Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Sengketa Kepailitan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gejolak krisis moneter pernah melanda Negara Indonesia pada
pertengahan tahun 1997. Kehidupan perekonomian nasional pun menjadi sangat
sulit. Kinerja dunia usaha sebagian besar mengalami stagnasi, malah banyak
sekali perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Begitu juga lembaga keuangan
bank, banyak bank yang nyaris ditutup atau bubar karena mengalami
kebangkrutan pada krisis moneter tersebut.
Gejolak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan Juli 1997 tersebut
mengakibatkan dampak yang sangat luas terhadap perkembangan bisnis di
Indonesia. Naiknya nilai tukar dollar terhadap rupiah dengan sangat tinggi
menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia tidak mampu membayar utangnya
yang umumnya dilakukan dalam bentuk dollar. Akibatnya banyak perusahaan di
Indonesia yang mengalami kebangkrutan karena tidak mampu lagi membayar
utangnya tersebut.
Menurut data Jurnal Hukum Bisnis, terdapat sekitar 18.000 perusahaan
mengalami kesulitan pembayaran utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih
akibat krisis moneter tahun 1997. Masalahnya karena nilai tukar rupiah terhadap
Dollar Amerika Serikat, utang pemerintah dan swasta (yang memakai standar

dollar Amerika Serikat) menjadi membengkak. 2

2

Bernard Nainggolan, Perlindungan Hukum Seimbang Debitor-Kreditor Dan Pihak
Berkepentingan Dalam Kepailitan, (Bandung: Alumni), hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara

Permasalahan utang piutang perusahaan ini, dapat diatasi dengan berbagai
alternatif yang dapat dilakukan antara lain, 3 pertama, mencapai kesepakatan
bilateral antara debitur dan kreditur untuk menyelesaikan utang piutang di antara
mereka, baik yang dilakukan oleh mereka sendiri maupun dengan pemanfaatan
Prakarsa Jakarta (Jakarta Inisiative); kedua, memanfaatkan skema Indonesian
Debt Restructuring Agency (INDRA); ketiga, menggunakan Undang-Undang
Kepailitan.
Selain itu upaya lain yang dapat ditempuh untuk mengatasi utang piutang
ini antara lain, 4 pertama, mempergunakan sistem penyelesaian sengketa di luar
pengadilan


(Alternative

Dispute

Resolution);

kedua,

mempergunakan

penyelesaian melalui Badan Arbitrase Nasional (apabila dalam perjanjian ada
klausul tentang hal ini); ketiga, melakukan restrukturisasi utang.
Upaya-upaya hukum tersebut telah dilakukan, namun tampaknya dampak
dari terjadinya krisis moneter ini sungguh besar. Dampak dari terjadinya krisis
moneter ini telah memicu kebekuan antara dunia usaha dan perbankan, berbuntut
kepada lilitan utang yang terjadi yang membuat dunia usaha praktis menjadi
lumpuh. Bila seluruh upaya-upaya untuk menyehatkan perusahaan tidak dapat lagi
menyelamatkan perusahaan, maka perusahaan berada dalam keadaaan pailit.
Kegagalan perusahaan dalam mengembalikan pinjaman dapat dikategorikan
bahwa perusahaan tersebut mengalami Corporate Failure.

Langkah
restrukturisasi

penyelamatan
utang

seperti

dunia
telah

usaha

diupayakan

melalui
melalui

penjadwalan


dan

Indonesia

Debt

3

Sunarmi, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sofmedia), hlm. 2.
Ibid., hlm. 3.

4

Universitas Sumatera Utara

Restructuring (Indra) dan Jakarta Initiative (Prakarsa Jakarta) tampaknya tidak
sepenuhnya dapat diterima oleh para kreditur luar negeri. Jadi dibutuhkan jalan
lain untuk menyelesaikan masalah utang-piutang secara efektif yang esensinya
untuk mengembalikan jumlah kredit kepada kreditor dengan cara yang cepat,
efisien, dan berimbang serta transparan.

