kelas hutan (Forest class)
oflabor
forest
class
Produktif (produetive)
1996 ke 2001 (%) KPH
Rdblatung
Blora
Cepu
- 18,41
-20,12
- 13.98
2002 ke 2006 (%) KPH
Rdblatung
Blora
Cepu
- 16,76
- 18,64
- 24,26
Tidak produktif
+ 45,34
+ 52,96
+ 176,21
+ 39,68
+ 40,16
+ 126,46
+ 5,60
+ 66,52
-2,86
+ 8,68
+ 189,42
+ 4,87
-28,36
-6,87
- 29,24
(unproduetive)
Bukan untuk produksi (BUP)
(Not forproduciion)
(NFP)
-11,54
-45,12
- 32,64
BUP kayu jati (NFP teak)
Sumber/Source : PSDH KPH Cepu (2007) data diolah (processed data)
63
Jurnal
Penelitian
Vol.8 No.2,
Hutan
April 2011,
Tanaman
59 - 80
miskin, seperti k a y u bakar, pangan, kayu
Untuk hutan bukan untuk produksi (BUP)
pertukangan/rumah, empon-empon sebagai
kayu jati penurunannya di K P H Blora masingbahan obat-obatan.
masing sebesar 11,54% dan 28,36%, di K P H
Penurunan luas hutan j a t i produktif, BUP
C e p u 4 5 , 1 2 % dan 6 , 8 7 % , dan K P H
kayu jati, dan terjadi peningkatan hutan tidak
Randublatung masing-masing sebesar 32,64%
produktif dan BUP (Tabel 3) selaras dengan
dan 29,24%. Sebaliknya terjadi peningkatan
rataan peningkatan produksi (ton) padi dan
hutan t i d a k p r o d u k t i f dan B U P , senada
jagung (Gambar 2). Perlu kajian lebih lanjut ada
penelitian Yulianto (2002), Irhamna (2006), dan
tidaknya korelasinya, karena produksi padi, atau
Kuncahyo (2006). Luas hutan yang menurun
jagung di Kabupaten Blora merupakan resultante
cukup besar ini j i k a tidak ditanggulangi, serta
produksi di lahan sawah, lahan kering, tumpang
terus berjalan dan dibiarkan saja, maka tinggal
sari (dominan jati - jagung, atau jati -zyxwvutsrponmlkjihg
padi).
menunggu waktu saja sampai sumber daya hutan
Produksi
tersebut
dipengaruhi
faktor-fakior
yang ada akan habis, senada pendapat Appiah
produksi saat budidaya, faktor abiotik, seperti
(2009) karena semakin menurun hutan produktif,
ketersediaan air ( i k l i m ) , ketersediaan modal
makazyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
supply kayu akan berkurang walaupun
petani, dan faktor biotik, seperti serangan hama
permintaan terus bertambah. Hal i n i akan
dan penyakit ekonomis.
berdampak terhadap sumber nafkah petani
450.000
400.000
•—•— Padi (rice)
—•— Jagung (corn)
*
Rataan (avurage)
I
350.000
300.000
250.000
200.000
150.000
100.000
50 000
Ton (Uns)
0
2001
Gambar (Figure)
2006
2007
2. Rataan, produksi (ton) padi dan jagung Kabupaten Blora (Avarage,
(tons) of rice and corn in Blora District
(2001-2008))
B. Sumber Nafkah Keluarga Petani Miskin di
Hutan Jati
Berdasarkan kesepakatan peneliti dengan
para pakar, nafkah yang sifatnya simbiosis
mutualisme ( S M ) diberi bobot : 0,60 karena
m e m i l i k i 8 sub-indikator, sedangkan nafkah
simbiosis parasitisme (SP) diberi bobot 0,40
karena memiliki 4 sub-indikator.
1. Nafkah Simbiosis Mutualisme
Pencarian daun jati untuk dijual ke pasar,
tunggul, akar kayu jati untuk bahan kerajinan
u n t u k menambah pendapatan. Pencarian
kepompong/ulat daun jati, atau belalang untuk
m e n a m b a h p e n d a p a t a n , atau l a n g s u n g
dikonsumsi. Pencarian ranting, tunggul, akar, dan
rencekan kayu jati sebagian untuk kayu bakar
memasak, dan sebagian di jual guna menambah
pendapatan. Nafkah yang bersifat simbiosis
64
2004
production
mutualisme (bobot = bt = 0,60), terdiri d a r i : (a)
Y l (bt = 0,30): pemanfaatan dari pohon jati, dan
meliputi: Y. 1.1. (bt = 0,08) daun jati; Y 1 . 2 . (bt =
0,07) kepompong/ulat daun jati, belalang; Y, 13.
