Analisis Optimalisasi Pola Tanam Pada Daerah Irigasi Waduk Keuliling Kabupaten Aceh Besar NAD

(1)

ANALISIS OPTIMALISASI POLA TANAM

PADA DAERAH IRIGASI WADUK KEULILING

KABUPATEN ACEH BESAR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan Sarjana Teknik Sipil

MHD. TRI UTOMO

07 0404 042

IVAN INDRAWAN, ST, MT

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

NIP.19761205 200604 1 001


(2)

ABSTRAK

Irigasi dimaksudkan untuk mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. Setiap pekerjaan yang berhubungan dengan sumber daya air, analisis hidrologi mutlak diperlukan untuk memperoleh gambaran kondisi hidrologi suatu daerah serta mendukung pembuatan keputusan. Salah satu parameter hidrologi yang penting dalam suatu pekerjaan terkait sumber daya air adalah debit air.

Studi pendahuluan dilakukan dengan mengumpulkan referensi-referensi yang akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian. Mengumpulkan beberapa literatur dari buku dan makalah yang berkenaan dengan studi, khususnya pola tanam. Mengumpulkan data-data yang dipierlukan yaitu data sekunder. Data sekunder merupakan data yang didapat dari instansi terkait, lembaga masyarakat, dan pihak terkait yang berhubungan dengan pembahasan. Dalam mencari besarnya kebutuhan air untuk irigasi tanaman, dilakukan analisa kebutuhan air yang dipengaruhi oleh faktor pengolahan tanah, perkolasi, curah hujan efektif, evapotranspirasi, efesiensi irigasi, dan koefisien tanaman.

Perhitungan curah hujan regional rata-rata digunakan metode Poligon Thiessen dengan data curah hujan 10 tahun dari tiga stasiun penakar hujan. Perhitungan evapotranspirasi dilakukan dengan metode Penmann dan nilai debit inflow andalan diperoleh dengan perhitungan metode F.J. Mock.

Nilai curah hujan efektif dan evapotranspirasi dipakai untuk perhitungan kebutuhan air irigasi dan perencanaan pola tanam. Analisa kebutuhan air irigasi dilakukan dengan membuat 24 alternatif awal masa tanam dalam satu tahun, agar dapat ditentukan awal masa tanam yang paling optimal.

Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan 24 alternatif pola tanam didapat nilai NFR yang terkecil yaitu sebesar 2,71 mm/hari, dimana alternatif yang digunakan adalah alternatif ke-20. Dengan awal Land Preparation pada periode Oktober II. Nilai debit andalan maksimum didapat pada bulan Januari sebesar 7,20 m3/det dan debit minimum andalan 0,97 m3/det pada bulan April. Kata kunci : Analisis Optimalisasi Pola Tanam, Debit Andalan, Evapotranspirasi


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi allah SWT yang telah memberi karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehingga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Stara Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah:

“Analisis Optimalisasi Pola Tanam Pada Daerah Irigasi Waduk Keuliling Kabupaten Aceh Besar NAD”

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Ivan Indrawan, ST, MT selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc selaku Koordinator dibidang Air yang juga telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu dalam membantu penulisan Tugas Akhir ini.


(4)

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc, Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc selaku Dosen Pembanding, Emma Patricia Bangun. ST. M.Eng atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

7. Ayahanda Surasmin S.Pd dan Ibunda Sariani S.Pd tercinta yang telah banyak berkorban, memberikan motivasi hidup, semangat dan nasehat, saudara-saudari tercinta: Ika Widiyasti, Evi Liliyanti, Siti Agustianti, Agil Septiohadi, beserta keluarga besar yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.

8. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

9. Alm. Indah Purnama Sari yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

10. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.

11. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2007, Alefya, Faiz, Dikin, Dean, Diva, Aulia, Saki, Iqbal, Ghufran, Alfry, Tesa, Jora, Incen, Putri, Falah, Agung, Andreas, Ruxel, Markus, Dicky, Ajo, Sam, Doan, Didi, Vina, Dina, Boy,


(5)

Dedi, serta teman-teman angkatan 2007 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

12.

Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Desember 2013 Penulis,

M. Tri Utomo 07 0404 042


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... .i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... .viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR NOTASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Pembatasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan ... 4

1.5. Manfaat ... 4

1.6. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Umum ... 6

2.2. Daerah Aliran Sungai ... 9

2.3. Jaringan Irigasi ... 11

2.4. Analisa Hidrologi ... 14

2.4.1 Curah Hujan Rata – Rata Areal ... 14

2.4.2 Debit Andalan ... 16

2.5.Ketersediaan Air ... 18

2.5.1 Metode Meteorogical Water Balance F.J Mock ... 18


(7)

2.6.1 Evapotranspirasi Potensial ... 22

2.6.2 Evapotranspirasi Aktual ... 22

2.7. Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi ... 23

2.7.1 Curah Hujan Efektif ... 23

2.7.2 Efisiensi Irigasi ... 24

2.7.3 Kebutuhan Air di Sawah ... 25

2.7.4 Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan ... 26

2.7.5 Kebutuhan Penyiapan Lahan ... 26

2.7.6 Kebutuhan Air untuk Konsumtif Tanaman ... 27

2.7.7 Perkolasi ... 28

2.8. Pergantian Lapisan Air ... 29

2.9. Pola Tanam... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 31

3.1. Metodologi Penelitian ... 31

3.2 Deskripsi Daerah Studi...32

3.2.1 Kondisi Topografi ... 33

321.2 Kondisi Iklim ... 33

3.2.3 Lokasi Studi ... 34

3.3. Uraian Tahapan Penelitian ... 35

3.4 Analisis Hidrologi ... 35

3.4.1 Curah Hujan Efektif ... 35

3.4.2 Debit Andalan...37

3.4.3 Analisa Evapotranspirasi...38


(8)

3.4.5 Pengolahan Tanah, Penyiapan Lahan dan Koefisien Tanaman……...39

3.4.6 Efesiensi Irigasi...39

3.4.7 Perencanaan Pola Tanam...40

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1. Analisa Curah Hujan ... 44

4.2. Curah Hujan Efektif ... 47

4.3. Analisa Evapotranspirasi ... 48

4.4. Penyiapan Lahan dan Koefisien Tanaman ... 54

4.5. Analisa Kebutuhan Air Irigasi ... 57

4.6. Perhitungan Debit Andalan ... 83

4.6.1. Perhitungan Metode Empiris Debit Andalan Sungai...83

4.7 Pola Tanam ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .... ………86

5.1. Kesimpulan . ………86

5.2. Saran ………....86

DAFTAR PUSTAKA ……… ..88 LAMPIRAN


(9)

ABSTRAK

Irigasi dimaksudkan untuk mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. Setiap pekerjaan yang berhubungan dengan sumber daya air, analisis hidrologi mutlak diperlukan untuk memperoleh gambaran kondisi hidrologi suatu daerah serta mendukung pembuatan keputusan. Salah satu parameter hidrologi yang penting dalam suatu pekerjaan terkait sumber daya air adalah debit air.

Studi pendahuluan dilakukan dengan mengumpulkan referensi-referensi yang akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian. Mengumpulkan beberapa literatur dari buku dan makalah yang berkenaan dengan studi, khususnya pola tanam. Mengumpulkan data-data yang dipierlukan yaitu data sekunder. Data sekunder merupakan data yang didapat dari instansi terkait, lembaga masyarakat, dan pihak terkait yang berhubungan dengan pembahasan. Dalam mencari besarnya kebutuhan air untuk irigasi tanaman, dilakukan analisa kebutuhan air yang dipengaruhi oleh faktor pengolahan tanah, perkolasi, curah hujan efektif, evapotranspirasi, efesiensi irigasi, dan koefisien tanaman.

Perhitungan curah hujan regional rata-rata digunakan metode Poligon Thiessen dengan data curah hujan 10 tahun dari tiga stasiun penakar hujan. Perhitungan evapotranspirasi dilakukan dengan metode Penmann dan nilai debit inflow andalan diperoleh dengan perhitungan metode F.J. Mock.

Nilai curah hujan efektif dan evapotranspirasi dipakai untuk perhitungan kebutuhan air irigasi dan perencanaan pola tanam. Analisa kebutuhan air irigasi dilakukan dengan membuat 24 alternatif awal masa tanam dalam satu tahun, agar dapat ditentukan awal masa tanam yang paling optimal.

Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan 24 alternatif pola tanam didapat nilai NFR yang terkecil yaitu sebesar 2,71 mm/hari, dimana alternatif yang digunakan adalah alternatif ke-20. Dengan awal Land Preparation pada periode Oktober II. Nilai debit andalan maksimum didapat pada bulan Januari sebesar 7,20 m3/det dan debit minimum andalan 0,97 m3/det pada bulan April. Kata kunci : Analisis Optimalisasi Pola Tanam, Debit Andalan, Evapotranspirasi


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Umum

Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi dimaksudkan untuk mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

Irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia kepada sebidang lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Dengan demikian tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman pada saat persedian air tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian air irigasi yang efisien selai dipengaruhi oleh tata cara aplikasi, juga ditentukan olek kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang dibutuhkan tanaman.

Air memiliki karakteristik unik dibandingkan dengan sumber daya alam lainnya. Air bersifat sumber daya yang terbarukan dan dinamis. Artinya sumber utama air yakni hujan akan selalu datang sesuai dengan waktu atau musimnya sepanjang tahun yang mengikuti siklus keseimbangan dan dikenal dengan siklus hidrologi.


(11)

Sejalan dengan pesatnya pembangunan di berbagai macam sektor, maka pemenuhan air berdasarkan ruang, waktu, jumlah, dan mutu akan semakin meningkat. Penyediaan air baku, air minum, air irigasi, air keperluan industri, dan untuk keperluan lainnya merupakan suatu komponen penting dalam pengelolaan sumber daya air.

