Tanggung jawab notaris terhadap covernote (surat keterangan) atas pengurusan sertipikat Chapter III V

39

BAB III
TANGGUNG JAWAB NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM TERHADAP
COVERNOTE YANG DIBUAT ATAS PENGURUSAN SERTIPIKAT
A. Tugas dan Wewenang Notaris
Melihat pada stelsel hukum kita, yaitu stelsel hukum kontinentral, maka
lembaga notariat latin sebagai pelaksanaan undang-undang dalam bidang hukum
pembuktian harus ada, semata-mata untuk melayani permintaan dan keinginan
masyarakat. Pasal 1868 KUH Perdata menyebutkan bahwa:
“Suatu akta otentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan
oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapkan pegawai umum yang
berkuasa untuk itu ditempat dimana akta itu dibuat”.
Dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1 butir 1 UUJN bahwa:
“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang umtuk membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya (…)”.
Dahulu pasal tersebut diatur di dalam ketentuan pasal 1 PJN yang menyatakan
bahwa:
“Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat
akta otentik…”
Dari bunyi ketentuan tersebut menyebabkan keberadaan lembaga notariat ini

memang merupakan suatu condition sine quanon. Lain halnya dengan notariat AngloSaxon atau Anglo-Amerika yang mempunyai tugas jabatan lain di dalam sistem
hukumnya. Mereka bersifat pasif atau hanya bertugas untuk seperti melegalisasi akta
dibawah tangan. Didalam pekerjaan sehari hari seorang notaris baru menjalankan
tugasnya apabila mendapat suatu permintaan atau “perintah” dari kliennya. Atas
pemintaan atau “perintah” tersebut notaris menjalankan tugasnya guna mencapai

39

Universitas Sumatera Utara

40

suatu tujuan yang bersifat yuridis idiil, yaitu tercapai kepastian hukum, pencegahan,
dam penyelesaian pekerjaan yang sempurna:54
1. Kepastian hukum dicapai dengan melaksanakan tugas yang diberikan kepada
notaris sebaik dan sesempurna mungkin dengan menuangkan keinginan para
kliennya di dalam suatu akta otentik.
2. Pencegahan dilakukan sebagai kelanjutan dari pembuatan akta tersebut agar
dikemudian hari tidak terjadi komplikasi atau hal lain yang tidak diinginkan
oleh semua pihak.

3. Penyelesaian pekerjaan yang sempurna merupakan tugas seorang notaris yang
profesiaonal yang harus diberikan kepada kliennya di dalam bentuk pelayanan
pekerjaan hingga selesai dan tuntas termasuk peyelesaian segala urusan
berkaitan dengan instansi yang bersangkutan dengan perbuatan hukum yang
dilakukan kliennya.
4. Selain tugas tersebut di atas, masih ada tugas yuridis idiil lain dari notaris,
yaitu “pengaruh” notaris hingga dilakukannya tindakan hukum atau terjadinya
perjanjian

diantara

para

pihak,

tetapi

dengan

memegang


teguh

ketidakmemihakan dan ketidakbergantungan. Dengan demikian, notaris
terhindar dari tuduhan telah ikut serta menyalahgunakan keadaan (misbruik
van omstandigheden) di dalam pembuatan aktanya sehingga akibatnya akta
notaris tersebut menjadi batal atau dapat dibatalkan. Notaris tidak lagi dapat

54

Ibid

Universitas Sumatera Utara

41

bersifat pasif, asal semua formalitas telah terpenuhi, tetap proaktif untuk
menjaga keseimbangan diantara para pihak.
5. Last but not least, notaris harus dapat memupuk hubungan kepercayaan
dengan para kliennya. Tidak dapat dibayangkan apa jadinya jabatan notaris

apabila telah hilang kepercayaan masyarakat terhadap notaris. Tugas ini harus
secara terus-menerus dilakukan, baik secara perorangan maupun secara
koligial karena jika tidak, akan dapat membawa akibat buruk terhadap
lembaga notariat.
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya memiliki kewenangan dan
kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Namun pada pelaksanaannya sering kali timbul permasalahan karena
notaris tidak menjalankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, seperti notaris tidak menjalankan protokol notaris secara baik dan benar
seperti menghilangkan minuta akta yang seharusnya disimpan dan dijaga oleh
notaris.55
Notaris dalam membuat akta tidak menjalankannya sesuai dengan prosedur
dan tata cara yang ditentukan di dalam peraturan perundangan seperti pembuatan akta
tidak dilakukan dihadapan notaris dan dihadiri oleh para pihak dan saksi-saksi
maupun notaris tidak berwenang membuat akta tersebut maksudnya notaris yang
membuat akta tersebut bukan merupakan wilayah jabatan dari notaris, kelalaian

55

Buku II Studi Notariat (Serba-Serbi Praktek Notaris), Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,


2000

Universitas Sumatera Utara

42

notaris dalam pembuatan akta otentik seperti lupa mencantumkan para pihak maupun
menulis nomor akta maupun waktu dibuatnya akta. Hal-hal ini dapat membuat
kekuatan akta otentik menjadi hilang dan akta tersebut berubah menjadi akta dibawah
tangan sehingga menimbulkan kerugian bagi para pihak. Berdasarkan hal itulah
notaris diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme dengan menjalankan tugas
jabatannya secara baik dan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi
notaris.56
Secara epistemologis, yang dimaksud hak adalah “kekuasaan untuk berbuat
sesuatu “.Kewenangan notaris yang dimaksud disini adalah karena telah ditentukan
oleh undang-undang, aturan dan sebagainya.57
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 15 UUJN, kewenangan notaris adalah
sebagai berikut:

1.

Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian,
dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberi grosse,
salinan dan kutipan akta, atau dikecualikan kepada jabatan lain atau orang lain
yang ditetapkan oleh undang-undang,

2.

Notaris berwenang pula:

56
57

Ibid
Ibid

Universitas Sumatera Utara


43

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. Membubuhkan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
besangkutan;
d. Melakukan pengesahan kecocokan foto kopi dengan surat aslinya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan denga pembuatan akta;
f. Memberi akta yang berkaitan dengan pertanahan;
g. Membuat akta risalah lelang.
Wewenang utama notaris adalah membuat akta otentik, tapi tidak semua
pembuatan akta otentik menjadi wewenang notaris, misalnya akta kelahiran,
pernikahan dan perceraian yang dibuat oleh pejabat lain selain notaris. Akta yang
dibuat notaris tersebut hanya akan menjadi akta otentik, apabila notaris mempunyai
wewenang yang meliputi 4 (empat) hal 58:
1. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuat itu.

