Analisis Perbandingan Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Bored Pile Diameter 600 mm dengan Metode Empiris, Uji Beban Statis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Medan Focal Point

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Umum
Sesuai program pemerintah untuk meluaskan suatu daerah serta memberikan

alternatif ruas jalan dengan melakukan pembukaan jalan lingkar jalur luar (outer ring
road). Sehingga dengan dibukanya ruas jalan baru maka secara otomatis akan
memberikan kesempatan yang terbuka bagi investor luar maupun dalam negeri untuk
membuka usaha baik dibidang perniagaan maupun kawasan perkantoran serta juga
lokasi pemukiman yang baru. Keterbatasan lahan yang tersedia, menyebabkan
pemilihan perkembangan bangunan biasanya dilakukan kearah vertikal. Sehingga
dijumpai banyak bangunan yang tinggi untuk memenuhi permintaan/kebutuhan yang
terjadi di sekitar loakasi tersebut. Seiring perkembangan struktur bangunan secara
vertikal, maka permintaan untuk penggunaan pondasi yang mampu memikul beban
bangunan. Pondasi yang tepat untuk bangunan tinggi adalah tiang pancang, yang
merupakan salah satu dari jenis pondasi dalam (deep foundations) dan pondasi dengan
tiang bored pile adalah salah satu jenis pondasi dalam yang digunakan pada proyek
Medan Focal Point. Adanya bangunan yang sudah ada terlebih dahulu, merupakan
pertimbangan diputuskan pemilihan jenis pondasi dalam dengan mempergunakan

pondasi bored pile. Hal ini dilakukan untuk mengurangai getaran yang terjadi pada
bangunan gedung disekitar proyek bila mempergunakan pondasi jenis tiang pancang
akibat alat diesel hammer atau mesin lain yang digunakan untuk pemancangan pada
proses pekerjaan pondasi proyek tersebut.

Fungsi pondasi adalah untuk mentransfer beban dari bangunan atas (upper
structure) kelapisan tanah dibawahnya. Pondasi tiang memiliki daya dukung akibat
perlawanan ujung dan tahanan selimut yang diakibatkan gesekan tanah dengan pondasi
tiang. Kapasitas daya dukung pondasi bored pile akibat perlawanan ujung
kemungkinan besar akan sama dibandingkan dengan pondasi tiang pancang. Tahanan
selimut yang diakibatkan gesekan tanah di sekitar dinding tiang pada pondasi tiang
pancang langsung bekerja dibandingkan pada pondasi tiang bored pile. Fungsi pondasi
tiang bored pile pada umumnya dipengarui oleh besar/bobot bangunan yang akan
dipikul, fungsi bangunan, jenis lapisan tanah sebagai pendukung konstruksi, seperti:
a. Transfer beban kontruksi bangunan atas ke dalam tanah baik melalui selimut
tiang maupun melalui ujung tiang.
b. Menahan gaya desak keatas dan gaya guling, misal pada telapak pada
bangunan bawah tanah dan kaki bangunan menara untuk menahan guling.
c. Untuk dapat memanfaatkan lapisan tanah pada tanah lepas (non cohesif).
d. Mengontrol penurunan terhadap bangunan yang berada pada tanah yang

mempunyai penurunan yang besar. (Sinaga, 2009).
e. Menahan gaya lateral, misal pada telapak bangunan jembatan, dermaga
untuk menahan gaya horizontal yang terjadi akibat beban horizontal.

2.2

Pondasi Dalam (deep foundations)
Pondasi dalam (deep foundation) adalah pondasi yang memiliki perbandingan

kedalaman dengan lebar lebih besar dari empat (D/B > 4), umumnya dipakai pada
bangunan dengan beban yanbesar dan kondisi tanah keras jauh dari permukaan tanah.

2.2.1 Tipe dan Jenis Pondasi Dalam
Pondasi dalam sering juga disebut dengan pondasi tiang, dari segi
pelaksanaannya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Pondasi tiang pancang beton bertulang pracetak (precast reinforced concrete
pile).
b. Pondasi tiang cor di tempat (cast in place), sering disebut dengan tiang
bored pile.
Pondasi tiang dapat dibagi menjadi tiga kategori antara lain:

a. Tiang perpindahan besar (large displacement)
Tiang perpindahan besar yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung
tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perubahan volume
tanah yang relatif besar. Termasuk dalam tiang perpindahan besar adalah
tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang, tiang baja bulat,
(tertutup pada ujungnya).
b. Tiang perpindahan kecil (small displacement)
Tiang perpindahan kecil adalah sama seperti tiang kategori pertama
hanya volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan relatif kecil,
contohnya tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton
prategang berlubang dengan ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat
ujung terbuka, tiang ulir.
c. Tiang tanpa perpindahan (non displacement)
Tiang tanpa perpindahan, terdiri dari tiang yang dipasang ke dalam tanah
dengan cara menggali atau mengebor tanah. Termasuk dalam tiang tanpa

perpindahan adalah bored pile, yaitu tiang beton yang pengecorannya
langsung di dalam lubang hasil pengeboran tanah (pipa baja diletakkan di
dalam lubang dan dicor beton) (Hardiyatmo, 2002).


2.2.2 Penggunaan Pondasi Bored Pile
Pondasi bored pile adalah merupakan salah satu jenis pondasi tiang yang biasa
digunakan pada konstruksi bangunan tinggi. Pemakaian pondasi bored pile adalah
merupakan alternatif lain, bilamana dalam pelaksanaan pembangunan berada pada
suatu lokasi yang sangat sulit atau beresiko tinggi apabila mempergunakan pondasi
tiang pancang. Dari sisi teknologi, pemakaian pondasi bored pile ini memiliki
beberapa keunggulan, antara lain mobilisasi yang mudah, karena pondasi dicetak di
tempat dan hanya membutuhkan alat boring serta perakitan tulangan, tidak
mengganggu lingkungan atau bangunan di sekitarnya karena tidak menghasilkan
getaran yang dapat merusak bangunan lain di sekitarnya. Hal ini merupakan salah satu
pertimbangan penggunaan pondasi bored pile pada proyek Medan Focal Point yang
dibangun di pinggir jalan dan di sekitar proyek telah terdapat bangunan-bangunan
pertokoan maupun perumahan masyarakat, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Pelaksanaan pondasi bore pile dengan terdapat bangunan gedung
lainnya

di sekitar lokasi pekerjaan (proyek Medan Focal Point., 2011)
2.2.3 Jenis Pondasi Tiang Bor (Bored pile)
Pondasi tiang bor (bored pile) diklasifikasikan sesuai dengan rancangan untuk

meneruskan beban struktur ke lapisan tanah keras. Jenis-jenis pondasi bored pile
dilihat Gambar 2.2 ini.
a. Bored pile lurus untuk tanah keras.
b. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel.
c. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapezium.
d. Bored pile lurus untuk tanah berbatu-batuan.

Gambar 2.2 Jenis-jenis bored pile (Das, 1941)

Pada

proyek

Medan

Focal

Point

yang


menjadi

lokasi

penelitian

mempergunakan pondasi bored pile dengan kondisi seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Beberapa pertimbangan dalam menggunakan pondasi bored pile memiliki keuntungan
dan kerugian yaitu antara lain:
a.

Keuntungan pemakaian pondasi bored pile adalah:
1. Pembuatan tiang bor langsung di lokasi pekerjan.
2. Tiang bor ini tidak perlu diangkat, jadi tidak ada resiko rusak dalam
transpot.

3. Panjang tiang bor dapat disesuaikan dengan keadaan di lapangan.
4. Pada saat pelaksanaan tidak menimbulkan getaran dan suara yang dapat
mengganggu lingkungan sekitar.

