Evaluasi Waduk Pusong Sebagai Upaya Pengendalaian Banjir Di Kota Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara

(1)

EVALUASI WADUK PUSONG SEBAGAI UPAYA

PENGENDALIAN BANJIR DI KOTA LHOKSEUMAWE

KABUPATEN ACEH UTARA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

KHATAB

08 0404 037

Dosen Pembimbing

Ivan Indrawan,ST.MT NIP.19761205 200604 1 001

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Permasalahan banjir bukanlah persoalan yang sederhana, banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Misalnya faktor permasalahan drainase dalam perencanaan ini antara lain, pertambahan debit banjir akibat perubahan tata guna lahan, penyempitan dan pendangkalan saluran akibat desakan permukiman dan endapan sedimen, permasalahan sampah. Prioritas penanganan masalah bajir ditentukan juga berdasarkan perilaku tindakan cepat dan manfaat drainase. Hal ini merupakan prioritas utama dan diharapkan menjadi perhatian serius bagi Pemerintah daerah untuk mengatasi banjir.

Dalam Evaluasi waduk pusong sebagai upaya pengendali banjir ini yang pertama dilakukan adalah pengumpulan data sekunder dari instansi terkait, seperti data curah hujan, data iklim, data tampungan waduk dan gambar-gambar teknik yang menunjang dalam penulisan. Data-data tersebut digunakan dalam analisa hidrologi dan menghitung kapasitas waduk.

Data analias debit banjir rencana periode ulang tahunan menggunakan perhitungan data curah hujan yang diperoleh dari badan meteorology kota lhokseumawe dengan menggunakan metode distribusi Normal, distribusi Log Normal, distribusi Log Person III, distribusi Gumbel

Berdasarkan hasil evaluasi waduk pusong sebagai upaya pengendali bajir, waduk masih bisa menampung air yang mesuk kewaduk tersebut baik dari aliran drainase maupun curah hujan yang lansung jatuh ke waduk tersebut dengan kapasitas tampungan waduk pusong sebesar 850.000 m3 sedangkan debit maksimal yang masuk kewaduk tersebut sebasar 470.910 m3. Sedangkan dari drainase daerah yang sering terjadi banjir juga masih sanggup menampung air yang masuk ke drainase dengan kapasitas rata-rata debit existing drainase 2,657 m3/det sedangkan debit rencana drainase maksimum 1,162 m3/det maka drainase daerah terjadinya banjir masih sanggup memenuhi debit yang ada.


(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.Wr.Wb.

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberi karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehingga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Stara Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah:

“Evaluasi Waduk Pusong Sebagai Upaya Pengendalaian Banjir Di

Kota Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara”

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Ivan Indrawan,ST.MT selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir.Alferido Malik, Emma Patricia Bangun,ST,M.Eng. selaku Dosen Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

5. Ayahanda Bukhari Rasyid dan Ibunda Nurbayan tercinta yang telah banyak berkorban, memberikan motivasi hidup, semangat dan nasehat, saudara-saudari tercinta: Elvira, Elvitri, Maryam, Mami Intan, Faisal, Bustamam dan Subar beserta keluarga besar yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.

6. Husnul Mawaddah yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

7. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.

9. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2008, Muaz, T.Cut, Haris, Dedial, Khairi Fadlan, Alfrendi, Imam, Odik, Maulana, Ratih, Ade, Kiki, Cica, Eci, Gea serta teman-teman angkatan 2008 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

10.Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.


(5)

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Maret 2013 Penulis,

( Khatab ) 08 0404 037


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR GRAFIK ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR NOTASI………viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Pembatasan Masalah ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

1.6 Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Umum ... 10

2.2 Daerah Aliran Sungai ... 25

2.3 Waduk ... 27

2.3.1 Klasifikasi Penggunaan Waduk ... 30

2.3.2 Karakteristik Waduk ... 31

2.3.3 Pola Operasi Waduk ... 31

2.4 Analisa Hidrologi ... 34

2.4.1 Data Curah Hujan ... 35

2.4.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan ... 35

2.4.2.1 Distribusi Normal ... 36

2.4.2.2 Distribusi Log Normal ... 37

2.4.2.3 Distribusi Log Person III ... 38

2.4.2.4 Distribusi Gumbel ... 40

2.4.3 Intensitas Curah Hujan ... 42

2.4.4 Koefisien Limpasan ... 42

2.4.5 Debit Rencana ... 44

2.4.6 Waktu Konsentrasi ... 45

2.5 Analisa Kapasitas Tampung Saluran Drainase ... 47

2.5.1 Kriteria Hidrolika ... 47

2.5.1.1 Saluran Terbuka ... 47

2.5.1.2 Saluran Tertutup ... 50

2.6 Neraca Air Waduk ... 52


(7)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 56

3.1Deskripsi Daerah Studi ... 56

3.1.1 Kondisi Umum ... 56

3.1.2 Kondisi Topografi ... 58

3.1.3 Kondisi Hidrogeologi ... 59

3.1.4 Kondisi Administrasi ... 59

3.1.5Sedimentasi Reservoir dan Drainase ... 60

3.1.6 Hidraulik Pantai Aceh ... 61

3.1.7 Drainase Lingkungan ... 62

3.1.7.1 Rencana Pengembangan Drainase ... 63

3.2 Data Teknis Reservoir Waduk Pusong ... 64

3.3 Tempat dan Waktu ... 67

3.4 Metodologi Penelitian ... 68

3.4.1 Uraian Tahapan Penelitian ... 68

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... 77

4.1 Umum ... 77

4.2 Operasional Pintu Waduk Pusong ... 78

4.2.1 Jenis Pola Operasi pintu waduk ... 79

4.3 Permasalahan Waduk Pusong ... 80

4.4 Analisa Hidrologi ... 81

4.4.1 Analisa Curah Hujan Harian Maksimum ... 82

4.4.1.1 Analisa Curah Hujan Distribusi Normal ... 83

4.4.1.2 Analisa Curah Hujan Distribusi Log Normal... 84

4.4.1.3 Analisa Curah Hujan Distribusi Log Person III ... 85

4.4.1.4 Analisa Curah Hujan Distribusi Gumbel ...86

4.5 Analisa Frekuensi Curah Hujan ... 89

4.6 Pemilihan Jenis Distribusi ... 90

4.7 Pengujian Kecocokan Jenis Sebaran ... 91

4.8 Analisa Cacthment Area dan Koefisien Run Off ... 93

4.9 Analisa Waktu Konsentrasi dan Intensitas ... 94

4.10 Analisa Debit Rencana ... 99

4.11 Analisa Kapasitas Drainase………. 101

4.12 Analisa Kapasitas Waduk Pusong………... 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….106

5.1 Kesimpulan………106

5.2 Saran………..107

DAFTAR PUSTAKA………108


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Letak Reservoir Waduk Pusong Dan Wilayah Yang

Tergenang Banjir ... 6

Gambar 2.1 Pengendalian Banjir Metode Struktur Dan Non Struktur ... 13

Gambar 2.2 Waduk Pengendali Banjir... 30

Gambar 2.3 Lintasan Aliran Waktu Inlet Time (To) Dan Conduit Time (Td) ... 46

Gambar 2.4 Penampang Saluran Persegi ... 49

Gambar 2.5 Penampang Saluran Trapesium ... 50

Gambar 2.6 Skema Neraca Air ... 53

Gambar 3.1 Waduk Pusong Hasil Pencitraan Google Eart (2013) ... 57

Gambar 3.2 Peta Administrasi Kota Lhokseumawe ... 60

Gambar 3.3 Kondisi Gelombang Di Pantai Aceh ... 61

Gambar 3.4 Layout Waduk Pusong ... 65

Gambar 3.5 Potongan Melintang Reservoir Waduk Pusong ... 67

Gambar 3.6 Lokasi Reservoir Waduk Pusong Kabupaten Aceh Utara ... 67

Gambar 3.7 Pintu Bukaan Air Waduk Pusong ... 71

Gambar 3.8 Kondisi Di Dalam Area Waduk Pusong ... 71

Gambar 3.9 Saluran Drainase Pengaliran Air Dari Kota Lhokseumawe Ke Waduk Pusong ... 72

Gambar 3.10 Banjir Di Daerah Lhokseumawe Akibat Hujan ... 73

Gambar 3.11 Bagan Alir Tahap Pengerjaan Tugas Akhir ... 76

Gambar 4.1 Grafik Curah Hujan Maksimum Dan Periode Ulang ... 88


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penyebab banjir dan prioritasnya ...11

Tabel 2.2 Hubungan debit dan lebar penyangga ...22

Tabel 2.3 Parameter statistik yang penting………. 35

Tabel 2.4 Nilai variable reduksi gaus ...37

Tabel 2.5 Nilai K untuk distribusi log person III ...39

Tabel 2.6 Standar Deviasi (Yn) untuk distribusi Gumbel ...41

Tabel 2.7 Reduksi variat (YTR) sebagai fungsi Periode ulang Gumbel ...41

Tabel 2.8 Reduksi standard Deviasi (Sn) untuk distribusi Gumbel ...41

Tabel 2.9 Koefisien limpasan berdasarkan tata guna lahan untuk metode rasiaonal ...44

Tabel 2.10 Koefisien kekasarn manning ...52

Tabel 2.11 Nilai kemiringan dinding saluran sesuai bahan ...52

Tabel 3.1 Elevasi muka air ...62

Tabel 4.1 Data Curah Hujan Harian Stasiun Meteorology Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara 10 Tahun Terakhir (2003-2012) ...82

Tabel 4.2 Analisa Curah Hujan Distribusi Normal ...83

Tabel 4.3 Analisa Curah Hujan Rencana Dengan Distribusi Normal ...83

Tabel 4.4 Analisa Curah Hujan Dengan Distribusi Log Normal ...84

Tabel 4.5 Analisa Curah Hujan Rencana Dengan Distribusi Log Normal ...85

Tabel 4.6 Analisa Curah Hujan dengan Distribusi Log Person III ...85

Tabel 4.7Analisa Curah Hujan Rencana Dengan Distribusi Log Person III ...86

Tabel 4.8 Analisa Curah Hujan Dengan Distribusi Gumbel ...88


(10)

