Analisis Kefektifan Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube Satu Laluan Cangkang Dua Laluan Tabung Sebagai Pendinginan Oli dengan Fluida Pendingin Air

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prinsip-prinsip Perpindahan Panas
Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu
tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama
sekali. Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu
suatu zat dan atau perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan. Perpindahan
kalor/panas (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang
terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material[6]. Dimana
perpindahan panas ini merupakan satu dari disiplin ilmu teknik termal yang
mempelajari cara menghasilkan panas, menggunakan panas, mengubah panas, dan
menukarkan panas di antara sistem fisik. Proses terjadinya perpindahan panas
dapat dilakukan secara langsung, yaitu fluida yang panas akan bercampur secara
langsung dengan fluida dingin tanpa adanya pemisah. Selain itu dapat juga
dilakukan secara tidak langsung, yaitu bila diantara fluida panas dan fluida dingin
tidak berhubungan langsung tetapi dipisahkan oleh sekat-sekat pemisah. Frank
Kreith dan Mark S. Bohn[11] dalam bukunya mengklasifikasikan perpindahan
panas dalam tiga bahagian yaitu : konduksi, konveksi, radiasi. Dimana ketiga hal
tersebut dapat di ilustrasi dari proses sederhana berikut.
Konveksi


Konduksi

Radiasi

Gambar 2.1 Prinsip proses perpindahan panas
Sumber : http://budisma.net/2015/01/perpindahan-kalor-konduksi-konveksi-dan-radiasi.html

Gambar 2.1 menggambarkan adanya proses perpindahan panas konduksi pada
batang, konveksi dari wadah menuju air atau api menuju batang serta perpindahan
panas radiasi dari api menuju sekitarnya (tangan manusia).

Universitas Sumatera Utara

2.1.1 Perpindahan Panas Konduksi
Pada gambar dibawah ini terdapat sebuah ilustrasi dimana sebuah batang
silinder dengan material tertentu dimana tidak ada isolasi pada sisi terluarnya dan
salah satu ujungnya dipanaskan dengan api sehingga kedua ujung permukaannya
memiliki suhu yang berbeda yakni T1>T2. Seperti yang terlihat pada gambar
dibawah ini :

T2

qx

T1

Gambar 2.2 Skematik perpindahan panas pada batang
Sumber : http://maslatip.com/3-cara-perpindahan-panas.html

Akibat dari proses pemanasan seperti pada Gambar 2.2 maka perpindahan
panas akan dialami oleh batang yaitu dari ujung batang T1 menuju ujung batang
T2 yang terjadi secara konduksi. Kita dapat mengukur laju perpindahan panas qx,
dan dapat menentukan qx bergantung pada variabel-variabel berikut :
ΔT yakni perbedaan temperatur
Δx yakni panjang batang
A

yakni luas penampang tegak lurus bidang

K


yakni konduktifitas panas dari material

Sehingga dapat dituliskan untuk nilai perpindahan panas konduksi dengan
rumus sebagai berikut.[6]

qx = k A

Δ�
Δx

..................................................(2.1)

pada Tabel 2.1 berikut merupakan nilai konduktivitas panas untuk beberapa
material :
Tabel 2.1 Tabel nilai konduktivitas termal untuk beberapa materil[11]
Material
Copper
Aluminium
Carbon steel, 1% C

Glass

Thermal conductivity at 300 K
(W/m K)
399.0
237.0
43.0
0.81

Universitas Sumatera Utara

Plastics
Water
Ethylene glykol
Engine oil
Freon (liquid)
Hydrogen
Air

0.2-0.3

0.6
0.26
0.15
0.07
0.18
0.026

2.1.2 Perpindahan Panas Konveksi
Konduksi dan konveksi adalah membutuhkan media perantara dalam proses
perpindahan panasnya. Namun pada konveksi membutuhkan gerakan fluida untuk
dapat memindahkan panas. Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas
konveksi sangat bergantung pada sifat-sifat fluida seperti viskositas dinamis μ,
konduktivitas termal k, massa jenis ρ, dan spesifik panas Cp, dan dipengaruhi oleh
kecepatan fluida Ѵ. Konveksi juga bergantung pada bentuk dan kekasaran
permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau
turbulen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas secara konveksi
adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel. Oleh karena itu,
konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling kompleks. Meskipun
konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju perpindahan panas secara
konveksi berbanding lurus dengan perbedaan temperatur dan dapat ditulis dengan

Hukum Newton tentang pendinginan. Berikut adalah skematik perpindahan panas
secara konveksi :

Gambar 2.3 Perpindahan panas secara konveksi
Sumber : literatur 3 Yunus A Cengel

Pada Gambar 2.3 terlihat bahwa perpindahan panas konveksi terjadi dari
permukaan benda panas menuju aliran udara pada sekitanya.

Universitas Sumatera Utara

Untuk nilai perpindahan panas secara konveksi dapat di tentukan dengan rumus :

qkonveksi = h As (Ts - T∞) .............................................. (2.2)
dengan

h : koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K)
As : luas permukaan perpindahan panas (m2)
Ts : temperatur permukaan benda (K)
T∞ : merupakan temperatur lingkungan sekitar benda (K)


2.1.4 Perpindahan Panas Menyeluruh
Dalam alat penukar kalor terdapat dua jenis fluida yang mengalir dan
dipisahkan oleh dinding material berupa pipa, dimana perpindahan panas terjadi
terhadap kedua fluida dengan perantaraan dinding solid tersebut. Perpindahan
panas tersebut terjadi dengan beberapa tahap. Pertama, panas dari fluida panas
akan berpindah panasnya menuju permukaan dinding yang terjadi secara
konveksi. Kedua, panas akan berpindah melewati dingding solid menuju
permukaan dinding fluida dingin yang terjadi secara konduksi, kemudian panas
akan berpindah ke fluida dingin yang terjadi secara konveksi sehingga temperatur
fluida dingin menjadi meningkat. Perpindahan panas untuk semuanya dapat
dilihat pada Gambar 2.4 untuk tahanan panas (R) pada sebuah pipa :

Gambar 2.4 Jaringan tahanan panas pada alat penukar kalor
Sumber : Literatur 3 Cangel halaman 671

Universitas Sumatera Utara

dimana subskrip i dan o pada gambar menunjukkan diameter dalam dan diameter
luar tabung yang berada didalam dan permukaan luar tabung.