Penyediaan air untuk kebutuhan irigasi sangatlah penting bagi terciptanya program swasembada pangan yang baik. Ketersediaan air sepanjang tahun untuk mengairi sawah sangat diperlukan dalam pemenuhan logstik pangan setiap tahunnya. Para petani sangat bergantung pada ketersediaan air dmana pada musim kemarau sering terjadi kekeringan sehingga para petani tidak bisa bercocok tanam dengan maksimal.

Irigasi Waduk Keuliling yang terletak di Kecamatan Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu waduk yang mempunyai fungsi sebagai penyedia air untuk kebutuhan irigasi, meningkatkan keamanan terhadap banjir, mendukung program swasembada pangan dan peningkatkan produksi tani, meningkatkan pendapatan daerah, menciptakan lapangan kerja di kawasan Waduk Keuliling, meningkatkan penyediaan air baku untuk kebutuhan pada masa mendatang serta pelestarian lingkungan dan pariwisata.

Agar kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi, maka jumlah air yang dikeluarkan harus sesuai dengan ketersediaan air yang tersedia, sehingga diperlukan suatu pedoman pengoperasian air waduk yang optimal dengan harapan


(12)

manfaat yang maksimal. Untuk itu bisa didekati dengan melakukan optimasi dan simulasi pada waduk

Selain hal tersebut di atas, Waduk Keuliling juga dalam pengoperasiannya belum maksimal terutama untuk kebutuhan irigasi. Adapun jumlah areal persawahan yang dapat diari oleh Waduk Keuliling seluas 4.790,5 Ha.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang dibahas dalam Analisis Optimalisasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Waduk Keuliling adalah :

• Berapa besar kebutuhan air irigasi pada Daerah Irigasi Keuliling?

• Apakah debit andalan Waduk Keuliling yang ada mampu memenuhi

kebutuhan daerah layanan irigasi?

• Bagaimana optimasi pembagian air Waduk Keuliling untuk peningkatan

produksi pertanian dengan perencanaan pola tata tanam yang ada?

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ditulis di atas, maka permasalahan penelitian studi Analisis Optimalisasi Pola Tanam Pada Daerah Irigasi Waduk Keuliling yang akan dilakukan dibatasi mencakup hal-hal sebagai berikut, yaitu:

• Hanya menghitung daerah irigasi Waduk Keuliling dengan daerah layanan seluas 4.790,5 Ha.

• Studi ini mencakup perhitungan debit andalan hasil pengoperasian waduk Keuliling dan perhitungan luas daerah layanan yang dilayani.


(13)

• Menghitung kebutuhan air irigasi terhadap pola tata tanam.

1.4 Tujuan

• Untuk mengetahui besar debit andalan yang tersedia untuk irigasi

• Menghitung besarnya kebutuhan air irigasi

• Untuk mengetahui pola tanam terbaik untuk daerah irigasi tersebut

1.5 Manfaat

• Sebagai aplikasi dari ilmu yang diperoleh dari bangku perkuliahan dengan cara mempraktikkannya langsung di lapangan. Kemudian dari hasil Tugas Akhir ini, pihak akademi akan dapat menjadikan sebagai dokumentasi sehingga menambah perbendaharaan perpustakaan akademi.


(14)

1.6. Sistematika Penulisan

Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada penelitian ini terdiri dari 5 bab, yang mana uraian masing – masing bab adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang pekerjaan, tujuan, data umum dan lingkup pekerjaan yang dilaksanakan serta sistematika penulisan laporan penelitian.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan tema penelitian, penentuan langkah pelaksanaan dan metode penganalisaan yang diambil dari beberapa pustaka yang ada yang memiliki tema sesuai dengan tema penelitian ini.

Bab III Metodologi

Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dan rencana kerja dari penelitian serta mendeskripsikan lokasi penelitian.

Bab IV Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini merupakan analisa tentang permasalahan, evaluasi, dan perhitungan terhadap masalah yang ada di lokasi penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Merupakan kesimpulan dari butir-butir kesimpulan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan rekomendasi saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk penerapan hasil penelitian di lapangan


(15)

Bab II

BAB II

Bab III

TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV

2. 1 Umum

Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan “siklus hidrologi’’. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan kembali lagi ke laut,seperti digambarkan pada Gambar 2.1.

hujan (R)

transpirasi

evaporasi

infiltrasi

perkolasi m.a.t

kandungan air tanah (V)

aliran permukaan (DRO)

aliran air tanah (BF)

RO = BF + DRO Q = 0.0116 . Ro . A/H dVt = Vt - Vt-1

WS = Rnet - SS

sumber : Google Earth

Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut.

Secara gravitasi air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari pegunungan ke lembah, lalu ke daerah yang lebih rendah, sampai ke daerah


(16)

pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju kesistem jaringan sungai, sistem danau atau waduk. Air hujan sebagian mengalir meresap kedalam tanah atau yang sering disebut dengan infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian menguap dan membentuk uap air. Sebagian lagi mengalir masuk ke dalam tanah.

Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir tanah dan di dalam retak-retak dari batuan disebut air celah (fissure water). Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah antara dan aliran dasar (base flow). Disebut aliran dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu sistem sungai tertentu aliran masih tetap dan berkesinambungan.

Pada retensi atau tempat penyimpanan, air akan menetap untuk beberapa waktu. Retensi dapat berupa retensi alam seperti darah-daerah cekungan, danau tempat-tempat yang rendah, maupun retensi buatan seperti tampungan, sumur, embung, waduk dll.

Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surface runoff), aliran dalam tanah (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrologi.


(17)

Penyimpanan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu. Kondisi tata guna lahan juga berpengaruh terhadap tampungan air tanah, misalnya lahan hutan yang beralih fungsi mejadi daerah pemukiman dan curah hujan daerah tersebut.

Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman, masuk ke tanah begitu juga hujan yang terinfiltrasi. Sedangkan air yang tidak terinfiltrasi yang merupakan limpasan mengalir ke tempat yang lebih rendah, mengalir ke danau dan tertampung. Dan hujan yang langsung jatuh di atas sebuah danau (reservoir) air hujan (presipitasi) yang langsung jatuh diatas danau menjadi tampungan langsung. Air yang tertahan di danau akan mengalir melalui sistem jaringan sungai, permukaan tanah dan merembes melalui tanah. Dalam hal ini air yang tertampung di danau adalah inflow sedangkan yang mengalir atau merembes adalah outflow. Gambar 2.1 menunjukkan proses yang dijelaskan di atas.

Bentuk persaman neraca air suatu danau atau reservoir:

Perolehan (inflow) = Kehilangan (outflow). ... ....(2.1) Qi + Qg + P - ΔS = Qo + SQ + Eo ... ....(2.2)

Qin – Qout = ΔS ... ....(2.3) dimana:

Qi = masukan air/ direct run-off (inflow)

Qg = base flow (inflow) Qo = outflow

P = presipitasi SQ = perembesan

Eo = evaporasi air permukaan bebas

ΔS = perubahan dalam cadangan

t1 = muka air setelah kehilangan t2 = muka air sebelum kehilangan


(18)

Gambar. 2.1. Parameter Neraca Air

Akibat panas matahari air dipermukaan bumi juga akan berubah wujud menjadi gas/uap dalam proses evaporasi dan bila melalui tanaman disebut transpirasi. Air akan di ambil oleh tanaman melalui akar-akarnya yang dipakai untuk kebutuhan hidup dari tanaman tersebut, lalu air di dalam tanaman juga akan keluar berupa uap akibat energi panas matahari. Proses pengambilan air oleh akar tanaman kemudian terjadinya penguapan dari dalam tanaman disebut transpirasi.

Evaporasi yang lain dapat terjadi pada sistem sungai, embung, reservoir, waduk maupun air laut yang merupakan sumber air terbesar. Walaupun laut adalah tempat dengan sumber air terbesar namun tidak bisa langsung di manfaatkan sebagai sumber kehidupan karena mengandung garam atau air asin (salt water).

2.2 Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit hidrologi dasar. Bila kita memandang suatu sistem yang mengaliryang dapat diterapkan pada suatu daerah aliran sungai, maka akan nampak struktur sistem dari daerah ini adalah daerah aliran sungai yang merupakan lahan total dan permukaan air yang di batasi oleh suatu batas air, topografi dan dengan salah satu cara memberikan sumbangan


(19)

terhadap debit sungai pada suatu daerah. Daerah aliran sungai merupakan dasar pengelolaan untuk sumber daya air. Gabungan beberapa DAS menjadi Satuan Wilayah Sungai.

Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan kata lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui siklus hidrologi.

Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan fungsi, yaitu DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air dan curah hujan.

DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan


(20)

menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.

DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.

Kebutuhan akan air bagi kehidupan manusia secara langsung atau tidak langsung makin meningkat. Untuk meningkatkan ketersediaan air permukaan perlu ada tindakan yaitu dengan memperbaiki kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sudah memburuk menjadi hijau kembali dengan membuat storage di permukaan dalam bentuk waduk.

2.3 Jaringan Irigasi

Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan pertanian yang dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang membutuhkannya dan kemudian air itu dipergunakan secara tertib dan teratur dan dibuang kesaluran pembuangan. Istilah irigasi diartikan suatu bidang pembinaan atas air dari sumber – sumber air, termasuk kekayaan alam hewani yang terkandung didalamnya, baik yang alamiah maupun yang diusahakan manusia. Pengairan selanjutnya diartikan sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber – sumber air yang meliputi irigasi, pengembangan daerah rawa, pengendalian banjir, serta usaha perbaikan sungai, waduk dan pengaturan penyediaan air minum, air perkotaan dan air industri.


(21)

Jaringan Irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkap yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Jaringan utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem irigasi, mulai dari bangunan utama, saluran induk atau primer, saluran sekunder, dan bangunan sadap serta bangunan pelengkapnya. Jaringan tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air di dalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa yang disebut saluran tersier, saluran pembagi yang disebut saluran kuarter dan saluran pembuang berikut, saluran turutan serta bangunan pelengkapnya, termasuk jaringan irigasi pompa yang luas areal pelayanannya disamakan dengan areal tersier.