Hal ini sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) UUJN, dimana notaris adalah pejabat
umum yang membuat akta yang ditugaska kepadanya berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang untuk kepentingan siapa
akta itu dibuat.
Pasal 52 ayat (1) UUJN menyatakan bahwa notaris tidak diperkenankan
membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang yang mempunyai
hubungan keluarga baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam
58

Tobing, G.H.S, Lumban, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta:1983,Cetakan ke 4, hal 48

Universitas Sumatera Utara

44

garis lurus kebawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam
garis ke samping dalam suatu kedudukan ataupun denga perantara kuasa.
Maksud dan tujuan dari ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya
tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan.

3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta itu dibuat.
Menurut pasal 18 UUJN, notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah
kabupaten/kota.Wilayah jabatan notaris meliputi seluruh wilayah propinsi dari
tempat kedudukannya. Akta yang dibuat di luar jabatannya adalah tidak sah.
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Notaris tidak boleh membuat akta selama masih cuti atau dipecat dari
jabatannya. Demikian juga notaris tidak boleh membuat akta sebelum
memangku jabatannya.
Pasal 1868 KUHPerdata merupakan sumber untuk otentitas akta notaris dan
juga merupakan dasar legalitas eksistensi akta notaris, dengan syarat-syarat sebagai
berikut:
1.

Akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum.

2.

Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang.

3.


Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai
wewenang untuk membuat akta tersebut.
Kewenangan membuat akta otentik ini merupakan permintaan para pihak,

sepanjang tidak bertentangan dengan pasal 1320 KUHPerdata yaitu untuk sah nya
persetujuan diperlukan 4 syarat yaitu :59
a. Kesepakatan para pihak yang mengikatkan diri,
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
c. Obyek/hal yang tertentu, dan
d. Suatu sebab yang halal.
59

R. Subekti, R Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya
Paramita, 2008 hal 475

Universitas Sumatera Utara

45


B. Kewajiban Notaris
Pada dasarnya notaris adalah pejabat yang harus memberikan pelayanan
sebaik-baiknya kepada masyarakat yang memerlukan bukti otentik. Namun dalam
keadaan tertentu, notaris dapat menolak untuk memberikan pelayanan dengan alasanalasan tertentu60 (pasal 16 ayat [1] huruf d UUJN). Dalam penjelasan pasal ini,
ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan “alasan untuk menolaknya ” adalah alasan
yang mengakibatkan notaris tidak berpihak seperti adanya hubungan darah atau
semenda dengan notaris sendiri atau dengan suami/istrinya salah satu pihak tidak
mempunyai kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan, atau hal lain yang
tidak dibolehkan oleh undang-undang.
Di dalam praktiknya sendiri, ditemukan alasan-alasan lain sehingga notaris
menolak untuk memberikan jasanya, antara lain61
1. Apabila notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya, jadi
berhalangan secara fisik.
2. Apabila notaris tidak ada ditempat karena sedang dalam masa cuti.
3. Apabila notaris karena kesibukan pekerjaannya tidak dapat melayani orang
lain.
4. Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat suatu akta tidak
diserahkan kepada notaris.
5. Apabila penghadap atau saksi yang diajukan oleh penghadap tidak dikenal
oleh notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya.
6. Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar biaya bea materai yang
diwajibkan
7. Apabila karena pemberian jasa tersebut, notaris melanggar sumpahnya atau
melakukan perbuatan melanggar hukum.
8. Apabila pihak-pihak menghendaki bahwa notaris membuat akta dalam bahasa
yang tidak dikuasai oleh notaris yang bersangkutan, atau apabila orang-orang

60
61

Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris
R Soegondo Notodisoererjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, 1682:97-98):

Universitas Sumatera Utara

46

yang menghadap berbicara dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga notaris
tidak mengerti apa sebenarnya yang dikehendaki oleh mereka.
Dengan demikian, jika memang notaris ini menolak untuk memberikan
jasanya kepada pihak yang membutuhkannya, maka penolakan tersebut harus
merupakan penolakan dalam arti hukum, dalam artian ada alasan atau argumentasi
hukum

yang

jelas

dan

tegas

sehingga

pihak

yang

bersangkutan

dapat

memahaminya.62
Khusus untuk notaris yang melanggar ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf l dan
k UUJN, disamping dapat dijatuhi sanksi yang terdapat dalam pasal 85 UUJN juga
dapat dikenakan sanksi berupa akta yang dibuat dihadapan notaris hanya mempunya
kekuatan pembuktian sebagai akta dibabawah tangan atas suatu akan menjadi batal
demi hukum (pasal 84 UUJN). Maka apabila kemudian merugikan para pihak yang
bersangkutan, maka pihak tersebut dapat menuntut biaya, ganti rugi, dan bunga
kepada notaris. Sedangkan untuk pasal 16 ayat (1) huruf l dan m UUJN meskipun
termasuk dalam kewajiban notaris, tapi jika notaris tidak melakukannya maka tidak
akan dikenakan sanksi apapun.63
Menurut ketentuan pasal 16 ayat (7) UUJN, pembacaan akta tidak wajib
dilakukan jika dikehendaki oleh penghadap agar akta tidak dibacakan karena
penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan/atau memahami isi akta tersebut,
dengan ketentuan hal tersebut dicantumkan pada akhir akta. Sebaliknya, jika

62
63

Ibid
Tobing, G.H.S, Lumban, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta:Cetakan ke 4, hal 48, 1983

Universitas Sumatera Utara

47

penghadap tidak berkehendak seperti itu, maka notaris wajib untuk membacakannya
yang kemudian ditanda tangani oleh setiap penghadap, saksi dan notaris sebagaimana
tersebut dalam pasal 44 ayat (1) UUJN (Habib Adjie, 2008:83) dan apabila pasal 44
UUJN ini dilanggar oleh notaris maka akan dikenakan sanksi sebagaimana yang
tersebut dalam pasal 84 UUJN.64
Ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN jika tidak dilaksanakan oleh
notaris dalam arti notaris tidak mau menerima magang, maka kepada notaris yang
bersangkutan tidak menerima sanksi apapun. Namun demikian

meskipun tanpa

sanksi, perlu diingat oleh semua notaris bahwa sebelum menjalankan tugas
jabatannya sebagai notaris, yang bersangkutan pasti pernah melakukan magang
sehingga alangkah baiknya jika notaris yang bersangkutan mau menerima magang
sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap kelangsungan dunia notaris di
Indonesia.65
Selain kewajiban untuk melakukan hal-hal yang telah diatur dalam Undangundang, notaris masih memiliki suatu kewajiban lain. Hal ini berhubungan dengan
sumpah/janji notaris yang berisi bahwa notaris akan merahasiakan isi akta dan
keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan notaris. Secara umum, notaris
wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta
notaris, kecuali diperintahkan oleh undang-undang bahwa notaris tidak wajib