Tabel 4.10 Rekapitulasi Analisa Curah Hujan Rencana Maksimum ...88

Tabel 4.11 Analisa frekuensi Curah hujan ...89

Tabel 4.12 Perbandingan syarat distribusi dan hasil perhitungan ...91

Tabel 4.13 Perhitungan uji Chi-kuadrat ...93

Tabel 4.14 Analisa Intensitas Curah Hujan ...96

Tabel 4.15 Kriteria desai hidrologis sistem drainase perkotaan………..100

Tabel 4.16 Debit presipitasi yang langsung jatuh kewaduk………104

Tabel 4.17 Debit presipitasi yang jatuh ke daratan catchment area………104


(11)

DAFTAR NOTASI

P(X) : fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)

μ : rata – rata nilai

X σ : simpangan baku dari nilai X

XT : Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dalam periode ulang T Tahunan KT : faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)

P(X) : peluang log normal X : nilai varian pengamatan

μY : nilai rata-rata populasi Y

σY : deviasi standar nilai variat Y

YT : perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahunan Y : nilai rata-rata hitung variat

S : deviasi standar nilai variat : harga rata-rata sample

Yn : reduced mean yang tergantung jumlah sample/data ke-n

Sn : reduced standard deviation, yang juga tergantung pada jumlah sample/data ke-n

YTr : reduced variated

I : Intensitas Hujan (mm/jam)

R24 : Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm) T : lamanya hujan (jam)

Qp : Debit rencana (m3/dtk) C : Koefisien aliran Permukaan A : Luas daerah Pengaliran (Ha). Tc : Waktu Konsentrasi (jam) L : Panjang saluran (km)

S : Kemiringan rata-rata saluran

to : inlet time ke saluran terdekat (menit)

td : conduit time sampai ke tempat pengukuran (menit) n : angka kekasaran manning

L : panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan (m) Ls : panjang lintasan aliran didalam saluran/sungai (m)


(12)

V : kecepatan aliran didalam saluran (m/detik) R : Jari-jari hidrolis (m)

I : Kemiringan atau gradient dari dasar saluran C : koefisien Chezy (m½/det)

R : jari-jari hidraulis (m)

S : kemiringan Dasar Saluran (m/m) n : koefisien kekasaran Manning (det/m⅓)

m : koefisien kekasaran, harganya tergantung jenis bahan saluran As : luas penampang saluran (m2)

P : Keliling basah saluran (m) I : masukan (inflow);

O : keluaran (outflow);

ΔS : perubahan tampungan /perubahan kuantitas air (m3/detik) Qketersediaan : Total ketersediaan debit (m3/detik)


(13)

ABSTRAK

Permasalahan banjir bukanlah persoalan yang sederhana, banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Misalnya faktor permasalahan drainase dalam perencanaan ini antara lain, pertambahan debit banjir akibat perubahan tata guna lahan, penyempitan dan pendangkalan saluran akibat desakan permukiman dan endapan sedimen, permasalahan sampah. Prioritas penanganan masalah bajir ditentukan juga berdasarkan perilaku tindakan cepat dan manfaat drainase. Hal ini merupakan prioritas utama dan diharapkan menjadi perhatian serius bagi Pemerintah daerah untuk mengatasi banjir.

Dalam Evaluasi waduk pusong sebagai upaya pengendali banjir ini yang pertama dilakukan adalah pengumpulan data sekunder dari instansi terkait, seperti data curah hujan, data iklim, data tampungan waduk dan gambar-gambar teknik yang menunjang dalam penulisan. Data-data tersebut digunakan dalam analisa hidrologi dan menghitung kapasitas waduk.

Data analias debit banjir rencana periode ulang tahunan menggunakan perhitungan data curah hujan yang diperoleh dari badan meteorology kota lhokseumawe dengan menggunakan metode distribusi Normal, distribusi Log Normal, distribusi Log Person III, distribusi Gumbel

Berdasarkan hasil evaluasi waduk pusong sebagai upaya pengendali bajir, waduk masih bisa menampung air yang mesuk kewaduk tersebut baik dari aliran drainase maupun curah hujan yang lansung jatuh ke waduk tersebut dengan kapasitas tampungan waduk pusong sebesar 850.000 m3 sedangkan debit maksimal yang masuk kewaduk tersebut sebasar 470.910 m3. Sedangkan dari drainase daerah yang sering terjadi banjir juga masih sanggup menampung air yang masuk ke drainase dengan kapasitas rata-rata debit existing drainase 2,657 m3/det sedangkan debit rencana drainase maksimum 1,162 m3/det maka drainase daerah terjadinya banjir masih sanggup memenuhi debit yang ada.


(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kota Lhokseumawe merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kota Lhokseumawe ditetapkan statusnya dikota berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 yang wilayahnya mencakup 4 Kecamatan yaitu: Banda Sakti, Blang Mangat, Muara Dua dan Muara Batu. Secara geografis Kota Lhokseumawe terletak pada posisi 54’- 18’ Lintang Utara dan 20’- 21’ Bujur Timur dengan batas-batas wilayah: Utara Selat Malaka, Selatan Kecamatan Kuta Makmur Kabupaten Aceh Utara, Barat Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara, Timur Kecamatan Syamtalira Bayu Kabupaten Aceh Utara.

Kota Lhokseumawe memiliki luas 212 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2000 adalah188.974 jiwa. Penggunaan lahan terbesar di Kota Lhokseumawe adalah untuk pemukiman seluas 9.490 Ha atau sekitar 52,1% dari luas yang ada. Kebutuhan lahan yang menonjol adalah untuk usaha kebun campuran 4.59 Ha atau sekitar 25,35%, disamping untuk kebutuhan persawahan seluas 1.679 Ha atau sekitar 9,27% untuk kebutuhan perkebunan rakyat telah dimanfaatkan seluas 674 Ha atau sekitar 3,72% dan untuk lain-lainnya

Pada tahun 2007 Kota Lhokseumawe membuat Reservoir Waduk Pusong seluas 60 hektar yang dibangun untuk mengurangi banjir di Lhokseumawe. Waduk tersebut dapat bermanfaat pencegahan banjir (flood controle), dan sebagai pengatur air. Waduk Pusong ini berada sekitar 2 kilometer dari Kota Lhokseumawe, tepatnya berada di Jalan Reklamasi, Kecamatan Banda Sakti, Kota


(15)

Lhokseumawe yang berbatasan dengan Pusong Lama dan Mongeudong. Pengelolaan waduk penampungan air (Reservoir Waduk Pusong) Kecamatan Banda Sakti diserahkan kepada pemerintah Kota Lhokseumawe. Penyerahan aset senilai Rp 125 Miliar dilakukan Kainas Bina Marga Cipta Karya Aceh.

Pekerjaan pembuatan Reservoir Waduk Pusong ini merupakn program Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) yang ditujukan untuk menangani masalah banjir Kota Lhokseumawe, khususnya wilayah Banda Sakti yang merupakan wilayah perkotaan Kota Lhokseumawe yang pada tahun 2007 berpenduduk 68.500 jiwa. Karena wilayahnya yang relatif rendah dibawah muka air laut, pada kondisi air laut pasang wilayah Banda Sakti menjadi genangan air, dan hanya pada kondisi surut sistem pembuangan drainase dapat mengalir secara gravitasi ke Teluk Pusong dan Krueng Cunda. Daya tampung Reservoir Waduk Pusong sekitar 850.000 m3, kondisi lokasi Reservoir Waduk Pusong genangan air laut dengan sedikit vegetasi mangrove dan berbatasan dengan permukiman masyarakat. Kegiatan pembangunan Reservoir Waduk Pusong diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat secara fisik daerah Kota Lhokseumawe (Kecamatan Banda Sakti) terbebas dari banjir dan meningkatkan kualitas sanitasi dan estetika lingkungan.

Air memiliki karakteristik unik dibandingkan dengan sumber daya alam lainnya. Air bersifat sumber daya yang terbarukan dan dinamis. Artinya sumber utama air yakni hujan akan selalu datang sesuai dengan waktu atau musimnya sepanjang tahun yang mengikuti siklus keseimbangan dan dikenal dengan siklus hidrologi.


(16)

Banjir adalah jumlah debit air yang melebihi kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran. Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun yang penting adalah dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari sistem yang optimal. Adapun cara salah satu penanganan banjir yaitu dengan membuat waduk pengendali banjir.

Waduk yang mempunyai faktor tampungan yang besar berpengaruh terhadap aliran air di hilir waduk. Dengan kata lain waduk dapat merubah pola

inflow-outflow hidrograf. Perubahan outflow hidrograf di hilir waduk biasanya menguntungkan tehadap pengendalian banjir yang lebih kecil dan adanya perlambatan banjir. Pengendalian banjir dengan waduk biasanya hanya dapat dilakukan pada bagian hulu dan biasanya dikaitkan dengan pengembangan sumber daya air.

Waduk menurut pengertian umum adalah tempat pada permukaan tanah yang digunakan untuk menampung air saat terjadi kelebihan air/musim penghujan sehingga air itu dapat dimanfaatkan pada musim kering. Sumber air waduk terutama berasal dari aliran permukaan ditambah dengan air hujan langsung.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembangunan waduk antara lain:

• Fungsi waduk untuk pengendali banjir agar mendapatkan manfaat yang lebih besar harus didesain atau dilengkapi dengan pintu pengendali banjir, sehingga penurunan debit banjir di hilir waduk akan lebih besar atau perubahan antara inflow dan outflow hidrograf yang besar.


(17)

• Alokasi volume waduk untuk pengendali banjir berbanding lurus dengan penurunan outflow hidrograf banjir di hilir waduk atau dengan kata lain semakin besar volume waduk maka semakin besar pula penurunan outflow

hidrograf banjir di hilir waduk.

• Operasional dan pemeliharaan dari waduk yang mempunyai pintu pengendali banjir memerlukan biaya yang besar tetap akan menurunkan atau memperkecil biaya normalisasi dan pemeliharaan dari sungai di bagian hilir waduk.

