Laporan Uji Kualitatif dan Kuantitatif P

laporan Uji Kualitatif dan Kuantitatif Pewarna pada Makanan
0
TUJUAN PRAKTIKUM
Melakukan uji kualitatif pewarna pada makanan
Menentukan kadar suatu pewarna dengan metode spektrofotometri
Menentukan kadar suatu pewarna dengan metode kromatografi lapis kertas
DASAR TEORI
Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari
manusia tidak terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar , makanan
tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman
dikonsumsi karena makanan yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan
kesehatan bahkan keracunan (Moehji, 1992). Aneka produk makanan dan
minuman yang berwarna-warni tampil semakin menarik. Warna-warni pewarna
membuat aneka produk makanan mampu mengundang selera. bahan pewarna
tampaknya sudah tidak bisa dipisahkan dari berbagai jenis makanan dan
minuman olahan. Produsen pun berlomba-lomba untuk menarik perhatian para
konsumen dengan menambahkan pewarna pada makanan dan minuman.
Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu ciri
yang penting. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan
kualitas makanan, antara lain warna dapat memberi petunjuk mengenai
perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan (deMan JM. 1997). Selain

itu, beberapa warna spesifik dari buah juga dikaitkan dengan kematangan.
Warna juga mempengaruhi persepsi akan rasa. Oleh karena itu, menimbulkan
banyak pengaruh terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan
minuman (Fennema OR. 1996; Smith J. 1991). Tujuan dari penggunaan zat warna
tersebut adalah untuk membuat penampilan makanan dan minuman menjadi
menarik, sehingga memenuhi keinginan konsumen. Awalnya, makanan diwarnai
dengan zat warna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau mineral,
akan tetapi proses untuk memperoleh zat warna alami adalah mahal. Selain itu,
zat warna alami umumnya tidak stabil terhadap pengaruh cahaya dan panas
sehingga sering tidak cocok untuk digunakan dalam industri makanan. Maka,
penggunaan zat warna sintetik pun semakin meluas. Keunggulan-keunggulan zat
warna sintetik adalah lebih stabil dan lebih tahan terhadap berbagai kondisi
lingkungan. Daya mewarnainya lebih kuat dan memiliki rentang warna yang
lebih luas. Selain itu, zat warna sintetik lebih murah dan lebih mudah untuk
digunakan (deMan JM. 1997; Smith J. 1991; Nollet LML. 1996).
Sejak pertama kali dibuat pada tahun 1856 hingga saat ini, telah banyak zat
warna sintetik yang diciptakan. Akan tetapi, ternyata banyak pula zat warna
sintetik itu memiliki sifat toksik (Marmion DM. 1984). Dalam suatu penelitian,
diperoleh zat warna azo (Amaranth, Allura Red, dan New Coccine) terbukti
bersifat genotoksik terhadap mencit (Tsuda S. et al. 2006). Selain itu, zat warna

Red No. 3juga terbukti dapat merangsang terjadinya kanker payudara secara in
vitro (Dees C. et al. 2006). Maka, penggunaannya harus diatur secara tegas.

Penggunaan pewarna jenis itu dilarang keras, karena bisa menimbulkan kanker
dan penyakit-penyakit lainnya. Pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk
makanan (food grade) pun harus dibatasi penggunaannya. Karena pada
dasarnya, setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan
efek. Namun masih saja ada sejumlah oknum produsen makanan yang
menambahkan pewarna sintetis pada makanan, yang dilatar belakangi oleh
inginnya mendapat keuntungan besar namun pengeluaran modal yang sedikit
atau minim, tanpa memikirkan keamanan bagi tubuh konsumen yang
mengkonsumsi makanan tersebut. Biasanya produsen makanan tersebut
menjajahkannya di sekitar sekolah sekolah karena anak anak tertarik akan warna
yang mencolok sehingga anak – anak sering menjadi sasarannya. Biasanya
makanan yang menggunakan pewarna sintetis akan sangat mencolok dan
sangat terang sekali warna yang di timbulkan pada makanannya, tiak mudah
pudar, dan menempel pada tangan dan masih banyak ciri cirinya. Bahkan
beberapa negara maju, seperti Eropa dan Jepang telah melarang penggunaan
pewarna sintetis seperti pewarna tartrazine. Mereka lebih merekomendasikan
pewarna alami, seperti beta karoten.

Di Indonesia, zat warna makanan termasuk dalam Bahan Tambahan Pangan yang
diatur melalui UU RI No.7 tahun 1996 tentang Pangan pada bab II, bagian kedua,
pasal 10. Dalam UU tersebut, dinyatakan bahwa dalam makanan yang dibuat
untuk diedarkan, dilarang untuk ditambah dengan bahan apapun yang
dinyatakan dilarang atau melampaui batas ambang maksimal yang ditetapkan.
Selain itu, dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/Menkes/Per/V/85 dan
Kep. Dir. Jend. POM Depkes RI Nomor: 00386/C/SK/II/90 tentang Perubahan
Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 239/Menkes/Per/V/85, terdapat 34
jenis zat warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang
penggunaannya pada makanan (Utami ND. 2005; Dirjen POM 1997).
Makanan yang beredar di masyarakat memiliki warna yang bermacam-macam
dan kebanyakan menggunakan zat warna sintetik. Dengan adanya peraturan
yang telah ditetapkan, diharapkan keselamatan konsumen dapat terjamin. Akan
tetapi, kenyataannya tidaklah demikian. Hal tersebut dapat dilihat pada penjual
makanan di pinggiran jalan, biasanya menggunakan bahan tambahan makanan,
termasuk zat warna, yang tidak diijinkan. Hal itu disebabkan karena bahanbahan itu mudah diperoleh dalam kemasan kecil di toko dan pasar dengan harga
murah (Maskar DH. 2004; Sihombing N. 1985).
Oleh karena itu, adanya zat warna sintetik yang tidak diijinkan dalam makanan,
dapat terjadi karena kesengajaan produsen makanan menggunakan zat warna
sintetik itu, misalnya zat warna tekstil, untuk menghasilkan warna yang lebih

menarik. Atau, hal itu bisa terjadi karena ketidaktahuan produsen makanan
membeli zat warna sintetik yang dikiranya aman, tetapi ternyata mengandung
zat warna sintetik yang tidak diijinkan.
Bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terdiri dari
pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis terbuat
dari bahan-bahan kimia, seperti tartrazin untuk warna kuning atau allura red
untuk warna merah.
Kadang-kadang pengusaha yang nakal menggunakan pewarna bukan makanan
(non food grade) untuk memberikan warna pada makanan. Demi mengeruk

keuntungan, mereka menggunakan pewarna tekstil untuk makanan. Ada yang
menggunakan Rhodamin B —pewarna tekstil — untuk mewarnai terasi, kerupuk
dan minuman sirup.
Adapun jenis zat Pewarna menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat
pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna
makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau
untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih
menarik. Menurut PERMENKES RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna
adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau member warna
pada makanan.


Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama yaitu
pewarna alami dan pewarna buatan.
Pewarna alami
Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan tumbuhtumbuhan seperti : caramel, coklat, daun suji, daun pandan, dan kunyit.
Jenis-jenis pewarna alami tersebut antara lain :
Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun,
sehingga sering disebut zat warna hijau daun.
Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging.
Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah
orange, yang terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara
lain, tomat, cabe merah, wortel.
Anthosiamin dan anthoxanthim. Warna pigmen anthosianin merah, biru violet
biasanya terdapat pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.

Pewarna Buatan
Di Negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui perlakuan pemberian
asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau
logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik
sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang

kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau
terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (Cahyadi, 2006).
Namun sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk
sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk
mewarnai bahan pangan. Bahan tambahan pangan yang ditemukan adalah
pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin,
Methanyl Yellow, dan Rhodamin B. Jenis-jenis makanan jajanan yang ditemukan
mengandung bahan-bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue
basah, pisang goring, tahu, kerupuk, es cendol, mie dan manisan (Yuliarti,2007).

Timbulnya penyalahgunaan bahan tersebut disebabkan karena ketidaktahuan
masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga disebabkan karena
harga zat pewarna untuk industri lebih murah dibanding dengan harga zat
pewarna untuk pangan (Seto,2001).
Oleh karena itu perlu dilakukan analisis warna pada makanan yang menurut
kami mencurigakan, dengan menggunakan meode kualitatif sederhana
menggunakan benang wol sebagai medianya. Analisis ini dilakukan bertujuan
untuk mengetahui apakah makanan tersebut positif mengandung pewarna
sintetis atau tidak, dan dilakukan juga agar mahasiswa dapat mengetahui cara
analisis warna pada makanan sekitarnya.

Rhodamin B
Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada
industri tekstil dan kertas. Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang
penggunaannya pada makanan melalui Menteri Kesehatan (Permenkes)
No.239/Menkes/Per/V/85. Namun penggunaan Rhodamine dalam makanan masih
terdapat di lapangan. Contohnya, BPOM di Makassar berhasil menemukan zat
Rhodamine-B pada kerupuk, sambak botol, dan sirup melalui pemeriksaan pada
sejumlah sampel makanan dan minuman. Rhodamin B ini juga adalah bahan
kimia yang digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas.
Pada awalnya zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang
berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat
berfluorensi dalam sinar matahari.
Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul
sebesar 479.000. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini
berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu-kemerah – merahan, sangat larut dalam
air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat.
Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain
dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai pereaksi untuk
identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu 165oC.
Dalam analisis dengan metode destruksi dan metode spektrofometri, didapat

informasi bahwa sifat racun yang terdapat dalam Rhodamine B tidak hanya saja
disebabkan oleh senyawa organiknya saja tetapi juga oleh senyawa anorganik
yang terdapat dalam Rhodamin B itu sendiri, bahkan jika Rhodamin B
terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain seperti timbaledan arsen
(Subandi,1999). Dengan terkontaminasinya Rhodamin B dengan kedua unsur
tersebut, menjadikan pewarna ini berbahaya jika digunakan dalam makanan.
Di dalam Rhodamin B sendiri terdapat ikatan dengan klorin ( Cl ) yang dimana
senyawa klorin ini merupakan senyawa anorganik yang reaktif dan juga
berbahaya. Rekasi untuk mengikat ion klorin disebut sebagai sintesis zat warna.
Disini dapat digunakan Reaksi Frield- Crafts untuk mensintesis zat warna seperti
triarilmetana dan xentana. Rekasi antara ftalat anhidrida dengan resorsinol
dengan keberadaan seng klorida menghasilkan fluoresein. Apabila resorsinol
diganti dengan N-N-dietilaminofenol, reaksi ini akan menghasilkan rhodamin B.
Selain terdapat ikatan Rhodamin B dengan Klorin terdapat juga ikatan konjugasi.
Ikatan konjugasi dari Rhodamin B inilah yang menyebabkan Rhodamin B
bewarna merah. Ditemukannya bahaya yang sama antara Rhodamin B dan

Klorin membuat adanya kesimpulan bahwa atom Klorin yang ada pada Rhodamin
B yang menyebabkan terjadinya efek toksik bila masuk ke dalam tubuh manusia.
Atom Cl yang ada sendiri adalah termasuk dalam halogen, dan sifat halogen

yang berada dalam senyawa organik akan menyebabkan toksik dan karsinogen.
Spektrofotometri Visible
Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang
dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia.
Cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang
gelombang 400-800 nm dan memiliki energi sebesar 299–149 kJ/mol.
Elektron pada keadaan normal atau berada pada kulit atom dengan energi
terendah disebut keadaan dasar (ground-state). Energi yang dimiliki sinar
tampak mampu membuat elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit
atom yang memiliki energi lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi.
Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap
oleh mata manusia. Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam
kehidupan sehari-hari disebut warna komplementer. Misalnya suatu zat akan
berwarna orange bila menyerap warna biru dari spektrum sinar tampak dan
suatu zat akan berwarna hitam bila menyerap semua warna yang terdapat pada
spektrum sinar tampak.

Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran yang didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran yang ada di dalam

sampel di antara dua fase, yakni fase diam (padat atau cair) dan fase gerak. Ada
banyak macam-macam kromatografi tapi disini saya akan menjelaskan empat
macam kromatografi saja, yaitu kromatografi gas, kromatografi cair Kinerja
Tinggi, kromatografi kertas, dan kromatografi lapis tipis. Dalam kromatografi
partisi cairan, fase cair yang bergerak mengalir melewati fase cair yang
diserapkan pada suatu pendukung, dalam kromatografi kertas pendukung itu
adalah kertas atau kertas terolah. Kromatografi yang menggunakan kertas
selulosa murni yang mempunyai afinitas besar terhadap air atau pelarut polar
lainnya.
Prinsip kromatografi kertas adalah pelarut bergerak lambat pada kertas,
komponen-komponen bergerak pada laju yang berbeda dan campuran
dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna. Sepotong kertas saring
Whatmann no.1 ukuran 25-30 cm panjangnya dan 1,5 cm lebarnya, ditanda garis
tipis dengan pensil sekitar 5 cm dari garis ujung. Campuran itu yang
mengandung glisina, alanine, valina,dan leusina. Sampel diteteskan pada garis
dasar kromatografi kertas. Kertas digantungkan pada wadah yang berisi pelarut
dan terjenuhkan oleh uap pelarut. Penjenuhan udara dengan uap, menghentikan
penguapan pelarut sama halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas.