Dari segi konstruksi jaringan irigasi, Pasandaran (1991) mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat jenis yaitu :

1. Irigasi Sederhana

Adalah sistem Irigasi yang sitem konstruksinya tidak menggunakan alat ukur atau pintu-pintu masih sangat sederhana dan pada umumnya dimulai dari bangunan utama sampai dengan saluran tersier masih sangat sederhana dan sebahagian asli dari bangunan alam, sehingga efisiensinya rendah.

2. Irigasi Setengah Teknis

Adalah sistem Irigasi dengan sistem konstruksi pintu pengatur dan alat pengukur pada bangunan pengambilan (head work) saja, sehingga air hanya teratut dan terukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian efesiensinya sedang.


(22)

Adalah sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan pengukur air pada bangunan pengambilan, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap, diharapkan efesiensinya tinggi.

4. Irigasi Teknis Maju

Adalah sistem irigasi yang airnya dapat diatur dan terukurpada seluruh jaringan dan diharapkan efisiensinya sangat tinggi.

Petak irigasi adalah petak lahan yang memperoleh air irigasi. Petak tersier adalah kumpulan petak irigasi yang merupakan kesatuan dan mendapatkan air irigasi melalui saluran tersier yang sama. Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing – masing seluas 8 sampai dengan 15 hektar.

Tabel 2.1 Klasifikasi Irigasi

KLASIFIKASI JARINGAN IRIGASI

Teknis Semiteknis Sederhana

1. Bangunan utama Bangunan permanen

Bangunan permanent atau semi permanen

Bangunan sementara

2. Kemampuan bangunan dalam mengukur & mengatur debit

baik sedang Jelek

3. Jaringan saluran Saluran irigasi dan pembuang terpisah

Saluran irigasi dan pembuang tidak sepenuhnya terpisah

Saluran irigasi dan pembuang jadi satu

4. Petak tersier Dikembangkan sepenuhnya Belum dikembangkan atau densitas bangunan tersier jarang Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan

5. Efisiensi secara keseluruhan


(23)

6. Ukuran Tak ada batasan Sampai 2.000 ha Tak lebih dari 500 ha Sumber:Direktorat Jendral Pengairan, Standart Perencanaan Irigasi KP-01:1986

2.4 Analisa Hidrologi

2.4.1 Curah Hujan Rata – Rata

Curah hujan rata–rata adalah tinggi air hujan yang jatuh pada suatu wilayah, dihitung setiap periode waktu. Data hujan yang tercatat di setiap stasiun penakar hujan adalah tinggi hujan di sekitar stasiun tersebut. Salah satu cara untuk menghitung hujan rata-rata daearah aliran yang bisa dilakukan adalah dengan Metode Poligon Thiessen.

Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun penakar hujan yang disebut weighting factor atau disebut juga Koefisien Thiessen. Cara ini biasanya digunakan apabila titik-titik pengamatan di dalam daerah studi tidak tersebar secara merata. Metode Theissen akan memberikan hasil yang lebih teliti daripada cara aljabar tetapi untuk penentuan titik pengamatannya dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian yang akan didapat juga seandainya untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan pada salah satu titik pengamatan.

Luas masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut:

• Semua stasiun yang di dalam atau di luar DAS dihubungkan dengan garis, sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga. Hendaknya dihindari terbentuknya segitiga dengan sudut sangat tumpul.

• Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu tersebut membentuk poligon.


(24)

• Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu stasiun yang bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis poligon tersebut (atau dengan batas DAS).

• Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya. R = W1 R1 + W2 R2 + ... + Wn Rn ...…(2.4)

i W =

total i

A A

... …(2.5) dimana :

R : Curah hujan maksimum harian rata-rata i

W : Faktor pembobot A1: Luas daerah pengaruh stasiun i

Atotal: Luas daerah aliran

R : Tinggi hujan pada stasiun n : Jumlah titik pengamat

Gambar 2.2. Cara Poligon Thiessen

Cara di atas dipandang cukup baik karena memberikan koreksi terhadap kedalaman hujan sebagai fungsi luas daerah yang dianggap diwakili. Akan tetapi cara ini dipandang belum memuaskan karena pengaruh topografi tidak tampak. Demikian pula apabila salah satu stasiun tidak berfungsi, misalnya rusak atau data tidak benar, maka poligon harus diubah. Contoh pembuatan poligon Thiessen dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(25)

2.4.2 Debit Andalan

Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum untuk kemungkinan terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi. Misalnya ditetapkan debit andalan 80% berarti akan dihadapi resiko adanya debit-debit yang lebih kecil dari debit andalan sebesar 20% pengamatan. Debit tersebut digunakan sebagai patokan ketersediaan debit yang masuk ke waduk pada saat pengoperasiannya. Untuk menghitung debit andalan tersebut, dihitung peluang 80 % dari debit infow sumber air pada pencatatan debit pada periode tertentu. Debit andalan 80% ialah debit dengan kemungkinan terpenuhi 80% atau tidak terpenuhi 20% dari periode waktu tertentu. Untuk menentukan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi, debit yang sudah diamati disusun dengan urutan dari terbesar menuju terkecil.

Volume andalan ialah volume dengan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi 20% dari periode waktu tertentu. Untuk menentukan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi, volume yang sudah diamati disusun dengan urutan besar ke kecil. Catatan n tahun sehingga nomor tingkatan m debit dengan kemungkinan tak terpenuhi 20%, dapat dihitung volume andalan dengan menggunakan pendekatan empiris dengan rumus :

m = 0,20 n...(2.6) dimana :

m = tingkatan tak terpenuhi n = jumlah tahun pengamatan

Jumlah kejadian yang dimaksud adalah jumlah data yang digunakan untuk menganalisis probabilitas tersebut. Jumlah data minimum yang diperlukan untuk


(26)

analisis adalah lima tahun dan pada umumnya untuk memperoleh nilai yang baik data yang digunakan hendaknya berjumlah 10 tahun data.

Dari data debit inflow yang diperoleh pada studi ini, maka diketahui pengisian waduk berlangsung tiap bulannya selama setahun. Data ini nantinya akan dipakai dalam perhitungan debit yang masuk ke waduk.

2.4.3 Ketersediaan Air

Ketersediaan air adalah jumlah debit air yang diperkirakan terus menerus ada di suatu lokasi bendung atau di bangunan air lainnya, dengan jumlah tertentu dan dalam jangka waktu/periode tertentu.

Untuk pemanfaatan air, perlu diketahui informasi ketersediaan air andalan. Debit andalan adalah debit minimum dengan besaran tertentu yang mempunyai kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan.

2.4.5 Metode Meteorological Water Balance Dr. F.J. Mock

Metode ini ditemukan oleh Dr. F.J. Mock pada tahun 1973 dimana metode ini didasarkan atas fenomena alam dibeberapa tempat di Indonesia. Dengan metode ini, besarnya aliran dari data curah hujan , karakteristik hidrologi daerah pengaliran dan evapotranspirasi dapat dihitung. Pada dasarnya metode ini adalah

hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan hilang sebagai

evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi aliran permukaan (direct run off) dan sebagian lagi akan masuk kedalam tanah (infiltrasi), dimana infiltrasi


(27)

pertama-tama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi membentuk air bawah tanah (ground water) yang nantinya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar (base flow).

Dalam hal ini harus ada keseimbangan antara hujan yang jatuh dengan evapotranspirasi, direct run off dan infiltrasi sebagai soil moisture dan ground water discharge. Aliran dalam sungai adalah jumlah aliran yang langsung di permukaan tanah (direct run off) dan base flow.

Metode Mock mempunyai dua prinsip pendekatan perhitungan aliran permukaan yang terjadi di sungai, yaitu neraca air di atas permukaan tanah dan neraca air bawah tanah yang semua berdasarkan hujan, iklim dan kondisi tanah. Rumus untuk menghitung aliran per-mukaan terdiri dari:

Hujan netto (Rnet) = R – ETa...(2.7) Eta = ETo – E...(2.8)

E = ETo . Nd/N.m...(2.9) Neraca air di atas permukaan :

(WS) = Rnet – SS...(2.10) SS = SMt + SMt-1...(2.11)

SMt = SMt-1 + Rnet...(2.12) Neraca air di bawah permukaan

dVt = Vt – Vt-1...(2.13) I = Ci . WS...(2.14)

Vt = ½ (1+k).I + k. Vt-1...(2.15) Aliran permukaan:


(28)

BF = I-dVt...(2.17) DRO = WS-I...(2.18) Dalam satuan debit:

Q = 0,0116 . RO . A/H...(2.19) dimana:

Rnet = hujan netto, mm; R = hujan, mm Eto = evapotranspirasi potensial, mm Eta = evapotranspirasi aktual, mm

N = jumlah hari dalam satu bulan, hari Nd = jumlah hari kering (tidak hujan), hari Nr = jumlah hari hujan, hari

WS = kelebihan air, mm

SS = daya serap tanah atas air, mm SM = kelembaban tanah, mm

dV =perubahan kandungan air tanah, mm Vt = kandungan air tanah, mm

I = laju infiltrasi, mm Ci = koefisien infiltrasi (<1)

k = koefisien resesi aliran air tanah (<1) DRO = aliran langsung, mm

BF = aliran air tanah (mm) RO = aliran permukaan, mm

H = jumah hari kalender dalam sebulan, hari

m = bobot lahan tak tertutup vegetasi (0 < m< 40%) A = luas DAS, km2

Q = debit aliran permukaan, m3/det


(29)

hujan (R)

transpirasi

evaporasi

infiltrasi

perkolasi m.a.t

kandungan air tanah (V)

aliran permukaan (DRO)

aliran air tanah (BF)

RO = BF + DRO Q = 0.0116 . Ro . A/H dV

t = Vt - Vt-1 WS = Rnet - SS

Gambar 2.3. Struktur Model F.J. Mock

Pada model F.J. Mock ada lima parameter yang menggambarkan karak teristik DAS yang besar pengaruhnya terhadap keluaran sistem (Gambar 2.3), yaitu :

a. Singkapan lahan (m).

b. Koefisien Infiltrasi.

c. Kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity)

d. Initial Storage

e. Faktor Resesi Air tanah

2.4.6 Analisa Evapotranspirasi

Evaporasi merupakan peristiwa ber-ubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara. Faktor meteorologi yang mempengaruhi besarnya evaporasi adalah sebagai berikut:

1. Radiasi matahari. 2. Angin.


(30)

3. Kelembaban relatif. 4. Suhu (temperatur).

Transpirasi adalah suatu proses yang air di dalam tumbuh–tumbuhan dilimpah kan dalam atmosfer sebagai uap air. Umumnya transpirasi sulit diukur secara langsung, oleh karena itu untuk tujuan praktis digabungkan dengan penguapan di permukaan bumi sehingga dinyatakan sebagai evapotranspirasi.