Untuk mengatasi dan mengantisipasi keadaan tersebut, salah satu langkah
yang dilakukan oleh pemerintah khususnya yang menyangkut utang-piutang dunia
usaha adalah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang No 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang
Kepailitan.
Harus diakui bahwa salah satu faktor penekan terhadap keharusan
diberlakukannya Peraturan Pengganti Undang-Undang tentang Kepailitan selain
dari adanya ketidakpercayaan para pencari keadilan lokal adalah tumbuhnya
ketidakpercayaan pihak asing terhadap praktik peradilan di Indonesia. Fakta
berperkara di pengadilan negeri yang sering tidak dapat dibaca kapan berawal dan
kapan berujungnya, begitu juga dengan rumor-rumor miring tentang mafia
peradilan membuat para pencari keadilan khususnya para pelaku bisnis, investor,
ataupun kreditur asing memberi signal dan tekanan tersendiri bagi pemerintah
(baik melalui kehadiran IMF maupun melalui keengganan sikap melakukan
aktivitas bisnis di Indonesia).
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 1998
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan yang ditetapkan atau
diundangkan pada tanggal 22 April 1998 dan berlaku mulai Agustus 1998

Universitas Sumatera Utara


sebenarnya hanya penyempurnaan dan penyesuaian terhadap peraturan kepailitan
yang lama. Cara penyempurnaan itu dilakukan dengan mengubah, menghapus,
dan juga menambah ketentuan-ketentuan (norma hukum) dan peraturan kepailitan
yang lama.
Landasan

konstitusional

lahirnya Peraturan

Pemerintah

Pengganti

Undang-Undang adalah Pasal 22 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sebuah
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditetapkan oleh Presiden dalam
hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Walaupun Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang tersebut sudah terlanjur diberlakukan, tetap harus
mendapat persetujuan dari DPR. Jika tidak mendapat persetujuan, Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang itu harus dicabut.Demikian juga Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998, telah disetujui oleh
pihak DPR Republik Indonesia pada bulan September tahun 1998. Sebagai tanda
persetujuan dari pihak DPR Republik Indonesia, maka keluarlah Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Kepailitan. (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Kepailitan
tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 selanjutnya akan disebut
sebagai Undang-Undang Kepailitan. 5
Dengan adanya revisi terhadap peraturan kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang, diharapkan dapat memecahkan sebagian persoalan
penyelesaian utang piutang perusahaan. Selanjutnya selain untuk memenuhi

5

Ibid., hlm. 4.

Universitas Sumatera Utara

kebutuhan dalam rangka penyelesaian utang piutang tersebut di atas, perlu adanya
mekanisme penyelesaian sengketa yang adil, cepat, terbuka dan juga efektif
melalui suatu pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Umum yang dibentuk

secara khusus dan diberikan tugas khusus pula untuk menangani, memeriksa, dan
memutuskan berbagai sengketa tertentu di bidang perniagaan termasuk di bidang
kepailitan dan penundaan pembayaran. 6
Sistem yang dipergunakan dalam perubahan Undang-Undang Kepailitan
adalah tidak melakukan perubahan secara total, tetapi hanya mengubah pasalpasal tertentu yang perlu diubah dan menambah berbagai ketentuan baru ke dalam
undang-undang yang sudah ada.
Menyangkut substansi Undang-Undang Kepailitan, ada hal-hal yang
kurang jelas pengaturannya sehingga menimbulkan berbagai interpretasi (multi
interpretation) atau malah kekosongan peraturan untuk menyelesaikannya.
Misalnya Undang-Undang Kepailitan tahun 1998 tidak memberi pengertian atau
definisi mengenai utang, debitur maupun kreditur. Hal ini bukan saja memicu
perdebatan di kalangan ahli hukum maupun praktisi hukum, tetapi juga
memunculkan problematika pada penegakan hukumnya. Karena itu, tidak
mengherankan jika kemudian beberapa putusan Pengadilan Niaga berbau
kontroversi dan dinilai tidak memberikan keadilan sebagaimana yang diharapkan.
Setelah lebih kurang 6 tahun berlakunya Undang-Undang Kepailitan
Tahun 1998, kemudian muncullah revisi undang-undang tersebut yakni UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
6

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, (Jakarta:

RajaGrafindo Persada), hlm. 135.