(bt = 0,10) ranting, tunggul, akar kayu jati untuk
bahan bakar; dan Y. 1.4. (bt = 0,05) tunggul, akar
kayu jati untuk bahan kerajinan; (b) Y 2 (bt =
0,30) : pemanfaatan lahan hutan jati, meliputi :
Y.2.1. (bt = 0,08) empon-empon; Y.2.2. (bt =
0,05) sayuran; Y.2.3. (bt = 0,09) integrasi ternak
berizin; Y.2.4. (bt = 0,08) tumpangsari. Bobot x
skor (nilai akhir) terhadap sumber nafkah yang
bersifat simbiosis mutualisme terlihat pada
Gambar 3.
Nilai akhir nafkah yang bersifat simbiosis
mutualisme ( S M ) dari pencarian daun j a t i
(Y. 1.1) (0,11) merupakan rataan nilai skor x
bobot dari wilayah kajian, yaitu rataan dari: Jiken
(1,90 x 0,08 = 0,15) + Bleboh (1,25 x 0,08 = 0,10)
Model Nafkah dan Pemenuhan Kebutuhan Pangan
Keluarga
Petani Miskin di Hutan Jati (Kasus: Enam Desa Di Kabupaten
Blora)
Wasito, Ujang Sumarwan, E. Eko Ananto, Euis Sunarti, dan Arya H.
+ Nglebur (1,90 x 0,08 = 0,15) + Randublatung
(1,25 x 0,08 = 0,10) + Bodeh (1,25 x 0,08 =
0,10) + Ngliron (1,25 x 0,08 = 0,10) + Japah
(1,25 x 0,08 = 0,10) + Sumberejo (1,25 x 0,08 =
0,10) + N g i y o n o (1,25 x 0,08 - 0,10)
(Gambar 3). N i l a i a k h i r d a r i pencarian
ranting, tunggul, akar kayu jati untuk bahan
b a k a r ( Y . 1.3.) m e m i l i k i n i l a i t e r t i n g g i
(0,17) artinya pemanfaatan kayu jati sebagai
bahan bakar untuk memasak dan sebagian
d i j u a l cukup dominan (96,94 persen) (Lampiran
2).
Dharmawan
Hasil penghitungan
subindikator
pemanfaatan d a r i p o h o n j a t i ( Y l ) yang
merupakan nilai rataan Y. 1.1.; Y. 1.2.; Y. 1.3;
Y 1.4, dengan nilai akhir di Jiken adalah 0,18.
Nilai i n i merupakan rataan penjumlahan nilai
bobot x skor : Y 1.1 (0,08 x 1,85) + Y. 1.2 (0,07 x
2,15) + Y 1 . 3 (0,10 x 2,00) + Y 1 . 4 (0,05 x 4,00).
Sedangkan nilai pemanfaatan dari hutan jati ( Y 2 )
(0,10) merupakan Y 2 . 1 (0,08 x 1,50) + Y.2.2 (0,05
x 1,00) + Y.2.3 (0,09 x 1,70) + Y 2 . 4 (0,08 x 1,50),
sehingga nilai nafkah simbiosis mutualisme di
Jiken ( Y l + Y 2 ) adalah 0,28 (Tabel 4).
(Figure) 3. Sumber dan nilai nafkah simbiosis mutualisme (Source and livelihood value from
GambarzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
mutualism symbiotic)
Tabel (Table) 4. Hasil penilaian nafkah simbiosis mutualisme (The result of symbiosis
livelihood assessment)
Indikator
Jiken
Bleboh
Nglebur
Rdblg
Bodeh
Smbrejo
mutualism
Ngliron
Japah
Y. 1.1. (0,08)
0,15
0,10
0,15
0,10
0,10
0,10
0,10
0,10
Ngyno
0,10
Y. 1.2. (0,07)
0,15
0,15
0.20
0,15
0,15
0,15
0,10
0,15
0,10
Y. 1.3. (0,10)
0,20
0,15
0,15
0,20
0,20
0,20
0.15
0,15
0,15
Y 1.4. (0,05)
0,20
0,20
0,20
0,20
0,20
0,15
0,10
0,10
0,10
yYl
0,18
0,15
0,18
0,16
0,16
0,15
0,1!
