Tugas Akhir Analisis Ketersediaan Air Waduk Jatiluhur Sebagai Dasar Operasi PLTA (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian

4.1.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Jatiluhur

  Menurut Hadisantosa (2006), Daerah Aliran Sungai (DAS) Jatiluhur

  2

  merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dengan luas 373,069 Km , dan panjang sungai utama 300 Km DAS Jatiluhur yang pada tahun 1999 dihuni oleh 5,5 juta penduduk memegang beberapa peranan penting, antara lain: a)

  Merupakan salah satu PLTA terbesar di Indonesia dengan produksi listrik 1000 Kwh/tahun; b)

  Mengaliri jaringan irigasi pertanian seluas 30.000 Ha di kawasan pantura Jawa Barat; c)

  Menjadi sumber air minum bagi kawasan urban Bandung, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang, dan Jakarta.

4.1.1.1 Segmentasi DAS Jatiluhur Berdasarkan Wilayah Administrasi

  Menurut Badan Pengelolaan Hidup Provinsi Jabar (2006), DAS Jatiluhur berada pada wilayah administrasi kabupaten dan kota, yaitu:DAS Jatiluhur yaitu sungai Citarum sampai dengan Waduk Jatiluhur pada Kabupaten Purwakarta,Kabupaten Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung. Segmen ini merupakan bagian sungai yang banyak menampung pencemaran air akibat pertumbuhaan alih fungsi lahan yang terus meningkat tiap tahunnya. Waduk Cirata yang menjadi aliran sungai Citarum berada pada Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Purwakarta. Waduk Cirata tersebut banyak menampung beban pencemaran air akibat limbah Keramba Jaring Apung (KJA).

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

  Waduk Jatiluhur berinduk pada sistem sungai di daerah Cekungan Bandung. Sungai ini memiliki Das utama yaitu Sungai Citarum. DAS Citarum memiliki hulu yang beragam. Dimana memiliki hulu di daerah Purwakarta, Cianjur, Garut dan Bandung, Subang, dan Bogorserta memiliki kaskade waduk yaitu Waduk Saguling dan Cirata. Untuk menjelaskan waduk Jatiluhur bisa dilihat pada Gambar 4.1.

  U

Gambar 4.1 Peta Lokasi Waduk Jatiluhur

   (Pusair Jabar, 2003 dalam Wardhani, 2005)

  Dilihat dari luas tangkapan DAS, dapat diketahui Sub DAS potensial sebagai penyedia sumber daya air baku untuk kepentingan

  2

  penduduk. Luas DAS utama di DAS Jatiluhur seluas 373,069 km dimana luasan meliputi luasan sub DAS Citarum hulu.

4.1.1.2 Kondisi Tata Guna Lahan DAS Jatiluhur

  Menurut Wangsaatmaja (2004) , tutupan lahan di Citarum sebagai DAS utama waduk Jatiluhur mengalami degradasi fungsi terutama lahan resapan. Perubahan tersebut meliputi: lahan hutan berkurang 54% dan pertanian pertanian menurun 55%, sebaliknya

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

  pemukiman/perkotaan meningkat 233% dan industri berkembang pesat 868%. Hal ini menunjukan bahwa kerusakan (termasuk perubahan fungsi lahan resapan) DAS Citarum telah terjadi dimulai dari daerah Hulunya. Pada awalnya, kegiatan pertanian merupakan basis tradisional ekonomi yang berkembang di Kabupaten Bandung. Namun, pertambahan jumlah penduduk dan urbanisasi serta pembangunan industri telah merubah tata guna lahan di DAS Citarum Hulu. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pembukaan lahan dan irigasi sawah pada beberapa daerah untuk kompleks perumahan, distrik bisnis, dan area industri (Soetrisno, 1998 dalam Hadisantosa, 2006). Peningkatan jumlah penduduk yang diiringi oleh meningkatnya kebutuhan untuk memenuhi hidupnya menjadi salah satu penyebab berubahnya tata guna lahan di DAS Jatiluhur. Berdasarkan hasil literatur dengan luasan

  2

  2

  cakupan 373,069 Km , irigasi sebesar 123,11 km , Agrikultur 130,574

  2

  

2

  2 Km , Hutan 70,883 Km , Rawa dan Peternakan Ikan 14,922 Km , dan

  2

  lainnya 33,576 Km . Dan berikut adalah gambar peta tata guna lahan DAS Jatiluhur di Gambar 4.2 diagram lingkaran peta tata guna lahan DAS Jatiluhur di Gambar 4.3.

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

Gambar 4.2 Peta Penggunaan Lahan WS Citarum Tahun 2008

  Sumber : Jasa Tirta II (2010) Tata Guna Lahan DAS Jatiluhur 2%

  Hutan 18%

  Perkebunan 35%

  Pemukiman Rawa dan Peternakan Ikan 30%

  Agrikultur Industri 11% 4%

Gambar 4.3 Presentase Peta Tata Guna Lahan DAS Jatiluhur

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

4.1.2 Waduk Jatiluhur

  Waduk Jatiluhur (waduk Ir. H. Juanda) merupakan salah satu waduk terbesar di Jawa Barat, terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat (±100 kilometer arah Tenggara Jakarta). Sesuai dengan koordinat geografis, tubuh

  o o

  bendungan Jatiluhur terletak pada 6 31’ Lintang Selatan dan 107 23’ Bujur Timur. Selain itu, waduk ini merupakan waduk tertua di Indonesia. Luas keseluruhan Waduk Jatiluhur mencapai 8.300 ha

  3

  dengan kapasitas waduk ± 3 miliar m . Waduk ini memiliki berbagai macam fungsi, diantaranya sebagai air baku minum dan industri, PLTA, penyediaan air irigasi pertanian, perikanan, pariwisata, dan pengendali banjir. Berbagai macam fungsi tersebut maka tak heran sejak tahun 1957 waduk ini dikenal dengan waduk serbaguna. Waduk Jatiluhur membendung Sungai Citarum yang sebelumnya dibendung terlebih dahulu oleh Waduk Saguling dan Waduk Cirata yang membentuk sistem kaskade dengan total luas daerah pengaliran sungai sebesar 460.100 ha (PPPTSDA, 2000). Air Waduk Jatiluhur ini disuplai dari dua waduk yang beada di hulu sepanjang DAS Citarum, yaitu Waduk Cirata dan bagian paling hulu Waduk Saguling. Penyuplaian air ini harus seimbang dalam tiga waduk tersebut diantaranya Waduk Sanguling, Waduk Cirata, dan bagian paling hilir Waduk Jatiluhur, karena apabila suplai air tidak seimbang maka akan terjadi konflik antar waduk yang notabene masing-masing waduk memiliki fungsi pemanfaatan yang sangat penting.