64
65

Ibid
Ibid

Universitas Sumatera Utara

48

merahasiakan dan memberikan keterangan yang diperlukan yang berkaitan dengan
akta tersebut.66
Dengan demikian, hanya undang-undang saja yang dapat memerintahkan
notaris untuk membuka rahasia isi akta dan keterangan/pernyataan yang diketahui
oleh notaris yang berkaitan dengan pembuatan akta yang dimaksud. Hal ini dikenal
dengan “kewajiban ingkar” notaris67. Instrument untuk ingkar bagi notaris ditegaskan
sebagai salah satu kewajiban notaris yang disebut dalam pasal 16 ayat (1) huruf e
UUJN, sehingga kewajiban ingkar untuk notaris melekat pada tugas jabatan notaris.
Kewajiban ini mutlak harus dilakukan dan dijalankan oleh notaris, kecuali ada
undang-undang yang memerintahkan untuk menggugurkan kewajiban ingkar
tersebut.68
Kewajiban untuk ingkar ini dapat dilakukan dengan batasan sepanjang notaris
diperiksa oleh instansi mana saja yang berupaya untuk meminta pernyataan atau
keterangan dari notaris yang berkaitan dengan akta yang telah atau pernah dibuat oleh
atau di hadapan notaris yang bersangkutan.69
Dalam praktiknya, jika ternyata notaris sebagai saksi atau tersangka, tergugat,
ataupun dalam pemeriksaan oleh Majelis Pengawas Notaris membuka rahasia dan
memberikan keterangan/pernyataan yang seharusnya wajib dirahasiakan, sedangkan
undang-undang tidak memerintahkannya, maka atas pengaduan pihak yang merasa
dirugikan dapat menuntut notaris yang bersangkutan. Dalam hal ini, dapat dikenakan
66

Ibid
Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia,Op.cit, hal 89
68
Ibid
69
Ibid

67

Universitas Sumatera Utara

49

pasal 322 ayat (1) dan (2) KUHP, yaitu membongkar rahasia, yang padahal sebenarya
notaris wajib menyimpannya. Maka sehubungan dengan perkara perdata, yaitu
apabila notaris berada dalam kedudukannya sebagai saksi, maka notaris dapat
meminta untuk dibebaskan dari kewajibannya untuk memberikan kesaksian, karena
jabatannya menurut undan-undang diwajibkan untuk merahasiakannya. 70
C. Larangan Notaris
Larangan notaris merupakan suatu tindakan yang dilarang untuk dilakukan
oleh notaris. Jika larangan ini dilanggar oleh notaris, maka kepada notaris yang
melanggar akan dikenakan sanksi sebagaimana yang tersebut dalam pasal 85 UUJN.71
Dalam hal ini, ada suatu tindakan yang perlu ditegaskan mengenai subtansi
pasal 17 huruf b, yaitu meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari tujuh hari
berturut-turut tanpa alasan yang sah. Bahwa notaris mempunyai wilayah jabatan satu
provinsi (pasal 18 ayat [2] UUJN) dan mempunyai tempat kedudukan pada satu kota
atau kabupaten pada provinsi tersebut (pasal 18 ayat [1] UUJN). Yang sebenarnya
dilarang adalah meninggalkan wilayah jabatannya (provinsi) lebih dari tujuh hari
kerja.72
Dengan demikian, maka dapat ditafsirkan bahwa notaris tidak dilarang untuk
meninggalkan wilayah kedudukan notaris (kota/kabupaten) lebih dari tujuh hari kerja,
namun terdapat juga beberapa larangan kepada notaris73:
1. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya;
2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut
tanpa alasan yang sah;
70

Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia, hal 90
Putri A.R. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris
yang Berimplikasi Perbuatan Pidana, Jakarta : PT. Softmedia, 2011.
72
Tobing, G.H.S, Lumban, Peraturan Jabatan Notaris,Op.cit, hal 44
73
Undang-undang Jabatan Notaris Pasal 17
71

Universitas Sumatera Utara

50

3.
4.
5.
6.

Merangkap sebagai pegawai negeri;
Merangkap jabatan sebagai pegawai Negara;
Merangkap jabatan sebagai advokat
Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik
Negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
7. Merangkap jabatan sebagai pejabat pembuat akta tanah di luar wilayah
jabatan notaris;
8. Menjadi notaris pengganti;
9. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan, atau kepatuhan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan notaris.
Notaris hanya berkedudukan disatu tempat dikota/kabupaten, dan memiliki

kewenangan wilayah jabatan seluruh wilayah provinsi tempat kedudukannya. Notaris
hanya memiliki hanya satu kantor, tidak boleh membuka cabang atau perwakilan dan
tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan dari luar tempat kedudukannya,
yang artinya seluruh pembuatan akta harus sebisa mungkin dilaksanakan dikantor
Notaris kecuali pembuatan akta-akta tertentu. Notaris dapat membuat perserikatan
perdata, dalam hal ini mendirikan kantor bersama notaris, dengan tetap
memperhatikan kemandirian dan kenetralannya dalam menjalankan jabatan notaris.74
Setiap notaris ditempatkan disuatu daerah berdasarkan formasi notaris.
Formasi

notaris

ditentukan

oleh

Menteri

Hukum

dan

HAM.

Dengan

mempertimbangkan usul dari organisasi notaris. Formasi notaris diitentukan
berdasarkan :
1. Kegiatan dunia usaha.
2. Jumlah penduduk

74

Ikatan Notaris Indonesia. Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa
Datang, Jakarta : PT. Gramedia, 2008.