5. Jika diinginkan dasar tiang bor dapat diperbesar.
6. Karena dasar teori pondasi bored pile dapat diperbesar, hal ini
memberikan ketahanan yang besar untuk gaya keatas.
7. Permukaan diatas dimana dasar pondasi bored pile didirikan dapat
diperiksa secara langsung.
8. Pondasi bored pile mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap beban
lateral.
9. Kedalaman tiang dapat divariasikan.
10.Pada pondasi tiang pancang, proses pemancangan pada tanah lempung
akan memuat tanah bergelombang dan menyebabkan tiang pancang
sebelumnya bergerak ke samping, hal ini tidak terjadi pada konstruksi
pondasi bored pile.
11.Bored pile tunggal dapat digunakan pada tiang kelompok atau pile cap.
12.Selama pelaksanaan pondasi bored pile tidak ada suara yang
ditimbulkan oleh alat pancang seperti yang terjadi pada pelaksanaan
pondasi tiang pancang.
b. Kerugian pemakaian pondasi bored pile adalah:
1. Pada saat penggalian lubang, membuat keadaan sekelilingnya menjadi
kotor akibat tanah yang diangkut dari hasil pengeboran tanah tersebut.
2. Pelaksanaannya memerlukan peralatan yang khusus.


3. Beton yang dikerjakan secara cast in place tidak dapat dikontrol pada
keadaan cuaca yang buruk dan akan mempersulit pengeboran dan
pengecoran, dapat diatasi dengan cara menunda pengeboran sampai
keadaan cuaca memungkinkan atau memasang tenda sebagai penutup.
4. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah
berupa pasir atau tanah berkerikil maka menggunakan bentonite sebagai
penahan longsor.
5. Pengecoran beton sulit bila dipengaruhi air tanah karena mutu beton
tidak dapat dikontrol dengan baik maka diatasi dengan cara ujung pipa
tremie berjarak 25 - 50 cm dari dasar lubang pondasi.
6. Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan
tanah, sehingga mengurangi kapasitas dukung tanah terhadap tiang,
maka air yang mengalir langsung dihisap dan dibuang kembali ke dalam
kolam air.
7. Akan terjadi tanah runtuh (ground loss) jika tindakan pencegahan tidak
dilakukan, maka dipasang casing untuk mencegah kelongsoran.
8. Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung pondasi dianggap telah
terpenuhi, kadang-kadang terjadi bahwa tiang pendukung kurang
sempurna karena adanya lumpur yang tertimbun di dasar, maka

dipasang pipa paralon pada tulangan bored pile untuk pekerjaan base
grouting.

2.2.4 Pentransferan Beban
Berdasarkan cara penyaluran bebannya ke tanah, pondasi tiang dibedakan
menjadi tiga jenis macam, yaitu:
a. Pondasi tiang dengan tahanan ujung (end bearing pile)
Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan
tanah pendukung. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zone tanah yang
lunak yang berada diatas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai
batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang
diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang
sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada dibawah
ujung tiang, seperti terlihat pada Gambar 2.3.a.
b. Pondasi tiang dengan tahanan gesek (friction pile)
Jenis tiang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui gesekan antara
tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat halus tidak
menyebabkan tanah di antara tiang-tiang menjadi padat, sedangkan bila butiran
tanah kasar maka tanah di antara tiang akan semakin padat, seperti terlihat pada
Gambar 2.3.b.

c. Pondasi tiang dengan tahanan lekatan (adhesive pile)

Bila tiang ini pada dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi tinggi,
maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah
disekitar dan permukaan tiang, seperti terlihat pada Gambar 2.3.c.
Dalam daya dukung pondasi tiang, pentransferan beban juga terjadi pada
pondasi tiang, dimana terjadi pentransferan beban friction (gesekan) dan pentransferan

beban end bearing (tahanan ujung) dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(a)

(b)

(c)
Gambar 2.3 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya (Hardiyatmo, 2010)

a. Pentransferan Beban Friksi
Suatu tiang yang dibebani oleh suatu beban maka akan tejadi adanya
gaya gesekan (friction), gaya gesekan ini akan bekerja bila displacement yang

terjadi masih dalam ambang batas 0,4 % dari diameter pile. Seperti yang
terlihat pada skema Gambar 2.4.

F

0.4 % diameter pile

Gambar 2.4 Skema kurva transfer beban friction

Displac

b. Pentransferan Beban Tahanan Ujung
Suatu tiang yang dibebani oleh suatu beban maka akan terjadi adanya
gaya tahanan ujung (end bearing), gaya tahanan ujung ini akan bekerja bila
displacement yang terjadi masih diatas 0,4 % diameter pile dan dalam ambang
batas 6 % dari diameter pile. Dan bila displacement yang terjadi pada suatu
tiang masih berada dalam 0,4% dari diameter pile, maka end bearing belum

End Bearing

terjadi atau belum tercapai. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.5.

6

%
Displace

Gambar 2.5 Skema kurva transfer beban end bearing

2.2.5 Jarak dan Susunan Tiang
Jarak antara tiang bor di dalam kelompok tiang akan mempengaruhi kapasitas
daya dukung kelompok tiang. Bila beberapa tiang dikelompokkan dengan jarak yang
saling berdekatan maka tegangan tanah akibat gesekan tiang dengan tanah
mempengaruhi daya dukung tiang yang lain. Jarak minimum antara dua tiang adalah: S
> 2 D, dimana S = jarak antara tiang dan D = diameter tiang, dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Susunan dan jarak tiang

2.2.6 Metode Pelaksanaan Bored Pile
Dalam pelaksanaan pekerjaan bored pile sangat diperlukan ketelitian dan
pengawasan akan mutu pekerjaan. Dari beberapa metode kerja pelaksanaan bored pile,
metode kerja dari bored piling work (wet hole method) ini lebih sering dipergunakan,
berikut ini metode pelaksanaan bored pile yaitu:
a.

Urutan Pelaksanaan:

Prosedur urutan pekerjaan bored pile adalah sebagai berikut:
1.

Marking posisi pile oleh surveyor.

2.

Instal casing sementara (temporary casing).

3.

Mulai melakukan pengeboran (boring).

4.

Jika Lubang bor tidak stabil, boring harus dilakukan dengan bentonite.

5.

Setelah pengeboran sudah mencapai toe level, lakukan inspeksi lapangan
untuk konfirmasi toe level.

6.

Lowering steel cage ke dalam lubang bor.

7.

Casting bore pile dengan pipa tremi.

8.

Cabut (extract) casing.

b. Metodologi
1.

Setting Out
Kontraktor pelaksana harus

menyediakan

license surveyor

dalam membuat setting out poin/titik bored pile yang akan dibor. Kemudian 4
poin sebagai referensi yang dipasang (offset) tidak kurang dari 1 m dari titik
posisi pile, dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Peg-pile point
2.

Temporary Casing

Cara

pemasangan

casing

sementara

yaitu

dengan

menggunakan

Vibrator (Vibro-hammer) yang di pukul ke dalam tanah. Verticality dicheck
dengan menggunakan 2 plum yang diletakkan secara ortogonal atau spirit level
jika casing kurang dari 4 m dapat dilihat Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Install casing sementara dengan vibro hammer
3.