0,13
0,11
Y.2.1.(0,08)
0,10
0,10
0,10
0,15
0J5
0,15
0,10
0,13
0,13
Y.2.2. (0,05)
0,05
0,10
0,10
0,15
0,15
0,15
0,10
0,13
0,13
Y.2.3. (0,09)
0,15
0,13
0,13
0,13
0,13
0,13
0,15
0,13
0,13
Y.2.4. (0,08)
0,10
0,10
0,10
0,13
0,13
0,13
0,15
0.13
0,15
yY2
0,10
0,11
0,11
0,14
0,14
0,14
0,13
0,13
0,14
Y1+Y2
0,28
0,26
0,29
0,30
0,30
0,29
0,24
0,26
0,25
Sumber {source): data primer diolah (primary dataprocessed)
Ket. (note): Y1 = pemanfaatan dari pohon jati (utilization ofteak), Y. 1.!. = daun jati (leafteak), YA.2.= kepompong/ulat daun jati,
belalang ( cocoon /teak leafCaterpillars, grasshoppers), Y. 1.3 = ranting/tunggul/akar, rencekan kayu jati memasak
(branch /stump /root, teak wood rencekan), Y. 1.4. = cari tunggul/akar kayu jati untuk kerajinan (search stump/root
of teak wood), Yl = pemanfaatan lahan hutan jati (teak forest land use). Y.2.1. • pencarian empon-empon (searchempon empon), Y.2.2. = pencarian sayuran untuk makan (search vegetables to eat), Y.2.3. = integrasi ternak di
hutan jati (integration oflivestock in the forests ofteak), Y.2.4. = tumpangsari dilahan hutan jati (intereropping in the
forests ofteak).
65
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No.2, April 2011, 59 - 80
zywvutsrponmlkjihgfedcbaWVTSRQPONML
tsrponlkigedaTSPNLKIDB
1 CS.'.f.phn ja'i (teak tress)
i QSM.ihn h.jati (teakforest)
;
;
;Ni!ai/valuc
tetapi dilakukan pencari nafkah desa-desa lain
N i l a i akhir nafkah simbiosis mutualisme
karena potensi, jumlah, satuan sumber nafkah
adalah 0,24 - 0,30, nilai tertinggi (0,30) di Desa
hutan jati pada setiap wilayah B K P H ,zyxwvutsrponmlkjih
RPH
Bodeh, Kec. Randungblatung, dan terendah
berbeda-beda, perlu kajian lebih lanjut.
(0,24) di Kecamatan Japah. Artinya nafkah
Kawasan hutan jati penghasil emponsimbiosis mutualisme yang dilakukan keluarga
empon (Gambar 5), seperti lempuyang emprit
petani miskin di hutan jati belum optimal (0,24 (wangi), lempuyang pahit (gajah), kunir putih
0,30), karena nilai optimal adalah 0,60. Hasil uji t
gombyok, sambiroto, kulit kayu (pule dan ragen),
antar kecamatan, antar desa tidak berbeda nyata
pulet. nampu kunci (sayur dan pepet), temu(p < 0,05) (Tabel 4, Gambar 4, Lampiran 3).
temuan (ireng, lawak, dan giring), jahe emprit +
Pemanfaatan hutan j a t i yang belum
(lengkuas dan asam Jawa) banyak dicari dan
optimal pada nafkah yang bersifat simbiosis
sebagai nafkah tambahan terutama dilakukan
mutualisme tersebut diduga akibat perbedaan
oleh ibu-ibu atau anak perempuan keluarga
rasio sumber nafkah di hutan jati dibanding
petani miskin.
pemanfaatannya, selaras penelitian di Nepal
Sumbangan pendapatan berkisar 10% (BhattaraizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
et al, 2009; Gautam, 2009); Ghana
15%,
selaras menurut Sarjana et al. (2007),
(Appiah, 2010); Bolivia, Honduras, Nicaragua,
Setiani dan Sarjana (2007) dari penambangan
Cameroon, Indonesia, Canada (Colchester et al,
l e m p u y a n g w a n g i t e r h a d a p pendapatan
2006) Dendi District (Ethiopia) (Mamo et al,
rumahtangga mencapai 13,56%. Lempuyang
2007) , SouthAfrica(Shackletonrtf/., 2007), dan
wangi, salah satu komoditas spesifik Kab. Blora
Vedeld et al.