Universitas Sumatera Utara

51

3. Rata-rata jumlah Akta yang dibuat oleh dan/atau dihadapan niotaris tiap
bulannya.
Sebagai pejabat umum, notaris memiliki jam kerja yang tidak terbatas. Untuk
itu notaris memiliki hak cuti. Ketentuan mengenai cuti notaris sebagai berikut75:
1. Hak cuti bisa diambil setelah notaris menjalankan jabatannya secara efektif
selama 2 tahun.
2. Selama cuti, notaris harus memilih notaris pengganti.
3. Cuti bisa diambil setiap tahun atau diambil sekaligus untuk beberapa tahun.
4. Setiap pengambilan cuti maksimal 5 tahun sudah termasuk perpanjangannya.
5. Selama masa jabatan notaris, jumlah waktu cuti paling lama ialah 12 tahun.
6. Permohonan cuti diajukan ke :
a. Majelis pengawas daerah untuk cuti tidak lebih dari 6 bulan.
b. Majelis pengawas wilayah untuk cuti 6 bulan sampai 1 tahun.
c. Majelis pengawas pusat untuk cuti lebih dari 1 tahun.
1. Selain notaris itu sendiri dalam keadaan terdesak, suami/istri atau keluarga
sedarah dalam garis lurus dari notaris dapat memohonkan permohonan cuti
kepada Majelis pengawas.
2. Apabila permohonan cuti diterima maka dikeluarkan sertifikat cuti, yang
dikeluarkan oleh pejabat yang dituju.
3. Apabila permohonan cuti ditolak oleh pejabat yang berwenang memberikan
cuti, maka penolakan itu harus disertai oleh alasan penolakan.
4. Notaris yang cuti wajib menyerahkan protokol notaris ke notaris pengganti.
Apabila pada saat cuti notaris meninggal dunia, maka notaris
menggantikannya menjalankan jabatannya.Suami/istri atau keluarga sedarah
dalam garis lurus dari notaris wajib melaporkan kepada Majelis pengawas
daerah dalam jangka waktu 7 hari kerja sejak notaris itu meninggal.
Notaris pengganti adalah orang yang diangkat sementara untuk menggantikan
notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan
jabatannya sebagai notaris dengan ketentuan sebagai berikut :76
1. WNI
2. Cukup umur (27 tahun)
3. Berijazah sarjana hukum.
4. Telah bekerja sebagai karyawan kantor notaris paling sedikit 2 tahun berturutturut.

75
76

Pasal 25- 32 Undang-Undang Jabatan Notaris
Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 33 angka 1

Universitas Sumatera Utara

52

Notaris pengganti khusus ditunjuk oleh Majelis pengawas daerah dan ahnanya
berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan notaris dan keluarganya 77.Notaris
pengganti khusus tidak disertai dengan penyerahan protokol notaris78
Pejabat sementara notaris, yaitu seseorang yang untuk sementara menjalankan
jabatan notaris bagi notaris yang :
1. Meninggal dunia
2. Diberhentikan
3. Diberhentikan sementara
Pemberhentian notaris menurut UUJN (Pasal 8 – 14) pemberhentian notaris
dikarenakan 3 hal yaitu. Notaris berhenti dari jabatannya dengan hormat, karena :
1. Dalam proses pailid atau penundaan pembayaran hutang notaris yang
bersangkutan dapat dipulihkan hak nya setelah keadaan tersebut selesai.
2. Berada dibawah pengampuan notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan
haknya setelah keadaan tersebut telah selesai.
3. Melakukan perbuatan tercela notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan
haknya setelah masa pemberhentian sementara berakhir (masa pemberhentian
sementara maksimal 6 bulan).
4. Melanggar kewajiban dan larangan jabatan
Notaris

yang

bersangkutan

dapat

dipulihkan

haknya

setelah

masa

pemberhentian sementara berakhir. Dalam hal merangkap jabatan, notaris wajib
mengambil cuti dan memilih notaris pengganti. Jika tidak memilih notaris pengganti
77
78

Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 33 ayat 1
Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 34 ayat 2

Universitas Sumatera Utara

53

maka NPD akan menunjuk notaris lain sebagai pemegang protokol notaris. Setelah
tidak lagi merangkap jabatan dapat kembali menjadi pejabat notaris.79
Pengawas notaris menurut UUJN (pasal 67-81) notaris merupakan jabatan
yang mandiri dan tidak memiliki atasan yang struktural, jadi notaris bertanggung
jawab langsung kepada masyarakat. Pengawas notaris adalah mentri hukum dan
HAM yang dalam rangka mengawasi notaris membentuk majelis pengawas dengan
unsur :80
1. Pemerintah sebagai penguasa yang mengangkat pejabat notaris
2. Notaris dilibatkan karena notaris yang mengetahui seluk beluk pekerjaan
notaris.
3. Akademis kehadirannya dikaitkan dengan perkembangan ilmu hukum, karena
lingkup kerja notaris bersifat dinamis dan selalu berkembang.
Yang diawasi oleh majelis pengawas :81
1. Tingkah laku notaris
2. Pelaksanaan jabatan notaris
3. Pemenuhan kode etika notaris, baik kode etik dalam organisasi notaris
ataupun yang ada dalam UUJN
Organisasi notaris adalah wadah perkumpulan notaris. Di Indonesia, hanya
ada satu organisasi yang diakui dan itu Ikatan Notaris Indonesia (INI). Ini telah ada

79

Yanuar Arifin, Op.cit, hal 52
Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 67
81
Ikatan Notaris Indonesia. Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa
Datang, Op.cit, hal 31
80

Universitas Sumatera Utara

54

dari awal muculnya profesi notaris di Indonesia. Wadah yang diakui hanya satu
karena wadah profesi ini memiliki satu kode etik. Dan juga diakui oleh Departemen
Hukum dan HAM sesuai dengan keputusan Mentri Hukum dan HAM No.M.01/2003
Pasal 1 Butir 13.82
D. Prosedur Pengurusan Sertipikat dan Macam Jenis Sertipikat Untuk
Perumahan
Di Indonesia, pengaturan hukum pertanahan tunduk pada Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau biasa juga
disebut Undang-Undang Pokok Agraria selanjutnya ditulis UUPA. Lahirnya UUPA
pada 24 September merupakan peristiwa penting dibidang agraria dan pertanahan di
Indonesia.Dengan lahirnya UUPA tersebut maka kebijak-kebijakan pertanahan di era
pemerintahan kolonial Hindia Belanda mulai ditinggalkan dan diganti dengan hukum
nasional.83
UUPA yang disusun pada masa Presiden Soekarno diterbitkan guna
menggantikan Agrarische Wet 1870 warisan pemerintah kolonial Hindia Belanda
yang terkenal dengan prinsip domein verklaring yang menganggap semua tanah
jajahan yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya berdasarkan pembuktian hukum
barat, maka tanah tersebut dinyatakan sebagai tanah milik Negara atau pemerintah
Hindia Belanda.
UUPA adalah produk hukum Orde Lama yang menghendaki adanya
pembaruan agraria atau pertanahan berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar
82
83

