Tanggung Jawab Kurator Secara Pribadi Atas Kesalahan Atau Kelalaiannya Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Yang Menyebabkan Kerugian

(1)

TANGGUNG JAWAB KURATOR SECARA PRIBADI ATAS

KESALAHAN ATAU KELALAIANNYA DALAM

PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT YANG

MENYEBABKAN KERUGIAN

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi

Syarat-Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

100200148

LASTUA RYANTO

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TANGGUNG JAWAB KURATOR SECARA PRIBADI ATAS KESALAHAN ATAU KELALAIANNYA DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT YANG MENYEBABKAN KERUGIAN

S k r i p s i

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat DalamMemperolehGelar Sarjana Hukum

Oleh :

LASTUA RYANTO 100200148

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP : 197501122005012002 Windha, S.H., M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Sunarmi,S.H., M.Hum

NIP : 196302151989032002 NIP : 195303121983031002

RamliSiregar, S.H., M.Hum

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan harapan, semangat, kekuatan, kesabaran, dan bimbingan selama proses penulisan skripsi ini sehingga dapat menyelesaikannya dengan baik dan tepat waktu.

Penulisan skripsi yang berjudul “TANGGUNG JAWAB KURATOR SECARA PRIBADI ATAS KESALAHAN ATAU KELALAIANNYA DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT YANG MENYEBABKAN KERUGIAN” ini ditujukan untuk memberikan informasi kepada para pembaca mengenai tanggung jawab pribadi seorang kurator apabila terjadi kerugian terhadap harta pailit yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian kurator pada saat melakukan pengurusan dan pembersan harta pailit. Selain itu, penulisan skripsi ini juga ditujukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini tidaklah terlepas dari ketidaksempurnaan, sehingga besar harapan agar semua pihak dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan lebih sempurna lagi.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak rektor Universitas Sumatera utara (USU) Medan, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K).


(4)

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum., DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

5. BapakDr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Windha, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi dan Dosen Hukum Ekonomi.

7. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum selaku Dosen Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU) dan Dosen Pembimbing I, yang sudah menyediakan waktu dan membagi pengetahuan berkenaan dengan skripsi yang dibahas, serta memberikan kritik dan saran sehingga penulisan skripsi ini selesai tepat waktu.

8. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Jurusan Departemen Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing II, yang sudah menyediakan waktu dan memberikan motivasi untuk dapat menyelesaikan skripsi ini, serta memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.

9. Prof. Dr. Ningrum Natasya, SH. MLI selaku Dosen Wali atas segala bimbingan dari awal hingga akhir masa studi.

10. Ibu Teti Winarti, SH.MSi selaku Ketua Balai Harta Peninggalan Kota Medan atas arahan dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini.


(5)

11. Ibu Ave Maria Sihombing, SH.MH selaku Anggota Teknis Hukum Balai Harta Peninggalan Kota Medan atas informasi dan bahan penulisan untuk pengerjaan skripsi ini.

12. Seluruh DosenFakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) atas segala ilmu yang telah diberikan sejak awal perkuliahan hingga terselesainya penulisan skripsi ini.

13. Seluruh pegawai/staff Fakultas Hukum USU atas bantuan dan kerja samanya selama ini.

14. Orang tua penulis, LongseSinurat dan Mutianna Sidabutar yang telah membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang, serta memberikan dukungan yang luar biasa selama ini.

15. Kakak dan adik penulis: Juliana Angelia S, Oktavia Veronica S, Andreas Jefri Gomos S, dan Jordan Ricardo S yang telah memberikan motivasi dan saran-saran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

16. Sepupu penulis: Hengky Sidabutar, Jessica Butar-butar, Ervina Sidabutar, Grace butar-butar, yang sama-sama berjuang menyelesaikan pendidikan di Medan dan saling memotivasi satu sama lain.

17. Kawan-kawan seperjuangan yang merupakan kawan akrab penulis, yaitu Theodorus Arie Gusti, Rory Eka Putra Sitepu, Edwar Zai, Andhika Tarigan, Sonny Andra Fedri, M. Azhali Siregar, Christian Yoritomo.

18. Kawan seperjuangan lainnya Abdul Reza, Charles Salim, Denny Mulya Ananda, Teguh Melias, Patricia Purba, Syahariska Dina, Nia Silitonga, Elia, Yolanda, Lorenza Sianturi, dll.


(6)

19. Senior-senior di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak informasi mengenai kegiatan perkuliahan dan membimbing penulis selama mengikuti kegiatan-kegiatan hukum dalam organisasi kampus.

20. Teman-teman organisasi Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI). 21. Teman-teman Life Box atas dukungannya selama ini.