  Waduk Jatiluhur dijadikan waduk serbaguna karena selama ini waduk Jatiluhur memiliki banyak manfaat, dari segi ekonomi waduk ini bersumbangsih terhadap kebutuhan ikan air tawar nasional sebesar 2% kebutuhan ikan tawar nasional melalui 20 ribu keramba jaring apung yang menyebar di waduk ini, di waduk ini juga ada saran pariwisata dengan menyediakan villa, hotel, resto, cafe, dari segi

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat) irigasi waduk jatiluhur mengaliri 240 ribu Ha sawah didaerah Jabar, serta dari segi PLTA waduk ini mampu menghasilkan 187 MW dari 6 turbin yang ada, kemudian PJT II juga memiliki terobosan di bidang pendistribusian PDAM dimana waduk Jatiluhur sebagai pemasok utama air di daerah Jabar dengan proses WTP. Proses perencanaan pembangunan bendungan di Sungai Citarum dimulai dari penetapan lokasi. Berdasarkan gagasan awal Prof. Dr. Ir. W.J. van Blommestein berjudul “Integrated Water Resources Development in the Western Part of Java Island ”, direncanakan dibangun tiga buah bendungan di Jatiluhur. Penyelidikan-penyelidikan pertama dilakukan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang waktu itu masih dibawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga, dengan mempekerjakan tenaga-tenaga ahli dari Perancis. Pada tahun 1950, Ir. Agus Prawiranata selaku Kepala Jawatan Irigasi memikirkan pengembangan jaringan irigasi untuk mengantisipasi kecukupan beras dalam negeri, dan ide itu menjadi bahan tertawaan karena Indonesia tidak memiliki cukup uang untuk itu. Ide tersebut dibicarakan dengan Ir. Sediyatmo, selaku Kepala Direksi Konstruksi Badan Pembangkit Listrik Negara. Kemudian Ir. Sediyatmo menugaskan Ir. PK. Haryasudirja (sekarang Prof. Dr. Ir. PK. Haryasudirja) untuk merancang bendungan jatiluhur ini. Haryasudirja membuat spesifikasi bendungan Jatiluhur meniru gaya bendungan terbesar di dunia, yaitu bendungan Aswan di Mesir dengan menggunakan konsultan dari Perancis yang sudah berpengalaman dalam membangun bendungan besar. DAS Waduk Jatiluhur memiliki keunikan dimana ada sungai Citarum yang merupakan aliran utama waduk ini pertama mengaliri untuk Waduk Saguling kemudian Cirata dan baru megaliri Jatiluhur.

  Selain itu, waduk Jatiluhur juga memiliki DAS di bagian hilir sungai citarum yang berhulu di kawasan hutan perbukitan di kabupaten Purwakarta.

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat) Jadi, untuk stasiun hujan DAS Jatiluhur itu sendiri berada di daerah Cirata, Darangdan, Sindanglaya di aliran Sungai Citarum. Untuk debit

  3 inflow rata-rata dari sekitar 150 m /detik, itu yang masuk lewat sungai Citarum, sedangkan dari curah stasiun hujan DAS Jatiluhur mengalami fluktuatif yang tidak terlalu signifikan dikarenakan perubahan iklim dan isu pemanasan global 10 tahun belakangan, untuk lebih detailnya nanti bisa dilihat di data PJT II yang nanti akan kami berikan. Saat ini pengelola dari sumber daya air di waduk Jatiluhur yaitu BUMN Perum Jasa Tirta II, yang berwenang mengelola dan memanfaatkan denga sebesar-besarnya potensi SDA Jatiluhur, melalui airan irigasi, PLTA, Pariwisata, KJA, sebagai temapat Balai besar penelitian perikanan air tawar, PDAM, dan yang terbaru kami mengelola SDA air mineral dalam kemasan namun dari sumber air yang berbeda di Jatiluhur ini. Untuk tinggi uka air di bendungan Djuanda memiliki ketinggian maksima 110 m, biasanya pada musi penghujan dapat mencapai ketinggian 109 m, sehingga air limpasan yang masuk ke turbin berlimpah ruah, termasuk untuk pemanfaatan untuk irigasi, sedangkan untuk menjaga kestabilan di musim kemarau kami menggunakan pintu cadangan dengan ketinggian muka bendung 87.5 m dan terkadang jika sednag dilakukan maintenanance pintu air bendung kami tutup (Hermoko, Kepala PJT II, 2017).

  Sebagian besar luasan wilayah Waduk Jatiluhur dimanfaatkan usaha perikanan KJA (Keramba Jaring Apung). Jumlah KJA pada Waduk Jatiluhur tiap taun kian meningkat dan data terakhir menunjukan bahwa jumlah KJA mencapai 30.000 KJA. Pada Waduk Sanguling dan Waduk Cirata juga terdapat KJA (Keramba Jaring Apung) yang lebih banyak dibandingkan Waduk Jatiluhur, sehingga mengakibatkan penambahan pencemaran air baku di Waduk Jatiluhur. Sementara itu, Pemanfaatan air baku tersebut dikelola oleh Perum Jasa Tirta II (PJT II). Dan berikut adalah gambaran dari bendungan utama

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

  Waduk Jatiluhur yaitu bendungan Ir. H Djuanda dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Bendungan H. Ir Djuanda

  Sumber: dokumentasi pribadi (2017)

4.1.2.1 Data Teknis Bendungan Jatiluhur 1.

  a) Nama bendungan

  : Ir. H. Djuanda/Jatiluhur

  b) Tipe bendungan

  : Rock fill with inclined clay core

  c) Tinggi bendungan

  Bendungan Utama

  d) Panjang bendungan

  : 1.220 m

  e) Elevasi puncak

  : +114.,5 m.dpl

  f) Elevasi normal

  : +107 m.dpl

  g) Elevasi banjir max

  : +111,6 mdpl

  : 105 m

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

  3

  h) : 9.100.000 m Volume urugan 2.