Universitas Sumatera Utara

Pembayaran Utang. Undang-Undang ini diundangkan dan mulai berlaku pada
tanggal 18 Oktober 2004. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
disebut dengan Undang-Undang Kepailitan atau disingkat dengan UUK dan
PKPU. 7
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 20004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tersebut, terdapat ketentuan mengenai
Pengadilan Niaga. Ketentuan mengenai pengadilan niaga tersebut merupakan
suatu ketentuan yang benar-benar merupakan ketentuan baru yang ditambahkan
ke dalam Undang-Undang Kepailitan.
Penjelasan Umum Undang-Undang Kepailitan khususnya dalam bagian
uraian mengenai pokok-pokok penyempurnaan Undang-Undang Kepailitan pada
sub Ketujuh, telah disebutkan tentang penegasan dan pembentukan peradilan
khusus yang akan menyelesaikan masalah secara umum. 8
Lembaga ini berupa Pengadilan Niaga dengan hakim-hakim yang
demikian juga akan bertugas secara khusus. Pembentukan Pengadilan Niaga ini
merupakan langkah deferensial atas Peradilan Umum yang dimungkinkan

pembentukannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Pengadilan Niaga adalah pengadilan yang berada di dalam lingkungan
badan Peradilan Umum, bukan lingkungan badan peradilan yang berdiri sendiri.
Pengadilan Niaga berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa kepailitan
dan

penundaan

kewajiban

pembayaran

utang.

Namun

seiring

dengan


7

Bernard Nainggolan, op.cit., hlm. 5.
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, loc.cit.

8

Universitas Sumatera Utara

perkembangan kebutuhan di masyarakat, Pengadilan Niaga ini juga diberikan
wewenang untuk memeriksa dan memutus sengketa di bidang Hak Kekayaan
Intelektual (HAKI) sesuai dengan Peraturan Pemerintah.
Penetapan Pengadilan Niaga sebagai pengadilan yang berwenang untuk
memeriksa dan memutus permohonan atau perkara kepailitan semata-mata untuk
mengefisienkan proses pemeriksaan permohonan kepailitan dan penundaan
pembayaran utang serta perkara perniagaan tertentu lainnya. Sedangkan mengenai
pengorganisasian sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi
peradilan umum.
Berdasarkan uraian di atas, maka penting sekali untuk menganalisis lebih
mendalam terhadap pelaksanaan dari penyelesaian sengketa kepailitan yang
dilakukan oleh Pengadilan Niaga. Untuk itulah dipilih judul “Kewenangan
Pengadilan Niaga Dalam Sengketa Kepailitan”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan
permasalahan yang akan dibahas di dalam skripsi ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah sengketa kepailitan menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban PembayaranUtang ?
2. Bagaimanakah penyelesaian sengketa kepailitan?
3. Bagaimanakah kewenangan Pengadilan Niaga dalam menyelesaikan sengketa
kepailitan ?

Universitas Sumatera Utara

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan
Penyusunan dan penulisan skripsi ini, memiliki beberapa tujuan yang
hendak dicapai. Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini
adalah:
1. Untuk mengetahui sengketa kepailitan berdasarkan Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara penyelesaian sengketa kepailitan yang
telah terjadi.
3. Untuk mengetahui danmemahamikewenangan dari Pengadilan Niaga dalam
menyelesaikan sengketa kepailitan.
Pembahasan skripsi ini, diharapkan juga dapat memberikan manfaat antara
lain:
1. Secara teoretis
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan,
memberikan sumbangan pemikiran, serta memberikan tambahan dokumentasi
karya tulis, literatur, dan bahan-bahan informasi ilmiah lainnya di dalam
bidang hukum pada umumnya. Secara khusus, skripsi ini juga diharapkan
dapat memberikan pengetahuan tentang pelaksanaan dari suatu penyelesaian
sengketa

kepailitan

yang

dilakukan

oleh

Pengadilan

Niaga

dalam

melaksanakan kewenangannya.

Universitas Sumatera Utara

2. Secara praktis
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu bentuk latihan dalam menyusun
suatu karya ilmiah meskipun masih sangat sederhana. Pelaksanaan hasil dari
penelitian yang dilakukan juga dapat memberikan tambahan pengetahuan serta
pengalaman di dalam bidang penyelesaian sengketa hukum. Skripsi ini
ditujukan kepada kalangan praktisi dan penegak hukum serta masyarakat
untuk lebih mengetahui bagaimana pelaksanaan dari suatu penyelesaian
sengketa kepalitan yang terjadi berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 serta memberikan pengetahuan dan informasi kepada para praktisi
hukum, civitas akademik, dan pemerintah sendiri mengenai upaya-upaya yang
dapat dilakukan apabila terjadi sengketa kepailitan di dalam masyarakat.