(2007). Perbandingan satuan
yang m e m i l i k i keunggulan, baik dari segi
nafkah yang tersedia diduga lebih kecil dari
peluang pasar maupun potensi sumber daya
j u m l a h pencari nafkah, atau terjadi persaingan
lahannya. Sentra produksinya tersebar di daerah
(kompetitif; pencari nafkah, misalnya pencari
pedesaan sekitar hutan, dan produksinya masih
nafkah di Desa Sumberejo tidak terbatas hanya
mengandalkan pengambilan secara langsung dari
dilakukan, oleh pencari nafkah desa tersebut.
o
Gambar (Figure) 4. Nilai nafkah dari lahan dan pohon jati (Livelihood
valuefrom land and teak trees)
Gambar (Figure) 5. Hutan jati penghasil empon-empon dan kayu bakar (Empon-empon producing teak
forests and fire wood)
66
Model Nafkah dan Pemenuhan Kebutuhan Pangan Keluarga
Petani Miskin di Hutan Jati (Kasus: Enam Desa Di Kabupaten Blora)
Wasito, Ujang Sumarwan,
E. Eko Ananto, Euis Sunarti, dan Arya H.
Dharmawan
hutan jati. Secara umum produksi empon-empon
Demplot tumpang sari tanaman sayuran (bayam,
mencapai sekitar 20 - 50 kg segar, atau sekitar
kangkung, sawi, mentimun, kacang panjang) d i
5 - 10 k g simplisia kering per orang per hari,
lahan hutan jati umur muda yang bernilai
selaras penelitian SarjanazyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
et al. (2007), Setiani
ekonomis dan ramah lingkungan perlu dikaji
dan Sarjana (2007). Hal yang sama terjadi pada
melalui kerjasama Perhutani, Balai Pengkajian
pencari daun j a t i untuk dijual ke pasar
Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, Dinas
kecamatan, kabupaten.
Pertanian Kab. Blora. Perlu dukungan Perhutani,
Dinas
Kehutanan, Dinas Pertanian terhadap
Kayu bakar (Gambar 5) merupakan bahan
sumber
air melalui sumur lapang, embung, atau
bakar utama keluarga petani miskin cukup
cekdam
dari sungai k e c i l d i hutan j a t i .
dominan (96,94%) (Lampiran 2), dan hutan jati
Pesanggem
selama i n i p a l i n g i n t e n s i f
menjadi pilihan utama sumber konsumsi kayu
berinteraksi
dengan
hutan jati dan mendapatkan
bakar, selain limbah jagung. Rata-rata konsumsi
memiliki daya tawar yang
banyak
manfaat
tetapi
kayu bakar adalah 62,78 sm/RT/tahun (25,67 rendah.
104,44 sm/RT/tahun). Tingginya konsumsi kayu
bakar akan menimbulkan masalah tersendiri bagi
Buruh tani yang kemudian menjadi
Perhutani, karena rasio luas lahan tegalan dan
pesanggem dihadapkan pada keadaan tanpa
sawah dibandingkan luas hutan (3,5 < x < 5,0)
p i l i h a n , karena m e m b i a y a i g e m i l a n g n y a
pemenuhan kayu bakar dari lahan di luar hutan
keberhasilan tanaman di lahan Perhutani, namun
cukup kecil, senada penelitian yang dilakukan
hasil panen yang diterima sebagai upah t'dak
Irhamna (2006), Kuncahyo (2006) di Blora, dan
sebanding dengan dengan tenaga y a n g
peran hutan di Nepal (Bhattarai et al, 2009;
dikeluarkan oleh pesanggem, perlu kajian lebih
Gautam, 2009); Ghana (Appiah, 2010); Bolivia,
lanjut. Fungsi hutan jati juga sebagai penghasil
Honduras, Nicara-gua, Cameroon, Indonesia.
pakan ternak sangat menguntungkan, tidak
Canada (Colchester et al, 2006), Dendi District
terkecuali pesanggem. Besarnya rata-rata
(Ethiopia) (Mamo et al,
2007), South Africa
kebutuhan pakan ternak setiap keluarga sebesar
(Shackleton e t al, 2007), dan Vedeld et al
232,64 karang/tahun (180,2 - 389,25 karung/
(2007).
tahun).