Ibid
Florianus SP. Sangun. Tata Cara Mengurus Sertipikat Tanah, Op.cit, hal 26

Universitas Sumatera Utara

55

1945. Kebijakan pemerintahan Orde Lama lebih ditekankan guna mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat
(3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.84
Pemberlakuan UUPA meskipun telah banyak memberikan manfaat bagi
pembaruan hukum pertanahan di Indonesia namun undang-undang tersebut masih
memerlukan revisi guna menyesuaikan diri dengan perubahan zaman khususnya
perubahan multi dimensi yang terjadi di Indonesia sejak bergulirnya era Reformasi
tahun 1998 hingga saat ini. Salah satu aturan yang perlu di revisi misalnya ketentuan
kepemilikan properti oleh orang asing sehingga hal tersebut dapat mendorong
pertumbuhan sector usaha riil khususnya industri properti di tanah air.85
Revisi UUPA yang lain misalnya ketentuan tentang pemisahan status
kepemilikan tanah dengan bangunan gedung. Kantor pertanahan sebaiknya hanya
berwenang mengurus penerbitan sertifikat hak atas tanah, sedangkan penerbitan
sertifikat hak atas bagunan gedung di terbitkan oleh instansi lain yaitu Pemerintah
Daerah melalui Dinas Bangunan. Pemisahan status kepemilikan tanah dengan
bangunan gedung dibutuhkan guna memberikan nilai tambah secara ekonomis
terhadap bagunan gedung sebagai asset tersendiri maupun sebagai objek hak jaminan
utang.86

84

Muchsin, Imam Koeswayono. Hukum Agraria Indonesia Dalam Perpektif Sejarah, Op.cit,

85

Ibid
Ibid

hal. 16
86

Universitas Sumatera Utara

56

UUPA memberikan kekuasaan bagi Negara menguasai bumi, air dan ruang
angkasa sebagai kekayaan nasional. Hak menguasai dari Negara memberikan
wewenang untuk87 :
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. Menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antara orang – orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antara orang – orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Negara memiliki kekuasaan penuh untuk mengatur masalah pertanahan di
Indonesia. Negara wajib memberikan perlindungan hukum atas tanah yang dimiliki
rakyat agar pihak lain yang tidak berkepentingan tidak dapat mengambil hak atas
tanah tersebut. Oleh karena itu, negara berhak memberikan hak kepemilikan dan hak
penguasaan atas tanah kepada individu atau badan hukum serta membuat peraturanperaturan yang berkaitan tentang hukum pertanahan di Indonesia. Dengan demikian,
secara garis besar hak atas tanah di Indonesia dibagi atas dua hal yakni88 :
1) Hak yang dikuasai oleh perseorangan atau badan hukum; dan
2) Hak yang dikuasai oleh Negara.
Macam-macam hak atas tanah sesuai pasal 16 UUPA meliputi :
1.

Hak Milik
Hak milik adalah hak turun- menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat

dipunyai orang atas tanah, namun dengan tetap mengingat ketentuan bahwa hak atas
tanah memiliki fungsi sosial. Jadi, meskipun hak milik merupakan hak yang mutlak

87

Yanuar Arifin, Panduan Lengkap Mengurus Dokumen Properti (Tanah Dan Rumah), 2013,
Banguntapan Jogjakarta: DIVA Press
88
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Hak-Hak Atas Tanah, 2013. Jakarta: Indonesia
Legal Center Publishing

Universitas Sumatera Utara

57

dan terkuat tetapi hak tersebut tetap dibatasi oleh fungsi sosial, artinya hak milik tetap
harus bermanfaat bagi kepentingan Negara, dan masyarakat umum.89
Pengertian mengandung makna bahwa hak milik memiliki kekuatan hukum
yang paling besar dibandingkan hak-hak atas tanah yang lainya. Hak milik, berbeda
dengan hak- hak atas tanah yang lainya, tidak memiliki masa berlaku artinya bisa
berlangsung sepanjang masa asalkan tanah tersebut tetap berfungsi sosial dan tidak
bertentangan dengan kepentingan Negara dan masyarakat. Apabila kelak tanah
tersebut untuk kepentingan Negara atau masyarakat, maka Negara melalui keputusan
Pemerintah dan wakil rakyat (DPR, DPRD) dapat membeli tanah tersebut dengan
harga yang wajar atau mengambil alih tanah tersebut dengan memberikan ganti rugi
yang layak.90
Pihak yang berhak memiliki tanah Hak Milik sesuai pasal 21 UUPA adalah :
a. Perorangan yang berstatus Warga Negara Indonesia (WNI);
b. Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah dan memenuhi syaratsyarat untuk dapat mempunyai hak milik (yaitu Badan hukum sosial, badan
hukum keagamaan dan bank-bank milik pemerintah).
Sesuai asas kebangsaan maka hanya warga Negara Indonesia (WNI) saja yang
dapat mempunyai tanah Hak Milik. Hak milik tidak dapat dimiliki oleh orang asing
(WNA) dan pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang. Orang asing dapat
mempunyai tanah dengan status hak pakai yang luasnya terbatas. Badan hukum pun
pada dasarnya tidak dapat mempunyai hak milik tetapi dapat memiliki hak-hak lainya
seperti Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai.
89
90

Undang-undang Pokok Agraria Pasal 16 ayat 1 huruf a, 20-27
Ibid

Universitas Sumatera Utara

58

Dengan demikian dapat dicegah usaha-usaha yang bermaksud menghindari ketentuan
batas maksimal luas tanah hak milik sesuai aturan pasal 17 UUPA.91
Kepemilikan tanah berstatus Hak Milik untuk kepentingan Rumah Tinggal di
Indonesia dibatasi maksimal 5 (lima) bidang tanah atau maksimal seluas 5000 m2
(lima ribu meter persegi) sesuai pasal 2 Ayat (1) huruf e dan pasal 4 Ayat (3)
Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 tentang
Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal.92
Batas kepemilikan Tanah Pertanian diatur dalam pasal 1 Perpu 56/1960 yang
kemudian menjadi UU 56/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian yang
menyatakan bahwa seorang atau orang-orang yang dalam penghidupannya
merupakan suatu keluarga bersama-sama hanya diperbolehkan menguasai tanah
pertanian, baik milik sendiri atau kepunyaan orang lain atau dikuasai seluruhnya tidak
boleh lebih dari 20 hektare, baik sawah, tanah kering maupun sawah dan tanah
kering. Dengan mengingat keadaan daerah yang sangat khusus Menteri Agrari dapat
menambah luas maksimum 20 hektare tersebut dengan paling banyak 5 hektare.
Meskipun pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mempunyai Hak
Milik atas tanah tapi mengingat keperluan masyarakat yang sangat erat hukumnya
dengan paham keagamaan, sosial dan hubungan perekonomian, maka di adakanlah
suatu “escape-clause” yang memungkinkan badan-badan hukum tertentu mempunyai
Hak Milik. Dengan adanya “escape-clause” ini maka cukup bila ada keperluan akan
Hak Milik bagi sesuatu atau macam badan hukum diberikan dispensasi oleh
pemerintah, dengan jalan menunjukkan badan hukum tersebut sebagai badan-badan
91
92

