Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao (Cacao Pod Husk) Menjadi Katalis Heterogen K2O Pada Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah : Pengaruh Suhu Kalsinasi Katalis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

KULIT BUAH KAKAO (CPH/COCOA POD HUSK)
Kakao (Theobrema cacao L.) adalah salah satu komoditas unggulan sub sektor

perkebunan. Kakao menempati luar areal keempat terbesar untuk sub sektor
perkebunan setelah kelapa sawit, kelapa, dan karet [5]. Kulit buah kakao (Theobroma
cacao L.) adalah limbah pertanian utama dari industri kakao [4]. Berikut ini
merupakan komposisi kimia dari abu kulit buah kakao [4] antara lain :
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Dari Abu Kulit Buah Kakao
Komposisi
Bahan kering (%)
Acid detergent fiber (ADF)
Neutral detergent fiber (NDF)
Ash (Abu)
Lignin
Cellulose (Selulosa)
Hemicelluloses (Hemiselulosa)

Nitrogen
Crude Protein (Protein Kasar)
Potassium (Kalium) (%)
Theobromine (zat Kakao)
Ether extract (Ekstrak Eter)

Kadar (g/100 g berat kering CPH
89,5
50,62
59,34
10,02
26.38
24,24
8,72
1,12
10,74
43,85
0,34
2,63


Kulit buah kakao telah ditemukan menjadi sumber yang kaya kalium karbonat
(K2CO3).Saat ini, teknologi yang digunakan untuk memproduksi K2CO3 membuat
produk yang lebih mahal dan tidak aman lingkungan.Sementara itu, K2CO3 dari abu
CPH (Cocoa Pod Husks) merupakan sumber potensi tinggi sebagai katalis untuk
produksi biodiesel [4].
K2CO3 adalah senyawa kimia: putih, kristal, larutan basa kuat dalam air.
K2CO3 tersedia secara komersial sebagai bubuk granular putih.Hal ini dapat
diperoleh dari kayu dan limbah pertanian seperti CPH ketika dibakar menjadi
abu.K2CO3 merupakan salah satu senyawa yang paling berguna digunakan di aplikasi
industri dan dapat diperoleh dari organik atau anorganik sumber (mis sekam kulit
kakao). Abu dari kulit kakao (Cocoa Pod Husk/CPH) memiliki titik leleh 891 oC,

11
Universitas Sumatera Utara

12

nilai kalori 4295-551 kkal / kg, kepadatan 2,29 g / cm3, kelarutan standar 105,5 g /
100 g air dan pH 11,4-12. K2CO3 dari abu CPH dianalisis mengandung sekitar
142mg/g karbonat, 3,7 mg / g nitrat, 1,23 mg / g fosfat dan beberapa jejak silikat dan

sulfat [4].
Berikut ini adalah karakteristik dan komposisi logam yang diproduksi dari abu
Cocoa Pod Husks (CPH) [4].

Tabel 2.2 Karakteristik dan Komposisi Logam dari Abu Kulit Kakao (Cocoa
Pod Husks/CPH)
Sifat Fisika

Nilai

Komposisi Logam

Konsentrasi (ppm)

penyerapan infra-merah yang 6,50-11,00 Kalium (K)
kuat band (�)

128,1

Titik leleh (oC)


889.00

Natrium (Na)

11,4

Titik didih (oC)
Kelarutan dalam metanol
(ppm)
Kelarutan dalam air pada 20
o
C (g /100 ml H2O)
Spesifik gravimetri pada 19
o
C
Panas Spesifik (J.g-1 oC-1)
pH

108,00

16488,00

Calcium (Ca)
Magnesium (Mg)

1,19
0,18

112,00

Mangan (Mn)

ND

2,43

Copper (Cu)

ND


0,89
11,55

Iron (Fe)
Zinc (Zn)

0,12
0,21

Panas larutan (J g-1)

201,25

Timbal (Pb)

0,07

Silver (Ag)

ND


Nickel (Ni)

ND

Panas pembentukkan pada 25 8289,90
o
C (J g-1)
Panas fusi (J g-1)
234,46
ND :Not detected

Kulit buah kakao merupakan biomassaterbarukan dan ramah lingkungan Kulit
buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai katalis dalam pembuatan biodiesel. yang
berfungsi sebagai katalis untuk produksi biodiesel yang berkelanjutan.
Biodiesel diproduksi dari bahan baku dengan proses transesterifikasi dengan
adanya katalis. Jenis katalis yang biasa digunakan untuk produksi biodiesel seperti
katalis

homogen,katalis


heterogen

dan

enzim

sebagai

katalis.