(www.artinhartono.blogspot.com)


Untuk tujuan identifikasi, noda-noda dikarakteristikkan berdasarkan nilai Rf-nya.
Nilai Rf adalah rasio jarak yang dipindahkan oleh garis depan pelarut
selamawaktu yang sama. Nilai Rf yang identik untuk suatu senyawa yang
diketahui dan yang tidak diketahui dengan menggunakan beberapa sistem
pelarut yang berbeda memberikan bukti yang kuat bahwa nilai untuk kedua
senyawa tersebut adalah identik, terutama jika senyawa tersebut dijalankan
secara berdampingan di sepanjang pita kertas yang sama. Rumusnya adalah:
Rf=(jarak yang ditempuh noda)/(jarak yang ditempuh pelarut)

ALAT DAN BAHAN
Alat

Bahan

Gelas Kimia
Hot Plate
Plat tetes
Pipet Tetes
Chamber
Kertas Saring
Batang Pengaduk
Pipa Kapiler
Plat Tetes
Hot Plate
Gelas Kimia
Corong
Benang Wol Benang wool
HCl encer 0.5 N
HCl Pekat
NaOH 10%
H2SO4 pekat
NH4OH 12%
Sampel (Saos, Sozis, Ale-ale, Tomat)
Aquadest
N-Butanol
Eter

LANGKAH KERJA
Analisa kualitatif

Spektrofotometer UV-VIS
Pembuatan larutan rhodamin b

Preparasi sampel

Kromatografi lapis tipis (sita)

PENGAMATAN DAN PERITUNGAN
Analisa kualitatif
No

Gambar

Data Pengamatan

1
Perubahan warna yang terlihat setelah di tetesi berbagai macam pelarut
2

Perubahan warna yang terlihat setelah di tetesi berbagai macam pelarut

Beberapa jenis bahan pewarna sintesis yang dapat diidentifikasi dari perubahan
warna benang wool oleh perlakuan berbagai pereaksi
Pewarna

HCl Pekat

Rhodamin B Orange

H2SO4 pekat
Kuning

NaOH 10%

Lebih Biru

Lebih Kebiruan

Amaranth
Berubah

Lebih Gelap Ungu kecoklatan

Erytrosine
Berubah

Orange-kuning

Tartazine

Lebih gelap Lebih gelap Sedikit berubah

Coklat Keruh Kemerahan Sedikit

Orange-kuning

Fast Green FCF

Orange

Aniline Yellow
Berubah

Violet-merah Orange Kuning

Orange G

Sedikit berubah

Hijau cokelatBiru

Orange

NH4OH 12%

Tidak berubah

Tidak

Biru

Tidak Berubah
Sedikit berubah

Tidak

Coklt Kusam-Merah Lebih kebiruan

Acid Violet G Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan gelap Kuning
berubah
Azoflavine

Merah Violet Merah violet Coklat Kusam

Acid Yellow

Merah Orange

Sedikit Berubah

Sedikit

Sedikit berubah

Almost Decoloration

Methyl VioletKekuningan Kekuningan Decolorized Orange
Turmeric

Merah Coklat kemerahan Orange

Hasil Pengamatan
Sampel
HCl Pekat
H2SO4 pekat
Kandungan Zat warna

NaOH 10%

Saos Lebih Gelap Lebih Gelap Sedikit berubah
Soziz Violet-merah Orange Kuning
Aniline Yellow
Ale-ale


Tidak Berubah

Tomat Tidak Berubah


Tidak Berubah

Berat Rhodamim B = 0,1 gr

X . 1000

= 100 . 100

X = 10 mL
2,5 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
X . 100

= 100 . 2.5

X = 2.5 mL 5 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
X . 100

= 100 . 5

X = 5 mL
7.5 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
X . 100

= 100 . 2,5

Sedikit Berubah

Coklat Kemerahan Tidak Berubah

1000 ppm

V1 . N1 = V2 . N2

Sedikit berubah

Tartazin

Tidak Berubah

Pembuatan Larutan Standar

100 ppm

Sedikit berubah

Lebih Gelap Tidak Berubah

Spektrofotometer Visible

V pelarut = 100 mL

NH4OH 12%

X = 2.5 mL 10 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
X . 100

= 100 . 10

X = 10 mL
12.5 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
X . 100

= 100 . 12.5

X = 12.5 mL

Pengukuran dilakukan pada λmax 540nm
Konsentrasi standar (ppm)
0

0

2,5

0.256

5

0.488

7,5

0.708

10

0.872

12,5

0.996

Absorbansi

Sampel sosis0,083
Sampel saus sambal

0,092

Konsentrasi rhodamin B pada sampel sosis
y = 0.0805x + 0.0499
0,083 = 0.0805x + 0.0499
X

= (0,083- 0.0499 )/0.0805

X

= 0.4112 ppm

Konsentrasi rhodamin B pada sampel saus sambal
y = 0.0805x + 0.0499
0,092 = 0.0805x + 0.0499
X

= (0,092- 0.0499 )/0.0805

X

= 0.5229 ppm

Kromatografi Lapis Tipis
GAMBAR

KETERANGAN

Benang Wol yang digunakan untuk uji pewarna sintetis

Benang Co di rendam oleh eter untuk menghilankan zat warna yang terkandung
dalam benang wol tersebut

Sampel yang di gunakan untuk pengujian pewarna sintetis rhodamin B.

(pada awalnya sampel terdapat 4 macam yaitu Saos, sosis, miuman ale-ale dan
kerupuk akan tetapi karena larutan standar untuk pembandingnya tidak tersedia
maka hanya dilakukan uji terhadap 2 sampel yaitu sosis dan saos)

Sampel sosis di haluskan terlebih dahulu

Proses penimbangan sampel. Sampel sosis di timbang sebanyak 20 gram dan
Saos di timbang sebanyak 15 gram

Peparasi Sampel padat dan semi padat yang telah ditambahkan oleh etanol, air
dan amoniak dalam suasana asam didiamkan selama 30 menit

Proses penyaringan sampel

Filtrat hasil penyaringan

Memasukkan benang wol yang telah di rendam eter dan telah di keringkan ke
dalam larutan sampel kemudian di panaskan selama 30 menit. Dari proses ini
akan terjadi proses penyerapan warna oleh benang wol.

benang wol yang sudah di rendam oleh larutan sampel di ambil dan di pindahkan
ke erlenmeyer baru kemudian di tambahkan amoniak encer.

Benang wol yang di rendam oleh amonia encer yang dibantu dengan pemanasan
akan terjadi pelunturan warna dari benang wol, kemudian benang wol di ambil
dan larutan di pekatkan dengan cara pemanasan.