• Untuk menjaga keandalan dari pintu pengendali banjir sebaiknya pengoperasian dari pintu pengendali banjir dilakukan secara otomatis dan dilengkapi dengan operasi secara manual (untuk keadaan darurat).

• Pada waktu multi purpose perlu adanya analisa inflow-outflow hidrograf untuk mengetahui seberapa besar pengaruh waduk terhadap debit banjir di hilir waduk.

• Diperlukan penelusuran banjir atau flood routing yang dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik hidrograf outflow atau keluaran yang sangat diperlukan dalam pengendalian banjir. (Ir. Sugiyanto, Pengendalian Banjir, 2002).


(18)

1.2. Perumusan Masalah

Pekerjaan pembuatan Reservoir Waduk Pusong ini merupakan program Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR). Waduk yang dibangun dengan program Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias dengan dana Multi Dana Fund (MDF) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dilakukan dalam tiga tahun anggaran pada tahun 2008, 2009 dan 2010 yang ditujukan untuk menangani masalah banjir Kota Lhokseumawe, khususnya wilayah Banda Sakti yang merupakan wilayah perkotaan Kota Lhokseumawe yang pada tahun 2007 berpenduduk 68.500 jiwa.

Kota Lhokseumawe adalah kota langganan banjir, Begitu juga disejumlah desa seperti: Desa Lancang Garam, Jawa Baru, Jawa Lama, sebagian Teumpok Teungoh, Hagu Barat Laut dan Uteun Bayi. Masing-masing desa tersebut terletak di Kecamatan Banda Sakti Lhokseumawe. Hal ini terus terjadi setiap tahun sehingga membuat masyarakat resah dan meradang kepada pemerintahnya. Dengan adanya pembangunan Waduk Pusong sebagai kolam besar yang berfungsi untuk menampung aliran air diharapkan agar bisa membuat Kota Lhokseumawe jauh dari kebanjiran. Namun sangat disayangkan, hal ini masih jauh dari tujuan pemerintah.


(19)

Gambar 1.1 Peta Letak Reservoir Waduk Pusong dan Wilayah yang Tergenang Banjir


(20)

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah banjir di Kota Lhokseumawe tersebut sebagai akibat Reservoir

Waduk Pusong tidak berfungsi.

2. Apakah ada pengaruhnya dengan sistem drainase di Kota Lhokseumawe dan saluran utama untuk mengaliri air dari kota ke Reservoir Waduk Pusong tersebut sehingga Reservoir Waduk Pusong tidak berfungsi sebagai pengendali banjir.

1.3. Pembatasan Masalah

Mengingat sangat luasnya permasalahan yang bisa didapatkan dalam penelitian ini, maka kami membatasi ruang lingkup permasalahan yaitu:

1. Hanya mengevaluasi daerah Reservoir Waduk Kota Lhokseumawe. 2. Menghitung debit banjir.

3. Analisis kapasitas waduk.

4. Analisis saluran drainase Kota Lhokseumawe

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan Tugas Akhir Evaluasi Waduk Lhokseumawe Sebagai Upaya Pengendalian Banjir di Kota Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara ini bertujuan untuk:

1. Untuk mendapatkan apa penyebab Reservoir Waduk Lhokseumawe tidak dapat berfungsi maksimal sebagai pengendali banjir.


(21)

2. Untuk dapat menentukan apakah ada pengaruh drainase dikota dan saluran utama untuk megaliri air ke waduk tersebut sehingga waduk tidak dapat berfungsi maksimal sebagai pengendali banjir di Kota Lhokseumawe.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis; sebagai studi mahasiswa tentang mata kuliah yang berkaitan dengan Waduk, Perencanaan Bendung yang didapat di kampus dengan aplikasi di lapangan.

2. Bagi akademik; sebagai mutu pembelajaran bagi pihak-pihak yang membutuhkan

3. Bagi masyarakat; sebagai masukan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi waduk di Kota Lhokseumawe dan daerah-daerah lain.

1.6. Sistematika Penulisan

Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada penelitian ini terdiri dari 5 bab, yang mana uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang pekerjaan, tujuan, data umum dan lingkup pekerjaan yang dilaksanakan serta sistematika penulisan laporan penelitian.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan tema penelitian, penentuan langkah pelaksanaan dan metode penganalisaan yang diambil dari beberapa pustaka yang ada yang memilki tema sesuai dengan tema penelitian ini.


(22)

Bab III Metodologi

Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dan rencana kerja dari penelitian serta mendeskripsikan lokasi penelitian.

Bab IV Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini merupakan analisa tentang permasalahan, evaluasi, dan perhitungan terhadap masalah yang ada dilokasi penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Merupakan kesimpulan dari butir-butir kesimpulan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan rekomendasi saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk penerapan hasil penelitian di lapangan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum

Banjir merupakan permasalahan umum terjadi di sebagian wilayah Indonesia, terutama di daerah padat penduduk misalnya di kawasan perkotaan. Oleh karena itu kerugian yang ditimbulkan nya besar baik dari segi materi maupun kerugian jiwa, maka sudah selayaknya permasalahan banjir merupakan permasalahan kita semua. Dengan anggapan bahwa, permasalah banjir merupakan permasalahan umum, sudah semestinya dari berbagai pihak perlu memperhatikan hal-hal yang dapat mengakibatkan banjir dan sedini mungkin diantisipasi, untuk memperkecil kerugian yang ditimbulkan.

Menurut Hasibuan (2004),banjir adalah jumlah debit air yang melebihi kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran.

Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat di sebut sebagai genangan air yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh : (1) Perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS); (2) Pembuangan sampah; (3) Erosi dan sedimentasi; (4) Kawasan kumuh sepanjang jalur drainase; (5) Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat; (6) Curah hujan yang tinggi; (7) Pengaruh fisiografi/geofisik sungai; (8) Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai; (9) Pengaruh air pasang; (10) Penurunan tanah dan rob

(genangan akibat pasang surut air laut); (11) Drainase lahan; (12) Bendung dan bangunan air; dan (13) Kerusakan bangunan pengendali banjir. (Kodoatie, 2002),


(24)

Kodoatie (2002) memaparkan penyebab banjir dan prioritasnya seperti pada Tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1. Penyebab Banjir dan Prioritasnya

No Penyebab Banjir Alasan Mengapa Prioritas Penyebab

1 Perubahan Tata Guna Lahan

Debit Puncak naik dari 5 sampai 35 kali karena DAS tidak ada yang menahan maka aliran air permukaan (run off) menjadi besar, sehingga berakibat debit di sungai menjadi besar dan terjadi erosi lahan yang berakibat sedimentasi di sungai sehingga kapasitas sungai menjadi turun.

Manusia

2 Sampah Sungai/drainase tersumbat sampah, jika air melimpah akan keluar dari sungai karena daya tampung saluran berkurang

Manusia

3 Erosi dan Sedimentasi

Akibat perubahan tata guna lahan, terjadi erosi yang berakibat sedimentasi masuk ke sungai sehingga daya tampung sungai berkurang. Penutup lahan vegetatif yang rapat (missal semak-semak, rumput) merupakan penahan laju erosi paling tinggi.

Manusia

4 Kawasan kumuh disepanjang sungai / drainase

Dapat merupakan penghambat aliran, maupun daya tampung sungai. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan.

Manusia

5 Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat

Sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir yang besar. Limpasan pada tanggul waktu banjir melebihi banjir rencana menyebabkan keruntuhan tanggul, kecepatan air sangat besar menyebabkan bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir.

Manusia

6 Curah Hujan Pada musim penghujan, curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan air/banjir.

Alam

7 Pengaruh Fisiografi

Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan Daerah Aliran Sungai, kemiringan sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai, dll.


(25)

8 Kapasitas Sungai Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan berasal dari erosi DAS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan dan sedimentasi di sungai itu karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat.

Manusia dan Alam

9 Kapasitas Drainase yang tidak memadai

Karena perubahan tata guna lahan maupun berkurangnya tanaman/vegetasi serta tindakan manusia mengakibatkan pengurangan kapasitas saluran/sungai sesuai perencanaan yang dibuat.

Manusia

10 Drainase Lahan Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantaran banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi.

Manusia

11 Bendung dan bangunan air

Bendungan dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi muka air banjir karena efek aliran balik (backwater).

Manusia

12 Kerusakan bangunan pengendalian banjir

Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir.

Manusia dan Alam

13 Pengaruh air pasang

Air pasang memperlambat aliran sungai ke laut. Waktu banjir bersamaan dengan air pasang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater).

Manusia

Sumber : Kodoatie 2002

Jadi menurut tabel diatas, dapat dikatakan bahwa konsep pengendalian banjir harus dilakukan secara terpadu baik in-stream (badan sungai) maupun off-stream (DAS-nya) dengan melaksanakan pekerjaan baik secara metode struktur (tugas pembangunan) dan non struktur (tugas umum pemerintahan), sehingga akan tercapai integrated flood control and river basin management.


(26)

Berikut akan dijelaskan mengenai skema sistem pengendalian banjir dengan 2 (dua) metode struktur dari Pembangunan dan Pelayanan. Dapat dijelaskan pada gambar berikut ini ;

Sumber : Kodoatie dan Sugiyanto, 2002

Gambar 2.1. Pengendalian Banjir Metode Struktur dan Non Struktur

A. Metode Struktur ( Dengan Bangunan ) Umum

Pada dasar nya kegiatan penanggulangan banjir adalah suatu kegiatan yang meliputi aktifitas sebagai berikut :

 Mengenali besarnya debit banjir

 Mengisolasi daerah genangan banjir

 Mengurangi tinggi elevasi air banjir

Pengendalian banjir

Metode struktur Metode Non struktur

Perbaikan Dan Pengaturan Sistem Sungai

Sistem Jaringan Sungai Normalisasi Sungai Perlindungan Tanggul Tanggul Banjir Sudetan (By pass) floodway

Bangunan Pengendali Banjir

Bendungan (dam) Kolam Retensi Pembuatan chek dan (penangkap sedimen) Bangunan pengurang kemiringan sungai Groundsill Retarding Basin Pembuatan polder Pengolaan DAS Pengaturan Tata Guna Lahan Pengendalian Erosi Pengembangan Daerah Banjir Pengaturan Daerah Banjir Penanganan Kondisi Darurat Peramalan Banjir Peringatan Bahaya Banjir Asuransi Law enforcement


(27)

Kegiatan penanggulangan banjir dengan bangunan pada umumnya mencakup kegiatan berikut ini :

 Perbaikan sungai/pembuatan tanggul banjir untuk mengurangi besarnya resiko banjir di sungai.