Katalis

homogentradisionaldilaporkan sensitif terhadap asam lemak bebas dan menyebabkan
pembentukan sabun[1].

Universitas Sumatera Utara

13


Umumnya katalis heterogen basa/asam digunakan dalam pembuatan biodiesel
komersial melalui proses transesterifikasi [2]. Katalis basa telah diakui memberikan
konversi yang lebih besar daripada katalis asam [3]. Berikut adalah Tabel perbedaan
antara katalis homogen, heterogen dan enzim [1,2] :

Tabel 2.3 Perbedaan Antara Katalis Homogen, Heterogen Dan Enzim
Katalis homogen

Katalis heterogen

Katalis enzim

Sensitif terhadap asam
lemak bebas

Katalis
heterogen
dapat
digunakan
untuk

produksi
biodiesel dari kelas rendah
minyak dengan kurang langkah
pemurnian.

Memperlambat
reaksi

laju

Menyebabkan
pembentukan sabun

Memerlukan kondisi ringan,

Dinonaktifkan ketika
alkohol
digunakan
sebagai asil akseptor


Aktifitas katalis yang
sangat bagus dalam
biodiesel.

Mudah untuk memisahkan,

Biaya produksi juga
tinggi ketika enzim
digunakan
sebagai
katalis.

Membutuhkan
pencuciaan dengan air
yang mengubah hasil
dalam hilangnnya fatty
acid alkyl ester (FAAE),
dan konsumsi energi
yang besar

Menggunakan
kembali
dan
regenerasi, tanpa kehilangan
banyak
dalam
aktifitas
katallisnya membuat proses lebih
ekonomis

Menyebabkan
berkarat

reaktor

Katalis heterogen lebih mudah
ditangani dan dipisahkan dari
campuran reaksi, dan mudah
untuk diperoleh kembali (reuse
dan recycle)

Susah untuk diperoleh
kembali (reuse dan
recycle)

Kekerosiaan rendah, dan ramah
lingkungan

Jadi meningkatkan harga
keseluruhan
produksi
biodiesel

Biaya produksi dapat menjadi
besar dikurangi

Universitas Sumatera Utara

14

Kulit buah kakao (CPH/Cocoa Pod Husk) adalah salah satu jenis katalis basa
heterogen dalam produksi biodiesel [4]. Salah satu cara untuk memanfaatkan
kandungan K2CO3 dari kulit buah kakao yaitu dengan proses kalsinasi [4].
Pirolisis merupakan suatu proses yang melibatkan pemanasan bahan organik
pada suhu lebih besar dari 400 °C tanpa adanya oksigen [34]. Kalsinasi merupakan
proses pemberian panas (thermal treatment) terhadap suatu material padatan untuk
terjadinya dekomposisi termal, transisi fasa atau penghilangan fraksi-fraksi yang
volatil, selain dekomposisi, selama kalsinasi terjadi pula :


Sintering prekursor atau pembentukan oksida seperti kalium oksida (K2O)



Reaksi oksida dengan penyangga [6]

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pirolisis:
a.

Suhu pirolisis, yang berpengaruh terhadap hasil pirolisis, karena dengan
bertambahnya suhu maka proses peruraian semakin sempurna.

b.

Waktu pirolisis, yang berpengaruh terhadap kesempatan untuk bereaksi. Waktu
pirolisis yang panjang akan meningkatkan hasil cair dan gas, sedangkan hasil
padatnya akan menurun. Waktu yang dibutuhkan tergantung pada jumlah dan
jenis bahan yang diproses.

c.

Kadar air bahan, dimana nilainya yang tinggi akan menyebabkan timbulnya
uap air dalam proses pirolisis yang mengakibatkan tar tidak bisa mengembun
di dalam pendingin sehingga waktu yang digunakan untuk pemanasan semakin
banyak.

d.

Ukuran bahan, tergantung dari tujuan pemakaian, hasil arang dan ukuran alat
yang digunakan [35].