Larutan standar rhodamin B 100 ppm

Larutan standar dan larutan sampel yang sudah dipekatkan

Penjenuhan Chambers kromatografi kertas selama 1 hari oleh eluen n butanol :
asam asetat glasial : air (4 : 5 : 1)

Pembuatan kertas penyerap yang disesuaikan ukuranya dengan Chambers dan
di tentukan
batas bawah dan batas atasnya

Proses perambatan eluen terhadap asa diam

Hasil dari perambatan oleh eluen di keringkan terlebih dahulu, setelah itu di
lakukan pengecekkan rambatan warna di bawah sinar UV

Pengecekan warna di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan
366 nm kemudian di bandingkan Rf standar dan Rf dari sampel

PEMBAHASAN
Analisa kualitatif
Pewarna kimia didefinisikan sebagai bahan kimia aktif karena itu memerlukan
perhatian yang lebih besar daripada aditif lunak (bland) seperti emulsifier.
Pewarna pangan alami adalah diekstraksi dan diisolasi dari tanaman dan hewan
yang berbeda yang tidak memberikan efek yang membahayakan sehingga dapat
digunakan dalam beberapa pangan dalam jumlah tertentu. Pewarna ini memiliki
kestabilan yang rendah, kurang cerah dan tidak merata, namun sangat murah.
Namun, pewarna sintetik dan produk metabolitnya jika dikonsumsi dalam jumlah
besar memungkinkan toksik dan menyebabkan kanker, deformasi dan lain-lain
(Vries 1996).
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan, karena
meskipun makanan tersebut lezat, tetapi penampilannya tidak menarik waktu
disajikan, akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi
hilang (Moehyi,1992).
Hal ini didukung oleh Sanjur (1982) bahwa penampakan dari makanan dan
minuman merupakan hal yang paling banyak mempengaruhi preferensi dan
kesukaan konsumen. Winarno (2004) menyatakan bahwa penentuan mutu bahan

makanan pada umumnya tergantung pada beberapa faktor diantaranya cita
rasa, warna, tekstur dan nilai gizi. Tetapi
Sebelum faktor-faktor itu dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil
lebih dahulu dan terkadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai
bergizi, enak dan teksturnya yang sangat baik tidak akan dimakan jika tidak
sedap dipandang. Studi pada manusia menunjukkan bahwa pewarna pangan
dapat menginduksi reaksi-reaksi alergi secara lebih luas hanya dalam individuindividu sensitive (Babu and Shenolikar, 1995).
Pada praktikum ini melakukan identifikasi Zat Pewarna pada makanan yang
dilakukan di laboratorium meliputi beberapa tahap. Yaitu tahap pertama
melakukan persiapan bahan dan sampel yang akan dianalisis warnanya.
Kemudian dilakukan pengasaman terlebih dahulu terhadap sampel yang akan
diujikan dengan cara mengukur pHnya Antara 4-5, untuk sampel yang bersifat
basa/belum mencapai pH ditambahkan HCL 0.05 N. Sampel yang digunakan
terdiri dari ale-ale, soziz, saos dan tomat . Identifikasi terhadap kandungan
pewarna sintetis yang terdapat dalam sampel, dilakukan dengan menggunakan
benang wol. Sebelum melakukan analisis, benang wol dipanaskan terlebih
dahulu selama 30 menit pada suhu 100oC dengan tujuan untuk menghilangkan
zat warna lain pada benang wol yang memungkinkan akan mengganggu pada
saat analisa zat warna. Setelah itu benang wol dikeringkan dan kemudian
dimasukkan kedalam sampel yang sudah dilakukan pengasaman dan dipanaskan
selama 30 menit.
Analisis warna dari sampel yang diujikan dilakukan dengan membandingkan hasil
pengamatan setelah ditambahkan pelarut uji (HCl pekat, H2SO4 pekat, NH4OH
12% dan NaOH 10%), dengan tabel warna, jika hasil dari analisis menunjukkan
hasil yang sesuai dengan yang tertera pada table, maka makanan tersebut
positif mengandung zat pewarna sintesis sesuai dengan yang diketahuinya zat
apa. Sedangkan hasil pengujian yang tidak sesuai dengan tabel berarti hasilnya
negatif, yaitu belum bisa dinyatakan bahwa makanan tersebut mengandung zat
pewarna sintetis.
Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa tidak semua sampel yang dianalisis
mengandung pewarna sintesis. Sampel yang mengandung pewarna sintesis
adalah soziz yaitu mengandung pewarna aniline yellow dan saos mengandung
pewarna sistesis tartazin. Sedangkan untuk sampel tomat dan ale-ale tidak
mengandung pewarna sintesis, hal tersebut dapat dilihat dari perubahanperubahan yang terjadi pada benang wol yang telah direndam dalam sampel dan
ditetesi oleh pereaksi-pereaksi yang telah disediakan.
Spektrofotometri
Penentuan zat pewarna sintesis dalam suatu bahan pangan secara kuantitatif
dilakukan dengan metode Spektrofotometri visible, dimana pengukuran
dilakukan pada panjang gelombang 540 nm. Digunakan panjang gelomban 540
nm karena pada panjang gelombang tersebut sinar yang dipancarkan oleh
sumber sinar dapat diserap maksimal oleh larutan yang akan diukur.
Sampel yang digunakan pada percobaan yaitu sampel sosis dan saus sambal,
dilakukan preparasi sampel terlebih dahulu

Untuk dapat menentukan kadar zat pewarna dalam sampel tersebut, maka perlu
dibuat kurva kalibrasi terlebih dahulu. Kurva kalibrasi ini didapatkan dari
pengukuran terhadap deret larutan standar dengan berbagai macam
konsentrasi. Larutan standar yang digunakan untuk membuat kurva kalibrasi
adalah larutan Rhodamine-B. Setelah membuat kurva kalibrasi, pengukuran
dilanjutkan pada sampel. Untuk mengukur konsentrasi pada sampel dilakukan
dengan mengukur absorbansi sampel, kemudian dimasukkan kedalam kurva
kalibrasi, dengan menarik garis dari titik absorbansi sampel berada, hingga
menyinggung garis kurva kalibrasi, sehingga dapat diketahui konsentrasinya.
Pada saat penentuan kadar zat warna dalam sampel dengan menggunakan
spektrofotometer visibel, dilakukan pembuatan blanko. Blanko adalah pereaksi
tanpa sampel atau pun standar, blanko hanya berisi preaksi yang ditambahkan
selama analisis berlangsung. Fungsi blanko adalah untuk mengkoreksi cahaya
yang diserap sebagian oleh pereaksi, sehingga pada proses pengukuran
absorban yang terukur merupakan absorban dari zat yang akan dianalisis saja.
Dari percobaan penentuan kadar zat pewarna sintesis dengan metode
spektrofotometri tersebut didapatkan konsentrasi zat warna dalam sosis sebesar
0.4112 ppm dan dalam saus sambal sebesar 0,5229 ppm.