 Pembuatan saluran (floodway) untuk mengalirkan sebagai atau seluruh air sungai.

 Pengaturan sistim pengaliran untuk mengurangi debit puncak banjir, dengan bangunan seperti bendungan, kolam retensi dll.

Untuk menunjang keberhasilan pengendalian banjir diperlukan kegiatan pengelolaan dan perbaikan sungai, untuk menigkatkan kapasitas sungai. Pekerjaan ini meliputi :

 Menambah dimensi tampang alur sungai

 Memperkecil nilai kekasaran alur sungai

 Pelusuran atau pemendekan alur sungai pada sungai berbelok atau ber meander.

 Pengandalian transport sedimen

Factor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis bangunan pengendalian banjir adalah sebagai berikut:

 Pengaruh regim sungai terutama erosi dan sedimentasi dan hubungannya dengan biaya pemeliharaan

 Kebutuhan perlindungan erosi di daerah kritis

 Pengaruh bangunan terhadap lingkungan


(28)

 Pengaruh bangunan terhadap kondisi aliran di sebelah hulu dan sebelah hilirnya.

Bangunan Pengendali Banjir

Seperti ditunjukkan dalam gambar 2.1 ada dua metode pendekatan untuk analisis pengendalian banjir yaitu metode struktur dan non-struktur. Beberapa metode struktur diuraikan berikut ini termasuk:

 Bendungan

 Kolam penampungan (retention basin)

 Tanggul penahan banjir

 Saluran by pass

 Sistim pengerukan/normalisasi alur sungai

 Sistem drainase khusus

a. Bendungan

Bendungan digunakan untuk penampung dan mengelola distribusi aliran sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit air sungai di sebelah hilir bendungan. Factor-faktor yang digunakan dalam pemilihan lokasi bendungan adalah sebagai berikut:

 Lokasi mudah dicapai

 Topografi daerah memadai, dengan membentuk tampungan yang besar

 Kondisi geologi tanah

 Ketersediaan bahan bangunan

 Tujuan serbanguna


(29)

 Umumnya bendungan terletak di sebelah hulu daerah yang dilindungi

b. Kolam Penampungan

Seperti halnya bendungan, kolam penampungan (retention basin) berfungsi untuk menyimpan sementara debit sungai sehingga puncak banjir dapat dikurangi. Tingkat pengurangan banjir tergantung pada karakteristik hidrograf banjir, volume kolam dan dinamika beberapa bangunan outlet. Wilayah yang digunakan untuk kolam penampungan biasanya di daerah dataran rendah atau rawa. Dengan perencanaan dan pelaksanaan tataguna lahan baik, kolam penampungan yang andal diperlukan :

 Pengontrolan yang memadai untuk menjamin ketetapan peramalan banjir

 Peramalan banjir yang andal dan tepat waktu untuk perlindungan atau evakuasi

 Sistim drainase yang baik untuk mengosongkan air dari daerah tampungan secepatnya setelah banjir reda.

Dengan manajemen yang tepat, penaggulangan sementara dapat berakibat positif dari segi pertanian, seperti berikut ini :

 Melunakan tanah

 Mencuci tanah dari unsur racun


(30)

c. Tanggul Penahan Banjir

Tanggul banjir adalah penghalang yang di desain untuk menahan air banjir di palung sungai untuk melindungi daerah sekitarnya. Tanggul banjir sesuai untuk daerah-daerah dengan memperhatikan factor-faktor berikut:

 Dampak tanggul terhadap regim sungai

 Tinggi jagaan dan kapasitas debit sungai pada bangunan-bangunan sungai misalnya jembatan.

 Ketersediaan bahan bangunan setempat

 Syarat-syarat teknis dan dampaknya terhadap pengembangan wilayah.

 Hidrograf banjir yang lewat

 Pengaruh limpasan, penambangan, longsoran dan bocoran

 Pengaruh tanggul terhadap lingkungan

 Elevasi muka air yang lebih tinggi di alur sungai

 Lereng tanggul dengan tepi sungai yang relatif stabil.

d. Saluran By Pass

Saluran by pass adalah saluran yang digunakan untuk mengalihkan sebagian atau seluruh aliran air banjir dalam rangka mengurangi debit banjir pada daerah yang dilindungi. Factor-factor yang penting sebagai pertimbangkan dalam desain saluran by pass adalah sebagai berikut:

 Biaya pelaksanaan yang relatif mahal

 Kondisi topografi dari rute alur baru

 Bangunan terjunan mungkin diperlukan di saluran by pass untuk mengontrol kecepatan air dan erosi


(31)

 Kendala-kendala geologi timbul sepanjang alur by pass (contoh membuat saluran sampai bantuan dasar)

 Penyediaan air dengan program pengembangan daerah sekitar sungai

 Kebutuhan air harus tercukupi sepanjang aliran sungai asli di bagian hilir dari lokasi percabangan.

 Pembagian air akan berpengaruh pada sifat alami daerah hilir mulai dari lokasi percabangan by pass.

e. Sistim Pengerukan/ Normalisasi Alur Sungai

Sistem pengerukan atau normalisasi saluran adalah bertujuan memperbesar kapasitas tampung sungai dan memperlancar aliran. Analisis yang harus diperhitungkan analisis hidrologi, hidraulika dan analisis sedimentasi. Analisis perhitungan perlu dilakukan dengan cermat mengingat kemungkinan kembalinya sungai ke bentuk semula sangat besar. Normalisasi diantaranya kegiatan-kegiatan melebarkan sungai, mengarahkan alur sungai dan memperdalam sungai (pengerukan). Untuk mengarahkan sungai dan melebarkan penampangnya sering terjadi diperlukan pembebasan lahan. Oleh karena itu dalam kajiannya harus juga memperhitungkan aspek ekonomi (ganti rugi) dan aspek sosial bagi terutama bagi masyarakat atau stakeholders lainnya yang merasa dirugikan akibat lahannya berkurang. (Ir. Sugiyanto, Pengendalian Banjir, 2002).


(32)

f. Sistem Drainase Khusus

Sistem drainase khusus sering diperlukan untuk memindahkan air dari daerah rawan banjir karena drainase yang buruk secara alami atau karena ulah manusia. Sistim khusus tipe grafitasi dapat terdiri dari saluran-saluran alami. alternatif dengan pemompaan mungkin diperlukan untuk daerah buangan dengan elevasi air dibagian hilir terlalu tinggi.

Sistim khusus biasanya diguanakan untuk situasi berikut:

 Daerah perkotaan dimana drainase alami tidak memadai

 Digunakan untuk melindungi daerah pantai dari pengaruh gelombang

 Daerah genangan/bataran banjir dengan bangunan flood wall/dinding penahan banjir.

Desain dari system drainase khusus berdasarkan pertimbangan berikut:

 Topografi, karekteristik infiltrasi dan luas daerah yang akan dilindungi

 Kecepatan dan waktu hujan serta aliran permukaan

 Volume dari air yang ditahan

 Periode banjir

Adapun kriteria yang digunakan dalam pemilihan bangunan adalah:

 Apabila elevasi air buangan lebih rendah dari elevasi daerah yang dilindungi dapat digunakan outlet sederhana.

 Apabila fluktuasi perubahan elevasi air berubah-ubah diperlukan pintu-pintu otomatis.

 Stasiun pompa diperlukan apabila elevasi air buangan lebih tinggi dari daerah yang dilindungi.


(33)

B. Metode Non-Struktur Umum

Analisis pengendalian banjir dengan tidak menggunakan bangunan pengendali akan memberikan pengaruh cukup baik terhadap regim sungai. Contoh aktifitas penanganan tanpa bangunan adalah sebagai berikut :

 Pengelolaan daerah pengaliran sungai untuk mengurangi limpasan air hujan daerah pengaliran sungai

 Control pengembangan daerah genagan termasuk peraturan-peraturan penggunaan lahan

 Konstruksi gedung atau bangunan yang dibuat tahan banjir dan tahan air

 Sistim peringatan dan ramalan banjir

 Rencana asuransi nasional atau perorangan

 Rencana gerakan siap siaga dalam keadaan darurat banjir

 Pengoperasian cara kerja pengendalian banjir

 Partisifasi masyarakat

 Law-enforcement

a. Pengelolaan Daerah Pengaliran Sungai (DPS)

Pengelolaan daerah pengaliran sungai berhubungan erat dengan peraturan, pelaksanaan dan pelatihan. Kegiatan penggunaan lahan dimaksudkan untuk menghemat dan menyimpan air dan konservasi tanah. Pengelolaan daerah pengaliran sungai mencakup aktifitas-aktifitas berikut ini:


(34)

 Penanaman vegetasi untuk mengendalikan kecepatan aliran air dan erosi tanah.

 Pemeliharaan vegetasi alam, atau penanaman vegetasi tahan air yang tepat, sepanjang tanggul,drainase saluran-saluran daerah lain untuk pengendalian aliran yang berlebihan atau erosi tanah.

 Mengatur secara khusus bangunan-bangunan pengendali banjir (misal cek dam) sepanjang dasar aliran yang mudah tererosi.

 Pengelolaan khusus untuk mengatisipasi aliran sedimen yang dihasilkan dari kegiatan gunung berapi.

Sasaran penting dari kegiatan pengolaan daerah pengaliran sungai adalah untuk mencapai keadaan-keadaan berikut:

 Mengurangi debit banjir daerah hilir

 Mengurangi erosi tanah dan muatan sedimen di sungai

 Mengingatkan produksi pertanian yang dihasilkan dari penataan guna tanah dan perlindungan air.