Dalam sebuah alat penukat kalor nilai perpindahan panas radiasi tidak
diperhitungkan

karena

permukaannya

diisolasi,

sehingga

hanya

terjadi

perpindahan panas konveksi dan konduksi seperti yang tampak pada tahanan
panas diatas (Gambar 2.4). Untuk menentukan total tahanan panas [9] yang terjadi
pada pipa tersebut adalah :
R = Rtotal = Ri + Rdinding + Ro =


1

+

hi A i

ln (Do/Di)
1
+
.................... (2.3)
2 k L
ho A o

Sehingga untuk perpindahan panas menyeluruhnya[9] adalah
1
UAs

=

1

Ui Ai

=

1
Uo Ao

= R ................................... (2.4)

A merupakan luas bidang aliran kalor yang terjadi untuk alat penukar kalor yang
dapat ditentukan dengan persamaan :
Ai =  Di L dan Ao =  Do L .............................. (2.5)
Dan untuk menentukan perpindahan panas konveksi (h) yang terjadi dalam pipa di
rumuskan dengan :
h=
Dimana,

k Nu
D


....................................................... (2.6)

R : tahanan panas (k/W)
k : konduktifitas panas dari material pipa (W/m.K)
L : panjang alat penukar kalor (m)
D : diameter pipa (m)
h : perpindahan panas konveksi (W/m2K)
U : perpindahan panas menyeluruh (W/m2K)
Nu: bilangan Nusselt

Universitas Sumatera Utara

2.2 Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor (heat exchanger) adalah sebuah alat yang berfungsi untuk
mentransfer energi panas (entalpi) antara dua atau lebih fluida, antara permukaan
padat dengan fluida, atau antara partikel padat dengan fluida, pada temperatur
yang berbeda serta terjadi kontak termal[6]. Lebih lanjut, heat exchanger dapat
juga berfungsi sebagai alat pembuang panas, alat sterilisasi, pasteurisasi,
pemisahan campuran, distilisasi (pemurnian, ekstraksi), pembentukan konsentrat,
kristalisasi, atau juga untuk mengontrol sebuah proses fluida. Alat ini sering
digunakan dalam industri kimia, industri permesinan, pembangkit tenaga dan
sebagainya.
Satu bagian terpenting dari penukar kalor adalah permukaan kontak panas,
karena pada permukaan inilah terjadi perpindahan panas dari satu zat ke zat yang
lain. Semakin luas bidang kontak total yang dimiliki oleh penukar kalor tersebut,
maka akan semakin tinggi nilai efisiensi perpindahan panasnya. Pada kondisi
tertentu, ada satu komponen tambahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
luas total bidang kontak perpindahan panas ini, komponen tersebut adalah sirip.
Sitompul Tunggul[16] dalam bukunya menyebutkan proses perpindahan panas
yang terjadi dalam sebuah APK bisa terjadi dengan dua cara, yaitu :
1. APK langsung, dimana fluida yang panas akan bercampur secara
langsung dengan fluida dingin ( tanpa adanya pemisah ) dalam suatu
bejana atau ruangan tertentu, diantaranya : jet condensor, pesawat
desuperheater dan lain-lain.
2. APK tidak langsung, dimana fluida panas tidak berhubungan langsung
(indirect contact) dengan fluida dingin. Jadi proses pemindahan panasnya
melalui media perantara, seperti pipa, pelat atau peralatan lainnya. Contoh
alatnya antara lain : pemanas air pendahuluan pada ketel (ekonomiser),
condensor pada turbin uap dan lain-lain.
Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi di
setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada saat
menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan koefisien
perpindahan panas menyeluruh U yang memungkinkan untuk menghitung seluruh
efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara kedua fluida

Universitas Sumatera Utara

terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan temperatur pada
suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada saat menganalisis
alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan logarithmic mean
temperature difference LMTD, yang sebanding dengan perbedaan temperatur ratarata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor. Ketika dua temperatur
tidak diketahui maka dapat dianalisis dengan metode keefektifan-NTU.
Alat penukar kalor juga sangat banyak digunakan dalam sebuah mesin
pembangkit tenaga, salah satunya PLTA. Dalam mengoperasikan sebuah turbin
dalam sebuah PLTA pasti membutuhkan pelumasan untuk memperlancar proses
kerja mesin, diantaranya pelumasan pada turbine gate bearing dan thrust bearing
yang memiliki temperatur operasi 40-60oC sehingga dibutuhkan alat penukar
kalor yang dapat membuat suhu pada sistem pelumasan tersebut terjaga.
2.2.1 Klasifikasi Alat Penukar Kalor
Terdapat banyak jenis alat penukar kalor yang sudah dipergunakan hingga
saat ini yang dapat diklasifikasikan dalam berbagi tipe. Secara umum, alat
penukar kalor dapat dibagi berdasarkan fungsinya, seperti yang diterangkan oleh
Sitompul Tunggul[16] dalam bukunya tentang jenis alat penukar kalor berdasarkan
fungsinya :
a. Chiller
Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai
pada temperature yang rendah. Temperature fluida hasil pendinginan
didalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan

dengan fluida

pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media
pendingin biasanya digunakan amoniak atau Freon. Pada Gambar 2.5
diperlihatkan gambar untuk chiller dengan jenis sentrifugal :