Gabungan dari dua peristiwa yakni evaporasi dan transpirasi yang terjadi secara bersamaan disebut juga peristiwa evapotranspirasi. Kedua proses ini sulit untuk dibedakan karena keduanya terjadi secara simultan. Di dalam perhitungan dikenal ada dua istilah evapotranspirasi yaitu:

• Evapotranspirasi potensial, terjadi apabila tersedia cukup air untuk memenuhi pertumbuhan optimal.

• Evapotranspirasi aktual, terjadi dengan kondisi pemberian air seadanya untuk memenuhi pertumbuhan.

Faktor iklim yang sangat mempengaruhi peristiwa ini, diantaranya adalah suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari

2.4.6.1 Evapotranspirasi Potensial (ETo)

Evapotranspirasi Potensial dapat dihitung dengan menggunakan Metode Penman modifikasi sebagai berikut:

ETo = c [ w Rn + (1 – w) f(u) (ea – ed)]………....………..…….(2.20)

dimana :

ETo : Evapotranspirasi acuan (mm/hari) w : Faktor koreksi terhadap temperatur


(31)

Rn : Radiasi netto (mm/hari) f(u) : Fungsi angin

(ea – ed) : Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata (mbar) c : Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam

2.4.6.2 Evapotranspirasi Aktual (ETa)

Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi sesungguhnya sesuai dengan keadaan persediaan air dan kelembaban tanah yang tersedia. Persamaan evapotranspirasi aktual adalah sebagai berikut:

ETa = ETo - ETo(m/20)(18 - Nr)...(2.21)

dimana:

Eta = evapotranspirasi aktual (mm/bulan)

Eto = evapotranspirasi potensial (mm/bulan)

m = luas kawasan tidak bervegetasi (%) Nr = jumlah hari hujan/bulan

2.5 Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi 2.5.1 Curah Hujan Efektif

Turunnya curah hujan pada suatu areal lahan mempengaruhi pertumbuhan tanaman di areal tersebut. Curah hujan tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk mengganti kehilangan air yang terjadi akibat evapotranspirasi, perkolasi, kebutuhan pengolahan tanah dan penyiapan lahan. Curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh selama masa tumbuh tanaman, yang dapat digunakan untuk memenuhi air konsumtif tanaman. Jumlah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman tergantung pada jenis tanaman. Namun, tidak semua jumlah curah hujan yang turun pada daerah tersebut dapat dipergunakan untuk tanaman dalam


(32)

pertumbuhannya, maka disini perlu diperhitungkan dan dicari curah hujan efektifnya.

Curah hujan efektif (Reff) ditentukan berdasarkan besarnya R80 yang merupakan

curah hujan yang besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau dengan kata lain dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Artinya, bahwa besarnya curah hujan yang terjadi lebih kecil dari R80 mempunyai kemungkinan hanya 20%.

Untuk menghitung besarnya curah hujan efektif berdasarkan R80 (Rainfall equal or exceeding in 8 years out of 10 years), dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

R80 = (n/5) + 1 ... ..(2.22)

dimana :

Reff = R80 : curah hujan efektif 80 % (mm/hari)

(n/5) + 1 : Rangking curah hujan efektif di hitung dari curah hujan terkecil n : jumlah data

Analisa curah hujan efektif ini dilakukan dengan maksud untuk menghitung kebutuhan air irigasi. Curah hujan efektif atau andalan ialah bagian dari keseluruhan curah hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air tanaman. Untuk irigasi padi curah hujan efektif bulanan diambil 70% dari curah hujan minimum dengan periode ulang rencana tertentu dengan kemungkinan kegagalan 20%.

Repadi= (R80 x 70%) mm/hari ... ..(2.23)


(33)

Hampir seluruh air irigasi berasal dari pembagian dari saluran-saluran dari reservoir. Kehilangan air terjadi ketika air berlebih. Efisiensi irigasi dapat dicari dengan menggunakan rumus:

C E =

Wr Wf

x 100 % ... ..(2.24)

dimana :

Ec : efisiensi irigasi

Wf : jumlah air yang terdapat di areal persawahan Wr : jumlah air yang tersedia yang berasal dari reservoir

Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jumlah air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air yang tersedia atau yang diberikan dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam hal ini dikenal 3 macam efisiensi yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi pemberian air dan efisiensi penyimpanan air.

Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi. Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan dalam satuan persentase.

Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun


(34)

di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah.

Pada dasarnya, semua kehilangan air yang mempengaruhi efisiensi irigasi berlangsung selama proses pemindahan air dari sumbernya kelahan pertanian dan selama pengolahan lahan pertanian.

2.5.3 Kebutuhan Air di Sawah

Kebutuhan air untuk tanaman pada suatu jaringan irigasi merupakan air yang dibutuhkan untuk tanaman untuk pertumbuhan yang optimal tanpa kekurangan air yang dinyatakan dalam Netto Kebutuhan Air Lapangan (Net Field Requirement, NFR).

Kebutuhan air bersih disawah (NFR) dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti penyiapan lahan, pemakaian konsumtif, penggenangan, efisiensi irigasi, perkolasi dan infiltrasi, dengan memperhitungkan curah hujan efektif (Re). Bedanya kebutuhan pengambilan air irigasi (DR) juga ditentukan dengan memperhitungkan faktor efisiensi irigasi secara keseluruhan. Perhitungan kebutuhan air irigasi dengan rumus sebagai berikut:

NFR = Etc + P + WLR – Re ... ..(2.25) DR = (NFR x A)/e ... ... ..(2.26) dimana:

NFR = kenutuhan air irigasi disawah (lt/det/ha) DR = kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/det/ha) Etc = penggunaan konsumtif (mm/hari)


(35)

WLR = penggantian lapisan air (mm/hari) Re = curah hujan efektif

A = luas areal irigasi rencana (ha) e = efisiensi irigasi

Bab V

2.5.4 Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan

Kebutuhan air di pintu pengambilan merupakan jumlah kebutuhan air di sawah dibagi dengan effisiensi irigasinya. Kebutuhan air di pintu pengambilan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

DR = NFR / 8.64 x EI ... ..(2.27) dimana :

DR : Kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/dt/Ha) NFR : Kebutuhan air di sawah (mm/hari)

EI : Efisiensi irigasi secara total (%)

8.68 : Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/hari

Bab VI

2.5.5 Kebutuhan Penyiapan Lahan

Pada Standar Perencanaan irigasi disebutkan bahwa kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi. Ada 2 faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan ialah:

a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan. b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.

Metode yang dapat digunakan untuk perhitungan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan. Metode ini didasarkan pada laju air konstan dalam l/dt selama penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut :

LP = M. ek / ( ek – 1 ) ... …(2.28) dimana :


(36)

LP : Kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah (mm/hari)

M : Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang telah di jenuhkan

Eo : Evaporasi air terbuka (mm/hari) P : Perkolasi (mm/hari)

T : Jangka waktu penyiapan lahan (hari)

S : Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni 250 + 50 = 300 mm

k : MT / S

2.5.6Kebutuhan Air untuk Konsumtif Tanaman

Kebutuhan air untuk konsumtif tanaman merupakan kedalaman air yang diperlukan untuk memenuhi evapotranspirasi tanaman yang bebas penyakit, tumbuh di areal pertanian pada kondisi cukup air dari kesuburan tanah dengan potensi pertumbuhan yang baik dan tingkat lingkungan pertumbuhan yang baik. Untuk menghitung kebutuhan air untuk konsumtif tanaman digunakan persamaan empiris dan perlu diketahui nilai koefisien tanaman (Tabel 2.1) sebagai berikut : Etc = Kc x Eto ... ..(2.29) dimana :

Kc : Koefisien tanaman

Eto : Evapotranspirasi potensial (mm/hari)

Etc : Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

Tabel 2.2 Tabel Koefisien Tanaman Padi dan Jagung Periode

tengah bulan

Padi

Jagung Variasi biasa Variasi unggul

1 1,1 1,1 0,5

2 1,1 1,1 0,95

3 1,1 1,05 0,96

4 1,1 1,05 1,05

5 1,1 0,95 1,02

6 1,05 0 0,95

7 0,95 - 0


(37)

Sumber : Diktorat Jendral Pengairan. Standar Perencanaan Irigasi KP-01 : 1986

2.5.7 Perkolasi

Proses masuknya air kedalam tanah dinamakan infiltrasi atau perkolasi. Kapasitas infiltrasi air atau curah hujan berbeda-beda antara satu tempat dan tempat lain, tergantung pada kondisi tanahnya. Apabila tanahnya cukup permeabel, cukup mudah ditembus air, maka laju infiltrasinya akan tinggi. Semakin tinggi tingkat permeabilitas tanah semakin tinggi pula laju infiltrasinya.

Perkolasi merupakan gerakan air ke bawah dari zona air tidak jenuh yaitu daerah antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah, ke dalam daerah yang jenuh dibawah permukaan air. Proses ini merupakan proses kehilangan air yang terjadi pada penanaman padi di sawah. Istilah perkolasi kurang mempunyai arti penting pada kondisi alam, tetapi dalam kondisi buatan, perkolasi mempunyai arti penting, dimana karena alasan teknis, dibutuhkan proses infiltrasi yang terus menerus. Besarnya perkolasi dinyatakan dalam mm/hari.Perkolasi atau peresapan air kedalam tanah dibedakan menjadi dua, yaitu perkolasi vertikal dan perkolasi horizontal.

Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah ke permukaan air tanah. Daya perkolasi adalah laju maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah dengan permukaan air tanah, Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat-sifat tanah. Dari hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju perkolasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan dianjurkan pemakaiannya. Guna menentukan laju perkolasi, tinggi muka air tanah juga harus


(38)

diperhitungkan. Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan genangan berkisar antara 1 sampai 3 mm/hari. Di daerah dengan kemiringan diatas 5 %, paling tidak akan ter terjadi kehilangan 5 mm/hari akibat perkolasi dan rembesan.

Faktor yang mempengaruhi perkolasi adalah :

• Tekstur tanah

• Permeabilitas tanah

• Letak permukaan air tanah

• Tebal lapisan tanah bagian atas

2.5.8 Pergantian Lapisan Air

a) Setelah pemupukan, usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan air menurut kebutuhan.

b) Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan penggantian sebanyak 2 kali, masing – masing 50 mm ( 3,3 mm/hari selama 1/2 bulan ) selama sebulan dan dua bulan setelah transplatasi.

2.6 Pola Tanam

Pola tanam ialah susunan rencana penanaman berbagai jenis tanaman selama satu tahun yang umumnya di Indonesia dikelompokkan dalam tiga jenis tanaman, yaitu padi, tebu, dan palawija. Umumnya pola tanam mengikuti debit andalan yang tersedia untuk mendapatkan luas tanam yang seluas-luasnya. Terbatasnya persediaan air adalah alasan yang mempengaruhi penyusunan pola tanam dalam satu tahun. Rencana tata tanam bagi daerah irigasi berguna untuk menyusun suatu


(39)

pola pemanfaatan air irigasi yang tersedia untuk memperoleh hasil produksi tanam yang sebesar-besarnya bagi usaha pertanian.

Agar kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi harus dibagi-bagi menjadi sedikitnya tiga atau empat golongan. Hal ini dilakukan agar bisa mendapatkan luas lahan tanam maksimal dari debit yang tersedia. Perencanaan golongan dilakukan dengan cara membagi lahan tanam dengan masa awal tanam yang berbeda. Langkah ini ditempuh dengan alasan tidak mencukupinya jumlah kebutuhan air apabila dilakukan penanaman secara serentak atau bisa juga dengan asumsi apabila tidak turunnya hujan untuk beberapa saat ke depan. Termasuk juga dikarenakan keterbatasan dari sumber daya manusianya maupun bangunan pelengkap yang ada.


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Secara garis besar bab ini memberikan gambaran umum tentang lokasi penelitian beserta tahapan-tahapan yang akan dilakukan pada penelitian tentang “Analisis Optimalisasi Pola Tanam Pada Daerah Irigasi Waduk Keuliling Kabupaten Aceh Besar Nanggroe Aceh Darussalam”.

3.1 Metodologi Penelitian

Metode yang dipakai dalam studi kali ini ialah dengan mengacu pada beberapa pokok pikiran, teori dan rumusan-rumusan empiris yang ada pada beberapa literatur, yang diharapkan dapat memperoleh cara untuk mengoptimalkan penggunaan air irigasi dari Waduk Keuliling, Aceh Besar, NAD. Tugas Akhir ini disusun dalam ruang lingkup pekerjaan sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan Tugas Akhir meliputi data sekunder yang diperoleh secara tidak langsung berupa catatan maupun hasil penelitian dari pihak lain. Pada tahap ini, gambar-gambar dan data-data yang harus didapat dari instansi-instansi terkait antara lain meliputi ;

• Peta lokasi studi dan peta daerah irigasi untuk mengetahui lokasi studi perencanaan

• Curah hujan, untuk mengetahui curah hujan efektif, juga sebagai dasar untuk menentukan debit andalan.


(41)

• Data debit inflow, sebagai data inflow waduk untuk menghitung debit andalan.

• Data teknis waduk Keuliling, untuk mengetahui gambaran kondisi waduk secara umum serta areal layanan waduk.

2. Melakukan studi pustaka yang berasal dari textbook, jurnal dan catatan kuliah sebagai bahan acuan agar dapat melaksanakan tugas akhir dengan baik sesuai dengan tahapannya. Adapun yang menjadi bahan acuan ialah antara lain deskripsi tentang Irigasi Waduk Keuliling dan masalah kebutuhan air irigasi.

3. Melakukan analisa hidrologi, yaitu membahas mengenai perhitungan

evapotranspirasi, curah hujan efektif dan volume andalan waduk.

3.2 Deskripsi Daerah Studi

Waduk Keuliling merupakan salah satu sub-basin DAS Krueng Aceh yang mempunyai areal potensial seluas 4.790,5 ha. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah dimana air resapan dan atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan.

Waduk tersebut mempunyai tampungan (storage) ±18 juta m³ dengan luas genangan 228 Ha dan catchment area sebesar 38,20 Km². Waduk ini memiliki usia guna sampai 50 tahun Pembangunan Waduk Keuliling disamping memenuhi kebutuhan air untuk irigasi Krueng Aceh Extension dan Krueng Jreue seluas 3.159,30 Ha, juga dapat menunjang peningkatan areal sawah tadah hujan menjadi sawah beririgasi teknis yait D.I. Keuliling Hilir seluas 1.053 Ha dan D.I. Keuliling Hulu seluas 578,20 Ha. Gambar 3.1 adalah gambaran Waduk Keuliling hasil pencitraan Google Earth.


(42)

Gambar 3.1. Waduk Keuliling hasil pencitraan Google Earth

3.2.1 Kondisi Topografi

Berdasarkan elevasinya, areal pengairan Waduk Keuliling hilir berada pada ketinggian 4 sampai 12m dpl, sedangkan areal pengairan hulu berada pada ketinggian 22 sampai 43m dpl.


(43)

Suhu rata-rata bulanan di kabupaten Aceh Besar berkisar antara 25,0o C-33,0oC, suhu udara tertinggi mencapai 33,0oC-37,0oC. Kelembaban udara berkisar dari 81% hingga 91%. Tekanan udara 1011,8-1008,5 mb.

3.2.4 Lokasi studi

Daerah Irigasi Waduk Keuliling yang terletak di Desa Bak Sukon, Kecamatan Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Lokasinya berjarak 35 km kearah timur dari kota Banda Aceh dan dapat dicapai dengan kendaraan roda empat dalam waktu tempuh kurang lebih 1 jam perjalanan. Lokasi Waduk Keuliling pada DAS Krueng Aceh dapat dilihat pada Gambar 3.2.


(44)

Gambar 3.2. Lokasi Waduk Pada DAS Krueng Aceh

Daerah Irigasi Keuliling mempunyai areal persawahan seluas 4.705 ha, yang berada di kecamatan Cot Glie, Indrapuri, Suka Makmur dan Simpang Tiga Sedangkan luas areal 809 ha terletak di kecamatan Darul Imarah.

Daerah Irigasi Keuliling terletak di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar. Secara geografis Daerah Irigasi Keuliling terletak pada posisi 95o 26’54”BT-95o 31’ 48” BT dan 05o 17’ 77” LU-05o 22’ 26” LU dengan ketinggian 5m di atas muka air laut.

Tujuan dan manfaat Waduk Keuliling dibangun terutama untuk pengembangan areal persawahan didaerah Irigasi Keuliling Hulu dan Irigasi


(45)

Keuliling Hilir. Serta mensuplai kekurangan air didaerah irigasi Krueng Aceh Extension dan Krueng Jreue.

1. Daerah Irigasi Keuliling Hulu : 578,20 Ha

2. Daerah Irigasi Keuliling Hilir : 1.053 Ha

3. Daerah Irigasi Krueng Aceh (Extension): 809,3 Ha

4. Daerah Irigasi Krueng Jreue : 2.350 Ha

3.3. Uraian Tahapan Penelitian

Studi pendahuluan dilakukan dengan mengumpulkan referensi-referensi yang akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian. Setiap pekerjaan yang berhubungan dengan sumber daya air, analisis hidrologi mutlak diperlukan untuk memperoleh gambaran kondisi hidrologi suatu daerah serta mendukung pembuatan keputusan.

Metode yang dipakai dalam studi kali ini ialah dengan mengacu pada beberapa pokok pikiran, teori dan rumusan-rumusan empiris yang ada pada beberapa literatur, yang diharapkan dapat memperoleh cara untuk mengoptimalkan penggunaan air irigasi dari waduk Keuliling Kabupaten Aceh Besar Nanggroe Aceh Darussalam.

3.4. Analisis Hidrologi

3.4.1. Curah Hujan Efektif

curah hujan efektif diartikan sebagai curah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk memenuhi kehilangan air akibat evapotranspirasi tanaman, perkolasi dan lain-lain. Data berasal dari data curah hujan yang tercatat di stasiun hujan yang berdekatan atau berada dalam cakupan areal irigasi tersebut. Besaran


(46)

curah hujan efektif dipreddiksikan sebesar 70% dari curah hujan tengah bulanan dengan probabilitas 80% dengan bentuk persamaan :

Reff =

• Semua stasiun yang di dalam (atau di luar) DAS dihubungkan dengan garis, sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga. Hendaknya dihindari terbentuknya segitiga dengan sudut sangat tumpul.

0,70 x R80 15

dimana :

Reff = Curah hujan efektif (mm)

R80 = Data hujan tengah bulanan dengan probabilitas terlampaui 80% (mm)

Perhitungan curah hujan rencana dengan menggunakan metode Polygon Thiessen. Metode Thiessen Polygon. Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun penakar hujan yang disebut weighting factor atau disebut juga Koefisien Thiessen. Cara ini biasanya digunakan apabila titik-titik pengamatan di dalam daerah studi tidak tersebar secara merata.