  Menara Pelimpah Utama Spillway

  a) Tipe pelimpah : Morning Glory

  b) Tinggi pelimpah : 110 m

  c) Diameter pelimpah : 90 m

  d) : 151,5 m Panjang pelimpah

  e) : +114,5 mdpl Elevasi puncak pelimpah

  f) : +111,6 mdpl Elevasi banjir pelimpah

  g) : +107 mdpl Elevasi mercu pelimpah

  h) : 14 buah Jumlah jendela pelimpah

  3

  i) : 3.000 m /detik Kapasitas maksimum di TMA +116,6 m

3. Pintu Spillway

  a) : Hollo jet valve Tipe pintu spillway

  b) : 2 buah Jumlah pintu spillway

  c) : 17 m Panjang Pintu spillway

  d) : 3.850 mm Diameter pintu spillway

  3

  e) : 270 m /detik Kapasitas pintu spillway

  3. Waduk

  3

  a) : ± 2.448.000.000 m Volume tampungan b) Luas genangan: 8.300 ha.

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

Gambar 4.5 Genangan Waduk Jatiluhur

   (Pusair Jabar, 2003 dalam Hadisantosa, 2006

4.1.2.2 Karakteristik Volume Waduk

  Berdasarkan ciri morfometrik , Waduk Ir. H. Djuanda termasuk perairan terbuka yang cukup dalam, daerah tangkap hujan yang yang luas, dan produktivitas perairan umumnya didominasi fitroplankton (simarmata, 2007). Menurut Sukimin (1999), ekosistem Waduk Ir. H.

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat) (riverine), zona transisi dan zona menggenang (lacustrine).

  Karakteristik volume waduk dapat digambarkan pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.6 berikut ini.

Tabel 4.1. Karakteristik Waduk Ir. H. Djuanda Jatiluhur

  Elevasi Luas Permukaan Waduk Volume Waduk Volume Kumulatif 2 6 3 6 3 (m) (km ) (x10 m ) (x10 m )

  37

  0.05

  0.06

  0.06

  40

  0.14

  0.27

  0.33

  45

  2.86

  6.04

  6.37

  50

  8.98

  28.2

  34.6

  55

  13.7

  56.3

  90.9

  60

  18.5 80.3 171

  65 24.7 108 279

  70 30.1 137 416

  75 35.9 165 581

  80 42.3 193 773

  85 46.4 219 992

  90 57.4 259 1251

  95 67.1 311 1562 100 73.0 350 1912 105 78.9 380 2292 107 80.2 387,2 2324 110 82.2 398,1 2331 Sumber: PJT II (2017)

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

Karakteristik Waduk Jatiluhur

2 Luas (km )

  10

  20

  30

  40

  50

  60

  70

  80

  90 120 120 100 100

  20

  40

  80

  80 (m) (m) i i

  60

  60

  60 as as lev lev

  80 E E

  40

  40 100

  20

  20 120

  50 100 150 200 250 300 350 400 6 3 Volume (x 10 m ) Elevasi (m)

  Kontur (m)

2

Luas Permukaan Waduk (km2) Luas permukaan waduk (km )

Gambar 4.6 Karakteristik Waduk Ir. H. D j uanda Jatiluhur

  Berdasarkan Grafik Karakteristik Volume waduk Jatiluhur diatas diketahui volume waduk pada kondisi stabil pada ketinggian 105 m, dan

  3 total volume kumulatif sebesar 2.448.000.000 m .

4.2 Perhitungan Model Mock

4.2.1 Analisis Data Curah Hujan Rerata Tengah Bulanan DAS

  Perhitungan analisis curah hujan untuk mendapatkan hasil dengan akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kualitas dan kuantitas cukup memadai. Dalam analisis perhitungan debit andalan ini digunakan data curah kurun waktu 10 tahun dari tahun 2006 sampai 2016. Selain itu, curah hujan harian tiap stasiun memiliki jumlah yang berbeda-beda berdasarkan data alat penakar curah hujan. Dalam studi ini curah hujan rerata tengah bulanan DAS Jatiluhur menggunakan data dari 3 stasiun yang tersebar di DAS Jatiluhur yang dihitung dengan menggunakan metode Polygon Thiessen yang dibantu oleh aplikasi

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

  Lokasi Stasiun Sindanglaya pada koordinat 107 ﹾ13”40’ S 6 ﹾ38”38’ E, dan berikut data curah hujan rerata tengah bulanan STA

  Sindanglaya pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Curah Hujan Rerata Tengah bulanan STA Sindanglaya (mm)

  Sta Sindang laya Bulan

  Jan Feb Mar April Mei Juni

  I II

  I II

  I II

  I II

  I II

  I II 2006 20,54 20,09 11,64 17,63 5,70 6,64 12,29 10,54 0,55 3,38 0,95 0,00 2007 20,42 19,33 18,30 7,78 14,51 2,76 2,78 19,44 10,40 2,80 5,46 8,66 2008 17,87 13,59 8,88 14,75 29,29 7,96 9,67 12,70 15,02 0,00 1,78 0,00 2009 20,40 19,36 6,44 16,73 15,17 4,36 2,97 6,06 0,59 5,31 7,52 0,18 2010 16,20 18,52 16,06 16,04 14,47 21,23 5,86 2,97 17,32 10,92 8,70 3,04 2011 16,64 16,86 9,48 2,88 4,30 9,31 8,92 9,04 7,59 2,84 3,30

  8,07 2012 11,10 1,74 11,18 6,83 7,58 11,88 13,04 5,40 9,66 1,04 5,59 0,00 2013 16,82

  25,11 17,38 3,26 17,91 20,83 17,56 13,32 0,00 10,34 7,16 2,20 2014 11,97 21,48 9,62 11,53 12,54 10,90 3,29 16,00 7,30 8,03 9,24 5,23 2015 1,32 18,12 5,22 8,65 4,16 10,22 13,27 3,76 3,00 0,00 1,12 0,00 2016 11,86 14,14 12,32 80,06 12,86 13,57 11,72 12,10 6,13 9,47 2,52 14,2

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat) Tabel 4.2 Curah Hujan Rerata Tengah bulanan STA Sindanglaya (mm) Lanjutan ...