Kromatografi lapis tipis
Sebelum dilakukan kromatografi kertas, zat warna yang ada dalam sampel
diekstraksi terlebih dahulu menggunakan metode serapan benang wol.
Prinsipnya adalah penarikan zat warna dari sampel ke dalam benang wol bebas
lemak dalam suasana asam dengan pemanasan dilanjutkan dengan pelunturan
atau pelarutan warna oleh suatu basa.
Benang wol tersusun atas ikatan peptida yang didalamnya terdapat ikatan
sistina, asam glutarnat, lisin, asam aspartic dan arginin. Rhodamin B dapat
melewati lapisan kutikula melalui perombakan sestina menjadi sistein dengan
suatu asam. Sistein terbentuk melalui pecahnya ikatan S-S dari sistina karena
adanya asam asetat. Setelah ikatan tersebut terbuka, maka rhodamin B dapat
masuk kedalam benang wol dan berikatan dengan COO¯ dari asam aspartik juga
berikatan dengan NH3+ dari Arginin dengan reaksi sebagai berikut :
+

Mekanisme Pengikatan Rhodamin B dalam Benang Wol
(Soeprijono, dkk., 1974, cit: Kurnia, 2005)
Selanjutnya prinsip dari kromatografi kertas adalah pelarut bergerak lambat,
komponen-komponen bergerak pada laju yang berbeda dan campuran
dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna. Sebanyak 2 sampel
berbeda (sosis dan saus) yang ditotolkan pada kertas, dan dilihat nilai Rf sampel
mendekati Rf standar Rhodamin B atau tidak.
Eluen (n-butanol : asam asetat glasial : air = 4:5:1) dijenuhkan terlebih dahulu.
Air berfungsi sebagai pelarut yang bersifat polar. Karena sifatnya yang polar, air

tidak dapat melarutkan lipid yang bersifat nonpolar. Sampel dipreparasi dengan
menambahkan NH4OH yang berfungsi mempercepat pembagian solut dalam hal
ini sampel kedalam dua pelarut yg tidak saling bercampur sehingga didapat fase
organiknya. Eter digunakan untuk melarutkan zat-zat selain lemak yang
terkandung dalam zat yang akan diselidiki pada praktikum. Zat selain lemak
tersebut akan menguap secara cepat bersama eter. Zat-zat tersebut perlu
dihilangkan agar tidak mengganggu jalannya reaksi. Bejana ditutup rapat dan
dijenuhkan dengan cara melapisi dinding bagian dalam bejana dengan kertas
saring yang dibasahi dengan sistem pelarut yang ditetapkan, untuk bejana yang
berukuran besar, perlu dilakukan penjenuhan selama satu malam.
Eluen ditempatkan pada dasar bejana dan kertas digantung sehingga bagian
ujung kertas yang telah ditotolkan akan meyerap eluen. Bejana kemudian
ditutup lagi. Jika batas perambatan pelarut telah mencapai ketinggian yang
dikehendaki, bejana dibuka, kertas dikeluarkan dan kemudian dikeringkan.
Namun, tidak terjadi perambatan warna pada kertas, ini bisa disebabkan karena
larutan uji yang ditotolkan tersebut kurang pekat, sehingga warna pada kertas
tidak nampak meski dilihat dengan sinar UV. Jadi nilai Rf pun tidak dapat
diketahui karena tidak adanya rambatan warna yang terbentuk pada kertas.

KESIMPULAN
Kesimpulan
Sampel saos mengandung pewarna sisntesis tartazin
Sampel soziz mengandung pewarna sintesis aniline yellow
Sampel tomat dan ale-ale tidak mengandung pewarna sintesis

ANALISIS KUALITATIF
BAHAN PEWARNA

ANALISIS KUALITATIF BAHAN PEWARNA
Asri Oktaviani Rahayu (1305365 )1, Nida Fadhilah
(1300963)2
1,2)

Prodi/ Jurusan Pendidikan Teknologi Agroindustri,

Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas
Pendidikan Indonesia
ABSTRACK
Dye is a food additive that can improve food color to make it look
more attractive Based on the source of dye is divided into two
main groups of natural dyes and artificial coloring. Qualitatively
analyze is one way to find out the dye contained in foodstuffs.
Tool to analyze it is wool, petri dish, measuring cups, a pH meter.
The materials used are HCl, H2SO4, NaOH 10%, NH4OH 12%
.Sample used different foodstuffs such as drinks, candy, and
snacks. From the analysis, 14 of the test sample, 11 positive
examples contain synthetic food dyes. Dyes are contained among
types: tartazine, blue diamond, karmoisin and amaranth
Keywords: Dye, Synthetic
ABSTRAK
zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memperbaiki warna makanan agar kelihatan lebih menarik.

Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan
utama yaitu pewarna alami dan pewarna buatan. Menganalisa
secara kualitatif adalah salah satu cara untuk mengetahui
pewarna yang terkandung dalam bahan pangan. Alat untuk
menganalisanya adalah benang wol,cawan petri, gelas ukur,pH
meter. Bahan yang digunakan adalah HCl, H2SO4, NaOH
10%,NH4OH 12%.Sampel yang digunakan bahan pangan yang
berbeda seperti minuman, permen,dan makanan ringan. Dari
hasil analisa, 14 contoh yang di uji, 11 contoh yang positif
mengandung pewarna makanan sintetis. Pewarna yang
terkandung diantara adalahjenis : tartazine,biru berlian, karmoisin
dan amaranth.
Kata Kunci: Pewarna, sintetis

PENDAHULUAN
ANALISIS KUALITATIF
Uji kualitatif adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui jenis zat pewarna sintetis yang terdapat dalam
sampel.
ZAT PEWARNA
Definisi Zat Pewarna
Menurut Winarno (1997), yang dimaksud dengan zat pewarna
adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki
warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses
pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak

berwarna agar kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES RI
No. 722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan
tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi
warna pada makanan.
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat
bergantung pada beberapa faktor di antaranya cita rasa,
warna,tekstur, dan nilai gizinya; di samping itu ada faktor lain,
misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain,
dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu
dan kadang-kadang sangat menentukan.
Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat
baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap
dipandang atau memberi kesan yang telah menyimpang dari
warna yang seharusnya.Penerimaan warna suatu bahan berbedabeda tergantung dari faktor alam, geografis, dan aspek osial
masyarakat penerima.
Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga
dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan.
Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pngolahan dapat
ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata.
Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan alat
kolorimeter, spektrofotometer, atau alat-alat lain yang dirancang
khusus untuk mengukur warna. Tetapi alat-alat tersebut biasanya
terbatas untuk penggunaan untuk bahan cair yang tembus
cahaya seperti sari buah, bir atau warna hasil ekstraksi. Unutuk
bahan bukan cairan atau padatan, warna bahan dapat diuur

dengan membandingkannya terhadap suatu warna standar yang
dinyatakan dalam angka-angka.
Cara pengukuran warna yang lebih teliti dilakukan dengan
mengukur komponen warna dalam besaran value, hue,
dan chroma. Nilai value menujukan gelap terangnya warna,
nilai hue mewakili panjang gelombang yang dominan yang akan
menentukan apakah warna tersebut merah, hijau, atau kuning,
sedangkan chromamenunjukan intensitas warna. Ketiga
komponen ini diukur dengan menggunakan alat kusus yang
mengukur nilai kromatisistas permukaan suatu bahan. Angkaangka yang diperoleh berbeda untuk setiap warn, kemudian
angka-angka tersebut diplotkan ke dalam diagram kromatisitas.
Ada lima sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makan
berwarna yaitu :
1.

Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan
hewan misalnya klorofil berwarna hijau, karoten berwarna
jingga, dan mioglobin menyebabkan warna merah pada
daging.

2.

Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan
membentuk warna colat, misalnya warna coklat pada kembang
gula aramel atau roti yang dibakar.

3.

Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard,
yaitu antara gugus amino protein dengan gugus karbonil gula
pereduksi; misalnya susu bubuk yang disimpan lama akan
bewarna gelap.

4.

Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan
menghasilkan warna hitam, atau coklat gelap. Reaksi oksidasi

ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim; misalnya warna
gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong.
5.

Penambahan zat warna, baik zat warna alami maupun zat
warna sintetik, yang termasuk dalam golongan bahan aditif
makanan.

Pembagian Zat Pewarna
Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan
utama yaitu pewarna alami dan pewarna buatan.
Secara sistematimatis, bahan pewarna makanan dapat
digolongkan dalam tiga kelompok : bahan kondensat batubara
(coal-tar), bahan tumbuhan dan bahan mineral.
1.

Bahan Kondensat Batubara

Bahan pewarna yang didapat dari hasil kondensasi proses
destilasi batubara. Hasil kondensasi batubara ini pada umumnya
terdiri dari hidrokarbon., fenol, bahan dasar lain (pridin) dan
karbon bebas. Bahan pewarna yang diperoleh dari bahan
batubara ini dapat yang termasuk di dalam air (bersifat asam
atau basa) atau dapat larut dalam minyak. Contoh warna
kondensat batubara yang larut dalam air.
Merah : Ponceu 4R
Carmoisine
Fast Red E
Amaranth
Erythrosine BS

Kuning : Sunset Yellow FCF
Tartazine
Biru

: Indigo Carmine

Bahan Pewarna Tumbuhan
Bahan pewarna yang didapat dari akar, buah atau batang
tanaman, termasuk msalnya annato (warna kuning coklat yang
diambil dari biji tanaman Bixa orrelana), caramel (coklat), khlorofil
(hijau), cochineal, saffron, turmeric dan masih banyak lagi yang
lain.
Analisa Umum Bahan Pewarna
Penentuan adanya pewarna kondensat batubara yan ada dalam
bahan makanan biasanya teridi dari perlakuan bahan contoh,
ekstrasi bahan pewarna dengan pencelupan bahan wol putih,
pemisahan bahan pewarna dari wol dan kemudian pemisahan
bahan pewarna (apabila merupakan campuran) dengan
kromatografi kertas, dan kemudian menentukan jenis bahan
pewarnanyadengan penentuan dan atau dengan pembandingan
dengan bahan warna standar yang diketahui. Apabila diperlukan,
untuk lebih memastikan bahwa pewarna tersebut dapai dilakukan
penentuan absorpsi maksimum dengan spektrofotometer.
Pewarna coal-tar yang larut dalam air
Larutkan bahan dalam air dan kemudian asamkan dengan asam
asetat atau HCL untuk bahan pewarna yang bersifat asam.
Kemudian celupkan potongan benag wol putih (ukuran 5 cm)
yang telah dicuci bersih (4-5 potong) dan didihkan sampai
pewarna terserap oleh benag wol. Ambil benang wolnya dan cuci

dengan air dan kemudian ambil pewarna yang terserap wol
dengan menggodognya dalam air yang ditambah dengan amonia
encer. Ambil wol dan pisahkan dari cairan penggodognya. Air
penggodog yang tersisa asamkan kembali dan masukan benang
wol baru dan bersih kedalamnya dan didihkan selama 10 menit.
Warna yang menempel pada benang wol kedua ini menunjukan
adanya pewarna kondensat betubara.Untuk keperluan
kromatografi, ekstraksi pewarnanyadngan larutan alkakis
(amonia) dan cairan yang diperoleh dianalisa dengan cara
kromatografi kertas.
Untuk pewarna yang bersifat basa, prosedur penyerapannya
dibalik artinya bahan wol dicelup dalam larutan basa (amonia)
dan dilepas kembali dengan larutan asam.
Pewarna coal-tar yang larut dalam minyak
Bahan makanan (yang berminyak) dicuci dengan larutan alkohol
(90%) agar pewarnanya larut. Alkohol yang telah mengandung
pewarna perlu dicuci dengan bensin untuk menghilangkan sisa
lemak yang terikat dalam ekstraksi. Bahan pewarna yang terlarut
dalam alkohol apabila ditambahankan dengan larutan HCl akan
bertambah cerah warnanya
( lebih merah atau lebih biru) apabila mengandung pewarna
batubara. Kepastian warna ini akan dipertegas apabila ke dalam
larutan alkohol ini ditambah dengan larutan stannous-chloride
(SnCl2 ) 40 % akan memjadi pucat atau hilang warnanya.
1.

Pewarna Tumbuhan

Tidak ada prosedur umum untuk menentukan ada tidaknya
pewarna yang berasala dari bahan tumbuhan, oleh sebab itu
perlu dilakukan prosedur penentuan spesifik dan sendiri-sendiri.
Contoh prosedur penentuan pewarna tumbuhan :
1.

Cochineal (asam karminat,C22H20O13 )

Larutkan bahan contoh dalam amil-alkohol dan kemudian
tambahkan amonia encer dalam larutan. Warna ungu menunjukan
adanya cochineal.
2.

Turmeric (kuning kuyit, curcumin, C21H20O6

Ekstrak dengan alkohol dan larutan yang didapat beri potongan
kertas saring dan uapkan sampai kering di atas penangas air
basahi kertas saring kering tersebut dengan larutan asam borat
yang telah ditambah dengan beberapa tetes larutan HCl.
Keringkan kertas saring tersebut sekali lagi. apabila ada warna
turmetic, maka kertas akan berwarna merah cerah dan akan
berubah menjadi biru hijau apabila ditetesi larutan NaOH atau
NH4OH.
3.