Metode Theissen akan memberikan hasil yang lebih teliti daripada cara aljabar tetapi untuk penentuan titik pengamatannya dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian yang akan didapat juga seandainya untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan pada salah satu titik pengamatan>

Luas masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut:

• Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu tersebut membentuk poligon.


(47)

• Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu stasiun yang bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis poligon tersebut (atau dengan batas DAS).

• Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya. R = W1 R1 + W2 R2 + ... + Wn Rn ... ….(1)

i W =

n i

A A

... ….(2)

dimana :

R : Curah hujan maksimum harian rata-rata i

W : Faktor pembobot

i

A : Luas daerah pengaruh stasiun i

A : Luas daerah aliran

R : Tinggi hujan pada stasiun n : Jumlah titik pengamat

3.4.2. Debit Andalan

Bab VII

Debit andalan adalah besarnya debit yang tersedia untuk

memenuhi kebutuhan air dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Dalam perencanaan proyek–proyek penyediaan air terlebih dahulu harus dicari debit andalan (dependable discharge), yang tujuannya adalah untuk menentukan debit perencanaan yang diharapkan selalu tersedia di sungai.

Debit tersebut digunakan sebagai patokan ketersediaan debit yang masuk ke waduk pada saat pengoperasiannya. Untuk menghitung debit andalan tersebut, dihitung peluang 80 % dari debit infow sumber air pada pencatatan debit pada periode tertentu. Jumlah kejadian yang dimaksud adalah jumlah data yang digunakan untuk menganalisis probabilitas tersebut. Jumlah data minimum yang diperlukan untuk analisis adalah lima tahun dan pada umumnya untuk


(48)

memperoleh nilai yang baik data yang digunakan hendaknya berjumlah 10 tahun data.

3.4.3. Analisis Evapotranspirasi

Gabungan dari dua peristiwa yakni evaporasi dan transpirasi yang terjadi secara bersamaan disebut juga peristiwa evapotranspirasi. Kedua proses ini sulit untuk dibedakan karena keduanya terjadi secar simultan. Faktor iklim yang sangat mempengaruhi peristiwa ini, diantaranya adalah suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari. Banyak rumus tersedia untuk menghitung besarnya evapotranspirasi yang terjadi, salah satunya adalah Metode Penman.

ETO = c [ w Rn + (1 – w) f(u) (ea – ed)……….(3)

dimana :

ETO : Evapotranspirasi acuan (mm/hari) w : Faktor koreksi terhadap temperatur Rn : Radiasi netto (mm/hari)

f(u) : Fungsi angin

(ea – ed) : Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata (mbar)

c : Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam

3.4.4 Kebutuhan Air Irigasi

Besarnya kebutuhan air petak persawahan dipengaruhi oleh banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk tumbu, banyaknya air yang diperlukan untuk pengolahan tanah, rembesan, penguapan dan juga dipengaruhi oleh besarnya curah hujan yang jatuh tidak sama setiap waktu. Kebutuhan air irigasi untuk padi


(49)

dihitung berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi KP-01 (1986) dengan faktor-faktor berikut :

a.Penyiapan lahan

b.Penggunaaan konsumtif c.Perkolasi dan rembesan d.pergantian lapisan air e.Curah hujan efektif f. Evapotranspirasi

3.4.5 Pengolahan Tanah, Penyiapan Lahan dan Koefisien Tanaman

Setiap jenis tanaman membutuhkan pengolahan tanah yang berbeda-beda. Pengolahan tanah untuk padi membutuhkan air irigasi yang lebih banyak, karena padi akan memerlukan tanah dengan tingkat kejenuhan yang baik dan dalam keadaan tanah yang lunak dan gembur. Pengolahan tanah ini dilakukan antara20 sampai 30 hari sebelum masa tanam. Minggu pertama sebelum kegiatan penanaman dimulai, petak sawah diberi air yang secukupnya untuk melunakan tanahnya. Biasanya dilakukan dengan membajak atau mencangkul sawah. Kebutuhan air untuk pengolahan tanah dipengaruhi oleh proses evapotranspirasi potensial yang terjadi, sebagaimana dirumuskan sebagai conto berikut :

Eo = Eto x 1,10 = 4,65 x 1,10 = 5,12 mm/hari P = 2,5 mm/hari

M = Eo + P = 7,62 mm/hari T = 31 hari


(50)

jadi 200 + 50 = 250 mm

K = 7,62 mm/hari x 31 hari/ 250 mm = 0,9

LP = M. ek / ( ek 1 ) = 7,62. e 0,94 / ( e 0,94 1 ) = 12,46 mm/hari

Besarnya nilai suatu koefisien tanaman trgantung dari umur dan jenis tanaman yang ada. Koefisientanaman ini merupakan faktor yang dapat digunakan untuk mencari besarnya air yang habis terpakai untuk tanaman untuk masa pertumbuhannya. Besar koefisien tanaman ini akan mempengaruhi kebutuhan air untuk tanaman.

3.4.6 Efesiensi Irigasi

Efesiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan ( intake ). Efesiensi irigasi terdiri atas efesiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efesiensi di jaringan sekunder yaiutu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masng kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah.

Besarnya nilai efesiensi irigasi ini dipengaruhi oleh jumlah air yang hilang selama di perjalanan. Efesiensai kehilangan air pada saluran primer, sekunder dan tersier berbeda-beda pada dfaerah irigasi. besarnya kehilangan air di tingkat saluran primer 80%, sekunder 90%, tersier 90%.


(51)

3.4.7 Perencanaan Pola Tanam

Dengan adanya keterbatasan persediaan air, maka pengaturan pola tanam dan jadwal tanam perlu dilaksanakan untuk dapat mengurangi banyaknya air yang diperlukan, dengan kata lain efesiensi dalam pamakaian air untuk irigasi dapat ditingkatkan.

Dalam mencari besarnya kebutuhan air untuk irigasi tanaman, dilakukan analisa kebutuhan air yang dipengaruhi oleh faktor pengolahan tanah, perkolasi, curah hujan efektif, evapotranspirasi, efesiensi irigasi, koefisien tanaman serta faktor lainnya yangtelah dibahas sebelumnya.


(52)

Secara umum langkah-langkah dan metodologi pengerjaan tugas akhir ini disajikan pada bagan alir berikut (Gambar 3.4 dan Gambar 3.5):

Studi Literatur

Pengumpulan Data Lokasi Penelitian

Data Hidrologi

Analisis Kebutuhan Air

Analisis Efesiensi dan Hasil Optimum Pola Tanam

Kesimpulan dan Saran

Data Klimatologi Data Irigasi

Perhitungan Evapotranspirasi Perhitungan

Curah Hujan

Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi

MULAI

SELESAI


(53)

FEB

JAN MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES

Alt 1 Alt 2 Alt 3 Alt 4 Alt 5 Alt 6 Alt 7 Alt 8 Alt 9 Alt 10 Alt 11 Alt 12 Alt 13 Alt 14 Alt 15 Alt 16 Alt 17 Alt 18 Alt 23 Alt 19 Alt 21 Alt 22 Alt 24 Alt 20

Penentuan Awal Masa Tanam Terbaik (Pilih Nilai NFR terkecil dari 24 alternatif)

Analisa Kebutuhan Air Irigasi

Perencanaan Awal Masa Tanam dengan pergeseran periode setengah bulanan

Pehitungan Evapotranspirasi

Pemilihan Pola Tanam

Perhitungan Land Preparation

Perhitungan Curah Hujan Efektif


(54)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Curah Hujan

Data hujan yang diperoleh dari 3 (tiga) stasiun penakar hujan, yaitu Stasiun Blang Bintang, Stasiun Indrapuri dan Pos pengamatan Jantho, digunakan untuk menghitung curah hujan regional untuk DAS Krueng Aceh. Luas DAS Krueng Aceh adalah 1762 km² diwakili oleh tiga stasiun pencatat tersebut di atas.

Menganalisa curah hujan rata-rata dapat diketahui dengan perhitungan metode Thiessen, yang terlebih dahulu harus diketahui luas daerah yang mewakili tiap titik pengamatan. Untuk itu digambar peta Poligon Thiessen seperti pada Gambar 4.1. Data curah hujan bulanan tiap stasiun pengamatan tertera pada lampiran. Metode Thiessen dipilih berdasarkan luas DAS juga mengingat stasiun pengamatan menyebar tidak merata sehingga daerah pengaruh diperhitungkan, di samping itu juga relatif sederhana tetapi akurat. Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Curah hujan rata-rata di peroleh dengan menjumlahkan pada masing-masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung terhadap dua pos penakar. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.1.


(55)

Tabel 4. 1 Curah Hujan Rata-rata Regional DAS Krueng Aceh

Tahun jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nov Des

2003 153.8 131.9 106.5 137.3 169.7 102.4 50.0 48.0 169.7 221.9 414.0 309.9 2004 310.7 201.3 166.7 112.2 149.2 101.6 68.0 135.1 104.2 239.8 226.0 230.7 2005 115.9 138.9 161.4 149.0 184.3 58.9 125.2 45.1 466.8 187.0 148.4 169.3

2006 237.8 59.4 223.4 153.3 80.6 90.1 27.3 100.6 101.5 233.7 183.5 79.5

2007 60.8 251.8 81.0 151.3 103.2 111.9 22.0 51.2 197.9 195.8 298.9 205.8

2008 126.3 54.4 121.0 164.9 108.4 70.2 42.9 97.5 131.3 173.9 165.7 120.8

2009 169.2 85.4 207.4 216.8 152.4 65.5 68.7 102.0 86.4 88.3 224.6 215.7

2010 254.8 124.6 239.4 181.6 193.8 41.1 30.8 144.1 106.7 69.9 162.0 179.9

2011 138.8 79.2 111.9 213.2 174.4 189.0 142.3 57.7 188.5 171.8 338.3 306.9

2012 166.9 234.8 283.3 192.8 138.5 9.4 58.5 116.7 130.0 87.9 228.3 143.7

Rata-rata 173.5 136.2 170.2 167.2 145.4 84.0 63.6 89.8 168.3 167.0 239.0 196.2

Maka dari hasil perhitungan diketahui bahwa curah hujan selama 10 tahun di atas, terlihat bahwa curah hujan maksimum rata-rata terjadi di bulan November sebesar 239,0 mm dan terendah terjadi di bulan Juli sebesar 63,6 mm.