Boring
Soil auger dan soil bucket dipakai untuk pengeboran tanah yang halus

(soft), pasir (sand) sampai tanah keras (hard layer). Apabila dalam pengeboran
ditemukan batu (rock) bisa dipakai rock auger atau core barrel. Chisel tidak

diijinkan dalam pengeboran jika tidak disetujui oleh pengawas lapangan.
Proses pengeboran dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Proses pengeboran (boring)

Verticality kelly bar mesin bor dapat dicheck dengan menggunakan
2 benang yang diposisikan sebagai plum line secara tegak lurus sebelum
pengeboran di mulai. Verticality dari lubang bor dapat dicheck dengan melihat
posisi dari kelly bar terhadap casing. Lubang bor dalam posisi vertikal jika
kelly bar di tengah (centre) casing. Selama proses pengeboran, akan
dipakai adukan bentonite untuk menjaga agar lubang bor tidak runtuh
(collpase).

Di sini bentonite berperan untuk menstabilkan lubang bor

dengan memastikan tekanan di dalam bore hole lebih besar daripada tekanan
horizontal dari tanah dan air tanah. Parameter dari bentonite akan dicheck dan
ditest setiap

pile

setelah

proses

de-sanding

selesai dilakukan

dengan

mengambil sampel dari pile. Properti dari cairan bentonite akan dicheck
sebelum proses casting dimulai. Sampel tanah diambil setiap 5 m dan akan
disimpan

di dalam plastik dan ditulis

(marking)

untuk referensi

jika dibutuhkan. Setelah mencapai design level alat bor akan diganti dengan
dasar

yang

flat

cleaning

bucket).

Cleaning bucket

berfungsi

untuk

membersikan dasar lubang bor. Pengukuran kedalaman lubang bor dilakukan
dengan menurukan measuring tape sampai ke dasar lubang bor. Di ujung
measuring tape di pasang plum dengan berat yang cukup agar memastikan
measuring tape sampai ke dasar bore hole dilihat Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Mengukur bored length dengan measuring tape
4.

Bentonite loss

Jika terjadi kehilangan bentonite secara tiba-tiba, langkah yang perlu diambil:
a.

Adukan bentonite ditambah ke lubang bor untuk menjaga bentonite tetap
di ketinggian level yang cukup. Jika hanya minor loss proses boring tetap
dilanjutkan

dengan

memperhatikan bentonite

level apakah

masih

mengalami penurunan atau tidak.
b.

Lubang

bor

akan

diurug

(backfill)

dengan

tanah

untuk

mencegah kehilangan bentonite, kemudian dipadatkan (compact) dengan
chisel.
c.

Setelah kehilangan bentonite (bentonite loss) dapat dikontrol, baru boring
dapat dilanjutkan. Dalam kasus kehilangan bentonite ini apabila tidak

dapat diatasi dengan usaha diatas maka bore hole dapat dibackfill kembali
dan masalah ini lebih baik didiskusikan dan direview dengan konsultan dan
kontraktor.
5.

Reinforcement (steel cage)
Steel cage akan dipabrikasi di tempat fabrication yard. Lokasi pabrikasi

ini sudah ditentukan di dalam logistic plan kontraktor. Helical link akan
dilas pada tulangan utama (main reinforcement), demikian juga laping akan
dilas secukupnya jika steel lebih dari 12 m sehingga memungkinkan steel cage
akan dibagi menjadi 2 section. Hal ini untuk menjaga agar main reinforcement
tetap tersambung bila steel cage akan dipindahkan.

Gambar 2.11 Proses memasukkan steel cage ke bored hole
Steel cage yang sudah dipabrikasi kemudian diturunkan ke lubang bor
yang sudah selesai dibor sampai disain toe level seperti terlihat pada Gambar
2.11 di atas. Steel cage akan ditopang sementara dengan 2 (dua) besi
hook sampai proses casting selesai. Kapasitas besi hook harus dihitung apakah

mencukupi atau tidak. Pengangkatan (lifting)

harus diusahakan agar

tidak terjadi buckling pada steel cage.
6.

Casting
Metode casting adalah dengan menggunakan pipa tremi. Ready mix

dituang melalui bucket yang berbentuk pipa corong. Panjang pipa tremi 2m,
3m, dan 1m yang disambung. Sebelum ready mix dituang terlebih dahulu
sterofom dituang ke dalam corong untuk melancarkan aliran ready mix dalam
pipa tremi. Casting akan dihentikan jika concrete sudah mencapai minimum
300 mm diatas cut off level. Over cast dilakukan untuk menghindari concrete
yang bercampur dengan tanah (unsound concrete) sewaktu pencabutan casing.
Pipa tremi akan dibuka secara continu, tetapi tetap dijaga agar pipa tremi
minimal 2 m tertanam di bawah concrete level. Selama casting, bored log dan
concrete record harus dipersiapkan yang berisi data delivery time, volume
concrete, concrete level (diukur tiap satu lori concrete selesai dituang). Satu
sampel kubus atau silinder diambil setiap 30 m3 atau sesuai dengan spesifikasi
teknis dari konsultan.
Casting harus dicabut 2 jam setelah proses casting selesai. Jika ada
plunge column (I-beam) yang akan dipasang ke dalam bored pile, setelah
casting selesai dilakukan, casting terlebih dahulu dicabut sampai toe level
casting sedikit diatas concrete level. Dan casting dicabut seutuhnya setelah 24
jam. Setelah casting selesai, lubang juga harus ditutup (backfill) kembali
dengan pasir atau tanah setidaknya 4 jam setelah casting.

7.

Bentonite
Bubuk bentonite dicampur dengan air dalam digestor dengan kapasitas

2 m per satu kali batching. Adukan bentonite (bentonite slurry) disimpan di
dalam silo pada bentonite plant lihat Gambar 2.12 dengan total kapasitas 2,5 x
volume total bored hole yang ukurannya terbesar. Adukan (slurry) didaur
ulang dengan menggunkan mesin desanding.

Gambar 2.12 Bentonite plant
8.

Properti Bentonite Slurry
Pada dasarnya, adukan tediri dari campuran yang seragam dalam air.

Tempat pengujian bentonite slurry (laboratorium) harus disediakan di lapangan
dan pengujian bentonite slurry dilakukan bila proses casting bored pile akan
dimulai.

Proses

pencatatan

laporan

lab

hasil

pengujian

bentonite

slurry disimpan dan kemudian dilampirkan dengan bored log. Peralatan
Pengujian bentonite slurry seperti pada Gambar 2.13 yang terdiri dari:
a. 1 mud balance (density test).
b. 1 march cone (viscocity test).
c. 1 sand screen set (sand content test).
d. PH paper (mengukur PH).

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2.13 Peralatan pengujian bentonite slurry

Semua pengujian wajib dilakukan sesuai dengan spesifikasi dengan disaksikan
oleh pengawas lapangan. Hasil pengujian harus ditanda tangani dan diapprove oleh
pengawas lapangan.

2.3

Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang
Kapasitas daya dukung tiang suatu pondasi dalam pada umumnya terdiri atas

dua bagian yaitu daya dukung akibat gesekan sepanjang tiang dan daya dukung ujung
(dasar) tiang sebagaimana diformulasikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
Qult = Qp + Qs

(2.1)

Qall = Qult / SF

(2.2)

Dimana

Qu

=

daya dukung ultimit (Ton).

Qall

=

daya dukung izin tiang (Ton).

Qp

=

daya dukung ujung tiang (Ton).

Qs

=

daya dukung gesekan sepanjang tiang (Ton).

SF

=

faktor keamanan.

Berdasarkan sumber data yang digunakan pada dasarnya terdapat dua cara
untuk memperkirakan kapasitas daya dukung tiang. Cara pertama adalah dengan
menggunakan data uji lapangan, antara lain dengan menggunakan uji SPT (standard
penentration test) dan Sondir (cone penetration test atau CPT). Cara kedua yaitu
dengan menggunakan parameter-parameter kuat geser tanah, yaitu yang didapat dari
hasil pengujian di laboratorium yaitu nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (φ).