 Meningkatkan lingkungan di daerah pengaliran sungai dan daerah sungai Sasaran tersebut harus didukung oleh aktifitas-aktifitas lainnya seperti:

 Pembatasan penebangan hutan dan kebijakan-kebijakan yang mencakup atau menghancurkan perhutananan kembali daerah-daerah yang telah rusak.

 Rangsangan atau dorongan, untuk mengembangkan tanaman yang tepat dan menguntungkan secara ekonomi (missal cacao,turi,jambu mete, jambu mete, lamtorogung, buah-buahan)


(35)

 Pertanian bergaris (sistim hujan), dan metode teras ( bertingkat) sehingga mengurangi pengaliran dan erosi tanah dari daerah pertanian.

 Tidak ada pertanian atau kegiatan-kegiatan pengembangan lain di sepanjang bantaran sungai.

 Minimal daerah penyangga atau daerah vegetasi yang tidak boleh terganggu di sepanjang jalan air, dapat mengacu pada daftar di bawah ini.

Tabel 2.2. Hubungan debit dan lebar penyangga Debit rata-rata (Q) Lebar Penyangga Minimal

Kurang dari 1m3/dt 5m

1m3/dt<Q>5m3/dt 10m

Lebih dari 5m3/dt 15m

Sumber : kodoatie dan sugiyanto, 2002

b. Pengendalian Pemanfaatan Daerah Genangan

Masalah yang timbul dari penggunaan lahan daerah genangan seperti tertera di bawah ini :

 Masyarakat yang bermukim pada daerah-daerah genangan akan kehilangan pencaharian yang ditimbulkan banjir.

 Pemanfaatan intensif pada daerah-daerah genangan untuk mata pencaharian, industry dan kegiatan lain akan meningkatkan potensi bagi kerusakan-kerusakan yang diakibatkan banjir.

Kegiatan diatas yang berhubungan dengan pemanfaatan daerah genangan sering mengurangi kapasitas alur sungai dan daerah genangan. Kelancaran aliran akan berkurang karena bangunan rumah, gedung-gedung, jalan-jalan, jembatan, pengusahaan tanaman yang memiliki daya tahan besar.


(36)

Pengendalian pemanfaatan daerah genangan termasuk peraturan-peraturan penetapan wilayah pengggunaan lahan, dan bangunan-bangunan. Maksud dari pengendalian daerah genangan adalah untuk membatasi atau menentukan tipe pengembangan dengan mempertimbangkan resiko dan kerusakan yang ditimbulkan oleh banjir. Factor ekonomi, social dan lingkungan harus pula ikut dipertimbangkan agar diperoleh suatu pengembangan yang bijaksana.

Langkah pertama dalam peningkatan pengendalian daerah genangan di daerah beresiko banjir dan daerah-daerah kritis ditentukan diantaranya oleh factor-faktor berikut.

 Besarnya banjir yang terjadi

 Waktu peringatan efektif

 Pengetahuan tentang banjir

 Tingkat luapan banjir

 Kedalaman dan kecepatan banjir

 Lamanya banjir

 Masalah-masalah pengungsian

 Akses ( kemudahan)

 Potensi kerusakan banjir

Dua tahapan yang perlu dilaksanakan, kaitannya dengan program pengendalian banjir adalah sebagai berikut ini:

 Tahap I

Melarang adanya pemanfaatan di daerah bantaran banjir, seperti pendirian gedung, rumah ataupun pengusahaan tanaman.


(37)

 Tahap II

Pengendalian penggunaan lahan untuk mengurangi kerusakan-kerusakan yang disebabkan banjir

c. Bangunan Tahan Banjir

Antisipasi perlindungan banjir diadakan dengan menggunakan tahap pendekatan berikut:

 Tahap I

Semua bangunan baru di daerah rawan banjir harus direncanakan tahan banjir.

 Tahap II

Perbaiakn bangunan yang ada didaerah tepian banjir harus tahan banjir

d. Peramalan Dan Peringatan Bahaya Banjir

Sistim peringatan bahaya banjir yang efektif haruslah menunjukkan ciri-ciri berikut ini:

 Tempat pemantauan diletakkan pada lokasi yang strategis, sehingga dapat memberikan informasi peringatan yang cepat didapat, lebih lanjut tindakan dini dapat segera dilakukan.

 Sederhana dan efektif

Alat ukur sederhana yang dipasang secara tepat akan memberikan informasi yang cepat dan lebih efektif dari pada menggunakan sistim telemetri yang rumit dan bahkan diperlukan perawatan yang mahal.


(38)

 Metode yang diandalkan untuk memperkirakan debit banjir

Metode langsung, yaitu dengan menempatkan peralatan pemantauan pada stasiun-stasiun hidrometri, sehingga diperoleh hubungan yang dapat dirumuskan dengan baik antara elevasi muka air sungai dengan debit yang ada. Metode tidak langsung yaitu dengan cara analisis curah hujan yang disertai dengan memperhitungkan kondisi sungai dan daerah pengaliran sungai yang bersangkutan.

Peramalan dan peringatan dini banjir daerah pengaliran sungai adalah merupakan bagian dari sistim pengendalian banjir suatu system sungai. Maka dalam penyusunan sistim peramalan dan peringatan dini banjir daerah pengaliran sungai perlu memperhatikan :

 Bangunan pengendalian banjir

 Operasional bangunan sistim pengendalian banjir

 Hidrologi

 Karakteristik daerah pengaliran sungai

 Karekteristik daerah rawan banjir kemungkinan kerugian akibat banjir

 Waktu perambatan banjir

2.2. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit hidrologi dasar. Bila kita memandang suatu system yang mengalir yang dapat diterapkan pada suatu daerah aliran sungai, maka akan nampak struktur sistem dari daerah ini adalah Daerah Aliran Sungai yang merupakan lahan total dan permukaan air yang di batasi oleh suatu batas air, topografi dan dengan salah satu cara memberikan sumbangan


(39)

terhadap debit sungai pada suatu daerah. Daerah aliran sungai merupakan dasar pengelolaan untuk sumber daya air. Gabungan beberapa daerah aliran sungai menjadi satu wilayah sungai.

Dalam mempelajari ekosistem daerah aliran sungai, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Daerah aliran sungai bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, daerah aliran sungai bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. Daerah aliran sungai bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan kata lain ekosistem daerah aliran sungai, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan daerah aliran sungai. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan daerah aliran sungai hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu daerah aliran sungai, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui siklus hidrologi.

Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan daerah aliran sungai, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai daerah aliran sungai berdasarkan fungsi, yaitu daerah aliran sungai bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan daerah aliran sungai agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan daerah aliran sungai, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan.


(40)

Daerah aliran sungai bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.

Daerah aliran sungai bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.

2.3 Waduk

Waduk menurut pengertian umum adalah tempat pada permukaan tanah yang digunakan untuk menampung air saat terjadi kelebihan air/musim penghujan sehingga air itu dapat dimanfaatkan pada musim kering. Sumber air waduk terutama berasal dari aliran permukaan dtambah dengan air hujan langsung. Waduk adalah bangunan untuk menampung air pada waktu terjadi surplus di sumber air agar dapat dipakai sewaktu-waktu terjadi kekurangan air sehingga fungsi utama waduk adalah untuk mengatur sumber air.

Waduk merupakan salah satu sarana pemanfaatan sumber daya air yang mempunyai fungsi sebagai penyimpan dan penyedia air, baik sebagai bahan baku air bersih maupun untuk irigasi. Suatu waduk penampung atau konservasi dapat menahan air pada kelebihan pada masa-masa aliran air tinggi untuk digunakan selama masa kekeringan. Fungsi utama dari suatu waduk ialah untuk menstabilkan aliran air, baik dengan arah pengaturan persediaan air yang berubah-ubah pada


(41)

suatu sungai alamiah, maupun dengan cara memenuhi kebutuhan yang berubah-ubah dari para konsumen. Dengan kata lain waduk tidaklah menghasilkan air melainkan hanya memungkinkan pengaturan kembali distribusinya terhadap waktu.

Waduk dapat terjadi secara alami maupun dibuat manusia. Waduk buatan dibangun dengan cara membuat bendungan yang lalu dialiri air sampai waduk tersebut penuh.

Bendungan adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Waduk dapat dimanfaatkan antara lain sebagai berikut :

1. Irigasi

Pada saat musim penghujan, hujan yang turun di daerah tangkapan air sebagian besar akan mengalir ke sungai. Kelebihan air yang terjadi dapat di tampung waduk sebagai persediaan sehingga pada saat musim kemarau tiba air tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara lain irigasi lahan pertanian.

2. PLTA

Dalam menjalankan fungsinya sebagai PLTA, waduk dikelola untuk mendapatkan kapasitas listrik yang dibutuhkan. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah suatu system pembangkit listrik yang biasanya terintegrasi dalam bendungan dengan memanfaatkan energi mekanis aliran air untuk memutar turbin yang kemudian akan diubah menjadi tenaga listrik oleh generator.


(42)

Air baku adalah air bersih yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air minum dan air rumah tangga. Waduk selain sebagai sumber pengairan persawahan juga dimanfaatkan sebagai sumber penyediaan air baku untuk bahan baku air minum dan air rumah tangga. Air yang dipakai harus memenuhi persyaratan sesuai kegunaannya.

Waduk yang mempunyai faktor tampungan yang besar berpengaruh terhadap aliran air di hilir waduk. Dengan kata lain waduk dapat merubah pola

inflow-outflow hidrograf. Perubahan outflow hidrograf di hilir waduk biasanya menguntungkan tehadap pengendalian banjir yang lebih kecil dan adanya perlambatan banjir. Pengendalian banjir dengan waduk biasanya hanya dapat dilakukan pada bagian hulu dan biasanya dikaitkan dengan pengembangan sumber daya air.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembangunan waduk antara lain :  Fungsi waduk untuk pengendali banjir agar mendapatkan manfaat yang

lebih besar harus didesain atau dilengkapi dengan pintu pengendali banjir, sehingga penurunan debit banjir di hilir waduk akan lebih besar atau perubahan antara inflow dan outflow hidrograf yang besar.