(56)

(57)

4.2 Curah Hujan Efektif

Curah hujan efektif merupakan curah hujan yang jatuh pada suatu daerah dan dapat digunakan tanaman untuk pertumbuhannya. Curah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk memenuhi kehilangan air akibat evapotranspirasi tanaman, perkolasi dan lain-lain. Besaran curah hujan efektif diprediksikan sebesar 70% dari curah hujan tengah bulanan dengan probabilitas 80%.

Untuk menghitung curah hujan effektif diperoleh dengan mengurutkan data curah hujan bulanan dari yang terbesar hingga terkecil. Besarnya probabilitas diperoleh dari nomor urut sampel yang telah diurutkan dari terbesar hingga terkecil.

Tabel 4. 2 Curah Hujan Efektif Nomor

Urut Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agus Sep Okt Nov Des Prob 1 310.7 251.8 283.3 213.2 193.8 189.0 142.3 144.1 466.8 239.8 414.0 309.9 10% 2 254.8 234.8 239.4 192.8 184.3 111.9 125.2 135.1 197.9 233.7 338.3 306.9 20% 3 237.8 201.3 223.4 181.6 174.4 102.4 68.7 116.7 188.5 221.9 298.9 230.7 30% 4 169.2 138.9 207.4 164.9 169.7 101.6 68.0 102.0 169.7 195.8 228.3 215.7 40% 5 166.9 131.9 166.7 153.3 152.4 90.1 58.5 100.6 131.3 187.0 226.0 205.8 50% 6 153.8 124.6 161.4 151.3 149.2 70.2 50.0 97.5 130.0 173.9 224.6 179.9 60% 7 138.8 85.4 121.0 149.0 138.5 65.5 42.9 57.7 106.7 171.8 183.5 169.3 70% 8 126.3 79.2 111.9 137.3 108.4 58.9 30.8 51.2 104.2 88.3 165.7 143.7 80% 9 115.9 59.4 106.5 112.2 103.2 41.1 27.3 48.0 101.5 87.9 162.0 120.8 90% 10 60.8 54.4 81.0 112.2 80.6 9.4 22.0 45.1 86.4 69.9 148.4 79.5 100% R-80 126.3 79.2 111.9 137.3 108.4 58.9 30.8 51.2 104.2 88.3 165.7 143.7 R-eff

(mm) 92.2 57.8 81.7 100.2 79.1 43.0 22.5 37.4 76.1 64.5 121.0 104.9 R-eff

(mm/hari) 6.1 3.9 5.4 6.7 5.3 2.9 1.5 2.5 5.1 4.3 8.1 7.0

Sumber : Hasil Perhitungan

Analisa pada tabel 4.2 diperoleh dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:


(58)

R-eff = ( 80) 15

1 73 ,

0 x x R

= 126,3

5 1 73 ,

0 x x =6,15 mm/hari

Rekapitulasi hasil perhitungan curah hujan efektif dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini :

Tabel 4. 3 Rekapitulasi Curah Hujan Efektif

No. Bulan Curah Hujan

Efektif

1 Januari 6.15

2 Februari 3.85

3 Maret 5.45

4 April 6.68

5 Mei 5.28

6 Juni 2.87

7 Juli 1.50

8 Agustus 2.49

9 September 5.07

10 Oktober 4.30

11 November 8.07

12 Desember 6.99

Sumber : Analisa Curah Hujan Efektif

4.3 Analisa Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah kebutuhan dasar bagi tanaman yang harus dipenuhi oleh sistem irigasi yang bersangkutan untuk menjamin suatu tingkat produksi yang diharapkan. Evapotranspirasi sebagai salah satu proses yang rumit sangat dipengauhi oleh keadaan iklim.


(59)

Untuk menghitung besarnya evapotranpirasi, dibutuhkan data–data klimatologi yang meliputi temperatur udara, kelembaban relatif, lama penyinaran matahari, dan kecepatan angin. Data-data klimatologi tersebut diperoleh dari hasil pengamatan stasiun Klimatologi Blang Bintang Banda Aceh. Perhitungan besarnya evapotranspirasi bulanan pada daerah studi dilakukan dengan menggunakan Metode Penmann Modifikasi seperti terlihat pada tabel 4.4.


(60)

Tabel 4. 4 Perhitungan Evapotranspirasi

B e s a r a n Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Agt. Sep. Okt. Nov. Des.

Temperatur, t ( C ) 26.00 26.20 26.20 26.80 27.60 28.50 27.70 27.20 26.90 26.70 26.20 26.40

Kec. Angin, U (knots) 2.84 2.96 2.92 2.94 3.20 2.99 3.35 3.33 3.04 2.84 2.72 2.78

Kec. Angin, U (km/hr) 109.87 114.34 112.90 113.47 123.70 115.34 129.48 128.49 117.61 109.73 104.98 107.46

f(U)=0.27(1+U/100) 0.57 0.58 0.57 0.58 0.60 0.58 0.62 0.62 0.59 0.57 0.55 0.56

Sunshine, n/N (%) 51.40 56.50 47.40 55.20 54.00 66.80 57.00 60.80 49.50 38.90 48.60 40.30

RH (%) 83.00 85.00 84.00 83.00 79.00 70.00 74.00 77.00 80.00 80.00 84.00 84.00

ea (mbar) (Tabel ) 33.60 34.02 34.02 35.28 36.96 38.95 37.11 36.12 35.49 35.07 34.02 34.44

ed = ea x RH/100 27.89 28.92 28.58 29.28 29.20 27.27 27.46 27.81 28.39 28.06 28.58 28.93

ea - ed 5.71 5.10 5.44 6.00 7.76 11.69 9.65 8.31 7.10 7.01 5.44 5.51

W (Tabel ) 0.76 0.76 0.76 0.77 0.77 0.78 0.77 0.77 0.77 0.77 0.76 0.76

1 - W 0.24 0.24 0.24 0.23 0.23 0.22 0.23 0.23 0.23 0.23 0.24 0.24

Ra (Tabel ) 14.03 14.87 15.43 15.40 15.03 14.60 14.80 15.17 15.30 15.03 14.30 13.83

Rs = (0.25 + 0.5 n/N) Ra 7.11 7.92 7.52 8.10 7.82 8.53 7.92 8.40 7.61 6.68 7.05 6.25

Rns = (1 - a) Rs ; a=0.25 5.34 5.94 5.64 6.08 5.86 6.40 5.94 6.30 5.71 5.01 5.29 4.68

f(T) (Tabel ) 15.90 15.94 15.94 16.06 16.22 16.40 15.34 16.14 16.08 16.04 15.94 15.98

f(ed) = 0.34 - 0.044 Ved 0.11 0.10 0.10 0.10 0.10 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.10 0.10

f(n/N)= 0.1 + 0.9 n/N 0.56 0.61 0.53 0.60 0.59 0.70 0.61 0.65 0.55 0.45 0.54 0.46

Rn1 = f(T).f(ed).f(n/N) 0.96 1.00 0.88 0.98 0.97 1.27 1.03 1.13 0.93 0.77 0.90 0.76

Rn = Rns - Rn1 4.37 4.93 4.76 5.10 4.89 5.13 4.91 5.17 4.78 4.24 4.39 3.92

U (m/det) 1.27 1.32 1.31 1.31 1.43 1.33 1.50 1.49 1.36 1.27 1.22 1.24

U siang/ U malam 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00

C (konstanta) 1.1 1.1 1 0.9 0.9 0.9 0.9 1 1.1 1.1 1.1 1.1

ET=C(W.Rn+(1-W)(ea-ed).f(U)) 4.51 4.91 4.37 4.25 4.36 4.94 4.64 5.16 5.11 4.59 4.47 4.10

ET (mm/bulan) 72.16 73.64 69.95 63.69 69.77 74.16 74.17 82.61 76.64 73.52 67.02 65.53


(61)

Analisa pada tabel 4.4 diperoleh dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut :

ETo = C(W.Rn+(1-W)(ea-ed).f(U))

Dengan menggunakan rumus diatas dapat dihitung evapotranspirasi :

Sebagai contoh pada bulan januari, dari tabel 3.5 didapat data klimatologi yaitu : a. Temperatur udara (t) = 26,2 oC

b. Kecepatan angin (U) = 109,87 Km/hari c. Penyinaran matahari n/N = 51,4% d. Kelembapan udara (RH) = 83,00% 1. Menghitung radiasi yang dating (Rs) :

Rs = (0.25 + 0.5 n/N) Ra

Daerah Irigasi Keuliling berada pada posisi 050 17’77”– 050 22 26” Lintang Utara (LU) dan 95o 26’ 54”– 95o 31’48” Bujur Timur (BT) maka Ra:

Posisi lintang = 5,304

3600 77 60

17

5 =

     +       +

Posisi Lintang = 5,37

3600 26 60

22

55 =

     +       + = = °      + 33 , 5 2 37 , 5 30 , 5

Dari table 2.4 didapat Ra 5,330 LU = 14,03 (interpolasi)

X =

) 6 4 ( ) 90 , 13 03 , 14 ( ) 6 33 , 5 ( − − − x +13,90 = 0,13+13,90 = 14,03


(62)

Jadi Rs = {0,25 + 0,5 x (0,514)} x 14,03= 7,11 mm/hari 2. Menghitung Tekanan Uap nyata

ed = RH x ea

dari table didapat Sta 26,0 0C, ea = 33,6 mbar ed = 83/100 x 33,6

= 27,89 mbar

3. Menghitung Radiasi netto gelombang pendek Rns = Rs . (1-α) , dimana α = 0,25

= 7,11 x (1-0,25) = 5,34

4. Menghitung fungsi tekanan uap nyata f(ed) = 0,33 - 0,044 . (ed)0,5

= 0,33 - 0,044 . (27,89)0,5 = 0,33 - 0,044 . (5,28) = 0.11

5. Menghitung fungsi rasio lama penyinaran f(n/N) = 0,1 + 0,9 n/N

= 0,1 + 0,9 (0,514) = 0,563

6. Menghitung Radiasi netto gelombang panjang Rnl = f(T) . f(ed) . f(n/N)

didapat Sta 26,00 0C, f(T) = 15,90 (interpolasi) Rn1 = 15,90 x 0,11 x 0,563


(63)