D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang
dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
penulisan skripsi terkait “Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Sengketa
Kepailitan”, telah dituliskan sebelumnya oleh salah seorang penulis. Yaitu:
Belinda, stambuk 2003 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dengan judul skripsinya “Peranan Pengadilan Niaga Dalam Menyelesaikan
Sengketa Kepailitan”.
Namun penulisan skripsi dengan judul “Kewenangan Pengadilan Niaga
Dalam Sengketa Kepailitan” belum pernah dituliskan sebelumnya. Dengan
demikian, berdasarkan perumusan masalah serta tujuan yang hendak dicapai dari

Universitas Sumatera Utara

penulisan skripsi ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil
karya yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain. Skripsi
ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran sendiri, referensi dari buku-buku, undangundang, makalah-makalah, serta media elektronik yaitu internet dan juga
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan asas-asas keilmuan yang
rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan dari skripsi ini dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Tinjauan pustaka
1. Kepailitan
Istilah pailit dapat dijumpai di dalam perbendaharaan bahasa Belanda,
Perancis, Latin dan Inggris. Di dalam bahasa Perancis, istilah faillite artinya
pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok
atau macet atau berhenti membayar utangnya disebut dengan Le faille. Di dalam
bahasa Belanda dipergunakan istiliah faillite yang mempunyai arti ganda yaitu
sebagai kata benda dan kata sifat. Sedangkan di dalam bahasa Inggris
dipergunakan isitilah to fall dan di dalam bahasa latin dipergunakan istilah
failure. 9
Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary, pailit diartikan sebagai: “The
state or condition of a person (Individual, partnership, corporation, municipality)
who is unable to pay its debt as they are, or become due. The term includes a

9

Sunarmi,op.cit., hlm.23.

Universitas Sumatera Utara

person againts whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a
voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt”. 10
Kata Pailit dapat juga diartikan sebagai Bankrupt. Dari pengertian
bankrupt yang diberikan oleh Black’s Law Dictionary, diketahui bahwa
pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari
seorang debitor atas utang - utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan
untuk membayar tersebut diwujudkan dalam bentuk tidak dibayarnya utang
meskipun telah ditagih dan ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan proses
pengaduan ke Pengadilan, baik atas permintaan debitor itu sendiri maupun atas
permintaan seorang atau lebih kreditornya.
Sedangkan menurut Fuady, arti sebenarnya dari pailit adalah seorang
pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung
untuk mrngrlabuhi pihak krediturnya. 11
Pada tahun 1998 dimana Indonesia sedang diterpa krisis moneter yang
menyebabkan banyaknya kasus-kasus kepailitan terjadi secara besar-besaran
dibentuklah suatu PERPU No. 1 tahun 1998 mengenai kepailitan sebagai
pengganti Undang-undang Kepailitan peninggalan Belanda. Selanjutnya PERPU
ini diperkuat kedudukan hukumnya dengan diisahkannya UU No. 4 Tahun 1998.
Dalam perkembangan selanjutnya dibentuklah Produk hukum yang baru
mengenai Kepailitan yaitu dengan disahkannya UU No. 37 Tahun 2004 Tentang

10

Radianadi, kedudukan pengadilan niaga menurut uu no 37 tahun 2004
. Diakses tanggal 14 Maret 2011
11
Munir Fuady, 2002.hlm 7.