2.3.1 Berdasarkan Hasil Uji Lapangan
O’Neil and Reese (1999), menurunkan persamaan untuk menghitung kapasitas
daya dukung tiang tunggal akibat beban aksial yang berdasarkan data hasil uji
lapangan adalah sebagai berikut:
1.

Perencanaan kapasitas daya dukung tiang pada tanah Kohesif
Qult = Qs + Qp

(2.3)

Qs

=

fs . As

(2.4)

Qp

=

qmax . Ab

(2.5)

Dimana

Qult = kapasitas ultimit daya dukung tiang.
Qs

= hambatan lekat daya dukung tiang.

Qp

= kapasitas daya dukung ujung tiang.

fs
As

= hambatan lekat rata-rata selimut tiang.
= luas selimut tiang yang bersentuhan tanah sepanjang tiang
yang ditinjau.

qmax = unit tahanan ujung tiang.
Ab

2.

= luas dasar tiang yang bersentuhan dengan tanah.

Tahanan Selimut
fs = α . Cu

(2.6)

dimana :
fs

= beban ultimit selimut tiang bor pada kedalaman z.

Cu

= kekuatan geser pada kedalaman z kondisi tak teraliri.

α

= faktor empiris,yang bervariasi dengan kedalaman z.
(2.7a)
.

(2.7b)

dimana :
Pu = tekanan atmosfir = 101,3 KPa = 2116 Psf.

3.

Tahanan Ujung
(2.8)

Nilai Nc* diperoleh dari hubungan antara nilai kohesi dan kekakuan tanah,
seperti dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Ir and Nc* Values for Cohesive Soil
cu

4.

Ir

Nc*

24 kPa

(500 psf)

50

6.55

48 kPa

(1000 psf)

150

8.01

96 kPa

(2000 psf)

250

8.69

192 kPa (4000 psf)

300

8.94

Perencanaan kapasitas daya dukung tiang pada tanah Non Kohesif
fsz = Kσ’z tan øc

(2.9)
(2.10)

dimana: fsz = Unit resistensi sisi paling dalam pasir pada kedalaman z.
K = parameter yang menggabungkan koefisien tekanan lateral dan
faktor korelasi.
σ'z = Teganga efektif vertikal dalam tanah pada kedalaman z.
∅c = gesekan sudut di antarmuka dari beton dan tanah.
L = kedalaman embedment dari poros dibor.
dA = diferensial area perimeter sepanjang sisi atas tiang sampai
kedalaman penetrasi.
)

(2.11)
(2.12)

(2.13a)
;

(2.13b)

dimana z

=

kedalaman di bawah permukaan tanah, dalam satuan kaki atau

meter, seperti yang ditunjukkan. Jika perlawanan SPT tidak dikoreksi, N60 lebih kecil
atau sama dengan 15 pukulan/ft, maka β dapat dihitung dengan persamaan:
(2.13c)
(2.13d)

2.3.2 Berdasarkan data Sondir
Dari hasil data Sondir dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat
memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah, didalam perencanaan pondasi
tiang, data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung
(bearing capacity) dari bored pile sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan
kapasitas daya dukung ultimit dari pondasi tiang. Dari hasil pengujian sondir dapat
mempergunakan metode Meyerhoffs (1956) untuk menghitung daya dukung tiang bor
yaitu tahanan selimut tiang dapat diambil langsung dari gesekan total (Jumlah
Hambatan Lekat = JHL) yang dikalikan dengan keliling tiang sehingga dapat di
skemakan pada Gambar 2.14.
Qult

= (qc x Ap) + (JHL x K)

(2.14)
(2.15)

Dimana:
Qult = Daya dukung ultimit (Ton).
qc

= Tahanan ujung sondir (qc1 + qc2).
qc1 (rata-rata perlawanan penetrasi konus (qc di atas titik 8D).

qc2 (rata-rata perlawanan penetrasi konus (qc di bawah titik 4D).
Ap

= Luas penampang tiang = πD2/4 (m2).

D

= diameter tiang (m).

K

= Keliling = πd (m).

JHL = Jumlah hambatan lekat.
3

= Faktor keamanan untuk tahanan ujung.

5

= Faktor keamanan untuk tahanan gesekan.

2.3.3 Berdasarkan data SPT
Kapasitas daya dukung tiang pada lapisan tanah dihitung dengan menggunakan
data dari nilai N-SPT. Dimana Nilai N-SPT untuk perhitungan qp diambil 4D di bawah
tiang dan 10D di atas tiang. Untuk perhitungan qs nilai N-SPT diambil di kedalaman
segmen (L) tiang yang ditinjau. Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pada
tanah pasir dan silt didasarkan pada data uji lapangan SPT (standard penetration test)
dihitung berdasarkan beberapa metode empirik, sebagai berikut:
1.

Metode Meyerhoff (1976), Skema metode Meyerhoff lihat Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Skema metode Meyerhoff (1956)

a.

Daya dukung ujung pondasi tiang (end bearing)
Qp = qp x Ap

(2.16)

Untuk tanah Kohesif:
Qp(tsf) = Ap * qp

(2.17)

qp = Nc*Cu ≤ 40 tsf

(2.18)

Dimana:
Nc

= faktor daya dukung ( untuk Φ = 0, Nc = 9).

Cu

= undrained cohesion.

qp

= tekanan vertikal efektif di ujung tiang.

Ap

= luas penampang tiang.

Untuk tanah non Kohesif:
qp

(tsf )

=

*D
cor
b ≤ 4 / 3* N
cor
150 * D
p

2* N

(2.19)

Dimana Ncor diambil nilai rata antara 4D diatas dan 10 D di bawah ujung
tiang.
Ncor = Daya dukung ultimit ujung tiang (Ton).
Db

= Tebal kedalaman pondasi tiang bor (m2).

Dp

= Tebal penampang pondasi tiang bor (m2).

qp

= Tahanan ujung per satuan luas (Ton/m2).

b. Daya dukung selimut tiang (skin friction)
Daya dukung selimut tiang (tahanan geser selimut tiang) pada tanah dapat
dinyatakan dengan persamaan:

Qs =



n

i =1

f

si

* ∆Li * p

P = π*D

(2.20)

(2.21)

Dimana:
Qs

= kapasitas daya dukung selimut pondasi tiang (kN).

fsi

= unit tahanan selimut masing-masing lapisan (kN/m2).

A

= luas permukaan ujung pondasi tiang.

p

= keliling pondasi tiang (m).

π

= konstanta phi (3,14).

D

= diameter tiang bor (m).

Li

= panjang pondasi tiang tiap lapisan (m).

Untuk tanah Kohesif:
fs = α * Cu
Dimana: Cu
α

(2.22)

= kohesi tanah, (Ton/m2).
= faktor adhesi empiris.

Untuk tanah non Kohesif:
fs = N/100

2.

(2.23)

Metode Reese and Wright (1977)

a. Daya dukung ujung pondasi bored pile (end bearing)
Qp = qp x Ap
Dimana

Qp = Daya dukung ultimit ujung tiang (Ton).
Ap = Luas penampang pondasi tiang bor (m2).

(2.24)

qp

= Tahanan ujung per satuan luas (Ton/m2).

Untuk tanah Kohesif:
qp = 9 Cu
Dimana

Cu

=

(2.25)
Kohesi tanah, (Ton/m2).

Untuk tanah non Kohesif:
Reese and Wright (1977) mengusulkan korelasi antara qp dan N-SPT
seperti terlihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Daya dukung ujung bored pile pasiran (Reese and Wright,
1977)

Dimana untuk
untuk

N < 60 maka qp = 7 N (Ton/m2) < 400 (Ton/m2).
N > 60 maka qp = 400 (Ton/m2).
N = Nilai rata-rata SPT.

b. Daya dukung selimut bored pile (skin friction)
Qs = fs. L. P
Dimana

(2.26)

Qs

= Daya dukung ultimit selimut tiang (Ton).

fs

= Gesekan selimut tiang per satuan luas (α x Cu). (Ton/m2).