 Alokasi volume waduk untuk pengendali banjir berbanding lurus dengan penurunan outflow hidrograf banjir di hilir waduk atau dengan kata lain semakin besar volume waduk maka semakin besar pula penurunan outflow hidrograf banjir di hilir waduk

 Operasional dan pemeliharaan dari waduk yang mempunyai pintu pengendali banjir memerlukan biaya yang besar tetap akan menurunkan


(43)

atau memperkecil biaya normalisasi dan pemeliharaan dari sungai di bagian hilir waduk

 Untuk memjaga keandalan dari pintu pengendali banjir sebaiknya pengoperasian dari pintu pengendali banjir dilakukan secara otomatis dan dilengkapi dengan operasi secara manual (untuk keadaan darurat)

 Pada waktu multi purpose perlu adanya analisa inflow-outflow hidrograf untuk mengetahui seberapa besar pengaruh waduk terhadap debit banjir di hilir waduk.

 Diperlukan penelusuran banjir atau flood routing yang dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik hidrograf outflow atau keluaran yang sangat diperlukan dalam pengendalian banjir. (Ir. Sugiyanto, Pengendalian Banjir, 2002)

Gambar 2.2. Waduk Pengendali Banjir

Gambar 2.2. Waduk Pengendali Banjir

2.3.1 Klasifikasi Penggunaan Waduk

Berdasarkan fungsinya, waduk diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu : 1. Waduk eka guna (single purpose)

Waduk eka guna adalah waduk yang dioperasikan untuk memenuhi satu kebutuhan saja, misalnya untuk kebutuhan air irigasi, air baku atau PLTA. Pengoperasian waduk eka guna lebih mudah dibandingkan dengan waduk multi


(44)

guna dikarenakan tidak adanya konflik kepentingan di dalam. Pada waduk eka guna pengoperasian yang dilakukan hanya mempertimbangkan pemenuhan satu kebutuhan.

2. Waduk multi guna (multi purpose)

Waduk multi guna adalah waduk yang berfungsi untuk memenuhi berbagai kebutuhan, misalnya waduk untuk memenuhi kebutuhan air, irigasi, air baku dan PLTA. Kombinasi dari berbagai kebutuhan ini dimaksudkan untuk dapat mengoptimalkan fungsi waduk dan meningkatkan kelayakan pembangunan suatu waduk.

2.3.2 Karakteristik Waduk

Karakteristik suatu waduk merupakan bagian pokok dari waduk yaitu volume hidup (live storage), volume mati (dead storage), tinggi muka air (TMA) maksimum, TMA minimum, tinggi mercu bangunan pelimpah berdasarkan debit rencana.

Dari karakteristik fisik waduk tersebut didapatkan hubungan antara elevasi dan volume tampungan yang disebut juga liku kapasitas waduk. Liku kapasitas tampungan waduk merupakan data yang menggambarkan volume tampungan air di dalam waduk pada setiap ketinggian muka air

2.3.3 Pola Operasi Waduk

Pola operasi waduk adalah patokan operasional bulanan suatu waduk dimana debit air yang dikeluarkan oleh waduk harus sesuai dengan ketentuan agar elevasinya terjaga sesuai dengan rencana. Pola operasi waduk disepakati bersama oleh para pemanfaat air dan pengelola melalui Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA).


(45)

Tujuan dari disusunnya pola operasi waduk adalah untuk memanfaatkan air secara optimal demi tercapainya kemampuan maksimal waduk dengan cara mengalokasikan secara proporsional sehingga tidak terjadi konflik antar kepentinggan.

Pengoperasian waduk secara efisien dan optimal merupakan permasalahan yang kompleks karena melibatkan beberapa faktor seperti :

1. Operasional policy, pola kebijakan pengoperasian waduk.

2. Debit inflow yang akan masuk ke waduk yang tergantung dari ketepatan perencanaan debit yang akan masuk ke waduk tersebut.

3. Demand, kebutuhan air untuk irigasi, air baku, dan PLTA.

4. Keandalan peralatan monitoring tinggi muka waduk, debit aliran dan curah hujan.

5. Koordinasi antara instansi yang terkait. 6. Kemampuan Operasional.

Kebijakan pola pengoperasian waduk dapat dibedakan menjadi 5, yaitu: 1. Standard Operating Policy (SOP)

Kebijakan pola pengoperasian waduk berdasarkan SOP adalah dengan menentukan outflow terlebih dahulu berdasarkan ketersediaan air di waduk dikurangi kehilangan air. Sejauh mungkin outflow yang dihasilkan dapat memenuhi seluruh kebutuhan/demand dengan syarat air berada dalam zona kapasitas/tampungan efektif. Besarnya pelepasan dapat ditentukan sebagai berikut

RLt = It + St-1 – Et – Smaks, apabila It + St-1 – Et – Dt > Smaks RLt = It + St-1 – Et – Smin, apabila It + St-1 – Et – Dt < Smin RLt = Dt, apabila Smin > It + St-1 – Et – Dt > Smaks


(46)

2. Dinamik Program Deterministik ataupun Implisit Stokastik

Asumsi bahwa semua parameter atau variabel yang terdapat dalam model program linier dapat diperkirakan dengan pasti (non stochastic), meskipun tidak dengan tepat (Buras, 1975; Asri 1984). Pada model Deterministik, debit inflow

pada masing-masing interfal waktu telah ditentukan. Secara sederhana, model ini menggunakan nilai harapan (expected value) dari sebuah variabel abstrak yang diskrit.

3. Dinamik Program Stokastik

Pada model Stokastik, debit inflow diperoleh dari suatu proses stokastik

dari data-data yang ada dan cara pendekatannya adalah sebagai suatu proses

Markov yang ditampilkan dengan sebuah matrik probabilitas transisi. Dapat disimpulkan bahwa, program dinamik stokastik menggunakan probabilitas inflow

bersyarat yang diperoleh dari matrik probabilitas transisi dan nilai yang diharapkan yang diperoleh dari fungsi tujuan yang berulang perhitungannya

(recursive objective fuction).

4. Linear Program

Program Linier banyak dipakai dalam program optimasi pendayagunaan sumber daya air, baik untuk permasalahan operasi dan pengelolaan yang sederhana sampai permasalahan yang kompleks. Teknik program linier dapat dipakai apabila terdapat hubungan linier antara variabel-variabel yang dioptimasi, baik dalam fungsi tujuan (objective function) maupun kendala (constraint function).

Apabila permasalahan yang ditinjau bersifat non linier, seperti yang umum dijumpai dalam sumber daya air, maka hubungan antar variabel diubah menjadi


(47)

bentuk linier atau persamaan-persamaan non linier pada fungsi sasaran dan kendala dipecah menjadi beberapa persaman linier dan diselesaikan dengan metode iterasi dan aproksimasi (Yeh, 1985). Keunggulan program linier adalah kemudahannya untuk penyelesaian permasalahan optimasi berdimensi besar, sedangkan kelemahannya adalah kemungkinan terjadinya kesalahan dan kekeliruan dari program ini sangat besar karena pendekatan yang dilakukan melinierisasi fenomena non linier pada beberapa variabel tidak tepat (Makrup 1995 ; Goulter 1981). Oleh karena itu kendala program linier tergantung pada tingkat pendekatan dalam linierisasi hubungan antara variabel.

5. Rule Curve

Rule curve adalah ilmu yang menunjukan keadaan waduk pada akhir periode pengoperasian yang harus dicapai pada suatu nilai outflow tertentu (Mc. Mahon 1978). Rule curve pengoperasian waduk adalah kurva atau grafik yang menunjukan hubungan antara elevasi muka air waduk, debit outflow dan waktu dalam satu tahun (Indrakarya, 1993). Rule Curve ini digunakan sebagai pedoman pengoperasian waduk dalam menentukan pelepasan yang diijinkan dan sebagai harapan memenuhi kebutuhan. Akan tetapi pada kenyataannya, kondisi muka air waduk pada awal operasi belum tentu akan sama Rule Curve rencana. Untuk mencapai elevasi awal operasi yang direncanakan, mungkin harus lebih banyak volume air yang dibuang. Sebaliknya apabila debit terjadi dari tahun-tahun kering, rencana pelepasan harus disesuaikan dengan kondisi yang ada.


(48)

2.4. Analisa Hidrologi

Dalam Perencanaan berbagai macam bangunan air, seperti persoalan drainase dan bangunan pengendalian banjir diperlukan analisa hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber air yang akan dialirkan pada sistem drainase dan limpasan sebagai akibat tidak mampunya sistem drainase mengalirkan ke tempat pembuangan akhir. Disain hidrologi diperlukan untuk mengetahui debit pengaliran. Dalam menentukan dimensi penampang dari berbagai bangunan pengairan misalnya saluran drainase diperlukan suatu penentuan besar debit rencana. Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisa debit rencana:

2.4.1. Data Curah Hujan

Hujan merupakan komponen yang penting dalam analisa hidrologi perencanaan debit untuk menentukan dimensi saluran dainase. Penentuan hujan rencana dilakukan dengan analisa frekuensi terhadap data curah hujan harian maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 10 tahun.

2.4.2. Analisa Frekuensi Curah Hujan

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang paling banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah :

- Distribusi Normal - Distribusi Log Normal - Distribusi Log Person III - Distribusi Gumbel


(49)

Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi dan koefisien

skewness (kecondongan atau kemencengan).