Gambar 2.5 Chiller sentrifugal
Sumber : http://clubchillercontrol.blogspot.co.id/2014_08_01_archive.html

Universitas Sumatera Utara

b. Kondensor
Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran
uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai
biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas
latent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap
yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin
akan dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi
kondensat. Untuk kondensor yang sering digunakan pada pembangkit
listrik dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut :

Gambar 2.6 Kondensor
Sumber : https://ecanblue.wordpress.com/2014/01/09/peralatan-padapembangkit-listrik-tenaga-panas-bumi/

c. Cooler
Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas
dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi
perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka
pendingin coler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan
bantuan fan (kipas), dimana pada Gambar 2.7 berikut adalah salah satu
jenis cooler :

Gambar 2. 7 Coller
Sumber : www.standardxchange.com/Tools/Portfolio/frontend/item.asp?reset=1&Itemid

Universitas Sumatera Utara

d. Evaporator
Alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap.
Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari
fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan
zat yang digunakan adalah air atau refrigerant cair. Pada Gambar 2.8
berikut ditunjukkan merupakan rangkaian sederhana dari sebuah
evaporator AC :

Gambar 2.8 Evaporator AC
Sumber : https://www.google.com/search?q=evaporator&tbm

e. Reboiler
Alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta
menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang
sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu
sendiri. Hal ini dapat dilihat pada penyulingan minyak pada Gambar 2.2,
diperlihatkan sebuah reboiler dengan mempergunakan minyak (665 °F)
sebagai media penguap, minyak tersebut akan keluar dari boiler dan
mengalir didalam tube. Gambar 2.9 berikut adalah penampang dalam dan
luar dari sebuang reboiler yang sering digunakan :

Gambar 2.9 Reboiler
Sumber : http://megproduction.blogspot.co.id/2011/04/reboiler-design.html

Universitas Sumatera Utara

f. Heat Exchanger
Alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran
fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu:
• Memanaskan fluida dingin
• Mendinginkan fluida yang panas
Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan
kebutuhannya. Pada Gambar 2.10 berikut diperlihatkan sebuah heat
exchanger tipe shell and tube, dimana fluida panas masuk melalui
cangkang (shell) dan fluida dingin masuk melalui tabung (tube)

Fluida dingin masuk

Fluida panas keluar

Pipa tabung
Pipa cangkang
Fluida dingin keluar
Fluida panas masuk

Gambar 2.10 Konstruksi Heat Exchanger
Sumber : https://grabcad.com/library

Dari beberapa jenis alat penukar kalor tersebut, Situmpul Tunggul[16] dalam
bukunya mengklasifikasikan APK dalam berbagai tipe, diantaranya :
1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas
a. Tipe kontak tidak langsung
• Tipe dari satu fase
• Tipe dari banyak fase
• Tipe yang ditimbun (storage type)
• Tipe fluidized bed
b. Tipe kontak langsung
• Immiscible fluids
• Gas liquid
• Liquid vapor

Universitas Sumatera Utara

2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir
a. Dua jenis fluida
b. Tiga jenis fluida
c. N – Jenis fluida (N lebih dari tiga)
3. Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan
a. Tipe penukar kalor yang kompak, Density luas permukaan > 700 m
b. Tipe penukar kalor yang tidak kompak, Density luas permukaan < 700 m
4. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas
a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya
b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya
terdapat cara konveksi 2 aliran
c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2
passaliran masingmasing
d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi
5. Klasifikasi berdasarkan konstruksi
a. Konstruksi tubular (shell and tube)
• Tube ganda (double tube)
• Konstruksi shell and tube
Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod baffle)
• Konstruksi tube spiral
b. Konstruksi tipe pelat
• Tipe pelat
• Tipe lamella
• Tipe spiral
• Tipe pelat koil
c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface)
• Sirip pelat (plate fin)
• Sirip tube (tube fin)
• Heat pipe wall
• Ordinary separating wall
d. Regenerative
• Tipe rotary

Universitas Sumatera Utara

• Tipe disk (piringan)
• Tipe drum
• Tipe matrik tetap
6. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran
a. Aliran dengan satu pass
• Aliran Berlawanan
• Aliran Paralel
• Aliran Melintang
• Aliran Split
• Aliran yang dibagi (divided)
b. Aliran multipass
a. Permukaan yang diperbesar (extended surface)
• Aliran counter menyilang
• Aliran paralel menyilang
• Aliran compound
b. Multipass plat

Untuk semua jenis apat penukar kalor diatas terdapat suatu terminologi
yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang
dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular
Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan
untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat,
karena alat ini beroperasi pada temperature dan tekanan yang tinggi.
Didalam standar mekanik TEMA, terdapat tiga macam kelas heat Exchanger,
yaitu :
1. Kelas R, yaitu untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi berat,
misalnya untuk industri minyak.
2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada
segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum
industri.
3. Kelas B, yaitu alat yang biasa digunakan pada proses kimia.