  Sta Sinda nglaya Bulan

  Juli Agust Sep Okt Nov Des

  I II

  I II

  I II

  I II

  I II

  I II

2006 0,04 4,99 0,00 0,00 0,00 0,36 1,56 2,88 1,21 4,13 12,18 25,22

2007 0,20 0,32 1,96 1,51 3,32 0,00 2,85 19,33 19,80 13,79 13,70 5,76

2008 0,00 0,00 0,15 2,54 0,13 3,21 0,18 9,70 17,44 10,70 11,80 5,81

2009 0,00 0,00 0,00 0,00 5,84 2,18 4,98 0,05 7,58 9,36 4,04 3,90

2010 4,70 8,30 10,78 6,03 7,96 9,12 7,78 15,42 11,58 15,43 12,75 4,58

2011 0,30 0,00 0,00 0,00 0,00 0,73 1,38 5,10 22,07 15,25 13,5 19,03 2012 2,38 0,00 0,00 0,00 0,10 0,10 1,50 1,34 7,80 24,94 7,14 13,18 2013 5,36 4,40 0,14 0,68 0,40 0,94 3,39 2,63 13,66 5,57 17,10 6,49 2014 3,74 10,20 0,70 0,00 1,21 0,00 0,00 7,98 7,08 3,15 3,34 18,27 2015 2,10 0,00 0,00 0,00 0,12 8,33 1,86 1,33 13,44 9,89 22,15 6,98 2016 11,8 6 8,24 1,15 5,98 20,10 11,60 14,80 14,70 23,15 0,94 8,65 0,00

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

  Data curah hujan di ambil data-data yang diambil dalam jangka waktu 10 tahun terakhir, bermula dari tahun 2006 sampai tahun 2016. Lokasi Stasiun Cirata pada koordinat 107

  ﹾ34”79’ S 6 ﹾ 63”45’ E, dan berikut data curah hujan rerata tengah bulanan STA Cirata pada Tabel 4.4.

Tabel 4.3 Curah Hujan Rerata Tengah bulanan STA Cirata (mm)

  Sta Cirata Bulan Jan Feb Mar April Mei Juni

  I II

  I II

  I II

  I II

  I II

  I II 2006 23,27 22,07 12,06 16,70 8,64 8,74 11,36 8,77 2,53 2,95 1,16 0,41 2007 21,73 11,31 18,72 6,85 17,45 4,86 1,85 17,67 12,38 2,37 5,67 9,07 2008 19,18 15,57 9,30 13,82 32,23 10,06 8,74 10,93 17,00 4,88 1,99 0,59 2009 21,71 21,34 6,86 15,80 18,11 6,46 2,04 4,29 2,57 0,00 7,73 0,00 2010 17,51 20,50 16,48 15,11 17,41 23,33 4,93 1,20 19,30 10,49 8,91 3,45 2011 17,95 18,84 9,90 1,95 7,24 11,41 7,99 7,27 9,57 2,41 3,51 8,48 2012 12,41 13,72 11,60 5,90 10,52 13,98 12,11 3,63 11,64 0,61 5,80 0,00 2013 18,13 27,09 17,80 2,33 20,85 22,93 16,63 11,55 1,98 0,00 7,37 2,61 2014 13,28 23,46 10,04 10,60 15,48 13,00 2,36 14,23 9,28 7,60 9,45 0,00 2015 2,63 20,10 5,64 7,72 7,10 12,32 12,34 1,99 4,98 9,91 1,33 5,64 2016 13,17 16,12 12,74 7,13 15,80 15,67 10,79 10,33 8,11 9,04 2,73 14,65

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat) Tabel 4.3 Curah Hujan Rerata Tengah bulanan STA Cirata (mm) Lanjutan ....

  Sta Cirata Bulan Juli Agust Sep Okt Nov Des

  I II

  I II

  I II

  I II

  I II

  I II 2006 0,92 5,87 0,88 1,50 0,88 1,24 2,44 3,76 2,09 5,01 13,06 26,10 2007 0,20 0,20 1,84 1,39 3,20 2,73 19,68 19,21 0,00 13,67 13,58 5,64 2008 1,93 2,12 2,08 0,00 2,06 5,14 2,11 0,00 19,37 12,63 13,21 7,74 2009 1,54 0,00 3,21 0,00 4,40 0,74 3,54 0,00 6,14 7,92 2,60 2,46 2010 0,00 8,30 10,78 6,03 7,96 9,12 7,78 15,42 11,58 15,43 12,75 4,58 2011 2,02 7,23 2,45 0,00 1,72 0,00 3,10 6,82 23,79 16,97 15,22 20,75 2012 0,00 0,00 0,12 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5,64 22,78 4,98 11,02 2013 7,08 5,16 0,90 1,44 1,16 1,98 4,15 3,39 14,42 6,33 17,86 7,25 2014 5,46 10,96 0,00 4,76 0,00 1,76 0,00 0,00 5,66 1,73 1,92 16,85 2015 3,82 0,76 0,00 0,00 0,12 0,00 1,86 1,33 13,44 9,89 22,15 6,98 2016 13,58 9,00 0,00 5,98 21,54 13,04 16,24 16,14 24,59 0,00 10,09 1,44

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

  Data curah hujan di ambil data-data yang diambil dalam jangka waktu 10 tahun terakhir, bermula dari tahun 2006 sampai tahun 2016. Lokasi Stasiun Darangdan pada koordinat 107

  ﹾ18”42’ S 6ﹾ52”28’E, dan berikut data curah hujan rerata tengah bulanan STA Darangdan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.4 Curah Hujan Rerata Tengah bulanan STA Darangdan (mm)