Annato (bixin, C25H30O4)

Cuci bahan yang mengandung annato (biasanya keju) dengan
larutan NaOH 2% hangat. Teteskan bahan larutan yang telah
mengandung pewarna saring basah. Apabila ada pewarna annato
kertas saring akan berwarna kuning coklat, yang akan tetap tidak
luntur meskipun dicuci dengan air perlahan-lahan. Keringkan
kertas saring tersebut dan tambahakan beberapa tetes stannouschloride 40% dan keringkan lagi. Apabila warna berubah menjadi
ungu, pasti ada pewarna dalam bahan.

4.

Khlorofil

Cuci bahan dengan ether atau petroleum ether dan ke dalam
hasil cucian ditambahakan sedikit larutan KOH 10% (dalam
metanol). Apabila warna berubah menjadi coklat dan kembali
kehijau, menguatkan adanya warna khlorofil ini.

Pewarna alami
Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan
dan tumbuh-tumbuhan seperti : karamel, coklat, daun suji, daun
pandan dan kunyit.
Jenis-jenis pewarna alami tersebut antara lain :


Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat
pada daun, sehingga sering disebut zat warna hijau daun.



Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada
daging.



Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning,
orange, merah orange, yang terlarut dalam lipid, berasal dari
hewan maupun tanaman antara lain, lumut, tomat, cabe
merah, wortel. Anthosianin dan anthoxanthin. Warna pigmen
anthosianin merah, biru violet biasanya terdapat pada bunga,
buah-buahan dan sayur-sayuran.

Tabel 2.1 Daftar Zat Pewarna Alami
Kelompok

Warna

Sumber

Karamel

Coklat

Gula yang dipanasakan

Anthosianin

Jingga, merah,
biru

Tanaman

Flavonoid

Tanpa kuning

Tanaman

Leucoantho samin

Tidak berwarna

Tanaman

Tannin

Tidak berwarna

Tanaman

Batalanin

Kuning, merah

Tanaman

Quinon

Kuning, hitam

Tanaman

Xanthon

Kuning

Tanaman

Karotenoid

Tanpa kuning
merah

Tanaman/hewan

Klorofil

Hijau, coklat

Tanaman

Heme

Merah, coklat

Hewan

Sumber: Tranggono dkk,1986 (Dalam Cahyadi 2006).
Pewarna buatan
Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai
prosedur pengujian sebelum digunakan sebagai pewarna
makanan. Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui
perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang
seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang
bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum
mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang
kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hal
akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya.
(Cahyadi, 2006).

Namun sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakain pewarna
untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil
dan kulit untuk mewarnai bahan pangan. Bahan tambahan
pangan yang ditemukan adalah pewarna yang berbahaya
terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin, Methanyl Yellow
dan Rhodamin B. Jenis-jenis makanan jajanan yang ditemukan
mengandung bahan-bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus,
bakpau, kue basah, pisang goreng, tahu, kerupuk, es cendol, mie
dan manisan (Yuliarti, 2007).
Timbulnya penyalahgunaan bahan tersebut disebabkan karena
ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan,
dan juga disebabkan karena harga zat pewarna untuk industri
jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk
pangan (Seto, 2001).
Tabel 2.2 Jenis minuman jajanan yang mengandung bahan
tambahan terlarang atau melebihi batas.
Jenis pewarna yang di
larang/dibatasai

Jenis minuman

Amaran

Sirup, minuman ringan/limun, saus,
es campur

Auramin

Sirup, minuman ringan/limun, saus

Rhodamin b

Sirup, minuman ringan/limun, saus,
es campur, es mambo, es cendol,
bakpaw, es kelapa

Methanyl yello

Sirup, minuman ringan/limun,
pisang goreng, manisan mangga,
kedongdong

Pewarna lain yang di batasi (ponceau,
sunset yellow, tartrazin)

Sirup, minuman ringan/limun, es
campur

Sumber: Fardiaz (1997) dalam Seto (2001).
Tabel 2.3 Daftar Pewarna Sintesis Yang Di Izinkan Di
Indonesia
Pewarna

Nomor
Indeks
Warna
(C.I.No.)

Batas Maksimum
Penggunaan

Amaran

Amaranth: Cl
Food Red 9

16185

Secukupnya

Biru Berlian

Briliant Blue
FCF: Cl Food
Red 2

42090

Secukupnya

Eritrosin

Erithrosin: Cl
Food Red 14
Fast

45430

Secukupnya

Hijau FCF

Green FCF: Cl.
Food Green 3

42053

Secukupnya

Hijau S

Green S: Cl.
Food Green 4

44090

Secukupnya

Indigotin

Indigotin: Cl
Food Blue I

73015

Secukupnya

Ponceau 4R

Pounceau 4R:
Cl Food Red 7

16255

Secukupnya

Kuning

Quineline
Yellow Cl. Food
Yellow 13

74005

Secukupnya

Tujuan Penambahan Zat Pewarna
Menurut Syah, dkk (2005), kemajuan teknologi pangan
memungkinkan zat pewarna dibuat secara sintetis. Dalam jumlah
yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberi warna yang stabil
pada produk pangan. Beberapa alasan utama menambahkan zat
pewarna pada makanan:


Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya,
udara, atau temperatur yang ekstirm akibat proses pegolahan
dan penyimpanan.



Memperbaiki variasi alami warna. Produk pangan yang salah
warna akan diasosiasikan dengan kualitas rendah. Jeruk yang
matang dipohon misalnya sering disemprotkan pewarna Citrus
Red No. 2 untuk memperbaiki warnanya yang hijau burik atau
orange kecoklatan.



Membuat identitas produk pangan. Identitas es krim
strawberry adalah merah. Permen rasa mint aka berwarna hijau
muda sementara rasa jeruk akan berwarna hijau yang sedikit
tua.



Menarik minat konsumen dengan pilihan warna yang
menyenangkan.



Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan
terpengaruh sinar matahari selama produk simpan.

Dampak Zat Pewarna Bagi Kesehatan
Pemakain zat pewarna sintetis dalam makanan dan minuman
mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen,
diantaranya dapat membuat suatu makanan lebih menarik,
meratakan warna makanan, mengembalikan warna bahan dasar
yang telah hilang selama pengolahan ternyata dapat pula

menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan
memberikan dampak yang negatif bagi kesehatan konsumen.
Menurut Cahyadi (2006), ada hal-hal yang mungkin memberikan
dampak negatif tersebut apabila :


Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil
namun berulang.



Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu yang
lama.



Kelompok masyarakat yang luas dengan daya tahan yang
berbeda-beda yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat
badan, mutu makanan sehari-hari dan keadaan fisik.



Beberapa masyarakat menggunakan bahan pewarna sintetis
secara berlebihan.



Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan
kimia yang tidak memenuhi persyaratan.

Sejumlah makanan yang kita konsumsi tidak mengandung zat
berbahaya menurut daftar zat warna yang dinyatakan sebagai
bahan berbahaya (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988). Namun demikian, penggunaan pewarna
tesebut hendaknya dibatasi karena meskipun relatif aman,
penggunaannya dalam jumlah yang besar tetap dapat
membahayakan kesehatan konsumen. Beberapa bahan pewarna
yang harus dibatasi penggunaannya diantaranya adalah amaran,
allura merah, citrus merah, caramel, erithrosin, indigotine, karbon
hitam,kurkumin.
Amaran dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan tumor,
reaksi alergi pada pernafasan dan dapat mengakibatkan

hiperaktif pada anak-anak. Allura merah dapat memicu kanker
limpa, sedangkan karamel dapat menimbulkan efek pada sistem
syaraf dan dapat menyebabkan gangguan kekebalan.
Penggunaan Tartrazine ataupun Sunset Yellow yang berlebihan
dapat meyebabkan reaksi alergi, khususnya bagi orang yang
sensitif pada asam asetilsiklik dan asam benzoat, selain akan
mengakibatkan asma dapat pula mengakibatkan hiperaktif pada
anak. Fast Green FCF yang berlebihan akan meyebabkan reaksi
alergi dan produksi tumor, sedangkan Sunset Yellow dalam jumlah
yang besar dapat menyebabkan radang selaput lendir pada
hidung, sakit pinggang, muntah-muntah, dan gangguan
pencernaan. Indigotine dalam dosis tertentu mengakibatkan
hiperaktif pada anak-anak.
Pemakaian eritrosin akan mengakibatkan reaksi alergi pada
pernafasan, hiperaktif pada anak-anak dan efek yang kurang baik
pada otak dan perilaku, sedangkan Ponceau SX dapat
mengakibatkan kerusakan sistem urin, kemudian dapat memicu
timbulnya tumor (Yuliarti, 2007). Begitu juga dengan zat pewarna
yang berbahaya seperti Rhodamin B, pemakaian zat warna ini
tidak diizinkan karena dapat menimbulkan bahaya bagi
konsumen. Bahan ini bila dikonsumsi bisa menyebabkan
gangguan pada fungsi hati, bahkan kanker hati (Cahyadi,2006).
Tabel 2.4 Daftar Zat Pewarna Yang Dilarang Di Indonesia
Bahan Pewarna

Nomor Indeks Warna
(C.I.No.)

Citrus Red No.2

12156

Pounceau 3R

16155

Pounceau SX

14700

Rhodamin B

45170

Uinca Green B

42085

Magenta

42510

Chrysoidine

11270

Butter Yellow

11020

Sudan I

12055

Methanil Yellow

13065

Auramine

41000

Oil Oranges SS

12100

Oil Oranges XO

12140

Oil Yellow AB

11380

Oil Yellow OB

11390

Sumber: Peraturan Menkes RI. Nomor 722/Menkes/Per/IX/88
METODOLOGI
1.

Tempat dan Waktu

Praktikum dilaksanakan pada hari Senin, 8 Desember 2014,untuk
menguji analisa kualitatif bahan pewarna pada sample dengan
melihat perubahan warna yang terjadi saat analisa. Praktikum ini
dilaksanakan di Laboratorium Prodi Pendidikan Teknologi
Agroindustri Gedung Baru FPTK UPI Lantai 4.

1.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu oven, loyang, cawan, spatula, panci,
kompor, air, aquades, benang wol, gelas ukur, kompor listrik,
pipet, NaOH 10%, HCl pekat, NH4OH 12%, dan H2SO4 pekat.
Bahan yang digunakan dalam analisis ini yaitu sample bahan
pangan yang memiliki warna yang pekat, berupa: sirup orange
squash giant, agaragar rasa jeruk, agar agar rasa stoberi, permen
pendekar, oki jelly drink rasa jeruk, saos indofood bangkok,
marimas stroberi, fanta, permen relaxa rasa cherry, koko jelly
drink rasa lemon, ale-ale rasa jeruk, jelly kiko, momogi coklat, dan
big cola strawberry.
1.

Skema Kerja

2.

Sebanyak 30 ml sampel ditambahkan HCl 0,05 N hingga pH
4. Bila sampel padat, tambahkan25 ml ke dalam sampel padat
dan homogenkan kemudian diambil 30 ml untuk
diasamkandengan HCl 0,05 N hingga pH 4.

3.

Sediakan benang wol (40 cm) yang akan digunakan untuk
mengekstrak pewarna. Untukmenghilangkan pewarna dari
benang tersebut, didihkan benang di dalam air selama 30
menitdan kemudian dikeringkan.

4.

Benang kering kemudian dimasukan ke dalam sampel yang
telah diasamkan dan didihkanselama 30 menit. Benang
kemudian dikeluarkan, dicuci, dan dikeringkan.

5.

Benang kemudian dibagi menjadi 4 bagian dan diletakan di
atas lempeng tetes. Masing–masing potongan benang ditetesi
dengan NaOH 10%, HCl pekat, NH4OH 12%, dan H2SO4

6.

Warna yang terbentuk kemudian diamati dan dibandingkan
dengan

Tabel Warna Rujukan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
sangat penting dan juga merupakan faktor yang sangat esensial
bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Tetapi betapapun
menariknya penampilan suatu makanan, lezat rasanya dan tinggi
nilai gizinya, apabila tidak aman dikonsumsi, maka makanan
tersebut tidak ada nilainya sama sekali.
Beberapa jenis makanan sering kali ditambahkan bahan kimia,
salah satu diantaranya adalah pewarna makanan. Zat pewarna
ditambahkan pada bahan makanan pada umumnya bertujuan
untuk memperoleh warna makanan yang lebih menarik dan
menjadi lebih bervariasi. Penambahan bahan pewarna pada
pangan dilakukan untuk beberapa tujuan antara lain memberi
kesan menarik, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan
warna, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan,
dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan (Winarno,
2004). Zat pewarna yang digunakan dalam produksi pangan
dapat berupa zat pewarna alami maupun sintetis/buatan. Zat
pewarna alami dapat diperoleh dari pigmen tanaman, misalnya
warna hijau yang didapat dari klorofil dedaunan hijau seperti daun
suji, menghasilkan warna hijau, warna oranye-merah yang berasal
dari karotenoid wortel dan cabe merah atau ekstrak paprika,
menghasilkan warna kapxantin (merah). Sedangkan zat pewarna
sintetis merupakan zat pewarna yang sengaja dibuat melalui

pengolahan industri. Bahan pewarna buatan digunakan secara
luas karena kekuatan zat warnanya lebih kuat dibandingkan
bahan pewarna alami. Karena itu, bahan pe