Adapun reaksi yang terjadi pada saat kalsinasi, yaitu :
K2CO3 

K2O

+

CO2

[6]

Gambar 2.1 Hasil Kalsinasi dari K2CO3
Kalium karbonat memiliki titik leleh pada 891 oC. Diketahui bahwa K2CO3
murni terdekomposisi pada suhu 890 oC, akan tetapi, karena kalsinasi dilakukan
dalam kondisi vakum, maka diperkirakan kalium karbonat telah mengalami
dekomposisi termal, membentuk sisi aktif basa yaitu K2O. Kalsinasi biasanya

Universitas Sumatera Utara

15

dilakukan dibawah titik leleh produk yang diinginkan [6], sehingga meskipun
kalsinasi dilakukan pada suhu 650 oC, kalsium karbonat telah terdekomposisi
menjadi K2O.
Amos O, et all., [17] melaporkan hasil analisa Atomic Absorption
Spectrometric (AAS) dari kalsinasi kulit kakao pada suhu 600 oC selama 35 menit
yaitu 13.05 ppm kalium (potasium), dan 6.65 ppm sodium (natrium). Sedangkan
Ofori-Boateng, dan Keat [4] melaporkan hasil analisa kalsinasi kulit kakao pada suhu
650 oC selama 4 jam memberikan hasil kandungan potassium (kalium) sebesar 128,1
ppm, sodium (Na) 11,4 ppm, calcium (Ca) 1,19 ppm, magnesium 0,18 ppm dan lainlain.

2.2

BIODIESEL
Biodiesel merupakan mono alkil ester dari minyak nabati dan lemak hewan

yang digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil dan bersifat terbarukan (dapat
diperbaharui), sebagai bahan bakar (energi) alternatif yang bersih, dan berkelanjutan
[22 ; 23]. Biodiesel mampu menjadi pertimbangan menarik sebagai bahan bakar
terbarukan alternatif untuk mesin diesel [23].
Biodiesel (Yunani, bio artinya hidup + diesel dari Rudolf Diesel) merupakan
mono alkil ester dari asam lemak rantai panjang (seperti laurat, palmitat, stearat,
oleat, dll) yang dapat dibuat dari sumber hayati terbarukan minyak organik seperti
kacang kedelai, rapeseed, bunga matahari, kelapa, jagung, biji kapas, mustard,
minyak sawit, kacang, lemak hewan, limbah minyak nabati dan ganggang melalui
proses transesterifikasi dengan mereaksikannya dengan alkohol dan dikatalisasi oleh
katalis untuk menghasilkan metil atau etil ester (biodiesel) dan gliserin (sabun,
produk samping) [24 ; 25].
Umumnya metanol adalah pereaksi kimia yang lebih disukai untuk proses
transesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel karena biaya yang lebih rendah
daripada etanol [25].
Biodiesel adalah sebuah bentuk energi yang bersih dan terbarukan, yang telah
muncul sebagai pengganti untuk bahan bakar konvensional [1]. Bila dibandingkan
dengan minyak solar yang digunakan pada mesin diesel, biodiesel memiliki manfaat
yaitu lebih menurunkan emisi karbon monoksida, sulfur, hidrokarbon, dan asap pada

Universitas Sumatera Utara

16

keluaran proses dan pada pembakaran biodiesel, tidak menambah tingkat level CO2
pada atmosfer [26], toksisitas lebih rendah dan hampir nol emisi belerang [9].
Berikut adalah tabel perbandingan karakteristik antara bahan bakar biodiesel
dengan solar (bahan bakar bensin) [27] :

Tabel 2.4 Perbandingan Karakteristik Biodiesel dengan Solar
Karakteristik
Komposisi
Bilangan Setana
Densitas, g/mL
Viskositas, cSt
Titik kilat, oC
Energi yang dihasilkan
Lingkungan
Keberadaan

Biodiesel
Metil ester
62,4
0,8624
5,55
172
40,1 MJ/kg
Ramah Lingkungan
Terbarukan

Solar
Campuran hidrokarbon
53
0,8750
4,6
98
45,3 MJ/kg
Bahaya (10 x dari biodiesel)
Tak terbarukan

Biodiesel memiliki keuntungan umum berikut :
(1)

Biodiesel adalah bahan bakar oksigen yang berisi sekitar 10-12 oksigen di
struktur berat molekul, dan memiliki cetane number yang lebih tinggi daripada
bahan bakar petro-diesel (bahan bakar diesel). Fakta-fakta ini menyebabkan
kualitas pengapian yang lebih baik dan pembakaran yang sempurna. Dengan
demikian penggunaan biodiesel sebagai pengganti bahan bakar diesel secara
signifikan mengurangi emisi gas buang seperti karbon dioksida (CO),
hidrokarbon yang tidak terbakar dan asap. Juga, menjadi bahan bakar bebas
sulfur, biodiesel mengarah ke nol emisi sulfur oksida (SOx).