Universitas Sumatera Utara

Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran sebagai pengganti UU No. 4
tahun 1998.
Adapun Udang-undang mengatur pihak-pihak yang dapat mengajukan
permohonan Pailiit, yaitu:

1. Pihak Debitor itu sendiri
2. Pihak Kreditor
3. Jaksa, untuk kepentingan umum
4. Dalam hal Debitornya adalah Bank, maka pihak yang berhak mengajukan
permohonan pailit adalah Bank Indonesia
5. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga
Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka
pihak yang hanya dapat mengajukan permohonan pailit adalah Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
6. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan ReAsuransi, Dana Pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan
Publik maka pihak yang mengajukan adalah Mentri Keuangan. 12

ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 ini
menyimpulkan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap seorang
debitor hanya dapat diajukan apabila memenuhi syarat-syarat berikut: 13

12

Taufiqmusa.pengertiankepailitandandasarhukumhttp://taufiqmusa.blogspot.com/2012/05/pe
ngertian-kepailitan-dan-dasar-hukum.html. Diakses Mei 2012

Universitas Sumatera Utara

a. Debitor terhadap siapa permohonan itu diajukan harus paling sedikit
mempunyai dua kreditor atau dengan kata lain harus memiliki lebih
dari satu kreditor.
b. Debitor tidak membayar sedikitnya satu utang kepada salah satu
kreditornya.
c. Utang yang tidak dibayar itu harus telah jatuh waktu dan telah dapat
ditagih.
Mengenai syarat paling sedikit harus ada 2 (dua) kreditor, Pasal 2 ayat 1 UndangUndang No. 37 Tahun 2004 memungkinkan seorang debitor dinyatakan pailit
apabila debitor memiliki paling sedikit 2 (dua) kreditor,syarat mengenai
keharusan adanya dua atau lebih kreditor dikenal sebagai concursus creditorium.
Rasio adanya minimal dua kreditor tersebut adalah sebagai konsekuensi dari
ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, yaitu jatuhnya sita umum atas semua harta
benda debitor itu untuk kemudian dibagi-bagikannya hasil perolehannya kepada
semua kreditornya sesuai dengan tata urutan tingkat kreditor sebagaimana diatur
dalam undang-undang. Apabila seorang debitor hanya mempunyai satu orang
kreditor, eksistensi dari undang-undang kepailitan kehilangan raison d’etrenya,
apabila debitor yang hanya memiliki seorang kreditor saja bila diperbolehkan
mengajukan permohonan pailit padanya, harta kekayaan debitor yang menurut
ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata merupakan jaminan utangnya tidak perlu
diatur 14

13

Bagus Irawan, Aspek –Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi, PT Alumni,
Bandung,2007,hal.15.
14
Bagus Irawan, Ibid.,hal.15.

Universitas Sumatera Utara

Pengadilan Niaga adalah pengadilan yang berada di dalam lingkungan
badan Peradilan Umum, jadi bukanlah lingkungan badan peradilan yang berdiri
sendiri. Pengadilan Niaga berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa
kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.
2. Pengertian Sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan
atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,
kelompok-kelompok,atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Winardi mengemukakan Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individuindividu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan
yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara
satu dengan yang lain. 15 Sedangkan Ali Achmad berpendapat Sengketa adalah
pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda
tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum
bagi keduanya.
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah
masalah antara dua orang atau lebih dimana keduanya saling mempermasalahkan
suatu objek tertentu, hal ini terjadi dikarenakan kesalahpahaman atau perbedaan
pendapat atau persepsi antara keduanya yang kemudian menimbulkan akibat
hukum bagi keduanya. 16

15

Juwita.pengertiansengketainternasionalhttp://juwitaart.blogspot.com/2013/03/pengertian-sengketa-internasional.html Diakses Maret 2013
16
Yuarta. definisi sengketa
Diakses Maret 2011

Universitas Sumatera Utara

Persengketaan bisa terjadi karena:
a. Kesalahpahaman tentang suatu hal.
b. Salah satu pihak sengaja melanggar hak / kepentingan negara lain.
c. Dua negara berselisih pendirian tentang suatu hal.
d. Pelanggaran hukum / perjanjian internasional. 17
Terkait dengan sengketa kepailitan, sengketa kepailitan merupakan sengketa
perdata yaitu suatu perkara perdata yang terjadi antara para pihak yang
bersengketa di dalamnya mengandung sengketa yang harus di selesaikan oleh
kedua belah pihak. 18
F. Metode Penelitian
Metode Penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai
tujuan tertentu di dalam penulisan skripsi.Hal ini agar terhindar dari suatu kesan
dan penilaian bahwa penulisan skripsi dibuat dengan carayang asal-asalan dan
tanpa di dukung dengan data yang lengkap. Oleh karena itulah, maka dalam
melakukan penulisan skripsi inimenggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Spesifikasi penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian normative,
yaitu penelitian yang membahas doktrin – doktrin atau asas-asas hukum. 19
Untuk sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi yaitu
bersifat deskriptif,yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang

17

Juwita.pengertiansengketainternasionalhttp://juwitaart.blogspot.com/2013/03/pengertian-sengketa-internasional.html Diakses Maret 2013
18
Sarwano,Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Jakarta : Sinar Grafika, 2011.
19
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 12.