Universitas Sumatera Utara

Dimana kelas R, C dan B semuanya adalah alat penukar kalor yang tidak dibakar,
tidak sama dengan dapur atau ketel uap.
Mesikipun banyak jenis alat penukar kalor, namun ada beberapa APK
yang sering digunakan dalam hidup sehari-hari terutama yang sering digunakan
dalam dunia industri. Berikut ini akan dijelaskan beberapa alat penukar kalor yang
umum digunakan dalam dunia industri :

1. Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe)
Heat exchanger ini menggunakan dua pipa dengan diameter yang berbeda.
Pipa dengan diameter lebih kecil dipasang paralel di dalam pipa berdiameter
lebih besar seperti pada gambar berikut :
Fluida dingin masuk
Fluida dingin keluar

Fluida panas
keluar

Fluida panas masuk

Gambar 2.11 Heat Exchanger Tipe Double-Pipe
Sumber : http://solidworkssimulation.blogspot.co.id/2012_09_01_archive.html

Dari Gambar 2.11 diatas perpindahan panas terjadi pada saat fluida kerja
yang satu mengalir di dalam pipa diameter kecil, dan fluida kerja lainnya
mengalir di luar pipa tersebut. Arah aliran fluida dapat didesain berlawanan
arah untuk mendapatkan perubahan temperatur yang tinggi, atau jika
diinginkan temperatur yang merata pada semua sisi dinding heat exchanger
maka arah aliran fluida dapat didesain searah.
Keuntungan dan kerugian penggunaan double pipe heat exchanger:
a) Keuntungan
• Penggunaan longitudinal tinned tubes akan mengakibatkan suatu heat
exchanger untuk shell sides fluids yang mempunyai suatu low heat
transfer coefficient.

Universitas Sumatera Utara

• Counter current flow mengakibatkan penurunan kebutuhan surface
area permukaan untuk service yang mempunyai suatu temperature
cross.
• Potensi kebutuhan untuk ekspansi joint adalah dihapuskan dalam kaitan
dengan konstruksi pipa-U.
• Konstruksi sederhana dalam penggantian tabung dan pembersihan.

b) Kerugian
• Bagian hairpin adalah desain khusus yang mana secara normal tidak
dibangun untuk industri standar dimanapun selain ASME code.
• Bagian multiple hairpin tidaklah selisih secara ekonomis bersaing
dengan single shell dan tube heat exchanger.
• Desain penutup memerlukan gasket khusus.

2. Shell And Tube Heat Exchanger
Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan
relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun
suatu annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan
yang optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di annulus sehingga
terjadi perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya
triangular pitch (pola segitiga) dan square pitch (pola segiempat). Gambar
2.12 berikut adalah contoh APK dengan tipe shell and tube dengan pola
segitiga:

Gambar 2.12 Shell and tube heat exchanger
Sumber : http://www.southwestthermal.com/shell-tube-exchanger.html

Universitas Sumatera Utara

Keuntungan dari shell and tube:
1. Konfigurasi yang dibuat akan memberikan luas permukaan yang besar
dengan bentuk atau volume yang kecil.
2. Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk
operasi bertekanan.
3. Menggunakan teknik fabrikasi yang sudah mapan (well-astablished).
4. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dapat dipilih jenis
material yang digunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi.
5. Mudah membersihkannya.
6. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil.
7. Pengoperasiannya

tidak

berbelit-belit,

sangat

mudah

dimengerti

(diketahui oleh para operator yang berlatar belakang pendidikan rendah).
8. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak merupakan satu
kesatuan yang utuh, sehingga pengangkutannya relatif gampang

3. Plate Type Heat Exchanger
Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti
stainless steel atau tembaga. Plate dibuat dengan desain khusus dimana
tekstur permukaan plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk
ruang sempit antara dua plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plateplate menjadi seperti berlapis-lapis, susunan plate-plate tersebut tertekan
dan bersama-sama membentuk saluran alir untuk fluida. Area total untuk
perpindahan panas tergantung pada jumlah plate yang dipasang bersamasama, seperti Gambar 2.13 dibawah ini menunjukkan APK dengan tipe plate
yang di alirkan dengan arah aliran cross flow atau aliran berlawanan

Gambar 2.13 Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent
Sumber : http://pixhder.com/plate+and+frame+heat+exchanger+design

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Metode Log Mean Temperature Difference ( LMTD )
Dalam merancang ataupun memprediksi performansi alat penukar kalor,
sangatlah perlu untuk menghubungkan antara laju perpindahan panas total
terhadap temperatur fluida yang masuk dan keluar, koefisien perpindahan panas
menyeluruh, dan luas permukaan total untuk laju perpindahan panas. Persamaan
perpindahan panas antara fluida panas dan fluida dingin adalah setimbang. Seperti
Gambar 2.14 dibawah ini yang menunjukkan kesetimbangan energi untuk dua
fulida.

Gambar 2.14 Kesetimbangan energi total untuk fluida panas dan fluida dingin
Sumber : literatur 5 Frank P Incropera, halaman 714

Frank Incropera[9] dalam bukunya mengatakan, jika q adalah laju perpindahan
panas antara fluida panas dengan fluida dingin dan dengan mengabaikan
perpindahan panas yang terjadi pada alat penukar kalor terhadap lingkungan,
mengabaikan perubahan energi potensial dan energi kinetik, dan dengan
mengaplikasikan persamaan energi steady, dan dalam hal ini fluida tidak
mengalami perubahan fasa dan diasumsikan pada kondisi panas jenis yang
konstan, maka diperoleh persamaan

q = ṁh cp,h (Th,i – Th,o) ............................................ (2.7a)
dan

q = ṁc cp,c (Tc,o – Tc,i) ............................................ (2.7b)
dimana temperatur dalam persamaan merupakan temperatur rata-rata fluida dalam
lokasi yang ditentukan, dan persamaan diatas dapat digunakan untuk semua jenis
alat penukar kalor. Metode Log Mean Temperature Difference atau Perbedaan
temperatur rata-rata logaritma (LMTD) merupakan metode untuk menentukan
nilai perbedaan temperatur yang terjadi dalam alat penukar kalor. Penentuan
LMTD tersebut dipengaruhi oleh jenis kedua aliran fluida didalam pipa yaitu
aliran sejajar (paralel flow), aliran berlawanan (counter flow), aliran menyilang
(crosflow).