(2)

Biodiesel bersih, biodegradable dan bahan bakar non-toksik, yang bermanfaat
untuk bahan bakar terbarukan alternatif pengganti bahan bakar fosil.

(3)

Biodiesel memiliki sifat unggul dibandingkan pelumas solar, dan dapat
mengurangi penggunaan fosil.

(4)

Biodiesel memiliki potensi untuk meringankan ketergantungan negara pada
sumber energi fosil karena dapat diproduksi dari bahan baku terbarukan dan
domestik.

(5)

Suhu titik nyala biodiesel lebih tinggi dari bahan bakar diesel yang
membuatnya lebih aman sehubungan dengan penyimpanan dan transportasi.

Universitas Sumatera Utara

17

(6)

Campuran bahan bakar Biodiesel-diesel atau bahkan biodiesel murni dapat
digunakan dalam mesin diesel dengan modifikasi kecil [23].
Dari berbagai keuntungan ini dapat dikatakan bahwa biodiesel adalah bahan

bakar yang ideal untuk pengganti bahan bakar mesin diesel. Namun, biodiesel
memiliki beberapa kelemahan seperti sifat buruk suhu rendah aliran, viskositas lebih
tinggi dan nitrogen oksida (NOx) emisi dan kandungan energi yang lebih rendah
[28].
Juga, biodiesel yang dihasilkan dari minyak, tidak peduli apakah itu adalah
minyak nabati murni atau lemak hewan, biasanya lebih mahal daripada bahan bakar
diesel 10 sampai 50 %.Oleh karena itu, tingginya biaya biodiesel adalah kendala
utama untuk komersialisasi [29]. Namun dapat dikurangi harga produksi biodiesel
secara efektif hingga 60-70 % oleh penggunaan bahan baku yang berharga rendah
berupa minyak jalantah [10 ; 11] .
Berikut ini merupakan tabel perbandingan antara spesifikasi Sifat Fisika
biodiesel dari minyak goreng segar, minyak jelantah (WCO) dan diesel (fosil) [30] :
Tabel 2.5 Spesifikasi Sifat Fisika biodiesel dari minyak goreng murni, minyak
goreng bekas (WCO) dan diesel (fosil)
Karakteristik
Densitas pada 40 oC (kg/m3)
Specific gravity pada suhu 15,5 oC
Suhu distilasi
10 % produk
15 % produk
90 % produk
Flash point (oC)
Fire point (oC)
Viskositas kenematik pada (40 oC)
(mm2/s)
Nilai kalor (KJ / kg
API gracvity
Indek Cetan
Anilin point (oC)

Biodiesel dari
minyak murni
870,6
0,887

Biodiesel dari Diesel (fosil)
WCO
876,08
807,3
0,893
0,825

324
335
312
159
165
2,701

343
345
320
160
164
3,658

40120,78
39767,23
27,83
26,87
50,025
50,54
NA (tak ada NA (tak ada
data)
data)

165
265
345
53
58
1,81
42347,94
39,51
56,21
77,5

Universitas Sumatera Utara

18

Biodiesel yang baik adalah biodiesel yang haruslah memenuhi berbagai
persyaratan kualitas biodiesel.Berikut ini adalah Persyaratan kualitas biodiesel [31]
yang dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar (Biofuel) Jenis Biodiesel
Properties
ASTM D6751
Density (15 oC, g/cm3)
NS
Kinematic viscosity (40 1.9-6.0
o
C, mm2/s)
Cetane number
47 min
Flash point (oC)
130 min
Sodium (ppm)
Na & K combined 5 (max)
Potassium (ppm)
Acid Value (mg of 0.50 max
KOH/g)
Iodine Value (gI2/100 g
NS
Total Sulfur (ppm)
15 max
NS : not specified. Max : maximum. Min: minimum.
2.3

EN 14214
0,86-0.90
3.5-5.0
51 min
120 min
Na & K combined 5 (max)
0.50 max
120 (max)
10 max