22. Kawan-kawan baik satu kost penulis, yaitu Eka Silalahi, Ricky Dharmawan, Yogi Sihombing, Fernando Gurning, Bang Rodo Silalahi, Rommel, Heru Simanjuntak, Caroline, Diana, Mey, dll.

23. Kawan-kawan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Medan, Juli 2014 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………i

DAFTAR ISI………...v

ABSTRAK………...vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………....….1

B. Perumusan Masalah………..…9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan………...9

D. Keaslian Penulisan………...10

E. Tinjauan Kepustakaan………...11

F. Metode Penelitian………....15

G. Sistematika Penulisan………...17

BAB II TUGAS DAN KEWENANGAN KURATOR DALAM KEPAILITAN A. Pengertian dan Syarat Kurator………20

B. Pengangkatan dan Pemberhentian Kurator………...25

C. Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit………...28

D. Hubungan Kurator dengan Pihak-pihak dalam Kepailitan...41

BAB III BENTUK KESALAHAN DAN KELALAIAN KURATOR A. Prinsip Etika Profesi Kurator………...51

B. Bentuk Kesalahan dan Kelalaian Kurator………..55

C. Beberapa Permasalahan dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit…………...66


(8)

BAB IV TANGGUNG JAWAB KURATOR SECARA PRIBADI ATAS KESALAHAN ATAU KELALAIANNYA DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT YANG MENYEBABKAN KERUGIAN

A. Perlawanan Terhadap Perbuatan Kurator…………...71 B. Tanggun Jawab Kurator secara Pribadi………..73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………...91

B. Saran………...92


(9)

TANGGUNG JAWAB KURATOR SECARA PRIBADI ATAS KESALAHAN ATAU KELALAIANNYA DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT YANG MENYEBABKAN KERUGIAN

ABSTRAK Lastua Ryanto*

Sunarmi** Ramli Siregar***

*

Mahasiswa Fakultas Hukum USU **

Dosen Pembimbing I ***

Dosen Pembimbing II

Kepailitan bukan merupakan hal yang baru di Indonesia. Kurator memegang peranan penting dalam kepailitan, karena bertugas untuk melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap harta pailit. Pada saat melaksanakan tugasnya, tidak jarang kurator melakukan kesalahan atau kelalaian yang mengakibatkan kerugian harta pailit. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana tugas dan kewenangan kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit; bagaimana bentuk kesalahan atau kelalaian kurator; bagaimana tanggung jawab pribadi kurator atas kesalahan atau kelalaian dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit yang menyebabkan kerugian.

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitianyuridis empiris, dengan melihat kenyataan yang terjadi dilapangan dan mengaitkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pendekatan secara yuridis empiris dilakukan dengan mewawancara narasumber yang berkompeten dan berhubungan denganpenulisan skripsi inidan mengaitkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kurator memiliki tugas dan kewenangan untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Bentuk kesalahan atau kelalaian kurator dalam melakukan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit secara implisit dapat dikatakan perbuatan melawan hukum. Kurator bertanggung jawab secara pribadi atas kesalahan atau kelalaiannya dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator dapat dikenai sanksi administrasi, perdata, maupun pidana, tergantung jenis kesalahannya. Kerugian harta pailit yang ditimbulkan kurator juga dapat dimintakan penggantian kepada harta pribadi kurator. Sebaiknya kurator dalam melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit selalu bertindak cermat dan berhati-hati agar tidak mengakibatkan kerugian terhadap harta pailit, apalagi Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. tidak menjelaskan secara rinci mengenai bentuk tanggung jawab kurator atas kesalahan atau kelalaiannya, oleh karena itu diperlukan suatu peraturan khusus yang secara rinci mengatur tentang kurator.


(10)

TANGGUNG JAWAB KURATOR SECARA PRIBADI ATAS KESALAHAN ATAU KELALAIANNYA DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT YANG MENYEBABKAN KERUGIAN

ABSTRAK Lastua Ryanto*

Sunarmi** Ramli Siregar***

*

Mahasiswa Fakultas Hukum USU **

Dosen Pembimbing I ***

Dosen Pembimbing II

Kepailitan bukan merupakan hal yang baru di Indonesia. Kurator memegang peranan penting dalam kepailitan, karena bertugas untuk melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap harta pailit. Pada saat melaksanakan tugasnya, tidak jarang kurator melakukan kesalahan atau kelalaian yang mengakibatkan kerugian harta pailit. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana tugas dan kewenangan kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit; bagaimana bentuk kesalahan atau kelalaian kurator; bagaimana tanggung jawab pribadi kurator atas kesalahan atau kelalaian dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit yang menyebabkan kerugian.