  Sta Darangdan

  Bulan Jan Feb Mar April Mei Juni

  I II

  I II

  I II

  I II

  I II

  I II 2006 18,79 18,34 9,89 15,88 3,95 4,89 10,54 8,79 0,00 1,63 0,00 0,00 2007 21,64 20,55 19,52 9,00 15,73 3,98 4,00 20,66 11,62 4,02 6,68 9,88 2008 20,62 13,59 8,88 14,75 29,29 7,96 9,67 12,70 15,02 0,00 1,78 0,00 2009 21,04 20,00 7,08 17,37 15,81 5,00 3,61 6,70 1,23 0,00 8,16 0,82 2010 14,98 18,30 15,84 15,82 14,25 21,01 5,64 2,75 17,10 10,70 8,48 2,82 2011 14,21 14,43 7,05 0,45 1,87 6,88 6,49 6,61 5,16 0,41 0,87 0,00 2012 13,74 4,38 13,82 9,47 10,22 14,52 15,68 8,04 12,30 3,68 8,23 2,64 2013 16,61 28,02 20,29 6,17 20,82 23,74 20,47 16,23 2,91 0,00 10,07 0,00 2014 14,61 21,05 11,71 13,62 14,63 12,99 5,38 18,09 9,39 10,12 0,00 7,32 2015 3,96 17,69 5,68 9,11 4,62 10,68 13,73 4,22 3,46 0,46 1,58 0,46 2016 14,50 13,71 12,78 8,06 14,97 15,68 13,83 14,21 8,24 11,58 4,63 16,35

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat) Tabel 4.4 Curah Hujan Rerata Tengah bulanan STA Darangdan (mm) Lanjutan ...

  Sta Darangdan Bulan Juli Agst Sept Okt Nov Des

  I II

  I II

  I II

  I II

  I II

  I II 2006 0,00 3,24 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,13 0,00 2,38 10,43 23,47 2007 1,42 1,54 3,18 2,73 4,54 1,22 4,07 20,55 21,02 15,01 14,92 6,98 2008 0,00 0,00 0,15 2,54 0,13 3,21 0,18 9,70 17,44 10,70 11,28 5,81 2009 0,00 5,95 0,64 6,48 0,00 2,82 5,62 0,69 8,22 10,00 4,68 4,54 2010 4,48 8,08 10,56 5,81 7,74 8,90 7,56 15,20 11,36 15,21 12,53 4,36 2011 5,64 2,67 0,00 4,22 0,00 0,00 0,00 0,00 19,64 12,82 11,07 16,60 2012 5,02 2,64 2,64 2,64 2,74 0,00 4,14 3,98 10,44 27,58 9,78 15,82 2013 0,00 7,31 3,05 3,59 3,31 0,00 6,30 0,00 16,57 8,48 20,07 9,40 2014 5,83 12,29 2,79 1,88 0,00 2,09 3,76 10,07 9,17 5,24 5,43 20,36 2015 2,56 0,46 0,46 0,46 0,58 8,79 2,32 1,79 13,90 10,35 22,61 7,44 2016 0,00 10,35 3,26 8,09 0,00 13,71 16,91 16,81 25,26 3,05 10,76 2,11

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

  Dari data curah hujan diambil rerata tengah bulanan dapat dihitung dengan menggunakan metode Poligon Thiessen yang diterapkan pada aplikasi Argcis 10, Argcis merupakan perangkat lunak yang terdiri dari produk perangkat lunak sistem informasi geografis (GIS). Berikut adalah gambar batas area Polygon Thiessen Das Jatiluhur yang terbentuk di Argcis 10 dan dapat dicermati pada Gambar 4.7. 2 Bendungan Jatiluhur 56,124 km 2 100,783 km

  2

216,162 km

Gambar 4.7 Batas Area Pengruh Polygon Thiessen DAS Jatiluhur

  Dari hasil metode Polygon Thiessen didapatkan luas DAS Waduk Jatiluhur meliputi menjadi 3 daerah pembagian, berikut data luasan area di DAS Jatiluhur pada Tabel 4.5.

  Polygon Thiessen

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

Tabel 4.5 Luas area DAS pengaruh polygon thiessen

  Luas

  No Stasiun Hujan

  2 Luas (Km ) %

  1 Sindanglaya 15,04

  56,124

  2 Cirata 27,02

  100,783

  3 Darangdan 216,162 57,94 Jumlah 100

  373,069 Contoh Perhitungan curah hujan rerata di DAS Waduk Jatiluhur (tengah

  Bulan Januari ) sebagai berikut: Diket:

  2 A 1 = 56,124 Km P 1 =20,54 mm

  2 A 2 = 100,783 Km P 2 = 23,27 mm

  2 A 3 = 216,162 Km P 3 = 18,79 mm 1. 1+ 2. 2+ 3. 3

  Ṕ =

  1+ 2+ 3

(56,124 .20,54)+(100,783. 23,27)+(216,162.18,79)

  Ṕ =

  

373,069

  Ṕ = 20,19 mm Dari data curah hujan rerata akan menjadi acuan utama untuk perhitungan debit andalan menggunakan metode Mock Berdasarkan perhitungan hujan rerata dengan menggunakan model Polygon Thiessen selama periode 2006- 2016 dapat dilihat pada Tabel 4.6. Universitas Katolik Soegijapranata Rumboko Kalbuardhi 13.12.0074 Fakultas Teknik Progam Studi Teknik Sipil

  76 Tabel 4.6 Hujan Rerata Tengah Bulanan DAS (mm/hari) Bulan Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nov Des I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II 2006 20,19 20,75 11,78 17,31 6,69 7,35 11,98 9,94 1,22 3,23 1,02 0,14 0,33 5,28 0,29 0,29 0,29 0,65 1,85 3,17 1,50 4,42 12,47 25,51 2007 20,86 14,68 18,44 7,47 15,50 3,47 2,47 18,84 11,07 2,65 5,53 8,80 0,20 0,28 1,92 1,47 3,28 0,92 8,52 19,29 13,13 13,75 13,66 5,72 2008 16,36 14,25 9,02 14,44 30,27 8,67 9,36 12,10 15,68 1,64 1,85 0,20 0,65 0,71 0,80 1,68 0,78 3,86 0,83 6,43 18,09 11,35 11,93 6,46 2009 20,84 20,02 6,58 16,42 16,16 5,07 2,66 5,46 1,26 3,52 7,59 0,12 0,52 0,32 1,08 0,00 5,36 1,70 4,50 0,03 7,10 8,87 3,56 3,42 2010 16,64 19,18 16,20 15,73 15,46 21,93 5,55 2,37 17,98 10,77 8,77 3,18 3,12 8,30 10,78 6,03 7,96 9,12 7,78 15,42 11,58 15,43 12,75 4,58 2011 17,08 17,52 9,62 2,57 5,29 10,02 8,61 8,44 8,26 2,69 3,37 8,21 0,88 2,43 1,28 0,00 0,58 0,48 1,96 5,68 22,65 15,83 14,08 19,61 2012 11,54 7,72 11,32 6,52 8,57 12,58 12,73 4,80 10,33 0,89 5,66 0,80 1,58 0,34 0,04 0,06 0,07 0,07 0,99 0,89 7,07 24,21 6,41 12,45 2013 17,26 25,77 17,52 2,95 18,90 21,53 17,24 12,72 0,67 6,86 7,23 2,34 5,94 4,66 0,40 0,94 0,66 1,29 3,65 2,89 13,92 5,83 17,35 6,75