Ibid
Ibid

Universitas Sumatera Utara

59

hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah sesuai pasal 21 ayat 2 UUPA.
Badan-badan hukum yang bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan ditunjuk
dalam pasal 49 UUPA sebagai badan-badan yang dapat mempunyai Hak Milik atas
tanah, tetapi sepanjang tanahnya diperlukan untuk usahanya dalam bidang sosial dan
keagamaan. Dalam hal-hal yang tidak langsung berhubungan dengan bidang sosial
keagamaan maka mereka dianggap sebagai badan hukum biasa.93
Berdasarkan aturan pasal 8 Peraturan Menteri Agrarian/Kepala BPN Nomor 9
Tahun 1999, tanah berstatus Hak Milik dapat diberikan kepada:
a) Warga Negara Indonesia (WNI);
b) Badan-badan Hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu :
1) Bank Pemerintah;
2) Badan Keagamaan dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Pemberian Hak Milik untuk badan hukum tersebut, hanya dapat diberikan atas
tanah-tanah tertentu yang benar-benar berkaitan langsung dengan tugas pokok dan
fungsi badan hukum dimaksud. Hak Milik atas tanah dapat diperoleh berdasarkan
hukum adat atau peraturan dari pemerintah. Terjadinya Hak Milik menurut hukum
adat diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan Hak Milik yang diperoleh
berdasarkan Peraturan Pemerintah dapat terjadi dengan adanya undang-undang
ataupun penetapan Pemerintah.94

93
94

Ibid
Ibid

Universitas Sumatera Utara

60

Contoh tanah Hak Milik yang diperoleh berdasarkan penetapan Pemerintah
antara lain adalah perubahan status tanah HGB atau Hak Pakai untuk Rumah Tinggal
dengan luas maksimal 600 m2 menjadi Tanah Hak Milik sebagaimana diatur dalam
Keputusan Menteri Negar Agraria/ Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 tentang
Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal, serta peraturan Menteri
Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan
Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.95
Hak Milik dapat diperoleh melalui beberapa cara yaitu96 :
a) Transaksi jual-beli;
b) Penukaran;
c) Penghibahan;
d) Wasiat;
e) Pemberian menurut hukum adat; dan
f) Perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan Hak Milik.
Cara-cara perolehan tersebut hanya sah jika dilakukan diantara sesama WNI,
sedangkan jika dilakukan dengan WNA mak transaksi dianggap batal demi hukum.
Hak Milik dapat hapus apabila:
a) Tanahnya jatuh kepada Negara karena sebab tertentu;
b) Tanahnya musnah, karena bencana alam atau peperangan.
Tanah berstatus Hak Milik dapat jatuh kepada Negara disebabkan:

95
96

Ibid
Jimmy Joses Sembiring,SH,M.Hum, Panduan Mengurus Sertifikat Tanah,Visimedia,2010

Universitas Sumatera Utara

61

a) Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;
b) Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
c) Karena ditelantarkan;
d) Karena ketentuan Pasal 21 Ayat (3) dan Pasal 26 Ayat (2).
Berdasarkan Pasal 21 Ayat 3 UUPA, terdapat pihak-pihak yang wajib
melepaskan Hak Milik atas tanah yang dimilikinya, yakni :
a) Warga Negara Asing (WNA), yang memperolah Hak Milik terhitung sejak
sesudah berlakunya UUPA, yang disebabkan karena pewarisan dan tanpa
wasiat atau percampuran harta perkawinan.
b) Warga Negara Indonesia (WNI) yang kehilangan kewarganegaraannya setelah
berlakunya UUPA.
c) Individu yang memiliki kewarganegaraan Indonesia dan kewarganegaraan
asing disaat bersamaan, atau individu berkewarganegaraan ganda.
Pasal 26 Ayat 2 mengatur larangan jual-beli, penukaran, penghibahan,
pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk
langsung atau tidak langsung memindahkan Hak Milik kepala asing (WNA), kepada
WNI yang berkewarganegaraan ganda, atau kepada suatu badan hukum kecuali yang
yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam Pasal 21 Ayat (2). Jika larangan tersebut
dilanggar maka pengalihan hak tersebut batal karena hokum dan tanahnya jatuh
kepada Negara.97

97

Ibid

Universitas Sumatera Utara

62

Meskipun pengalihan Hak Milik kepada badan hukum pada dasarnya tidak
diperbolehkan, namun dalam praktiknya peruses pengalihan tanah semacam ini tetap
dapat dilakukan asalkan status tanah tersebut diubah lebih dahulu dari Hak Milik
menjadi HGB sehingga boleh dimilki oleh badan hukum. Di sisi lain, WNI yang
ingin menjual tanah Hak Milik kepada orang asing (WNA) harus lebih dulu
mengubah status tanah tersebut menjadi Hak Pakai sehingga boleh dimiliki oleh
orang asing. Tata cara konversi atau perubahan status tanah Hak Milik menjadi tanah
HGB atau menjadi Hak Pakai diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala BPN nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan
Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.98
2.

Hak Guna Usaha (HGU)
Hak Guna Usaha yang selanjutnya disebut HGU adalah hak untuk

mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu 25
Tahun atau 35 Tahun dan dapat diperpanjang selama 25 tahun, guna keperluan
perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. HGU dapat dialihkan dan dijadikan
jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.99
Subyek Hak Guna Usaha berdasarkan Pasal 30 ayat 1 UUPA adalah :
1. Warga Negara Indonesia (WNI)
2. Badan Hukum yang didirikan menurut hokum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.

98
99

Ibid
Pasal 28-34 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960

Universitas Sumatera Utara

63

Hak Guna Usaha dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain dengan cara :
a) Jual-beli
b) Tukar-menukar,
c) Penyertaan dalam modal,
d) Hibah,
e) Warisan.
3.