L

= Panjang tiang (m).

P

= Keliling penampang tiang (m).

Untuk tanah Kohesif:
fs = α x Cu
Dimana

α

(2.27)

= Faktor adhesi.

Berdasarkan penelitian Reese and Wright (1977) α = 0,55.
Untuk tanah non Kohesif:
Dimana untuk

N < 53 maka f = 0,32 N (ton/m2)

untuk 53 < N < 100 maka f diperoleh dari korelasi langsung dengan
NSPT (Resse and Wright).
Menurut Metode Kulhaway (1984) yaitu: Berdasarkan Grafik Undrained
Shearing Resistance vs Adhesion Factor. Cu = Kohesi tanah, (Ton/m2).
Untuk Tanah non Kohesif:
Dimana untuk

N < 53 maka f = 0,32 N-SPT (Ton/m2).

Untuk 53 < N < 100 maka f diperoleh dari korelasi langsung dengan N-SPT
(Reese dan Wright, 1977) mengenai tahanan geser seperti pada Gambar
2.16.

Gambar 2.16 Tahanan geser selimut bored pile pasiran (Reese dan Wright, 1977)

Nilai f juga dapat dihitung dengan formula:
f = K0 . σv .tan φ

(2.28)

koefisien tekanan tanah (K0 = 1 – sin φ ).

Dimana K0 =
σv ’

=

σv ’

= γ . L’.

L’

= 15 D.

D

= diameter (m).

δ

= 0,8 . φ.

tegangan vertikal efektif tanah (Ton/m2).

2.3.4 Berdasarkan data hasil Uji Laboratorium
Berdasarkan hasil pemeriksaan tanah melaui hasil uji laboratorium melalui
beberapa percobaan akan didapatkan nilai berat isi tanah (γ), nilai kohesif tanah (c)
serta nilai sudut geser tanah (φ). Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi bored pile
pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data parameter kuat geser tanah, ditentukan
dengan perumusan sebagai berikut:
a.

Daya dukung ujung pondasi bored pile (end bearing)

Untuk tanah Kohesif:
Qp = Ap x Cu x Nc*
Dimana

Qp

= daya dukung ultimit ujung tiang (Ton).

(2.29)

Ap

= luas penampang pondasi tiang bor (m2).

Cu

= kohesi tanah, (Ton/m2).

Nc*

= faktor daya dukung tanah, untuk pondasi bore pile nilai
Nc* = 9 (Whitaker and Cooke, 1966).

Untuk tanah non Kohesif:
Qp = Ap x q’ x (Nq* - 1)
Dimana Qp

(2.30)

= tahanan ujung per satuan luas (Ton).

Ap

= luas penampang bore pile (m2).

q'

= tekanan vertikal efektif (Ton/m2).

Nq* = faktor daya dukung tanah. Vesic (1967) mengusulkan pada
korelasi antara φ dan Nq* seperti pada Gambar 2.17 ini.

Gambar 2.17 Faktor Nq* (Vesic, 1967)

b. Daya dukung selimut bored pile (skin friction)
Qs = fi . Li. p
Dimana Qs = daya dukung ultimit selimut tiang (ton).
fi

= tahanan suatu skin friction (Ton/m2).

Li

= panjang lapisan tanah (m).

p

= keliling penampang tiang (m).

(2.31)

Untuk tanah Kohesif:
fi = α x Cu
Dimana α

(2.32)

= faktor adhesi 0,55 (Reese & Wright, 1977).
= kohesi tanah (Ton/m2).

Cu

Untuk tanah non Kohesif:
(2.33)
Dimana

K0

= koefisien tekanan tanah (K0 = 1 – sin φ ).

σv ’

= tegangan vertikal efektif tanah (Ton/m2).

σv ’

= γ . L’.

L’

= 15 D.

D

= diameter.

δ

= 0,8 . φ.

2.3.5 Berdasarkan Kekuatan Bahan
Selain berdasarkan hasil pengujian tanah (soil investigation) yang telah dibahas
sebelumnya, maka kapasitas daya dukung dapat juga diketahui berdasarkan kekuatan
dari bahan tiang yang dipergunakan. Adapun kapasitas daya dukung berdasarkan
kekuatan bahan tiang dapat diperoleh dari persamaan berikut ini:
PTiang = σb * ATiang

(2.34)

Dimana:
PTiang
σb

= Daya dukung tiang yang diijinkan (kN).
=

Tegangan tekan beton yang diijinkan

(kN/m2).
ATiang

= Luas penampang bored pile (m2).

2.4

Uji Beban Statik (Loading Test)

2.5.1 Pengertian Loading Test
Loading test biasa disebut juga dengan uji pembebanan statik. Cara yang paling
dapat diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah dengan uji
pembebanan statik. Interpretasi dari hasil benda uji pembebanan statik merupakan
bagian yang cukup penting untuk mengetahui respon tiang pada selimut dan ujungnya
serta besarnya daya dukung ultimitnya. Berbagai metode interpretasi perlu mendapat
perhatian dalam hal nilai daya dukung ultimit yang diperoleh karena setiap metode
dapat memberikan hasil yang berbeda.
Hal terpenting adalah agar dari hasil nilai uji pembebanan statik, seorang
praktisi dalam rekayasa pondasi (ahli geoteknik) dapat menentukan mekanisme yang
terjadi, misalnya dengan melihat kurva beban–penurunan, besarnya deformasi plastis
tiang, kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang, dan sebagainya. Pengujian
hingga 200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap verifikasi daya dukung,
tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan optimasi dan untuk kontrol beban
ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan pengujian sebesar 250% hingga 300%
dari beban kerja. Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan
pengukuran pergerakan tiang. Beban umumnya diberikan secara bertahap dan
penurunan tiang diamati. Umumnya definisi keruntuhan yang diterima dan dicatat
untuk interpretasi lebih lanjut adalah bila di bawah suatu beban yang konstan, tiang
terus–menerus mengalami penurunan. Pada umumnya beban runtuh tidak dicapai pada
saat pengujian. Oleh karena itu daya dukung ultimit dari tiang hanya merupakan suatu
estimasi.

Sesudah tiang uji dipersiapkan (dipancang atau dicor), perlu ditunggu terlebih
dahulu selama 28 hari sebelum tiang dapat diuji. Hal ini penting untuk memungkinkan
tanah yang telah terganggu kembali keadaan semula, dan tekanan air pori akses yang
terjadi akibat pemancangan tiang telah terdisipasi. Pada proyek Medan Focal Point
yang digunakan pada penelitian tesis ini, jumlah titik tiang bor yang digunakan di
lapangan sejumlah 319 tiang namun tiang yang melakukan loading test hanya 2 tiang,
yaitu 0,94% dari jumlah titik yang di loading test dari jumlah titik tiang bor yang
dilakukan di lapangan. Kriteria umum lain yang harus dipenuhi dari hasil load test ini
adalah struktur tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda keruntuhan seperti
terbentuknya retak-retak yang berlebihan atau menjadi lendutan yang melebihi
persyaratan keamanan yang telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan bangunan.

2.4.2

Jenis Loading Test
Ada dua jenis loading test, yaitu:
a.

Static load test: compression, tension dan lateral.

b.

Dynamic load test: Pile Driving Analysis.

Pile load test biasanya dilakukan dengan dua alternatif yaitu:
a.