  2014 12,41 22,14 9,76 11,22 13,53 11,60 2,98 15,40 7,97 7,88 9,31 3,47 4,32 10,46 0,46 1,60 0,57 0,59 0,34 5,29 6,60 2,67 2,86 17,79 2015 3,71 18,78 5,36 8,34 5,15 10,93 12,96 3,16 3,67 3,34 1,19 1,90 2,68 0,26 0,19 0,47 0,12 3,90 1,86 1,33 13,44 9,89 22,15 6,98 2016 12,30 14,80 12,46 41,49 13,85 14,27 11,41 11,50 6,80 9,32 2,59 14,38 12,44 8,50 0,76 5,98 20,58 12,08 15,28 15,18 23,63 10,62 9,13 5,21

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

4.2.2 Perumusan Model

4.2.2.1 Evapotranspirasi Potensial Cara Pennman (Cropwat 10)

  Untuk perhitungan evapotranspirasi dengan metode Penman dapat menggunakan pendekatan dengan data yang diperlukan untuk adalah data klimatologi bulanan (temperature maksimum-minimum atau rata-rata, penyinaran matahari, kelembapan udara, dan kecepatan angin). Data klimatologi diambil dari STA Cirata untuk mewakili temperature maksimum-minimum atau rata-rata, penyinaran matahari, kelembapan udara, dan kecepatan angin di DAS Jatiluhur, berikut adalah data klimatologi kurun waktu 20012-2016 yang diambil dari stasiun klimatologi Cirata dan ditujukan pada Tabel 4.7 yang kemudian akan diolah didalam apikasi CROPWAT 10 ditujukan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.7 Data Klimatologi Stasiun Cirata Tahun Data Sat Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 2012 Suhu Udara Kel Udara

  Peny.Mthri(8jam) Kec.Angin(10m) °C % % Km/j 26.9 83 46 5.6 26.6 82 48 9.1 26.6 83 53 5.6 27.6 80 69 5.5 28.6 72 88 6.6 27.5 77 75 5.9 27.4 72 74 7.1 27.1 70 94 6.4 28.3 72 94 6.5 28 80 55 5.8 27 83 46 5.5 27.2 84 46 5.2 2013 Suhu Udara Kel Udara Peny.Mthri(8jam) Kec.Angin(10m) °C % % Km/j 26.5 84 43 4.8 26.5 83 64 5.1 27.1 78 72 3.7 27.6 78 60 3 28.7 47 69 6.4 28.1 74 66 6.8 27.4 68 80 6.2 27.7 70 83 7 27.8 71 91 6.4 28.5 67 91 6 28.3 74 51 5.2 27.4 78 46 5.5 2014 Suhu Udara Kel Udara Peny.Mthri(8jam) Kec.Angin(10m) °C % % Km/j 26.6 85 45 5.6 26.2 86.3 41 8.1 27.6 77.8 72 5.4 27.1 83.8 61 4.4 28.1 72.5 87 5.9 27.7 70.8 90 5.8 27.5 67.8 94 6.3 27.1 66.3 99 5.9 27.9 64.8 92 5.9 28.8 64.8 95 6.8 27.8 76.5 66 5.1 27.1 82.3 51 4.3 2015 Suhu Udara Kel Udara Peny.Mthri(8jam) Kec.Angin(10m) °C % % Km/j 26.5 84.5 43 4.8 26.5 83.3 64 5.1 27.1 78.8 72 3.7 27.6 79.8 69 3.9 28.7 72 69 6.4 28.1 74 66 6.8 27.4 68.8 80 6.2 27.7 70 83 7 27.8 71.8 91 6.4 28.5 67.8 91 6 28.3 74.5 51 5.2 27.4 78 46 5.5 2016 Suhu Udara Kel Udara Peny.Mthri(8jam) Kec.Angin(10m) °C % % Km/j 27.1 82 49 6.4 27.2 82 50 5.9 27.4 82 50 5.9 28.2 78 61 6.3 28.8 72 70 7.1 28 78 66 6.5 27.5 72 71 6.3 27.6 70 72 6.2 28.1 72 70 6.2 28.2 75 64 5.6 28.3 75 58 5.4 27 83 23 4.7 (Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Jawa Barat, 2017

  Hasil perhitungan datanya disajikan dalam bentuk tabel dengan metode

  penman pada Tabel 4.5 dengan persamaan sebagai berikut (diambil contoh

  bulan Januari): ET p = c . ET p n-1 + (1-w) f(u) (ea-ed)

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

  ET p = w (0,75 Rs

  • – R

  ET p = 0,755 (0,75 . 12,482- (5,4+ (1- 0,755)) . 1,77 .(83,7) = 4,6072 mm/hari . 1,04 = 4,43 mm/hari (pada Tabel 4.8).

  Dimana:

  • w = 0,755 ( Lamp 15)
  • Rs = (0,25+0,54) 15,8
  • Ra = (Tabel Lampiran 15 angka angot untuk daerah
  • Rn1 = radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari).
  • f(t) = 15,9
  • f(ed) = fungsi tekanan uap

  = 12,482

  Indonesia

  = F(t) + F (ed)+ F(u) = 15,9 + (-51,28)+ 40,78 = 5,4

  = 0,34 – 0,44 . 117,32 = -51,28

  • f(n/N) = fungsi Kecerahan Penyinaran = 0,1+0,9. 45,2 = 40,78
  • f(u) = fungsi dari kecepatan angin ketinggian 2 m (m/dt)

  = 0,27 (1+0,864 u) = 0,27 (1+0,864 . 6,44) = 1,77 m/dt

  • u = 6,44 m/dt
  • ed = ea+Rh =33,62 + 83,7 = 117,32
  • Rh = Kelembapan relatif (%)
  • ea = Tekanan uap jenuh =33,62 (Lihat Lam 15)
  • ed = tekanan uap sebenarnya
  • c = angka koreksi Pennaman =1,04.