Universitas Sumatera Utara

berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian, dan
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis.
2. Data penelitian
Di dalam penulisan skripsi ini, data yang digunakan adalah data sekunder.
Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh dari sumber pertama,
melainkan diperoleh dari bahan pustaka. Misalnya: data yang diperoleh
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian, laporan, buku harian,
surat kabar, makalah dan lain sebagainya. 20
Data sekunder yang digunakan berupa:
a. Bahan hukum primer,adalah bahan-bahan hukum yang mengikat. Yaitu
dokumen peraturan mengikat yang telah ditetapkan oleh pemerintah
antara lain Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kemudian digunakan
juga bahan hukum yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda yang
sampai saat ini masih berlaku yaitu Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer yang digunakan. Yaitu hasil
kajian terhadap perjanjian kredit yang berasal dari buku-buku, makalahmakalah, literatur, hasil penelitian, dan hasil karya dari kalangan hukum.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberi petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
20

Soerjono Soekanto, Pengantar Peneitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia,
2005), hlm. 52.

Universitas Sumatera Utara

yang digunakan. Yaitu kamus, surat kabar, majalah, internet serta bahan
lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
3. Teknik pengumpulan data.
Teknik pengumpulan data adalah cara atau teknik untuk memperoleh data
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam penulisan skripsi ini,
digunakan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka. Teknik
pengumpulan data dengan cara ini dilakukan dengan cara mengumpulkan
data-data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka. Yaitu Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, buku-buku,
literatur, makalah, dan lain sebagainya.
4. Analisis data
Penelitian pada penulisan skripsi ini menggunakan teknik analisis data
kualitatif. Penelitian dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif adalah
penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan, putusan pengadilan, norma-norma yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat serta melihat sinkronisasi suatu peraturan dengan
peraturan lainnya secara bertingkat (hierarki). Teknik analisis data kualitatif ini
tidak membutuhkan populasi dan sampel. Teknik analisis data kualitatif ini
dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data sekunder yang dibutuhkan baik
itu berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum
tersier yang berhubungan dengan penulisan skripsi. 21

21

Zainuddin Ali, op.cit.,hlm. 105.

Universitas Sumatera Utara

G. Sistematika Penulisan
Urutan bab di dalam skripsi ini disusun secara sistematis untuk
memudahkan pembahasan masalah skripsi. Skripsi ini dibagi atas 5 (lima)
bab,yang dimana uraian bab – bab tersebut adalah sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah yang
menjadi dasar dari penulisan. Kemudian dibuatlah suatu
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta
sistematika penulisan skripsi.

BAB II

SENGKETA KEPAILITAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004
Bab ini menguraikan tentang batasan sengketa kepailitan,
penyebab terjadinya sengketa kepailitan, dan akibat dari
terjadinya sengketa kepailitan.

BAB III

PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN
Bab ini menguraikan pembahasan tentang dasar hukum
penyelesaian sengketa kepailitan, pihak-pihak yang terlibat
di

dalam

penyelesaian

sengketa

kepailitan,

proses

penyelesaian sengketa kepailitan, upaya hukum yang
dilakukan terkait penyelesaian sengketa serta keberadaan
klausul arbitrase dalam menyelesaikan sengketa kepailitan

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM
SENGKETA KEPAILITAN
Bab ini membahas tentang sejarah keberadaan Pengadilan
Niaga, tugas dan wewenang Pengadilan Niaga, serta
kewenangan

pengadilan

niaga

dalam

menyelesaikan

sengketa kepailitan.
Bab V

KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan penulisan
skripsi dan saran terhadap permasalahan yang dibahas.

Universitas Sumatera Utara