Tabel 2.3. Parameter Statistik yang Penting

Parameter Sampel Populasi Rata-rata

Simpangan Baku

(Standar deviasi)

Koefisien Variasi

Koefisien Skewness

(suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 34)

2.4.2.1. Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang normal PDF (Probability Density Function) yang paling dikenal adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF (Probability Density Function) distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut :

……..………....(1)

Dimana: P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal) X = variable acak kontinu

μ = rata – rata nilai


(50)

Dalam pemakaian praktis, umumnya rumus tersebut tidak digunakan secara langsung karena telah dibuat tabel untuk keperluan perhitungan, dan juga dapat didekati dengan :

………...…....(2) Dimana: XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dalam periode ulang T

Tahunan

X = nilai rata-rata hitung variat S = deviasi standar nilai variat

KT = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)

Nilai faktor frekuansi (KT), umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk mempermudah perhitungan, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut, biasa disebut sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss (Variabel reduced Gauss)

Tabel 2.4. Nilai Variabel Reduksi Gauss

No Periode Ulang, T (tahun)

Peluang KT

1 1,001 0,999 -3.05

2 1,005 0,995 -2,58

3 1,010 0,990 -2,33

4 1,050 0,950 -1,64

5 1,110 0,900 -1,28

6 1,250 0,800 -0,84

7 1,330 0,750 -0,67

8 1,430 0,700 -0,52

9 1,670 0,600 -0,25

10 2,000 0,500 0

11 2,500 0,400 0,25

12 3,330 0,300 0,52

13 4,000 0,250 0,67

14 5,000 0,200 0,84

15 10,000 0,100 1,28

16 20,000 0,050 1,64

17 50,000 0,020 2,05

18 100,000 0,010 2,33

19 200,000 0,005 2,58

20 500,000 0,002 2,88

21 1,000,000 0,001 3,09


(51)

2.4.2.2. Distribusi Log Normal

Jika variabel Y = Log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. PDF (Probability Density Function) untuk distribusi Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut :

………

...(3)

……….……..…(4)

Dimana : P(X) = peluang log normal X = nilai varian pengamatan

μY = nilai rata-rata populasi Y

σY = deviasi standar nilai variat Y

Dengan persamaan yang dapat didekati :

………...…………..………..…….….……(5)

………..………...…..……….(6)

Dimana: YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahunan

Y = nilai rata-rata hitung variat S = deviasi standar nilai variat

KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang

Y

2.4.2.3 Distribusi Log Person III

Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti distribusi sudah konversi kedalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan antara data dan teori tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian distribusi log normal.


(52)

Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang sikembangkan person yang menjadi perhatian ahli sumber daya air adalah Log-Person Type III (LP III). Tiga parameter penting dalam Log-Person Type III yaitu harga rata-rata, simpangan baku dan koefisien kemencengan. Yang menarik adalah jika koefisien kemencengan sama dengan nol maka perhitungan akan sama dengan log Normal.

Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Type III : - Ubah data kedalam bentuk logaritmis, X = Log X

- Hitung harga rata-rata :

………....…...………...…...(7)

- Hitung harga simpangan baku :

……….…………...(8)

- Hitung koefisien kemencengen :

……….…….……...(9)

- Hitung logaritma hujan atau banjir periode ulang T dengan rumus :

log XT = log X + K.S……….………..(10)

K adalah variable standar (standardized variable) untuk X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan G. dicantumkan pada Tabel 2.3


(53)

Tabel 2.5. Nilai K untuk distribusi Log Person III Interval Kejadian (Recurrence Interval), Tahun (Periode Ulang)

10,101 12,500 2 5 10 25 50 100

Koef Persentase Peluang Terlampaui (Percent Chance Of Being Exceeded)

99 80 50 20 10 4 2 1

3.0 2.8 2.6 2.4 2.2 -0.667 -0.714 -0.769 -0.832 -0.905 -0.636 -0.666 -0.696 -0.725 -0.752 -0.396 -0.384 -0.368 -0.351 -0.330 0.420 0.460 0.499 0.537 0.574 1,180 1,210 1,238 1,262 1,284 2,278 2,275 2,267 2,256 2,240 3,152 3,144 3,071 3,023 2,970 4,051 3,973 2,889 3,800 3,705 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 -0.990 -1.087 -1.197 -1.318 -1.449 -0.777 -0.799 -0.817 -0.832 -0.844 -0.307 -0.282 -0.254 -0.225 -0.195 0.609 0.643 0.675 0.705 0.732 1,302 1,318 1,329 1,337 1,340 2,219 2,193 2,163 2,128 2,087 2,192 2,848 2,780 2,076 2,626 3,605 3,499 3,388 3,271 3,149 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 -1.588 -1.733 -1.880 -2.029 -2.178 -0.852 -0.856 -0.857 -0.855 -0.850 -0.164 -0.132 -0.099 -0.066 -0.033 0.758 0.780 0.800 0.516 0.830 1,340 1,336 1,328 1,317 1,301 2,043 1,993 1,939 1,880 1,818 2,542 2,453 2,359 2,261 2,159 3,022 2,891 2,755 2,615 2,472 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -2.326 -2.472 -2.615 -2.755 -2.891 -0.842 -0.830 -0.816 -0.800 -0.780 0.000 0.033 0.066 0.099 0.132 0.842 0.850 0.855 0.857 0.856 1,282 1,258 1,231 1,200 1,166 1,715 1,680 1,606 1,528 1,448 2,051 1,945 1,834 1,720 1,606 2,326 2,178 2,028 1,880 1,733 -1.0 -1.2 -1.4 -1.6 -1.8 -3.022 -2.149 -2.271 -2.238 -3.499 -0.758 -0.732 -0.705 -0.675 -0.643 0.164 0.195 0.225 0.254 0.282 0.852 0.844 0.832 0.817 0.799 1,086 1,086 1,041 0.994 0.945 1.366 1,282 1,198 1,116 1,035 1,492 1,379 1,270 1,166 1,069 1,588 1,449 1,318 1,197 1,087 -2.0 -2.2 -2.4 -2.6 -2.8 -3.0 -3.605 -3.705 -3.800 -3.889 -3.973 -7.051 -0.609 -0.574 -0.532 -0.490 -00469 -0.420 0.307 0.330 0.351 0.368 0.384 0.696 0.777 0.752 0.725 0.696 0.666 0.636 0.895 0.844 0.795 0.747 0.702 0.666 0.959 0.888 0.823 0.764 0.712 0.666 0.980 0.900 0.823 0.768 0.714 0.666 0.990 0.905 0.832 0.796 0.714 0.667

(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 43)

2.4.2.4. Distribusi Gumbel

Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa untuk setiap data merupakan data exponential. Jika jumlah populasi yang terbatas dapat didekati dengan persamaan :


(54)

………..………....…..………...(11)

Dimana : = harga rata-rata sample S = nilai varian pengamatan X

Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam

………..………..…....….…(12)

Dimana : Yn = reduced mean yang tergantung jumlah sample/data ke-n

Sn = reduced standard deviation, yang juga tergantung pada jumlah sample/data ke-n

YTr = reduced variated, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:

………..………..(13)

Tabel 2.6 : Standard Deviasi (Yn), Tabel 2.7 : Reduksi Variat (YTr) dan Tabel 2.8 : Reduksi Standard Deviasi (Sn) berikut mencantumkan nilai-nilai Variabel Reduksi menurut Gauss untuk menyelesaikan persamaan 12

Tabel 2.6. Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel

No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5181 0.5202 0.5220 20 0.5236 0.5252 0.5268 0.5283 0.5296 0.5309 0.5320 0.5332 0.5343 0.5353 30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.5403 0.5410 0.5418 0.5424 0.5346 40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5458 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481 50 0.5486 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5511 0.5515 0.5518 60 0.5521 0.5524 0.5527 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545 70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5559 0.5561 0.5563 0.5565 0.5567 80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585 90 05586 0.5587 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599 100 0.5600 0.5602 0.5603 0.5604 0.5606 0.5607 0.5608 0.5609 0.5510 0.5611


(55)

Tabel 2.7. Reduksi Variat (YTR) sebagai fungsi Periode Ulang Gumbel Periode Ulang,

TR

Reduced Variate, YTR

Periode Ulang, TR

Reduced Variate, YTR (Tahun) (Tahun) (Tahun) (Tahun)

2 0.3668 100 4.6012

5 1.5004 200 5.2969

10 2.251 250 5.5206

20 2.9709 500 6.2149

25 3.1993 1000 6.9087

50 3.9028 5000 8.5188

75 4.3117 10000 9.2121

(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52) Tabel 2.8. Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel

No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.94 0.96 0.99 0.99 1.00 1.020 1.03 1.04 1.049 1.056

20 1.06 1.06 1.07 1.08 1.08 1.091 1.09 1.10 1.104 1.108

30 1.11 1.11 1.11 1.12 1.12 1.128 1.13 1.13 1.136 1.138

40 1.14 1.14 1.14 1.14 1.14 1.151 1.15 1.15 1.157 1.159

50 1.10 1.16 1.16 1.16 1.16 1.168 1.16 1.17 1.172 1.173

60 1.17 1.17 1.17 1.17 1.17 1.180 1.18 1.18 1.183 1.184

70 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.189 1.19 1.19 1.192 1.193

80 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.197 1.19 1.19 1.199 1.200

90 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.203 1.20 1.20 1.205 1.206

10 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.208 1.20 1.20 1.209 1.209 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)44e

2.4.3. Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah besar curah hujan selama satu satuan waktu tertentu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisa data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Metode yang dipakai dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah Metode Mononobe yaitu apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia yang ada hanya data hujan


(56)

harian. Persamaan umum yang dipergunakan untuk menghitung hubungan antara intensitas hujan T jam dengan curah hujan maksimum harian sebagai berikut :

………..…(14)

Dimana : I = Intensitas Hujan (mm/jam)

R24 = Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm) t = lamanya hujan (jam)

Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk berbagai nilai waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan harian (24) jam.

2.4.4. Koefisien Limpasan

Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran permukaan (surface flow). Dalam perencanaan drainase bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran permukaan tetapi limpasan (runoff).

Sebagaimana telah diuraikan dalam siklus hidrologi, air hujan yang turun dari atmosfir jika tidak ditangkap oleh vegetasi atau oleh permukaan-permukaan buatan seperti atap bangunan atau lapisan air lainnya, maka hujan akan jatuh ke permukaan bumi dan sebagian menguap, berinfiltrasi atau tersimpan dalam cekungan-cekungan. Bila kehilangan seperti cara-cara tersebut telah terpenuhi, maka sisa air hujan akan mengalir langsung kepermukaan tanah menuju alur aliran yang terdekat.