Produksi jagung dari lahan hutan jati
(Gambar 6) yang dihasilkan oleh pesanggem dari
iuas lahan sekitar 0,25 ha dengan rata-rata
produksi setara beras adalah 0,65 ton/tahun/ RT
(0,34 - 1,57 ton/tahun/RT) relatif sangat kecil
untuk memenuhi kebutuhan pangan. Tumpang
sari tanaman pangan di lahan hutan jati dengan
pola tanam usahatani dominan : (1) jagung jagung - bera; (2) padi gogo - jagung - bera; (3)
Jagung + ketela pohon - bera, sedangkan
tumpang sari tanaman obat (biofarmaka),
empon-empon dapai dilakukan sepanjang tahun.
Sumber nafkah simbiosis mutualisme
berjarak tempuh dari sentra-sentra pemukiman
mencapai 3 -15 km. Mobilitas pencari hasil hutan
ini semakin tinggi tidak hanya terbatas di hutan
sekitar pemukiman tetapi bisa lintas desa dan
kecamatan. Kapasitas produksi setiap pencari
hasil hutan sangat bervariasi tergantung
kemampuan fisik dalam menggali maupun
membawa pulang, serta j u m l a h yang ditemukan
di hutan. Kegiatan nafkah simbiosis mutualisme
dengan alokasi waktu bervariasi tergantung jarak
tempuh lokasi pencarian.
67
Jurnal Penelitian Hutan
Tanaman
Vol.8 No.2, April 2011, 59 - 80
masyarakat, seiaras (Sayogyo, 1987). Pergeseran
Nafkah Perempuan
dalam
peranan antara perempuan dan laki-laki
Nafkah perempuan d i kawasan hutan jati
m
e
n
c
e
r m i n k a n pula perubahan
peranan
m e l i p u t i (a) pencarian empon-empon, (b)
perempuan
dalam
rumahtangga.
Perkembangan
pencarian daun jati, (c) pencarian kepompong/
dalam organisasi ekonomi yang tradisional,
ulat daun jati, atau belalang, (d) pencarian
terdapat dua tipe peranan (Sayogyo, 1983;
ranting/tunggul/akar dan rencekan kayu jati.
Hubeis, 1993), yaitu : (1) peranan perempuan
Akses perempuan dominan pada a, b, d, dan
seluruhnya hanya dalam pekerjaan rumahtangga
kegiatan reproduktif, laki-laki pada pencarian
(peran tradisi), serta (2) perempuan mempunyai
tunggul/akar kayu jati. Pencarian kepompong,
dua peranan (peran transisi), yaitu dalam
ulat daun jati, belalang oleh laki-laki, atau
pekerjaan rumahtangga dan perempuan sebagai
perempuan, sehingga alokasi waktu (akses)
tenaga k e r j a , a n g g o t a m a s y a r a k a t
dan
perempuan di kegiatan produktif pertanian lebih
sumberdaya pembangunan.
rendah dari laki-laki (Tabel 5).
Profil aktivitas harian keluarga petani
Peranan produktif adalah peranan yang
m
i
s
k
i
n
untuk mengetahui
kecenderungan,
menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomis zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
perbandingan pola kegiatan rutin harian individu
actives) (Gambar 7). Peranan
(economically
atau keluarga berdasarkan jender, bukan kodrat.
perempuan berdasarkan kedudukannya dalam
Waktu kerja (akses) antara laki-laki dan
keluarga petani miskin pada kajian ini, sebagai:
perempuan dilahan hutan jati berbeda (Gambar
(1)
pencari nafkah, baik tambahan maupun
8), tetapi ada kerjasama bermakna dalam nafkah,
pokok (dominan), (2) istri/ibu rumahtangga
j u g a usaha tambahan antara mereka,
(pekerjaan produktif, tidak langsung mengmemungkinkan peran seluruh keluarga untuk
hasilkan pendapatan, menunjang anggota lain
dapat dimanfaatkan dalam nafkah.
untuk mencari nafkah); dan (3) anggota
•
Tabel(7h£/