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

  64

  75 6 66,96 4,1

  27,2 27,9

  81 5 42,4 4,39 Average

  70 5 54,4 4,37 Desember 27 27,1

  69 6 79,4 4,43 November 27 28,3

  69 6 87,6 4,19 Oktober 28 28,8

  69 6 86,2 3,79 September 27,8 28,3

  74 6 79,8 3,54 Agustus 27,1 27,6

  74 6 72,6 3,5 Juli 27,4 27,5

  27,5 28,1

  4 Mei 28,1 28,8 67 6 74,8 3,66 Juni

  6

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Evapotranspirasi Potensial dengan Aplikasi Crowpat 10

  79

  79 5 63,8 4,36 April 27,1 28,2

  83 7 53,4 4,46 Maret 26,6 27,6

  83 5 45,2 4,43 Februari 26,2 27,1

  Bulan A B Humidity (%) Wind (km/jam) Penyinaran Matahari (%) Et o (mm/hr) Januari 26,6 27,1

  (RMSE). Parameter pada metode yang perlu dikalibrasi guna

  Error

  hasil yang baik. Untuk analisis endiri menggunakan Root Mean Square

  Microsoft Excel . Untuk Solver berhenti saat hasil data sudah mendapatkan

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model Mock. Untuk perhitungannya meiputi evapotrasnpirasi, hujan rerata tengah bulan, intersepsi, hujan permukaan, limpasan permukaan, infiltrasi, aliran antara, perkolasi, aliran dasar, dan aliran sungai dengan menggunakan perhitungan sesuai dengan rumus pemodelan. Setelah itu di kalibrasi dengan menerapkan cara trial error pada program solver berbasis

  Berdasarkan Hasil perhitungan evapotranspirasi potensial (Et o ) yang dilakukan dengan aplikasi Cropwat 10 diketahui hasil Et o rata-rata 4,1 mm/hari, dengan nilai Et o max 4,46 mm/hari di bulan Februari, dan Et o min 3,5 mm/hari pada bulan Juni.

4.2.3 Parameter Model Mock

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

  mendapatkan nilai debit simulasi yang mendekati nilai debit terukur yang berpengaruh terhadap kalibrasi model untuk menganalisa DAS Waduk Jatiluhur dilakukan berdasarkan catatan data debit terpakai meliputi periode 10 tahun data dari 2006 -2016 dengan satuan periode 15 harian. Dan berikut adalah parameter-parameter pada perhitungan mock: 1.

  Menentukan besarnya parameter presentase permukaan lahan terbuka (m) dengan ketetntuan karakteristik hidrologi pada bukaan lahan: m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat;

  • m = 10 – 40% untuk lahan tererosi;
  • m = 30 50% untuk lahan pertania yang diolah.
  • Berdasarkan pengamatan di lapangan dan pengamatan peta tata guna lahan untuk daerah aliran sungai Jatiluhur Untuk lahan pertanian yang diolah (sawah dan ladang) ditaksir harga m sebesar 30-50%, yaitu asumsi I m = 40%, dan telah dilakukan kalibrasi nilai m = 40 % terlalu besar, sehingga selisih antara Et p dan Et a < 1, hasil kalibrasi menghasilkan nila m sebesar 35% dan selisih antara Et p dan Et a > 1.

  2. Menentukan kandungan kelembapan air tanah. Jika nilai ∆S > 0 , maka kandungan kelembapan air didalam tanah adalah 0, sebaliknya jika ∆S < 0, maka besarnya kandungan kelembapan air dalam tanah adalah nilai ∆S itu sendiri, ini

  a ) maka air akan masuk

  berarti bila harga ∆S positif ( P > ET ke daalm tanah bila kapasitas kembapan tanah belum terpenuhi, dan sebaliknya akan melimpas apabila kondisi

  a ) sebagia air

  tanah jenuh. Bila harga ∆S negatif (P < ET tanah akan keluar dan aka terjadi kekurang (deficit).

  3. Menentukan parameter kapasitas kelembapan tanah (SMC).

  Berdasarkan hubungan Nilai SMC dengan jenis tanah DAS

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

  Jatiluhur yaitu Slightly permeable, party cultivated or with

  vegetation maka diasumsikan pada awal bulan januari pada

  • – periode pertama asumsi I sebesar 200 mm (ketentuan 150 300 mm). Untuk bulan/periode berikutnya, tergantung dari nilai kandungan kelembapan air dalam tanah. Jika nilainya negatif, maka besarnya SMC pada bulan berikutnya merupakan selisih dari nilai SMC bulan/periode sebelumnya dengan nilai ∆S berikutnya. Setelah didapatkan hasil kalibrasi nilai asumsi I 200 mm terlalu besar karena nilai kalibrasi RMSE >1%, setelah dilakukan kalibrasi nilai SMC sebesar 200 mm dan menghasilkan kalibrasi RMSE < 1%.

  4. Menentukan besarnya Initial Storage dengan menentukan jenis tanah DAS Jatiluhur yaitu slighty permeable, party

  cultivated or with vegetation memeiliki besaran IS sebesar 10-100.

  5. Koefisien Infiltrasi (i) dengan dlam model mock dengan ketentuan 0

  • – 1, berdasarkan hubungan koefisien infiltrasi dengan luasan catchment area, dimana DAS Jatiluhur memiliki type area slighty permeable, party cultivated or

  with vegetation maka besar 0,4-0,6. Maka asumsi i = 0,5 dan hasilnya memenuhi syarat nilai kalibrasi.

  6. Koefisiensi Aliran (K) dengan cara kalibrasi optimal dimana hubungan koefisien aliran berdasarkan hubungan antara koefisien aliran (K) dengan type are DAS Jatiluhur yaitu memiliki type area slighty permeable, party cultivated or dengan ketentuan 0,6-0,8. Setelah dilakukan

  with vegetation

  kalibrasi didapatkan hasil koefisiensi aliran (K) Sebesar 0,7 dan memenuhi ketentuan kalibrasi yang <1%.