Test/unused pile, failure test (dilakukan hingga mengalami keruntuhan).

b.

Test on a working pile (used pile), 200% design capacity.

Tiang yang telah diuji dipilih di lokasi yang terdekat dengan penyelidikan
tanah, hasil dari pengujian beban ini berupa:
-

Indikasi dari daya dukung batas yang terjadi.

-

Indikasi dari penurunan yang terjadi.

Pada proyek Medan Focal Point menggunakan static load test Compression.

2.4.3 Tujuan Compressive Loading Test
Tujuan dilakukan percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test)
terhadap pondasi tiang adalah sebagai berikut:
-

Untuk mengetahui hubungan antara beban dan penurunan pondasi akibat
beban rencana.

-

Untuk menguji bawah pondasi bored pile yang dilaksanakan mampu
mendukung beban rencana dan membuktikan bahwa dalam pelaksanaan
tidak terjadi kegagalan.

-

Untuk menentukan daya dukung ultimate nyata (real ultimate bearing
capacity) sebagai kontrol dari hasil perhitungan berdasarkan formula statis
maupun dinamis.

-

Untuk mengetahui kemampuan elastisitas dari tanah, mutu beton dan mutu
besi beton (Hardyatmo,2010).

-

Untuk meninjau tanah ada atau tidak kepipihan tanah di lapangan.

2.4.4 Hal yang harus diperhatikan dalam percobaan Pembebanan Vertikal
(Compressive Loading Test)
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada waktu pelaksanaan percobaan
pembebanan vertikal (compressive loading test) adalah sebagai berikut:
a.

Berapa lama setelah dipancang atau dibuat tiang itu dapat dilakukan
percobaan untuk mengetahui hal ini belum ada peraturan yang tegas kapan

tiang sudah dapat dites.
b.

Untuk tiang-tiang beton “cast in place” tentu saja percobaan dapat
dilakukan setelah beton mengeras (28 hari) disamping mungkin ada
persyaratan lainnya.

c.

Untuk tiang-tiang yang dipancang (pre cast) ada beberapa pendapat
mengenai kapan tiang dapat dites. Menurut Terzaghi, tiang-tiang yang
diletakkan diatas lapisan yang permeable (misal: pasir), maka percobaan
sudah dapat dilakukan 3 (tiga) hari adalah pemancangan, pada tiang-tiang
yang dimasukkan dalam lapisan lempung, maka percobaan ini hendaknya
dilakukan setelah pemancangan berumur 1 (satu) bulan.

d.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah berapa panjang tiang menonjol
diatas tanah, pada prinsipnya penonjolan ini harus sependek mungkin
untuk menghindari kemungkinan terjadinya tekuk, untuk loading test yang
dilakukan didarat, maka sebanyak tinggi bagian yang menonjol ini tidak
boleh lebih dari 1 m, sedangkan loading test yang dilakukan ditengah
sungai, dimana air cukup dalam, maka tiang dapat saja menonjol beberapa
meter diatas dasar sungai (muka tanah) tetapi dengan catatan harus ada
kontrol terhadap kemudian terjadinya tekuk.

e.

Untuk loading test yang dilakukan dengan menggunakan tiang-tiang anker
tertentu, untuk menjaga kemungkinan tercabutnya tiang angker tersebut
terutama tiang-tiang lekat.

f.

Percobaan pembebanan (loading test) yang menggunakan hidrolik jack,
maka jack harus ditempatkan pada tempat yang terlindung dari sinar

matahari, karena jika jack ini diletakkan pada tempat yang panas, maka
plie jack tersebut memuai yang mana akan mengakibatkan tidak
konstannya atau bertambah besar beban.

2.4.5 Metode Percobaan Pembebanan Vertikal (Compressive Loading Test)
dengan Pembebanan Langsung
Percobaan pembebanan pondasi tiang dilaksanakan berdasarkan standar
pembebanan (loading) American Standard for Testing Material (ASTM D. 1143-81),
metode pelaksanaan percobaan pembebanan vertikal yang akan dilaksanakan adalah
metode pembebanan langsung (kentledge system) yaitu dengan menggunakan beban di
atas pondasi tiang yang disusun sedemikian rupa dengan total berat yang lebih besar
dari beban tes yang direncanakan. Dan pergerakan tiang dapat diukur dengan
menggunakan satu set dial gauges yang terpasang pada kepala tiang dapat dilihat pada
Gambar 2.18.
6

6
1

Volume balok beton

= 0,4232 m3.

Berat 1 bh balok beton

= 1,036 Kg.

Total berat balok beton

= 1,036 Kg x 850 bh = 880,60 Ton.

Gambar 2.18 Metode pembebanan langsung (Kentledge System)

Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya adalah 1 mm. Skematis
metode pembebanan langsung (kentledge system). Beban yang digunakan sebagai
beban adalah balok beton ukuran 60 cm x 60 cm x 120 cm sebanyak 850 buah dengan
880,6 ton. Bentuk susunan balok yang terdapat di proyek Medan Focal Point dapat
dilihat pada Gambar 2.19.

Gambar 2.19 Susunan balok beton (Data Proyek Medan Focal Point,
2010)

Balok beton disusun diatas sebuah platform yang terbuat dari susunan profil
baja yang terdiri dari:
1.

Main Beam: WF 800 x 300 x 18 x 50 panjang 6 m sebanyak 2 batang yang
disatukan dengan pengelasan.
Total berat main beam ini = 4 btg x 6 m’ x 0,2168 Ton/m’ = 5,2032 Ton.

2.

Sub Beam: WF 700 x 300 x 18 x 34 panjang 8 m sebanyak 11 batang =
254 x 11 x 8 = 22,352 Ton.
Total berat beam = 5,2032 + 22,352 = 27,5552 Ton.

Beban test diberikan dari hydraulick jack, dimana besar beban ini dapat
dikontrol pada manometer (pressure gauge) yang dipasang pada pompa (hydraulic
pump). Pompa ini berfungsi memberikan tekanan (press) kepada hydraulic jack.

Gambar 2.20 Susunan main beam dan sub beam dari platform
(Data Proyek Medan Focal Point, 2010)

Hydraulic Jack ditumpukan pada 2 buah pelat tebal-tebal 10 cm, yang diatas
kepala pondasi tiang (dibawah hydraulic jack) dan di kepala hydraulic jack (dibawah
main beam). Pelat tebal 10 cm ini berguna untuk menghindari terjadinya konsentrasi

tegangan yang akan terjadi akibat beban yang diberikan oleh hydraulic jack dapat
dilihat pada Gambar 2.20. Penurunan (settelement) pondasi tiang yang diuji dikur
dengan 4 dial gauge yang dipasang secara diagonal dan jarum dial gauge dihubungkan
dengan magnetic stand dimana magnetic stand diletakkan diatas plat 50 mm atau 100
mm dari kepala tiang. Jarum dial gaugae ditumpukan pada reference beam yang dibuat
dari profil baja L 50 “x” 50 “x” 50 mm yang dipasang/disupport ke tanah secara kaku
dan bebas getaran-getaran. (Data Proyek Medan Focal Point, 2010).

2.4.6 Prosedure dan Schedule Pembebanan Vertikal (Compressive Loading)
Para praktisi dan peneliti sudah menggunakan banyak metode pengujian beban
tiang seperti dilaporkan dalam berbagai publikasi. Pengujian beban yang umum
dilakukan ada 4 (empat) metode pengujian yang diidentifikasi sebagai metode
pengujian beban yaitu:
a.

Slow Maintened Test Load Method (SM Test)

Metode ini sebagaimana direkomendasikan oleh ASTM D1143-81 terdiri dari
beberapa langkah sebagai berikut:
1.

Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu: 25%, 50%, 75%,
100%, 125%, 150% 175% dan 200%).

2.

Setiap penambahan beban harus mempertahankan laju penurunan harus
lebih kecil 0,01 in/jam (0,25 mm/jam).

3.

Mempertahankan 200% beban selama 24 jam.

4.

Setelah waktu yang dibutuhkan didapat, lepaskan beban dengan
pengurangan sebesar 25% dengan jarak waktu 1 jam diantara waktu

pengurangan.
5.

Setelah beban diberikan dan dilepas keatas, bebani tiang kembali untuk
pengujian beban dengan penambahan 50% dari beban desain, menyediakan
waktu 20 menit untuk penambahan beban.

6.

Kemudian tambahkan beban dengan penambahan 10% beban desain,
hingga tiang mengalami keruntuhan. Jarak pada pertambahan beban ini
adalah sebesar 20 menit.

Beban runtuh (ultimate) suatu tiang didefenisikan sebagai beban pada saat tiang
tersebut amblas atau penurunan terjadi dengan cepat dibawah tekanan beban. Defenisi
keruntuhan lain menganggap bahwa batas penurunan dapat berubah-ubah, misalnya
pada saat tiang dianggap sudah runtuh ketika bergerak 10 % dari diameter ujung atau
penurunan kotor 1,5 inch (38 mm) dan penurunan bersih atau batasan penurunan yang
diijinkan oleh ASTM dalam seluruh tahapan pembebanan yaitu sebesar 1 inch (25,4
mm) terjadi dibawah beban rencana. (American Standart Test Method, 2010).

b.

Quick Maintened Load Test Method (QM Test)

Metode ini sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Perhubungan
Amerika Serikat, Pengelola Jalan Raya dan ASTM D1143-81 terdiri dari beberapa
langkah sebagai berikut:
1.

Bebani tiang dalam penambahan 20 kali hingga 300 % dari beban desain
(masing masing tambahan adalah 15 % dari beban desain).

2.

Pertahankan setiap beban selama 5 menit dengan bacaan diambil setiap 2,5
menit.

3.

Tambahkan peningkatan beban hingga jacking continue dibutuhkan untuk

mempertahankan beban uji atau uji telah dicapai.
4.

Setelah interval 5 menit, lepaskan atau hilangkan beban penuh dari tiang
dalam empat pengurangan dengan jarak diantara pengurangan 5 menit.
Metode ini lebih cepat dan ekonomis. Waktu uji dengan metode ini adalah
3-5 jam. Metode ini lebih mendekati suatu kondisi, namun metode ini tidak
dapat digunakan untuk estimasi penurunan karena metode cepat.
(American Standart Test Method, 2010).

c.

Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test)

Metode ini terdiri dari beberapa langkah utama yaitu:
1.

Kepala tiang didorong unutuk penurunan 0,05 in/menit (1,25 mm/menit).

2.

Gaya yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi akan dicatat.

3.

Uji dilakukan dengan total penetrasi 2-3 in ( 50-75 mm).
Keuntungan utama dari metode ini adalah lebih cepat (2-3) jam dan

ekonomis (American Standart Test Method, 2010).
d. Prosedur Pembebanan Standar ( SML ) Siklik
Prosedur pembebanan standar (SML) terdiri dari beberapa langkah
sebagai berikut:
1.

Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu (25%, 50%, 75%,
100%, 125%, 150% 175% dan 200%).

2.

Pertambahan beban dilakukan jika kecepatan penurunan yang terjadi tidak
lebih besar dari 0,01 in/hour atau 0,25 mm/jam tetapi tidak lebih lama dari
2 jam.

3.

Jika tidak terjadi keruntuhan maka total beban yang telah diberikan dapat

diangkat kembali (unloading) setelah 12 jam didiamkan jika penurunan
yang terjadi pada 1 jam terakhir tidak lebih besar daripada 0,01 inchi (0,25
mm). Jika penurunan yang terjadi masih lebih besar daripada 0,01 inchi
(0,25 mm) maka biarkan beban selama 24 jam.
4.

Jika waktu yang dimaksudkan di atas telah tercapai, maka kurangi beban
dengan tahapan pengurangan sebesar 50% dari beban perencanaan atau
25% dari beban total pengujian untuk setiap 1 jam.

5.

Jika tiang mengalami keruntuhan maka pemompaan hydraulic jack
dilanjutkan hingga penurunan yang terjadi adalah sama dengan 15% dari
diameter.

6.

Prosedur pembeban pondasi tiang dengan standar pembebanan (loading) di
dasarkan pada American Standard for Testing Material, “Standard Method
Of Testing piles Under Axial Compressive Load”.

Percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test) dengan 4 cycle
sebagai berikut:
Cycle I

: 0% - 25% - 50% - 25% - 0%.

Cycle II

: 0% - 50% - 75% - 100% - 75% - 50% - 0%.

Cycle III

: 0% -50% - 75% - 100% - 125% - 150% -125% - 100% -50% - 0%.

Cycle IV

: 0% - 50% - 75% - 100% - 150% - 175% - 200% - 175% - 150% 100% - 75% - 50% - 0%.

2.4.7 Prosedur Pengukuran Penurunan Tiang
Untuk pergeseran aksial, pembacaan penurunan pada tiap pengujian berbeda

pada posisi kepala tiang. Pembacaan dapat dilakukan pada lempeng pengujian berikut:
1.

Lakukan pembacaan sesuai dengan interval waktu terhadap beban dan
penurunan yang terjadi.

2.

Selama pembacaan pastikan tiang tidak runtuh, lakukan pembacaan
tambahan dan catat hasil pembacaan pada interval tidak lebih 10 menit
selama setengah jam atau 20 menit sesudah tiap penambahan beban.

3.

Sesudah beban penuh sesuai rencana, pastikan tiang belum runtuh lakukan
pembacaan pada interval tidak lebih 20 menit pada 2 jam pertama, tidak
lebih 1 jam untuk 10 jam berikutnya dan tidak lebih 2 jam untuk 12 jam
berikutnya.

4.

Jika tidak terjadi keruntuhan tiang, segera lakukan pembacaan sebelum
beban pertama dikurangi. Selama pengurangan beban dilakukan,
pembacaan dilaksanakan dan catat dengan interval tidak lebih 20 menit.

5.

Lakukan pembacaan akhir 12 sesudah beban dipindahkan.

6.

Besar beban (ton), lama pembebanan dan besar penurunan dimuat dalam
tabel jadwal loading test. (American Standart Test Method, 2010).

2.4.8 Peralatan Pengujian
a.

Dongkrak (hydraulic jack)
Merek
: Enerpac
Model
: CLR - 2006
Kapasitas
: 200 Ton
Diameter Ram : 7 ¼ inchi
Berat
: 201 Lb
Unit
: 1 (satu)
Hydraulic Jack berfungsi memberikan tekanan pada beban yang akan
diterima oleh tiang bor, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.21 dibawah ini.

Gambar 2.21 Hydraulic Jack (Data Proyek Medan Focal Point, 2010)
b.

Pressure Gauge (Manometer)
-

Merek

: Enerpac.

-

Type/No. Seri

: GP – 105.

-

Kapasitas/div

: 10000/100 Psi.

-

Unit

: 1 (satu).

Pressure Gauge/Manometer berfungsi pengontrol besar beban yang dikontrol
pada manometer (pressure gauge) yang dipasang pada pompa (Hydraulic Pump).
c.

Hand Pump
1.

Merek

: Enerpac.

2.

Type/No. Seri

: P – 464.

3.

Kapasitas /div

: 10000 Psi.

4.

Unit

: 1 (satu).