Universitas Sumatera Utara

2.2.3.1 Aliran Searah ( Paralel Flow )
Yaitu apabila arah aliran dari kedua fluida di dalam penukar
kalor adalah sejajar. Artinya kedua fluida masuk pada sisi yang satu
dan keluar dari sisi yang lain mengalir dengan arah yang sama.
Karakter penukar panas jenis ini temperatur fluida yang memberikan
energi akan selalu lebih tinggi dibanding yang menerima energi sejak
mulai memasuki penukar kalor hingga keluar. Gambar 2.15 berikut adalah
grafik bila aliran kedua fluida sejajar

Gambar 2.15 Skematik aliran sejajar
Bila grafik aliran pararel seperti Gambar 2.15 maka akan berlaku
persamaan sebagai berikut :

q = ṁh cp,h (Th,i – Th,o) = ṁc cp,c (Tc,i– Tc,o) ......................... (2.8)
dimana:

q

= laju perpindahan panas ( watt )

ṁ = laju alir massa fluida ( kg/s )
cp = kapasitas kalor spesifik ( j/kg.K )
T = suhu fluida (K)
Bila asumsi nilai kapasitas kalor spesifik ( Cp ) fluida dingin dan
panas konstan, tidak ada kehilangan panas ke lingkungan serta keadaan
steady state, maka kalor yang dipindahkan :

q = U A ∆TRL ................................................. (2.9)

Universitas Sumatera Utara

dengan U = koefisien perpindahan panas secara keseluruhan ( W / m2. K)
A = luas perpindahan panas (m2)

∆TRL = Beda temperatur rata-rata
∆TRL =
dimana :

∆T1 − ∆T2

ln (∆T1/∆T2)

......................................... (2.10)

∆T1 = Th,i – Tc,i

∆T1 = Th,o – Tc,o

2.2.3.2 Aliran berlawanan (counter flow)
Yaitu bila kedua fluida mengalir dengan arah yang saling
berlawanan dan keluar pada sisi yang berlawanan. Pada tipe ini masih
mungkin terjadi bahwa temperatur fluida yang menerima panas
(temperatur fluida dingin) saat keluar

penukar kalor

lebih tinggi

dibanding temperatur fluida yang memberikan kalor (temperatur fluida
panas) saat meninggalkan penukar kalor. Gambar 2.16 berikut adalah
grafik untuk aliran bila kedua fluida saling berlawanan arah :

Gambar 2.16 Skematik aliran berlawanan
Bila grafik aliran pararel seperti Gambar 2.16 maka akan berlaku
persamaan sebagai berikut :

q = ṁh cp,h (Th,i – Th,o) = ṁc cp,c (Tc,o – Tc,i) ...................... (2.11)
untuk menentukan nilai ∆TRL sama dengan aliran sejajar.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3.3 Aliran menyilang ( Cross Flow )
Artinya arah aliran kedua fluida saling bersilangan. Contoh yang
sering kita lihat adalah radiator mobil dimana arah aliran air pendingin
mesin yang memberikan energinya ke udara saling bersilangan. Apabila
ditinjau dari efektivitas pertukaran energi, penukar kalor jenis ini berada
diantara kedua jenis di atas. Dalam kasus radiator mobil, udara melewati
radiator dengan temperatur rata-rata yang hampir sama dengan temperatur
udara lingkungan kemudian memperoleh panas dengan laju yang berbeda
di setiap posisi yang berbeda untuk kemudian bercampur lagi setelah
meninggalkan radiator sehingga akan mempunyai temperatur yang hampir
seragam.

2.2.3 Metode Number of Transfer Unit ( NTU )
Metode log mean temperature difference dalam menganalisis penukar
kalor berguna bila suhu fluida masuk dan suhu fluida keluar diketahui atau dapat
ditentukan dengan mudah; sehingga LMTD dapat dihitung dan aliran kalor, luas
permukaan, serta koefisian perpindahan panas dapat dihitung. Namun apabila
hanya temperatur fluida masuk saja yang diketahui maka metode LMTD tidak
dapat digunakan. Maka dari itu dibutuhkan pendekatan alternatif yang lain yaitu
metode keefektifan NTU. Dimana metode efektivitas ini mempunyai beberapa
keuntungan untuk menganalisis permasalahan dimana kita harus membandingkan
berbagai jenis penukar kalor guna memilih jenis yang terbaik untuk melaksanakan
suatu tugas pemindahan kalor tertentu.
Metode NTU-efektivitas merupakan metode yang berdasarkan atas
efektifitas penukar panas dalam memindahkan sejumlah panas tertentu. Metode
NTU-efektifitas juga mempunyai beberapa keuntungan untuk menganalisa soal –
soal di mana harus dibandingkan berbagai jenis penukar panas guna memilih
jenis yang terbaik untuk melaksanakan sesuatu tugas pemindahan panas tertentu.
Holman J P[1] mendefenisikan efektifitas penukar panas sebagai berikut
Efektifitas = ε =

Laju perpindahan

panas aktual

Laju perpindahan panas yang mungkin

=

�������

���������

......... (2.12)