Hak Guna Bangunan (HGB)
Hak Guna Bangunan yang selanjutnya disebut HGB adalah hak untuk

mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan diatas tanah yang bukan miliknya
sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 Tahun dan dapat diperpanjang paling
lama 20 Tahun. Sama hal nya dengan Hak Milik dan HGU, HGB juga dapat
dialihkan dan dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.100
Luas maksimum tanah HGB juga tidak diatur dalam UUPA. Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972, Pasal 4, menyatatakan keputusan
pemberian HGB untuk tanah yang luasnya tidak lebih dari 2000 meter persegi dan
jangka waktunya tidak melebihi 20 tahun diberikan oleh Gubernur. Sedangkan
menurut Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 tahun 1993, surat keputusan pemberian
HGB untuk tanah yang luasnya lebih dari 5 hektare diterbitkan oleh kanwil BPN dan
jika luasnya kurang dari 5 hektare diterbitkan oleh kepala kantor pertanahan.
Pasal 36 ayat 1 UUPA menentukan bahwa yang dapat mempunyai HGB
adalah:
a) Perorangan Warga Negara Indonesia (WNI) ;
100

Pasal 35-40 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960

Universitas Sumatera Utara

64

b) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia (Badan Hukum Indonesia).
Hak Guna Bangunan dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain dengan
cara :
a) Jual-beli
b) Tukar-menukar,
c) Penyertaan dalam modal,
d) Hibah,
e) Warisan.
4.

Hak Pakai
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari

tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberian oleh pejabat
yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya,
yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala
sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA ini.101

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Subjek Hak Pakai adalah:102
Perorangan Warga Negara Indonesia (WNI);
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia (Badan Hukum Indonesia);
Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, dan Pemerintah Daerah;
Badan-badan keagamaan dan sosial;
Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
101
102

Undang-undang Pokok Agraria Pasal 41 ayat 1
Undang-undang Pokok Agraria Pasal 42 dan PP Nomor 40 tahun 1996

Universitas Sumatera Utara

65

g. Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan internasional.
Objek Hak Pakai adalah103:
a. Tanah Negara
Hak Pakai atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh
Menteri Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk.
b. Tanah Hak Pengelolaan
Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian
hak oleh Menteri Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul
pemegang Hak Pengelolaan.
c. Tanah Hak Milik
Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian hak pakai oleh
pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
Pemegang Hak Pakai memiliki kewajiban-kewajiban sebagai berikut104:
a) Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan
dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah Hak
Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Pakai.
b) Menggunakan

tanah

sesuai

dengan

peruntukannya

dan

persyaratan

sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian

103
104

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

Universitas Sumatera Utara

66

penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai
tanah Hak Milik.
c) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta
menjaga kelestarian lingkungan hidup;
d) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada
Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak
Pakai tersebut tersebut dihapus;
e) Menyerahkan sertifikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor
Pertahanan.
f) Jika tanah Hak Pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebabsebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup
pekaranagan atau bidang tanah lain dari lalulintas umum atau jalan air, maka
pemegang Hak Pakai wajib memberikan jalan keluar atau jaln air atau
kemudahan lain bagi pekarangana atau bidang tanah yang terkurung itu.
Sertifikat menjadi bukti kepemilikan atau penguasaan atas tanah atau lahan.
Tidak hanya memastiikan status atas hak kepemilikan atau penguasaan atas tanah /
lahan, melainkan memilikik fungsi lain. Namun fungsi utama sertifikat tetap sebagai
alat bukti kepemilikan atau penguasaan yang sah atas tanah atau lahan. Secara
administratif, selain menjadi kepemilikan yang sah secara hukum, sertifikat juga
menjadi syarat jika kita ingin mendirikan bangunan di atas tanah yang kita kuasai.
Syarat penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB), Salah satunya ialah sertifikat

Universitas Sumatera Utara

67

tersebut. Secara ekonomis, sertifikat juga digunakan sebagai jaminan pembiayaan jika
kita membutuhkan pinjaman dari bank.105
Menurut Kepala Bidang Humas Badan Pertanahan Republik Indonesia, Doli
Manahan Panggabean, mendapatkan sertifikat merupakan langkah penting yang harus
dilakukan oleh siapapun yang memiliki dan menguasai tanah. Pasalnya, sertifikat
menjadi bukti penguasaan yang sah atas hokum kepemilikan tanah.Ada beberapa
macam sertifikat hak atas tanah yang dikenal dalam undang-undang nomor 5 tahun
1960 tentang pokok-pokok agraria, yakni Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat
Hak Guna Bangunan (SHGB). Dalam perkembangannya, atas kebutuhan perumahan
diperkotaan yang memerlukan bangunan perumahan dalam bentuk vertical, ada jenis
sertifikat baru, yakni Sertifikat Hak Atas Satuan Rumah Susun (SHSRS). 106

105
106

Jimmy Joses Sembiring,SH,M.Hum, Panduan Mengurus Sertifikat Tanah, hal 38
Ibid

Universitas Sumatera Utara

68

BAB IV
AKIBAT HUKUM COVERNOTE YANG DIBUAT OLEH NOTARIS
TERHADAP PIHAK-PIHAK YANG BERKEPENTINGAN
A. Covernote Merupakan Suatu Perjanjian
Didalam babini penulis ingin membahas tentang Surat Keterangan
(Covernote) yang pada saat Covernote tersebut dikeluarkan ataupun diterbitkan
kepada pihak kedua maka pada saat itu juga notaris telah melakukan suatu perbuatan
hukum yaitu telah melakukan perjanjian dengan pihak kedua atau pihak penerima
Covernote tersebut.
Didalam perjanjian Hukum Perdata berlaku karena ditentukan oleh perjanjian
yang dibuat oleh pihak-pihak.Perjanjian yang dibuat pihak-pihak itu menetapkan
diterimanya kewajiban hukum untuk dilaksanakan oleh pihak-pihak.Perjanjian
mengikat pihak-pihak dan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang
membuatnya. Perjanjian wajib dilaksanakan dengan asas itikad baik (te gouder
trouw).107
Perjanjian

menciptakan

hubungan

hukum

antara

pihak-pihak

yang

membuatnya. Hubungan hukum itu menimbulkan kewajiban dan hak yang timbal
balik antara pihak-pihak.Hubungan hukum itu terjadi karena peristiwa hukum yang
berupa perbuatan perjanjian.108

107

R. Wirjono Prodjodikoro, Prof. DR., Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung : Mandar
Maju, 2011.
108
Ibid