BAHAN BAKU, DAN PELARUT BIODIESEL

2.3.1 Waste Cooking Oil (Minyak Goreng Bekas / Jelantah)
Minyak jalantah merupakan hasil bekas penggorengan minyak goreng yang
biasanya digunakan berkali-kali. Setiap tahun produksi WCO lebih dari 20 ribu
ton[2].Diperkirakan bahwa sekitar 29 jutaton WCO dihasilkan per tahun [12]. Hal
tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah terhadap limbah pembuangan WCO
[10].
Minyak goreng bekas/minyak jelantah (Waste Cooking Oil) dapat digunakan
dalam pembuatan biodiesel. Minyak jalantah adalah bahan baku yang menjanjikan
sebagai pengganti dari minyak nabati untuk produksi biodiesel [2]. Hal ini karena
minyak jalantah merupakan hasil bekas penggorengan minyak goreng. Selain itu,
harga minyak jalantah kira-kira 40 – 70 % lebih murah dari minyak goreng segar
sehingga dapat mengurangiharga produksi biodiesel secara efektif hingga 60-70 %
oleh penggunaan bahan baku yang berharga rendah [2; 10 ; 11]. Lebih lagi, produksi
biodiesel dari minyak jelantah tidak hanya menghindari kompetisi dari penggunaan
WCO sebagai sumber pangan tapi juga dapat memecahkan berbagai masalah limbah
pembuangan WCO [10]. Dengan cara yang sama harga katalis cukup memberi
kontribusi pada harga total produksi biodiesel [2 ; 11].

Universitas Sumatera Utara

19

Harga yang tinggi dari biodiesel adalah kunci persoalan untuk aplikasi skala
besar dari biodiesel sebagai perbandingan dengan petroleum berdasarkan diesel.
Harga yang tinggi dari biodiesel adalah keperihatinan utama dengan persediaan
umpan sebagai keduanya minyak yang dapat dan tidak dimakan adalah sebagai
batasan. Itu telah dilaporkan bahwa kurang lebih 70-95 % dari harga total produksi
biodiesel berhubungan pada harga bahan baku [2 ; 11].
Untuk alasan ini, minyak goreng bekas menjadi lebih menarik dan bahan baku
alternatif yang menjanjikan untuk produksi biodiesel. MinyakJelantah harganya
sangat murah daripada minyak goreng murni. Secara utilitas, minyak jelantah dalam
produksi biodiesel adalah sebuah solusi teknologi bersih menyumbangkan solusi
untuk pembuangan dan untuk masalah kesehatan [32].
Berikut ini adalah tabel sifat fisika dan kimia dari minyak goreng segar dan
minyak goreng bekas [32] :
Tabel 2.7 Karakteristik Sifat Fisika-Kimia dari Minyak Goreng Murni dan
Minyak Goreng Bekas
Properties

Nilai Minyak Goreng Nilai Minyak Goreng
bekas
murni

Nilai Asam (mg KOH / g)
Nilai Kalori (J/g)
Nilai Saponifikasi (mg KOH / g)
Nilai Peroksida (mg/kg)
Densitas (gm/cm3)
Viscositas Kinematik (mm2/s)
Viscositas Dinamik (mpa.s)
Flash point (Titiknyala) (oC)
Moisture content (kandungan air)
(wt %)

0.3
194

Dokumen yang terkait

Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah Dengan Katalis Heterogen K2o Yang Berasal Dari Limbah Kulit Kakao : Pengaruh Persenkatalis Dan Waktu Reaksi

2 24 64

Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah Dengan Katalis Heterogen K2o Yang Berasal Dari Limbah Kulit Kakao : Pengaruh Persenkatalis Dan Waktu Reaksi

0 0 19

Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah Dengan Katalis Heterogen K2o Yang Berasal Dari Limbah Kulit Kakao : Pengaruh Persenkatalis Dan Waktu Reaksi

0 0 2

Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah Dengan Katalis Heterogen K2o Yang Berasal Dari Limbah Kulit Kakao : Pengaruh Persenkatalis Dan Waktu Reaksi

0 0 6

Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah Dengan Katalis Heterogen K2o Yang Berasal Dari Limbah Kulit Kakao : Pengaruh Persenkatalis Dan Waktu Reaksi

0 0 6

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao (Cacao Pod Husk) Menjadi Katalis Heterogen K2O Pada Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah : Pengaruh Suhu Kalsinasi Katalis

0 0 24

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao (Cacao Pod Husk) Menjadi Katalis Heterogen K2O Pada Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah : Pengaruh Suhu Kalsinasi Katalis

0 0 2

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao (Cacao Pod Husk) Menjadi Katalis Heterogen K2O Pada Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah : Pengaruh Suhu Kalsinasi Katalis

0 0 10

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao (Cacao Pod Husk) Menjadi Katalis Heterogen K2O Pada Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah : Pengaruh Suhu Kalsinasi Katalis Chapter III V

0 0 1

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao (Cacao Pod Husk) Menjadi Katalis Heterogen K2O Pada Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah : Pengaruh Suhu Kalsinasi Katalis

1 2 5