= 0,96

7. Menghitung Radiasi netto

Rn = Rns – Rnl

= 5,34 – 0,96 = 4,38

8. Menghitung Evapotranspirasi (Eto)

ETo = C. [W. Rn + (1-W). f (U). (ea-ed)]

Dari tabel didapatAngka koreksi penmann C (konstanta) = 1,1 Dari tabel didapat Sta 26,00 0C , W = 0,76

ETo = 1,1 [0,76 x 4,38 + (1 - 0,76) x (0,57) x (5,71)]

= 4,51 mm/hari

ETo bulanan = 4,51 x 16 = 72,16 mm/setengah bulan

Tabel 4. 5 Rekapitulasi Evapotranspirasi

No. Bulan Evapotranspirasi

(mm/hari) mm/bulan

1 Jan 4.51 72.16

2 Feb 4.91 73.64

3 Mar 4.37 69.95

4 Apr 4.25 63.69

5 Mei 4.36 69.77

6 Juni 4.94 74.16

7 Juli 4.64 74.17

8 Agust 5.16 82.61


(64)

10 Okt 4.59 73.52

11 Nov 4.10 67.02

12 Des 4.10 65.53


(65)

4.4 Penyiapan Lahan dan Koefisien Tanaman

Setiap jenis tanaman membutuhkan pengolahan tanah yang berbeda-beda. Pengolahan tanah untuk padi membutuhkan air irigasi yang lebih banyak, karena padi membutuhkan tanah dengan tingkat kejenuhan yang baik dan dalam keadaan tanah yang lunak dan gembur. Pengolahan tanah ini dilakukan antara 20 sampai dengan 30 hari sebelum masa tanam. Minggu pertama sebelum kegiatan penanaman dimulai, petak sawah diberi air secukupnya untuk melunakkan tanahnya. Biasanya dilakukan dengan membajak dan mencangkul sawah. Kebutuhan air untuk pengolahan tanah dipengaruhi oleh proses evapotranspirasi potensial yang terjadi.

Untuk menentukan pola tanam pada daerah suatu daerah irigasi, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Data curah hujan yang sudah ada dijumlahkan dan dirata-ratakan dalam tiap bulan yang sama, kemudian diurutkan dari nilai curah hujan tertinggi sampai yang terendah untuk ditentukan nilai curah hujan efektifnya.

b. Menghitung curah hujan efektif

c. Parameter lainnya seperti suhu (T), kelembaban relatif (Rh), kecepatan angin (U), dan penyinaran matahari (s) dijumlahkan dan dirata-ratakan dalam tiap bulan yang sama.

d. Hitung ETo seperti ditunjukkan pada tabel terlampir.

e. Hitung kebutuhan air selama masa penyiapan lahan (Land Preparation) E0 = 1,1 x ET0

M = Eo+P K = M.T/S


(66)

LP = M.ek/(ek – 1) dimana :

S = air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan 50 mm T = jangka waktu penyiapan lahan (hari)

e = 2,718281828 f. Hitung ETc

ETc = ETo . Kc dimana :

Kc = koefisien tanaman menurut Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010,1985

g. Hitung kebutuhan air di sawah untuk padi (NFR) NFR = ETc + P – Re + WLR

h. Kebutuhan irigasi untuk padi

IR = NFR/e

dimana :

ETc = penggunaan konsumtif (mm)

P = kehilangan air akibat perkolasi (mm/hari)

Re = curah hujan per hari (mm/hari)

e = efisiensi irigasi secara keseluruhan WLR = penggantian lapisan air mm/hari

Dari hasil perhitungan akan diperoleh jumlah penggunaan air yang paling minimum dari setiap siklus, sehingga akan diperoleh suatu pola tanam yang paling efisien bagi sistem irigasi. Perhitungan nilai LP disajikan pada table 4.6 berikut:


(1)

97

Oktober

Tahun C1 A1 C1 x A1 C2 A2 C2 x A2 C3 A3 C3 x A3 Σ (C x A) Σ A Rn

2003 229 402 92058 233 240 55920 217 1120 243040 391018 1762 221.92 2004 320 402 128640 221 240 53040 215 1120 240800 422480 1762 239.77 2005 106 402 42612 136 240 32640 227 1120 254240 329492 1762 187.00 2006 203 402 81606 256 240 61440 240 1120 268800 411846 1762 233.74 2007 159 402 63918 163 240 39120 216 1120 241920 344958 1762 195.78 2008 126 402 50652 132 240 31680 200 1120 224000 306332 1762 173.85

2009 62 402 24924 115 240 27600 92 1120 103040 155564 1762 88.29

2010 44 402 17688 85 240 20400 76 1120 85120 123208 1762 69.93

2011 117 402 47034 127 240 30480 201 1120 225120 302634 1762 171.76

2012 42 402 16884 118 240 28320 98 1120 109760 154964 1762 87.95

November

Tahun C1 A1 C1 x A1 C2 A2 C2 x A2 C3 A3 C3 x A3 Σ (C x A) Σ A Rn

2003 162 402 65124 220 240 52800 546 1120 611520 729444 1762 413.99 2004 127 402 51054 261 240 62640 254 1120 284480 398174 1762 225.98 2005 176 402 70752 160 240 38400 136 1120 152320 261472 1762 148.40 2006 124 402 49848 206 240 49440 200 1120 224000 323288 1762 183.48 2007 214 402 86028 217 240 52080 347 1120 388640 526748 1762 298.95 2008 180 402 72360 276 240 66240 137 1120 153440 292040 1762 165.74 2009 151 402 60702 262 240 62880 243 1120 272160 395742 1762 224.60 2010 160 402 64320 193 240 46320 156 1120 174720 285360 1762 161.95 2011 190 402 76380 327 240 78480 394 1120 441280 596140 1762 338.33 2012 221 402 88842 195 240 46800 238 1120 266560 402202 1762 228.26

Desember

Tahun C1 A1 C1 x A1 C2 A2 C2 x A2 C3 A3 C3 x A3 Σ (C x A) Σ A Rn

2003 165 402 66330 39 240 9360 420 1120 470400 546090 1762 309.93 2004 120 402 48240 200 240 48000 277 1120 310240 406480 1762 230.69 2005 234 402 94068 184 240 44160 143 1120 160160 298388 1762 169.35

2006 200 402 80400 207 240 49680 9 1120 10080 140160 1762 79.55

2007 201 402 80802 87 240 20880 233 1120 260960 362642 1762 205.81 2008 126 402 50652 228 240 54720 96 1120 107520 212892 1762 120.82 2009 185 402 74370 238 240 57120 222 1120 248640 380130 1762 215.74 2010 171 402 68742 157 240 37680 188 1120 210560 316982 1762 179.90 2011 188 402 75576 258 240 61920 360 1120 403200 540696 1762 306.86 2012 174 402 69948 213 240 51120 118 1120 132160 253228 1762 143.72


(2)

(3)

99

Keulil ing Alue

5. Keuliling

Downstream

3. Kr. Aceh Extension

Area (809.3 ha)

Bifuration

Kr. Jreue Main Canal

(Modification)

Junction

Lam Kareung Weir

(1916)

Kr. Jreue Weir

(1989)

2. Kr. Ac

(2

Empeara Sec. Canal (Extension) Empeara Sec. Canal

B. Aceh

Lampulo

Proposed Keuliling Dam Can al Sec. Keumireu Kr. Aceh Ma in Canal Right B ank M eut al a Kr.Pengapeut

Kr . Pisang Kr. Leubok

Kr. Ling ka Kr. Da roy

Saluran Yang Telah A

571 ha Keuliling U/S area K r. Meutala Kr.

1. Kr. Aceh Right Bank

(6,319 ha)

Aceh Krueng

Lambaro Pumping Station

Kr. Jreue Main Canal (E

xis ting

)

6. Kr. Jreue Area

(2,350 ha)

BAE.5

BJKR.6'

(1 053

Keuliling Dam Site


(4)

U MU M P ETA DAE RAH G ENA NG AN

K2 -G EN - 00 0-0 3-01

00 0-0 3-01


(5)

101

KEULILING RESERVOIR

Gravity System 0.799 470.20 Ha Pumping System 0.184 108.00 Ha Keuliling Upstream Irrigation Area 578.20 Ha 1.7 lit/sec/ha

Kr. Jreue Irr. Scheme Upstream Area 200% Cropping Intensity 1,5

lit/sec./ha Empe Ara Sec. Canal

0.990 890.30 Ha

KREUNG ACEH WEIR

LAM KAREUNG WEIR BKL.8

BJKr.2

BJKr.5a’ & 5c’ 0.020 11.50 Ha

Kr. Jreue Extension Downstream Area (2.350 Ha)

Km.8 Mk 0.160 104.90 Ha

BJKr.6’ 167% crop intensity 1.233

lit/sec/ha Km.9 Kr 0.014 9.00 Ha Km.10 Kr 0.015 10.00 Ha

Keuliling Downstream Area 1.404 918.40 Ha BKm.8 BKm.9 BKm.10 Keuliling Downstream Irrigation Area 1.053,80 Ha 1.529 lit/sec/ha LEGENDA : Command Area Canal Discharge

809.30 Ha Krueng Aceh Extension

Supplement supply of 0.065 CMS in dry season Irrigation area command by Keuliling Reservoir Upstream Area : 578.20 Ha


(6)

LAMPIRAN

Data Suhu, Curah hujan, Kelembaban, Tekanan, Angin ... 90

Data Curah Hujan Bulanan ... 91

Skema Area Irigasi Waduk Keuliling ... 98