68

Universitas Sumatera Utara

69

Kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan adalah merupakan
dasar mengikatnya dasar suatu perjanjian dalam hukum kontrak prancis. Kehendak
itu dapat dinyatakan dengan berbagai cara baik lisan maupun tertulis dan mengikat
pada pihak dengan segala akibat hukumnya (Donnald Harris and Dennis
Tallon,1989:39). Sebagaimana diketahui Code Civil prancis mempengaruhi Burgelij
Wetboek Belanda, dan selanjutnya berdasarkan asas Konkordasi maka Burgelij
WetBoek Belanda diadopsi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia.Berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam pasal 1338
ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian yang dibuat secara
sah,mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya.Akan tetapi
Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pedata menyebutkan bahwa setiap
perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.Dalam melaksanakan haknya
seorang kreditur harus memperhatikan kepentingan debitur dalam situasi tertentu.Jika
kreditur menuntut haknya pada saat yang paling sulit bagi debitur mungkin kreditur
dapat dianggap melaksanakan kontrak tidak dengan itikad baik. Selanjutnya menurut
Prof. R. Subekti, jika pelaksanaan perjanjian menurut hurufnya, justru akan
menimbulkan ketidakadilan,maka hakim mempunyai wewenang untuk menyimpang
dari isi perjanjian menurut hurufnya (R.Subekti,1998:41). Dengan demikian jika
pelaksanaan suatu perjanjian menimbulkan ketidakseimbangan atau melanggar rasa
keadilan, maka hakim dapat mengadakan penyesuaian terhadap hak dan kewajiban
yang tercantum dalam kontrak tersebut.109
109

Suharnoko, S.H., MLI,Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, 2004. Jakarta: kencana

Universitas Sumatera Utara

70

Dalam praktik, berdasarkan asas itikad baik hakim memang menggunakan
wewenang untuk mencampuri isi perjanjian, sehingga tampaknya itikad baik bukan
saja harus ada pada pelaksanaan perjanjian, melainkan juga pada saat dibuatnya atau
ditandatanganinya perjanjian.Misalnya dalam kasus NY.Boesono dan R Boesono
melawan Sri Setia Ningsih Perkara No.341/K/PDT/1985, 14 Maret 1987 Mahkamah
Agung Republik Indonesia memutuskan bahwa bunga pinjaman sebesar 10%
perbulan terlalu tinggi dan bahkan bertentangan dengan kepatutan dan keadilan,
mengingat tergugat seorang Purnawirawan yang tidak berpenghasilan lain. Bahwa
ketentuan dalam perjanjian untuk menyerahkan buku pembayaran dana pensiun
sebagai “Jaminan” juga bertentangan dengan kepatuhan dan keadilan.Bahwa tergugat
selaku peminjam telah membayar Bunga Rp.400.000,- dari jumlah pinjaman
Rp.500.000,- Bahwa dalam perkara ini Mahkamah Agung berwenang untuk
menentukan Ex Aquo Et Bono dalam arti patut dan adil.Maka, bunga pinjaman
ditetapkan 1% per bulan, sehingga yang harus dibayar 10 bulan X Rp.5400,- adalah
Rp 54.000,-. Untuk bunga yang telah dibayar kepada penggugat Rp.400.000,haruslah di anggap sebagai pembayaran pokok pinjaman. Sehingga sisa pinjaman
tergugat kepada penggugat adalah Rp.140.000,- di tambah bunga Rp.54.000,jumlahnya Rp. 194.000,-.110
Menurut teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat diterapkan dalam
situasi dimana perjanjian sudah memenuhi syarat hal tertentu, akibatnya ajaran ini
Prenadamedia Group
110
Keputusan Mahkamah Agung Perkara No. 341/K/Pdt/1985, Tanggal 14 Maret 1987 Dalam
Kasus Ny. Boesono dan R.Boesono melawan Sri Seianingsih

Universitas Sumatera Utara

71

tidak melindungi pihak yang menderita kerugian dalam tahap prakontrak atau tahap
perundingan, karena dalam tahap ini perjanjian belum memenuhi syarat hal
tertentu.111
Kalau seorang berjanji melaksanakan suatu hal, janji ini dalam hukum
hakekatnya ditujukan kepda orang lain. Berhubungan dengan ini, dapat dikatakan,
bahwa sifat pokol dalam hukum perjanjian ialah, bahwa hukum ini semula mengatur
perhubungan hukum antara orang-orang, jadi semula antar orang dan selanjutnya
benda.112
Dalam hal suatu perhubungan hukum mengenai suatu benda, Hukum B.W
memperbedakan hak terhadap benda (zakelijk recht) daripada hak terhadap orang
(persoonlijk recht), sedemikian rupa bahwa, meskipun suatu perjanjian (verbintensi)
adalah mengenai suatu benda, perjanjian itu tetap merupakan perhubungan hukum
antara orang dan orang, lebih tegas lagi antara seorang tertentu dan orang lain
tertentu. Artinya : Hukum B.W tetap memandang suatu perjanjian sebagai
perhubungan hukum dimana seorang tertentu, berdasar atas suatu janji, wajib untuk
melakukan suatu hal, dan orang lain tertentu berhak menuntuk pelaksanaan kewajiban
itu.113
Misalnya : seorang A dan seorang B membuat perjanjian jual beli, yaitu A
adalah penjual dan B adalah pembeli dan barang yang dibeli adalah suatu lemari
tertentu yang berada di dalam rumah penjual A. harga pembelian sudah dibayar, tapi
111

Suharmoko, Op.cit, hal 25
Ibid
113
Ibid
112

Universitas Sumatera Utara

72

sebelum lemari diserahkan kepada B, ada pencuri yang mengambil lemari tersebut,
sehingga lemari jatuh ditangan seorang ketiga C. kini B tetap hanya berhak menegur
A supaya lemari diserahkan kepadanya, dan B tidak dapat langsung menegur C untuk
menyerahkan lemari itu kepadanya.Kalau tidak tenang, dimana lemarinya berada,
maka pembeli B dapat menegur pencurinya, maka pembeli B dapat menegur
pencurinya untuk mengganti kerugian, akan tetapi peneguran ini tidak boleh
berdasarkan perjanjian jual beli saja, melainkan harus juga sekaligus pada pasal 1365
B.W tentang perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) yang dilakkan oleh
si pencuri itu.Kalau lemarinya masih berada di tangan pencuri, maka masih dapat
diragu-ragukan, apa pembeli B dapat langsung menegur si pencuri untuk
mengembalikan lemari itu kepada B, oleh karena pasal 1365 B.W hanya
menyebutkan suatu ganti kerugian dan mungkin menjadi soal, apakah pengembalian
le