(57)

Faktor – factor yang berpengaruhi limpasan aliran pada saluran atau sungai tergantung dari berbagai macam faktor secara bersamaan. Faktor yang berpengaruh secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :

- Faktor meteorologi yaitu karateristik hujan seperti intensitas hujan, durasi hujan dan distribusi hujan.

- Karateristik DAS meliputi luas dan bentuk DAS, topografi dan tata guna lahan.

Ketetapan dalam menentukan besarnya debit air sangatlah penting dalam penentuan dimensi saluran. Disamping penentuan luas daerah pelayanan drainase dan curah hujan rencana, juga dibutuhkan besaran harga koefisien pengaliran (C). Pengambilan harga C harus disesuaikan dengan rencana perubahan tata guna lahan yang terjadi pada waktu yang akan datang. Berikut ini koefisien C untuk metode rasional oleh McGuen, 1989 disajikan secara Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Koefisien Limpasan Berdasarkan Tata Guna Lahan untuk Metode Rasional,McGuen, 1989

Deskripsi Daerah Koefisien Sifat Permukaan Koefisien

Perdagangan 0.70-0.95 Jalan

Daerah Kota/dekat • Aspal 0.70 – 0.95

• Permukiman 0.50 – 0.70 • Beton 0.80 – 0.95

• Rumah tinggal 0.30 – 0.50 • Batu bata 0.70 – 0.85

• Kompleks 0.40 – 0.60 • Batu kerikil 0.15 – 0.35

• Permukiman 0.25 – 0.40 Jalan raya dan trotoir 0.70 – 0.85

Apartemen 0.50 – 0.70 Atap 0.75 – 0.95

Industri 0.50 – 0.80 Lapangan rumput 0.005 – 010

Industri ringan Tanah berpasir

Industri berat 0.60 – 0.90 • Kemiringan 2 0.10 – 0.15 Taman, kuburan 0.10 - 0.25 • Rata-rata 2-7 0.15 – 0.20 Lapangan bermain 0.10 – 0.25 • Curam (7

Daerah halaman KA 0.20 – 0.40 Lapangan rumput Daerah tidak terawat 0.10 – 0.3 Tanah keras

Kemiringan 2 0.13 – 0.17

• Rata-rata 2-7 0.18 – 0.22

• Curam (7 0.25 – 0.35


(1)

Maka selanjut nya perlu di hitung kapasitas waduk apakah waduk mampu menampung debit drainase Kota Lhokseumawe yang masuk ke Waduk Pusong tersebut.

4.12. Analisa Kapasitas Waduk Pusong

Debit air yang masuk ke waduk pusong bersumber dari aliran presipitasi yang langsung jatuh ke permukaan waduk pusong dan presipitasi yang jatuh kepermukaan daratan catchment area waduk pusong. Dalam studi keseimbangan air ini diasumsikan bahwa waduk sudah beropersai sejak tahun 2007 hingga sekarang sesuai data curah hujan yang diperoleh selama 10 tahun ini

Qinflow = Q1 + Q2 Dimana :

Qinflow = debit air yang masuk ke waduk keeling Q1 = debit presipitasi yang langsung masuk kewaduk

Q2 = debit presipitasi yang jatuh ke daratan catchment area waduk pusong.

4.12.1. debit presipitasi yang langsung jatuh ke waduk pusong.

Debit presipitasi yang langsung ke permukaan waduk pusong merupakan curah hujan yang jatuh kepermukaan bumi dalam hal ini curah hujan langsung masuk ke permukaan waduk dan merupakan aliran lansung ke waduk dan terjadi penambahan volume dapat dhitung sebagai berikut:

Q1 = P x Aa Dimana :

Q1 = debit presipitasi yang langsung ke waduk pusong (m3/bulan) P = presipitasi rata-rata bulanan (mm/bulan)

Aa = luas permukaan air wadu pusong


(2)

Tabel 4.16. Debit presipitasi yang langsung jatuh kewaduk

Bulan Presipitasi (P) (mm/bulan) Debit presipitasi Q1=PxA

(m3) A = 500.000 m2

Jan 188.6 94.300

Feb 60.1 30.050

Maret 165.7 82.850

April 168.9 84.450

Mei 225.1 112.550

Juni 204.6 102.300

Juli 150.4 75.200

Agustus 196.2 98.000

September 164.5 82.250

Oktober 244.6 122.300

November 428.1 214.050

Desember 412.8 206.400

Sumber : Hasil Perhitungan

Debit presipitasi yang jatuh ke daratan catchment area Waduk Pusong. Tabel 4.17. Debit presipitasi yang jatuh ke daratan catchment area

Bulan Presipitasi (P) (mm/bulan) Debit presipitasi Q2=PxA

(m3) A = 600.000 m2

Jan 188.6 113.160

Feb 60.1 36.060

Maret 165.7 99.420

April 168.9 101.340

Mei 225.1 135.060

Juni 204.6 122.760

Juli 150.4 90.240

Agustus 196.2 117.720

September 164.5 98.700

Oktober 244.6 146.760

November 428.1 256.860

Desember 412.8 247.680

Sumber : hasil perhitungan.


(3)

Tabel 4.18. Hasil Inflow Waduk Pusong

Bulan Q1

(m3)

Q2 (m3)

Qinflow = Q1+ Q2 (m3)

Jan 94300 113160 207460

Feb 30050 36060 66110

Maret 82850 99420 182270

April 84450 101340 185790

Mei 112550 135060 247610

Juni 102300 122760 225060

Juli 75200 90240 165440

Agustus 98000 117720 215720

September 82250 98700 180950

Oktober 122300 146760 269060

November 214050 256860 470910

Desember 206400 247680 454080

Dari hasil perhitugan inflow Waduk Pusong maka dapat disimpulkan bahwa waduk pusong masih dapat menampung air yang masuk kewaduk tersebut karena kapasitas tampungan waduk pusong sebesar 850.000 m3 sedangkan air yang masuk kewaduk tersebut paling maksimum sebesar 470.910 m3


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Dari hasil perhitungan evaluasi Waduk Pusong Sebagai Upaya Pengendali Banjir Dikota Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara yang baertujuan untuk mengetahui apa penyebab Kota Lhokseumawe masih banjir walaupun sudah mempunya waduk sebagai pengendali banjir, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dalam perhitungan probalitas hujan maksimum yang penulis gunakan pada evaluasi Waduk Pusong sebagai upaya pengendali banjir di Kota Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara adalah probalitas hujan metode distribusi normal, log normal, log person III, dang umbel.

2. Sebagai debit pembanding untuk mengetahui fungsi saluran sebagai pengendali banjir penulis gunakan acuan debit bajir rencana periode ulang tahunan.

3. Probalitas hujan periode ulang tahunan dicantumkan sebagai berikut :

No Periode ulang (T) tahun

Normal Log

normal

Log person III

Gumbel

1 2 94.5 93.32 95.50 107.745

2 5 106.65 107.15 104.71 124.967

3 10 113.02 114.81 114.81 136.398

4 20 118.23 120.23 123.03 147.395

5 50 124.16 128.82 144.54 161.576

6 100 128.22 134.90 162.18 172.284


(5)

dilakukan perubahan dimensi penampanng pada saluran tersebut karena saluran tersebut sudah dapat menampung air dalam saluran.

5. Dari hasil perhitungan kapasitas waduk dapat diambil kesimpulan bahwa kapasitas waduk pusong dengan kapasitas tampungan 850.000 m3 masih bisa menampung air yang masuk kewaduk tersebut baik dari aliran saluran drainase maupun curah hujan yang langsung jatuh kewaduk tersebut. 5.2. Saran

Berdasarkan hasil Evaluasi Waduk Pusong Sebagai Upaya Pengendali Banjir Di Kota Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara, penulis mencoba mengemukakan beberapa saran bagi penduduk Kota Lhokseumawe dan instansi- instansi yang terkait dengan perencanaan drainase dan pemeliharaan waduk :

1. Menganalisa pengelolaan berdasarkan pembobotan yaitu dengan member nilai besar kecilnya kepentingan arti daerah tersebut misalnya daerah perkantoran dan perumahan lebih besar pengaruh terjadinya genangan dibanding dengan daerah rawa serta tanah kosong

2. Pemeliharaan saluran untuk menghindari pendangkalan yang diakibatkan oleh sampah dan limbah dari kawasan perdagangan, kantor, dan pergudangan serta pengangkatan sedimen secara berkala.

3. Untuk mencegah terjadinya banjir di Kota Lhokseumawe, penduduk Kota Lhokseumawe diharapkan supaya menjaga drainase tersebut dengan tidak mebuang sampah ke drainase agar tidak terjadi pendangkalan drainase yang akan mengakibatkan terjadinya banjir.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Suripin. 2004. Sistem Drainase Yang Berkelanjutan. Penerbit Andi Offset, Yogyakarta

Soedibyo. 2004. Teknik Bendungan. Penerbit PT Pradnya Paramita, Jakarta Kodoatie, Robert J dan sugiyanto. 2002. Banjir. Penerbit Santy Y. Utami, Yogyakarta

Triatmodjo, Bambang. 2003. Hidraulika II. Penerbit Beta 0ffset, Yogyakarta Soemarto, C.D. 1999. Hidrologi Teknik. Penerbit Erlangga, Jakarta

Subarkah, Imam. 1978. Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air. Penerbit Idea

Dharma, Bandung.

Chow, Ven Te. 1992. Hidrolika Saluran Terbuka. Penerbit Erlangga, Jakarta. Giles, V Ronald. 1984. Mekanika Fluida dan Hidrolika. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Direktorat Jendral Pengairan,Departemen Pekerjaan Umum, 1986. Standar Perencanaan Irigasi: Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi (KP-01), Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, 1986. Standar Perencanaan Irigasi: Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan (Kp-04), Jakarta.

Abrar, Alefya. 2012 Studi Keseimbangan Air Waduk Keuliling Kabupaten Aceh Besar NAD Untuk Optimasi Irigasi, Skripsi, Departemen Teknik Sipil