B1J010115 10.

II. TELAAH PUSTAKA
Ikan Nilem mempunyai ciri morfologi kepala relatif kecil. Pada sudut-sudut
mulutnya, terdapat dua pasang sungut peraba. Warna tubuhnya hijau abu-abu. Ikan
Nilem memiliki 5 sirip yakni sirip dorsal, sirip ventral, sirip dada, sirip anal, dan sirip
ekor. Sirip dorsal memiliki 3 jari-jari keras dan 12-18 jari-jari lemah. Sirip ekor
berbentuk cagak dan simetris, memiliki 23-24 jari-jari sirip. Sirip anal disokong oleh
3 jari-jari keras dan 5 jari-jari lemah. Sirip abdominal disokong oleh 1 jari-jari keras
dan 8 jari-jari lemah. Sirip pectoral terdiri dari 1 jari-jari keras dan 13-15 jari-jari
lemah (Djuhanda, 1981). Jari-jari terpanjang sirip dorsal hampir sama dengan
panjang kepala. Posisi ujung sirip dorsal sebelum pangkal sirip anal. Sirip anal
berbentuk kerucut, sirip dada dan ventral hampir sama. Sirip ventral tidak mencapai
anal/dubur, sirip dada lebih pendek daripada kepala. Sirip ekor terbelah dalam
sehingga dikatakan sirip yang bercagak.
Menurut Nuryanto (2001) ikan Nilem tubuhnya berwarna hijau kekuningan
dan bagian ventral putih kekuningan. Tubuh ditutupi sisik sikloid dan ekor bercagak.
Sirip ventral dan sirip anal jika masih segar berwarna jingga tua. Sirip tidak berduri
dengan jumlah jari-jari sirip pada masing-masing sirip adalah sirip dorsal (D) 15-17,
sirip pektoral (P) 13-14, sirip ventral (V) 9, sirip anal (A) 8 dan sirip caudal 23-24.
Perkembangan post larva ikan nilem telah diteliti oleh Yusuf (2012)
perkembangan sirip ikan nilem secara berurutan dimulai dengan sirip dada (pectoral
fin), sirip ekor (caudal fin), sirip punggung (dorsal fin), sirip dubur (anal fin) dan

terakhir sirip perut (abdominal fin). Sirip dada (pectoral fin) sudah terbentuk umur 0
minggu. Perkembangan sirip selanjutnya diikuti perubahan morfologi pada ujung
apikal sirip ekor (caudal fin). Pada umur 0 minggu ujung apikal sirip ekor (caudal
fin) membulat, selanjutnya ujung apikal sirip ekor (caudal fin) mendatar dan pada
umur antara 1-2 minggu ujung apikal sirip ekor (caudal fin) bercagak secara

bio.unsoed.ac.id

sempurna. Sirip punggung (dorsal fin) mulai terdiferensiasi pada minggu ke-1
dengan bentuk tunas dan terdiferensiasi sempurna pada minggu ke-2. Tunas sirip
dubur (anal fin) terbentuk pada minggu ke-1 dan berkembang sempurna pada umur 3
minggu. Perkembangan sirip perut (abdominal fin) dimulai pada minggu ke-2 dengan
bentuk tunas, minggu ke-3 sudah terdiferensiasi dengan duri sirip masih sedikit dan
semakin banyak pada minggu ke-4.

6

Ikan sebagai organisme akuatik tentunya sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Sebagaimana yang disebutkan di atas bahwa beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ikan adalah temperatur dan hormon.

Temperatur merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan akuatik karena
mengontrol laju maksimum reaksi kimiawi yang dapat terjadi. Perubahan temperatur
akan

mempunyai pengaruh langsung terhadap semua aspek metabolisme sperti

aktivitas makan, pertumbuhan dan reproduksi. Temperatur juga dapat mempengaruhi
proses awal perkembangan ikan (Walsh et al., 1991). Ikan mempunyai toleransi yang
berbeda terhadap gradien temperatur, hal ini bergantung pada jenis ikan,
satadium/tahapan perkembangan ikan, oksigen terlarut dan polusi.
Hormon testosteron adalah hormon yang berperan dalam diferensiasi dan
mempertahankan fungsi gonad jantan. Hormon testosteron juga berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan sirip ikan. Keterkaitan hormon androgen/
testosteron dengan perkembangan Gonopodium (modifikasi sirip anal) pada ikan
Gambussia affinis telah diteliti oleh Ogino et al. (2004), menunjukkan bahwa dalam
perkembangan normal, struktur sirip anal jantan dan betina pada fase juvenil tidak
dapat dibedakan. Dimorfisme seksual diarahkan oleh hormon androgenik yang
dihasilkan oleh testis. Pemaparan androgen pada larva menyebabkan pertumbuhan
sirip anal seiring dengan induksi Sonic hedgehog (shh) pada bagian distal epithelium
sirip anal. Induksi pembentukan gonopodium pada betina dan jantan yang belum

matang/dewasa dilakukan dengan pemberian androgen sintetik seperti ethynyl
testosterone dan methyle testosterone dengan dosis 1,6-32nM selama 15 hari.
Menurut Montajami (2012) hormon Metiltestosteron merupakan hormon
steroid yang berperan dalam meningkatkan pertumbuhan otot dan perkembangan
seksual ke arah jantan. Pemberian hormon ini pada saat gonad belum terdiferensiasi
memacu pengalihan kelamin ke arah jantan, sedangkan pada tahap juvenil memacu
pematangan gonad dan ketika memasuki siklus pemijahan hormon ini akan memacu

bio.unsoed.ac.id

peningkatan frekuensi pemijahan.

Metode pemberian hormon dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu
perendaman, pakan dan injeksi (Zairin, 2002). Metode perendaman dilakukan pada
saat larva dan post larva, hal ini dimaksudkan karena pada tahapan tersebut barrier
mekanik pada tubuh masih rendah sehingga hormon yang diberikan dapat masuk
melalui proses diffusi. Metode pakan memiliki kelemahan, yakni ketika hormon
disalutkan dalam pakan kita akan kesulitan dalam hal menghitung kadar hormon
7


yang terkonsumsi. Metode injeksi dapat digunakan pada ikan yang berukuran besar,
namun metode ini seringkali dapat menimbulkan stress dan pelukaan pada ikan,
sehingga metode perendaman lah yang efektif dalam pemberian hormon pada larva
ikan Nilem.

bio.unsoed.ac.id

8