Universitas Sumatera Utara

Laju perpindahan panas aktual yang terjadi pada sebuah alat penukar kalor
dapat dihitung dari energi yang dilepaskan oleh fluida panas atau energi yang
diterima oleh fluida dingin. Untuk menentukan laju perpindahan panas maksimum
yang mungkin terjadi pada sebuah alat penukar kalor, pertama sekali kita
menganggap bahwa perbedaan temperatur maksimum yang berada pada sebuah
alat penukar kalor adalah perbedaan antara temperatur masuk pada fluida panas
dan pada fluida dingin, yakni ΔTmaks = Th,i – Tc,i
Perpindahan panas pada sebuah alat penukar kalor akan mendapatkan nilai
maksimum pada saat :
1. Fluida dingin dipanaskan hingga mencapai temperatur masuk fluida panas
2. Fluida panas didinginkan hingga mencapai temperatur masuk fluida dingin
Kondisi pembatas diatas tidak akan dicapai kecuali kapasitas panas fluida panas
dan fluida dingin adalah sama (Cc = Ch). Pada saat Cc ≠ Ch, yang adalah
merupakan kasus yang biasanya terjadi, fluida yang memiliki kapasitas panas
yang lebih kecil akan memiliki perubahan temperatur yang lebih besar, sehingga
berdasarkan pengalaman akan mencapai temperatur maksimum, dimana pada
kondisi tersebut perpindahan panas akan berhenti. Sehingga laju perpindahan
panas maksimum yang mungkin terjadi adalah :
Q maksimum = Cmin (Th,i – Tc,i) ................................................. (2.13)
Cmin diperoleh dari perhitungan Cc dan Ch yang lebih kecil.
ε=

Q

=

Qmaksimum

Cc (Tc,o – Tc,i)
Ch (Th,i – Th,o)
=
Cmin (Th,i – Tc,i) Cmin (Th,i – Tc,i)

...............................(2.14)

Dimana Incropera[9] menyebutkan sebuah syarat penentuan efektifitas yaitu :
Bila Ch = Cmin, maka :

ε=

�ℎ � −�ℎ �

................................ (2.15a)

Bila Cc = Cmin, maka :

ε=

��� −�ℎ �

................................ (2.15b)

dimana :

�ℎ � −���

�ℎ � −���

Ch = ṁh cp,h atau Cc = ṁc cp,c ................................ (2.16)
Cc dan Ch adalah kapasitas panas fluida dingin dan kapasitas panas fluida panas.

Universitas Sumatera Utara

Keefektifan sebuah alat penukar kalor bergantung pada bentuk dan ukuran alat
penukar kalor dan arah aliran yang terjadi. Oleh karena itu, perbedaan tipe pada
alat penukar kalor akan menghasilkan persamaan keefektifan yang berbeda. Untuk
alat penukar kalor tipe shell and tube J P Holman[6] menulisakan persamaan
penentuan efektifitasnya sebagai berikut :

ε = 2[1 + � +

1

1+ exp (−���(1+� 2 )2 )
1
1− exp (−���(1+� 2 )2

)

1

(1 + � 2 )2 ]−1 ..................... (2.17)

dimana nilai C diperoleh dari persamaan berikut :
C = Cmin/Cmax .................................................. (2.18)
Dan nilai NTU (Number of Transfer Unit) diperoleh dari persamaan
NTU =

UA
Cmin

................................................... (2.19)

Selain dari persamaan diatas yang dibedakan berdasarkan tipe APKnya,
dengan melihat hubungan antara efektifitas sebagai fungsi dari NTU dan C, nilai
dari efektifitas dapat ditentukan melalui grafik yang menunjukan hubungan
tersebut, berikut adalah grafik hubungan efektifitas, NTU dan C untuk semua
jenis APK. Dimana Gambar 2.17 adalah grafik untuk alat penukar kalor tipe
tabung sepusat dengan aliran sejajar dan berlawanan yang ditunjukkan sebagai
berikut :

(a)

(b)

Gambar 2.17 Grafik efektifitas untuk (a) aliran sejajar (b) aliran berlawanan
Sumber : literatur 3 Yunus A Cengel halaman 695

Universitas Sumatera Utara

Selain untuk tipe tabung sepusat terdapat juga grafik hubungan untuk tipe shell
and tube. Gambar 2.18 berikut akan menunjukkan grafik untuk penukar kalor tipe
shell and tube dengan satu/dua laluan cangkang dan 2,4,6,..,n laluan tabung
sebagai berikut :

(a)

(b)

Gambar 2.18 Shell and tube (a) 1 shell-2,4,6, n, tube (b) 2 shell-,4,8, n, tube
Sumber : literatur 6 Incropera halaman 726

Dan untuk alat penukar kalor tipe shell and tube dengan arah aliran yang
menyilang untuk fluida bercampur dan tidak bercampur akan di tunjukkan
Gambar 2.19 dibawah ini :

(a)

(b)

Gambar 2.19 Shell and tube cross flow (a) tidak bercampur (b) bercampur
Sumber : literatur 6 Incropera halaman 727

Dari keenam grafik tersebut nilai efektifitas dapat ditentukan dengan
menginterpolasikan nilai NTU terhadap efektifitas dengan melibatkan besarnya
nilai Cmax/Cmin.

Universitas Sumatera Utara

2.2.4

Faktor Pengotoran (fouling) dalam Alat Penukar Kalor
Dalam ilmu perpindahan kalor fouling adalah pembentukan lapisan deposit

pada permukaan perpindahan panas dari bahan atau senyawa yang tidak
diinginkan. Bahan atau senyawa itu berupa kristal, sedimen, senyawa biologi,
produk reaksi kimia, ataupun korosi. Pembentukan lapisan deposit ini akan terus
berkembang selama alat penukar kalor dioperasikan. Akumulasi deposit pada
permukaan alat penukar kalor menimbulkan kenaikan pressure drop
menurunkan efisiensi perpindahan

panas.