Hand Pump berfungsi memberikan tekanan (press) kepada Hydraulic Jack.
d.

Dial Gaug/Dial Indicator
1.

Merek

: Mitutoyo.

2.

Type/No. Seri

: 3058 E.

3.

Kapasitas/div

: 0.01 mm-50 mm.

4.

Unit

: 1 (satu).

5.

Ketelitian

: 0.001 mm.

Dial Gauge/Dial Indicator berfungsi sebagai pembacaan hasil penurunan tiang
bor, dipasang secara diagonal. Jarum Dial Gaugae ditumpukan pada Reference Beam
yang dibuat dari profil baja L 50 “x” 50 “x” 50 mm yang dipasang/disupport ke tanah

secara kaku dan bebas getaran-getaran. Dial Gage harus memiliki graduasi
minimum kurang dari atau sama dengan 1% dari beban maksimum yang diberikan dan
harus sesuai dengan Standar, seperti pada Gambar 2.22.

Gambar 2.22 Dial Gauge (Proyek Medan Focal Point, 2010)

e.

Magnetic Stand
1.

Merek

: Mitutoyo.

2.

Type /No. Seri

: 7010 SB.

3.

Unit

: 1 (satu).

Magnetic Stand berfungsi sebagai penghubung yang dihubungkan dengan
jarum dial gauge dimana magnetic stand diletakkan di atas plat 50 mm atau 100 mm
dari kepala tiang.

2.4.9 Perbandingan Standart Operation Prosedure ASTM D-1143 (1981) dengan
ASTM D-1143 (2007)
Di dalam kedua ASTM ini terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat mencolok,
yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Perbandingan Standart Operation Prosedur ASTM D-1143 (1981) dengan
ASTM D-1143 (2007)
ASTM D-1143 (1981)
1. Prosedur Loading Test
a. Standart loading procedur
- Loading in excess of standart test load
settlement equals 15% of the pile
diameter
b. Quick load test method for individual
piles
• Tahapan pembebanannya (10%15%)
• Interval waktu pembebanan (2,5
menit-5 menit)
c. Constanta settlement increment loading
method for individual piles
Total penurunan 10% dari
diameter tiang
2. Peralatan
a. Dial Indicator
• Dial Gauges travel 50 mm (2 inchi).
• Ketelitian alat 0,3 mm.
b. Kawat harus tidak lebih dari 1 inchi
(25 mm) dari muka skala.
c. Pemasangan plat baja sampai 2
inchi (50 mm).
d. Reference beam 2,5 inchi (8 ft).

ASTM D-1143 (2007)
1. Prosedur Loading Test
a. Slow maintained test
• Loading in excess of standart
test load settlement
equals
10%
of the pile
diameter
b. Quick load test method for
individual piles
• Tahapan pembebanannya 5%
• Interval waktu pembebanan (4
menit-15 menit)
c. Constanta movement increment
test
• Total penurunan 15% dari
diameter tiang
2. Peralatan
a. Dial Indicator
- Dial gauges travel 100 mm (4
inchi).
• Ketelitian alat 0,1 mm.
b. Kawat harus tidak lebih dari 1
inchi (25 mm) dari muka skala.
c. Pemasangan plat baja sampai 2
inchi (50 mm).
d. Reference beam 2,5 inchi (8 ft).

2.5

Interpretation Method

2.5.1 Dengan Metoda Davisson (1973)
Jika Kurva beban penurunan telah diperoleh dari uji beban tiang, dengan
metode Davisson dapat diestimasi besarnya beban ultimit tiang. Pada jenis tanah
lempung lunak, beban yang menyebabkan keruntuhan tiang terjadi pada beban yang
konstan dengan penurunan yang berlebihan. Akan tetapi, bila tiang pada pasir tanah
tanah campuran atau lempung kaku, penentuan titik keruntuhan tiang pada kurva
beban–penurunan menjadi agak sulit (Hardiyatmo, 2010). Penentuan Qu dengan
metode Davisson dapat dilihat pada Gambar 2.23.
Davisson (1973) mengusulkan cara yang telah banyak dipakai saat ini. Cara ini
didefinisikan kapasitas dukung utimit tiang pada penurunan tiang sebesar:

Gambar 2.23 Penentuan Qu dengan metode Davisson, (Hardiyatmo, 2010)

(2.35)
Dimana,

d

= Diameter/lebar tiang (mm).

dr

= 1 ft = 300 mm.

Q

= Beban yang bekerja pada tiang.

D

= Kedalaman tiang (mm).

A

= Luas penampang tiang (mm2).

E

= Modulus elastis tiang (Mpa).
= 200000 Mpa, untuk baja.
= 15200 σr ( f’c/σr )0,5.

σr

= 0,1 Mpa = 100 Kpa.

2.5.2 Dengan Metode Chin (1970)
Metoda Chin didasari anggapan bahwa bentuk grafik hubungan beban vs
penurunan adalah hyperbola. Meskipun uji beban belum dilakukan sampai batas beban
kegagalan, namum kegagalan dapat diperkirakan. Grafik hubungan pembebanan vs
penurunan digambarkan dengan bentuk S/Qva sebagai sumbu tegak dan Δ sebagai
sumbu datar. Beban ultimit yang diperoleh dari metode ini harus dibagi dengan faktor
koreksi yang besarnya berkisar antara 1.0 - 1.4.
Adapun prosedur untuk menghitung metoda Davisson adalah sebagai berikut:
1.

Gambar kurva S/Qva terhadap S, dimana S adalah besar penurunan dan Qva
adalah besar beban yang dipasang.

2.

Langkah selanjutnya cari persamaan garis lurus yang merupakan regresi
dari kurva tersebut.

3.

Persamaan umum dari re

Dokumen yang terkait

Analisis Daya Dukung Pondasi Bored Pile Diameter 0,8 Meter Menggunakan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

17 153 144

Analisis Daya Dukung Ultimit dan Penurunan pada Compression Loading Test Bored Pile Tunggal Diameter 0,6 Meter dengan Metode Semi Empiris dan Pemodelan Metode Elemen Hingga (Study Kasus Medan Focal Point)

3 93 156

Analisa Daya Dukung Pondasi Bored Pile Dengan Metode Elemen Hingga Pada Proyek Fly Over Jamin Ginting Medan

9 147 144

Analisis Perbandingan Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Bored Pile Diameter 600 mm dengan Metode Empiris, Uji Beban Statis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Medan Focal Point

0 1 32

Analisis Perbandingan Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Bored Pile Diameter 600 mm dengan Metode Empiris, Uji Beban Statis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Medan Focal Point

0 0 2

Analisis Perbandingan Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Bored Pile Diameter 600 mm dengan Metode Empiris, Uji Beban Statis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Medan Focal Point

0 0 6

Analisis Perbandingan Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Bored Pile Diameter 600 mm dengan Metode Empiris, Uji Beban Statis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Medan Focal Point

1 2 2

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE DIAMETER 0.8 METER MENGGUNAKAN METODE ANALITIS DAN METODE ELEMEN HINGGA PADA PROYEK

0 4 16

Analisis Daya Dukung Ultimit dan Penurunan pada Compression Loading Test Bored Pile Tunggal Diameter 0,6 Meter dengan Metode Semi Empiris dan Pemodelan Metode Elemen Hingga (Study Kasus Medan Focal Point)

0 0 30

ANALISIS DAYA DUKUNG ULTIMIT DAN PENURUNAN PADA COMPRESSION LOADING TEST BORED PILE TUNGGAL DIAMETER 0,6 METER DENGAN METODE SEMI EMPIRIS DAN PEMODELAN METODE ELEMEN HINGGA (STUDY KASUS MEDAN FOCAL POINT) TESIS

0 0 22