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

4.2.4 Analisa Model F.J Mock

  Metode untuk menganalisa ketersediaan air dengan F J Mock ini adalah untuk mensimulasikan kesetimbangan air bulanan pada suatu catchment

  area tertentu dinjukan untuk menghitung total run-off, dengan

  menggunakan data hujan bulanan, evapotranspirasi dan kelembapan tanah. Proses kesetimbangan air yang sudah umum, adalah bahwa hujan yang jatuh diatas permukaan tanah dan tumbuhan penutup lahan, sebagian air akan meresap masuk kedalam tanah. Infiltrasi ini akan keluar menuju sungai menjadi aliran dasar.

  Untuk waduk setelah dioptimalisasikan dan Berikut secara garis besar langkah contoh perhitungan pada tahun 2006, perhitungan dari tabel keterangan masing-masing kolom adalah sebagai berikut:

  I. Input data curah hujan 15 harian

  II. Menentukan besarnya nilai evapotranspirasi aktual (ET

  a) 1. p ) pada bulan

  Input data Evapotranspirasi potensial (ET januari yang diperoleh perhitungan sebelumnya yaitu sebesar 4,43 mm/hari; 2. Menentukan besarnya parameter permukaan lahan terbuka

  (m). Untuk lahan pertanian yang diolah (sawah dan ladang) ditaksir harga m sebesar 35%;

  3.

  ∆S = P – ETp = 20,19 – 4,43 = 15,76 mm 4. m/20.(18-n) = 0,35 / 20.(18-7) = 10,5 %

  5. p (m/20.(18-h)) E = ET

  = 4,43 . 0,105 = 0,47 mm

  6. a = ET p

  • – E ET

  = 4,43

  • – 0,47 = 3,96 mm/hari

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat)

  III. Menentukan besarnya parameter keseimbangan air dalam tanah 1.

  Menghtiung besarnya air hujan yang mencapai permukaan tanah (WS) (WS) = P - ET a

  = 20,19

  • – 3,96 = 15,76 mm/ hari

  2. a , sehingga ∆S > 0, karena itu

  Pada bulan januari P > ET besarnya kandungan kelembapan air tanah pada bulan januari adalah 0.

3. Jadi pada bulan januari periode pertama nilai WS sama sebesar 15,76 mm/hari.

  IV. Menentukan besarnya aliran dan tampungan air tanah 1.

  Menghitung besarnya Infiltrasi (I) I = WS.i = 15,76 . 0,5 = 7,88 mm/hari

  i adalah nilai parameter, yakni koefisien infiltrasi

  berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran.Untuk daerah ini ditaksir harga i sebesar 0,5.

  2.

  0,5 x (1+K) I = (0,5 x (1+0,70) x 7,88) = 6,7 mm/hari k adalah besarnya parameter, yakni faktor resesi aliran air tanah yang ditaksir sebesar 0,7. 3. n-1 = 70 mm/hari

  K.V V n-1 adalah kandungan air tanah pada bulan sebelumnya.

  Untuk penentuan pada awal bulan (initial storage) ditaksir sebesar 100 mm.

  4.

  n )

  Menentukan besarnya volume penyimpanan air tanah (V V n = k . V n-1 + 0,5 (1+k).I = 70 + 6,7 = 76,7 mm/hari.

  (Studi Kasus: Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat) 5. n )

  Menentukan besarnya perubahan volume air (dV dV n = V n n-1

  • – V =76,7
  • – 100 = -23,30 mm/hari 6.

  Menentukan besarnya aliran dasar (BF)

  

n

  BF = I - dV = 7,88

  • – (-23,30) = 31,18 mm/hari

  ) Menentukan besarnya aliran permukaan (DR

  o 7.

  DR o = WS

  • – I = 15,76
  • – 7,88 = 7,88 mm/hari

  8. o ) Menentukan besarnya aliran (R

  R o = BF + DR o = 31,18 + 7,88 = 39,06 mm/hari

  V. Menentukan besarnya debit aliran sungai pada DAS 1.

  Menentukan debit aliran,

  2

  diket A = Catchment Area 373,069 km

  6 Stream Flow = x A x 10 / (n.24.3600) 1000 39,06

  6 = x A x 10 / (15.24.3600)

  1000

  3

  11,24 m /detik

  

=

  3 Jadi, Debit Aliran pada tengah bulan Januari sebesar 11,24 m /detik.

  Hasil nilai parameter yang sudah dikalibrasi dengan hasil paling mendekati kesalahan data lapangan, kemudian dilanjutkan perhitungan debit andalan keseluruhan dari bulan januari 2006 hingga desember 2016, hasil perhitungan disajikan pada Tabel 4.9 - 4.19.

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Debit andalan tahun 2006

  Universitas Katolik Soegijapranata Rumboko Kalbuardhi 13.12.0074 Fakultas Teknik Progam Studi Teknik Sipil

  85

Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Debit andalan tahun 2007

  Universitas Katolik Soegijapranata Rumboko Kalbuardhi 13.12.0074 Fakultas Teknik Progam Studi Teknik Sipil

  86

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Debit andalan tahun 2008

  Universitas Katolik Soegijapranata Rumboko Kalbuardhi 13.12.0074 Fakultas Teknik Progam Studi Teknik Sipil

  87

Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Debit andalan tahun 2009

  Universitas Katolik Soegijapranata Rumboko Kalbuardhi 13.12.0074 Fakultas Teknik Progam Studi Teknik Sipil

  88

Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Debit andalan tahun 2010

  Universitas Katolik Soegijapranata Rumboko Kalbuardhi 13.12.0074 Fakultas Teknik Progam Studi Teknik Sipil

  89

Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Debit andalan tahun 2011

  Universitas Katolik Soegijapranata Rumboko Kalbuardhi 13.12.0074 Fakultas Teknik Progam Studi Teknik Sipil

  90

Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Debit andalan tahun 2012

  Universitas Katolik Soegijapranata Rumboko Kalbuardhi 13.12.0074 Fakultas Teknik Progam Studi Teknik Sipil

  91