dan

Untuk menghindari penurunan

efisiensi APK terjadi secara terus menerus maka dilakukan pembersihan deposit
tersebut supaya efisiensinya kembali meningkat. Penumpukan kotoran pada alat
penukar kalor disebut faktor kotoran Rf yang menjadi ukuran dalam tahanan
termal. Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan
meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel
pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur
operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor.
Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya
kecepatan.
Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya
pada persamaan 2.3 dan persamaan 2.4 yang berlaku untuk permukaan alat
penukar kalor yang bersih. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai
efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar
kalor tipe tabung cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya
menjadi :
1
UAs

=R=

1

R
ln(D /D ) R
1
+ Af,i + 2 ok L i + Af,o + h A ............... (2.20)
i
o
o o
hi A i

Dimana Rf,i dan Rf,o adalah faktor kotoran permukaan dalam yang dan luar
alat penukar kalor, berikut pada Tabel 2.3 adalah nilai Rf yang diperoleh
untuk beberapa fluida dalam sebuah APK :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Faktor kotoran untuk berbagai fluida[9].
Fluid
Distiled water, sea water, river water,
boiled feedwater :
Below 50 °C
Above 50 °C
Fuel oil
Steam (oil-free)
Refrigerants (liquid)
Refrigerants (vapor)
Alcohol vapors
Air

Rf, m2. °C/W

0.0001
0.0002
0.0009
0.0001
0.0002
0.0004
0.0001
0.0004

2.3 Aliran fluida dalam pipa
Aliran fluida di dalam sebuah pipa merupakan aliran laminar, aliran turbulen
atau diantaranya. Osborne Reynolds (1841-1912), ilmuwan dan ahli matematika
inggris, adalah orang yang pertama kali membedakan dua kasifikasi aliran ini
dengan menggunakan sebuah peralatan sederhana seperti yang ditunjukkan pada
gambar dibawah ini

Gambar 2.20 Eksperimen untuk menentukan jenis aliran
Sumer : literatur 5 Bruce R Munson

Gmabar 2.20 menunjukkan jenis aliran tersebut tergantung pada kecepatan fluida
yang melalui pipa dan dapat ditentukan dengan bilangan Reynolds (Re), yaitu
perbandingan antara efek inersia dan viskos dalam aliran. Dari percobaan tersebut
Osborne Reynolds menentukan rumus empiris untuk menenukan besarnya nilai
bilangan Reynold dalam sebuah pipa .

Universitas Sumatera Utara

Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut [5] :

dengan,

�� =

��D


................................................. (2.21)

ρ = kerapatan fluida (kg/m3)
V = kecepatan aliran (m/s)
D = diameter tabung (m)
µ = viskositas dinamik (kg/m.s)

Dari persamaan diatas dapat ditentukan apakah jenis aliran sebuah fluida
dalam pipa merupakan aliran laminar, aliran turbulen dan juga aliran transisi,
dimana untuk nilai bilangan Reynoldnya diberi batasan untuk setiap jenis aliran.
Bambang Triadmodjo[17] dalam bukunya menyatakan bahnwa sifat fulida dalam
pipa ditentukan oleh besarnya bilangan Reynold yang diperoleh fluida, yaitu :

-

Untuk nilai Re ≤ 2000 maka sifat fluida merupakan aliran laminar

-

Untuk nilai 2000 < Re > 4000 maka sifat fluida merupakan aliran

-

Untuk nilai Re ≥ 4000 maka sifat fluida merupakan aliran turbulen
transisi.

Jika penampang saluran tempat fluida itu mengalir tidak berbentuk lingkaran
penuh, maka disarankan untuk menggunakan korelasi perpindahan kalor tersebut
didasarkan pada diameter hidraulik Dh yang didefeniskan sebagai berikut[6] :
�ℎ = 4��� .................................................. (2.22)

dimana : A = Luas penampang (m2)

P = Keliling penampang (m)
Dh = Diameter hidraulik (m)
Sehingga persamaan 2.21 menjadi,

�� =

�� �ℎ


.................................................... (2.23)

Universitas Sumatera Utara

Dengan menghitung bilangan Reynold, maka selanjutnya dapat ditentukan
jenis aliran yang terjadi, yaitu ketika perbedaan temperatur antara permukaan pipa
dengan fluida kerja besar, sangat penting untuk menghitung variasi kekentalan
dengan temperatur. Dengan adanya bilangan Reynold maka dapat ditentukan
bilangan Nusselt dari suatu fluida dalam pipa, dimana untuk mencari bilangan
Nusselt bergantung pada besarnya bilangan Reynold (Re), bilangan Prandelt (Pr)
dan parameter lainnya.
Sieder dan Tate (1936) dalam buku Pitts Donald[10] merumuskan untuk
menentukan Bilangan Nusselt rata-rata untuk aliran laminar yang berkembang
pada sebuah pipa berpenampang lingkaran. Persamaan tersebut dikenal dengan
persamaan Sieder dan Tate yakni :
Re Pr D 1/3 μb 0,14
Nu = 1,86 �
� � �
......................... (2.24)
μs
L

dengan syarat emua sifat fluida dihitung pada temperatur rata-rata fluida, kecuali
μs dihitung pada temperatur permukaan pipa. Untuk aliran turbulen berkembang
penuh didalam pipa yang halus, sebuah persamaan sederhana untuk menghitung
bilangan Nusselt dapat diperoleh yang dikenal dengan persamaan Colburn :
Nu = 0,023 Re0,8 Pr1/3 ................................... (2.25)
dengan syarat bahwa : 0,7 ≤ Pr ≤ 160
Re > 10000
Keakurasian persamaan diatas ditingkatkan

dan dimodifikasi yang dikenal

dengan persamaan Dittus-Boelter (1930) menjadi
Nu = 0,023 Re0,8 Pr n .............................................. (2.26)
dimana n =

0,4 untuk pemanasan fluida
0,3 untuk pendinginan fluida

Persamaan ini berlaku untuk 10000 < Re > 120000, 0,7 < Pr > 120, dan L/D > 60.
Selain itu terdapat juga persamaan yang sedikit lebih akurat untuk aliran turbulen
di dalam tabung yaitu persamaan Petukhow
Nu =

(�/8)�� ��

2
� 1/2
1,07+12,7 � � �� 3
8

................................. (2.27)
−1

Universitas Sumatera Utara

dimana f adalah faktor gesekan yang diperoleh dari diagram Moody atau untuk
tabung halus dari persamaan :
f = ( 0,790 ln Re – 1,64 )-2 ...................................... (2.28)
Dimana :

Re : bilangan Reynold
Pr : bilangan Prandelt
Nu : bilangan Nusselt
L : panjang APK (m)
D : diameter pipa (m)
µ

: viskositas dinamis (N.s/m2)

Selain menggunakan persamaan 2.28 diatas besarnya nilai faktor gesekan dapat
ditentukan dengan metode interpolasi dari diagram, yang disebut diagram moody.
Gambar 2.21 berikut adalah diagram Moody yang digunakan untuk menentukan
nilai faktor gesekan :

Gambar 2. 21 Diagram Moody
Sumber : literatur 5 Bruce R Munson

Universitas Sumatera Utara

2.4 Pendinginan Minyak Pelumas
Sistem pelumasan merupakan salah satu sistem utama pada mesin, yaitu suatu
rangkaian alat-alat mulai dari tempat penyimpanan minyak pelumas, pompa oli
(oil pump), pipa-pipa saluran minyak, dan pengaturan tekanan minyak pelumas
agar sampai kepada bagian-bagian yang memerlukan pelumasan. Tujuan utama
dari pelumasan setiap peralatan mekanis adalah untuk melenyapkan gesekan,
keausan dan kehilangan daya, namun tujuan lain dari pelumasan pada motor bakar
adalah:
1. Menyerap dan memindahkan panas.
2. Sebagai penyekat lubang antara torak dan silinder sehingga tekanan tidak
bocor dari ruang pembakaran.
3. Sebagai bantalan untuk meredam suara berisik dari bagian-bagian yang
bergerak.
Dari tujuan sitem pelumasan maka akan terjadi kenaikan temperatur pada
minyak pelumas sehingga di perlukan alat untuk mendinginkannya agar dapat
menjaga suhu minyak pelumas tidak terlalu tinggi yang disebut alat penukar kalor.
Pendinginan dengan APK ini berfungsi untuk menyerap panas dari minyak
pelumas sebagai akibat gesekan melalui konsep perpindahan panas. Pada dasarnya
setiap minyak pelumas yang meninggalkan sistem yang dilumasinya memiliki
suhu sekitar 70oC (pada bantalan poros turbin di sebuah PLTA) yang akan masuk
menuju APK dan akan di dinginkan sehingga minyak pelumas akan keluar dengan
suhu yang baru yaitu sesuai dengan suhu operasi yang di ijinkan (antara 40 oC –
60 oC) pada sistem pelumasan.
Pelumas dapat dibedakan type/jenisnya berdasarkan bahan dasar (base oil),
bentuk fisik, dan tujuan penggunaan.
Dilihat dari bentuk fisiknya :


Minyak pelumas (lubricating oil)



Gemuk pelumas (lubricating grease)



Cairan pelumas (lubricating fluid)

Universitas Sumatera Utara

Dilihat dari bahan dasarnya :


Pelumas dari bahan nabati atau hewani



Pelumas dari bahan minyak mineral atau minyak bumi



Pelumas sintetis

Dilihat dari penggunaannya :


Pelumas kendaraaan



Pelumas industri



Pelumas perkapalan



Pelumas penerbangan

Dilihat dari pengaturan atau pengawasan mutunya :
a. Pelumas kendaraan bermotor :


Minyak pelumas motor kendaraan baik motor bensin /diesel



Minyak pelumas untuk transmisi



Cairan pelumas transmisi otomatis dan sistim hidrolis (Automatic
transmission fluid & hydraulic fluid)

b. Pelumas motor diesel untuk industri :


Motor diesel putaran cepat



Motor diesel putaran sedang



Motor diesel putaran lambat

c. Pelumas untuk motor mesin 2 langkah :


Untuk kendaraan bermotor



Untukm perahu motor



Lain lain ( gergaji mesin, mesin pemotong rumput )

Minyak pelumas juga banyak digunakan dalam pembangkit tenaga seperti
PLTA, PLTU khususnya pembangkit yang menggunakan turbin prancis. Dalam
pengoperasian turbin tersebut terdapat beberapa bagian yang perlu dilumasi
dengan minyak pelumas seperti : poros, generator dan lain-lain. Pada bagian poros
terdapat bantalan seperti : thrust bearing dan turbine gate bearing pada bagian ini
suhu pada sistem pelumasan harus dapat terjaga dengan rentang suhu sekitar 40oC

Universitas Sumatera Utara

hingga 60oC dan pelumasan dilakukan dengan sistem sirkulasi. Untuk menjaga
hal tersebut maka dibutuhkan sebuah alat penukar kalor yang dapat menurunkan
suhu keluaran dari pelumasan sebelum disirkulasi.
Seperti data yang terdapat pada pembangkit listrik tenaga uap Suralaya
(https://nurulnuha1.wordpress.com/2009/06/09/pltu-suralaya/), yaitu batasan suhu
operasi pada :
• Thrust bearing metal Temperature : 99oC
• Tubine gate bearing : 77 oC
• EH Oil temperature : dipertahankan sekitar 40oC – 60oC

Universitas Sumatera Utara