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitianyuridis empiris, dengan melihat kenyataan yang terjadi dilapangan dan mengaitkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pendekatan secara yuridis empiris dilakukan dengan mewawancara narasumber yang berkompeten dan berhubungan denganpenulisan skripsi inidan mengaitkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kurator memiliki tugas dan kewenangan untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Bentuk kesalahan atau kelalaian kurator dalam melakukan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit secara implisit dapat dikatakan perbuatan melawan hukum. Kurator bertanggung jawab secara pribadi atas kesalahan atau kelalaiannya dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator dapat dikenai sanksi administrasi, perdata, maupun pidana, tergantung jenis kesalahannya. Kerugian harta pailit yang ditimbulkan kurator juga dapat dimintakan penggantian kepada harta pribadi kurator. Sebaiknya kurator dalam melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit selalu bertindak cermat dan berhati-hati agar tidak mengakibatkan kerugian terhadap harta pailit, apalagi Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. tidak menjelaskan secara rinci mengenai bentuk tanggung jawab kurator atas kesalahan atau kelalaiannya, oleh karena itu diperlukan suatu peraturan khusus yang secara rinci mengatur tentang kurator.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepailitan bukan merupakan hal yang baru dalam masyarakat, khususnya di kalangan pelaku usaha di Indonesia.Pada saat mengadakan hubungan hukum, khususnya transaksi bisnis, antara debitur dan kreditur terjadi perjanjian utang piutang atau perjanjian pinjam meminjam uang.Akibat yang timbul dari perjanjian pinjam meminjam uang tersebut lahirlah suatu perikatan di antara para pihak.Adanya perikatan membuat masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban.Salah satu kewajiban dari debitur adalah mengembalikan utangnya sebagai suatu prestasi yang harus dilakukan.Permasalahan akan timbulapabila debitur mengalami kesulitan untuk mengembalikan utangnya tersebut, dengan kata lain debitur berhenti membayar utangnya.

Perjanjian utang piutang antara debitur dan kreditur berkaitan dengan asas-asas dalam hukum perdata.Satu asas-asas yang cukup penting dalam hukum perdata adalah perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat kedua belah pihak.1

1

Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1338 ayat (1)

Mengikat berarti para pihak mempunyai hak dan kewajiban. Dengan demikian, bila para pihak tidak memenuhi kewajiban apa yang telah disepakati, maka pihak yang tidak memenuhi kewajibannya dapat dimintai


(12)

pertanggungjawaban hukum. Konsekuensinya adalah bagi pihak yang sudah melaksanakan kewajiban, mempunyai hak untuk menagih.

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1131 KUHPerdata disebutkan, segala kebendaan pihak yang berhutang baik yang bergerak, maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada di kemudian hari menjadi tanggungan segala perikatannya perseorangan.2 Selanjutnya, dalam Pasal 1132 KUHPerdata disebutkan, kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali di antara para pihak yang berpiutang itu ada alasan yang sah untuk didahulukan.3

Dari rumusan pasal tersebut dapat diketahui, bahwa jika pihak yang berutang (debitur) tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka harta benda debitur menjadi jaminan bagi semua debitur.Penyitaan (pembeslagaan) secara massaldilakukan agar aset debitur dapat dibagi secara proporsional dalam membayar utang-utangnya.Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata kiranya dapat dikemukakan oleh para ahli hukum disebut sebagai dasar hukum dalam kepailitan.4

Keadaan berhenti membayar utang dapat terjadi karena tidak mampu membayar atau tidak mau membayar.Pada kepailitan, keadaan berhenti membayar utang terjadi karena debitur tidak mampu membayar utangnya.Penyebab tersebut

2

Ibid., Pasal 1131 3

Ibid., Pasal 1132 4

Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait dengan Kepailitan, (Bandung: Nuansa Aulia, 2006), hlm. 14.


(13)

menimbulkan kerugian bagi kreditur yang bersangkutan.Sementara itu, debitur akan mengalami kesulitan untuk melanjutkan langkah-langkah selanjutnya, terutama dalam hubungan dengan masalah keuangan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah berhenti membayarnya debitur, dari mulai cara yang sesuai hukum sampai dengan cara yang tidak sesuai dengan hukum.Salah satu cara untuk menyelesaikan utang piutang melalui jalur hukum yaitu dengan melalui kepailitan.

Sebelumnya kepailitan di Indonesia diatur dalam Failissementsverordening

(Peraturan Kepailitan), kemudian diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan. Perpu ini kemudian ditetapkan sebagai undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 4 Tahun 1998.Sehubungan dengan banyaknya putusan Pengadilan Niaga yang kontroversial, maka timbul niat untuk merevisi undang-undang tersebut. Akhirnya, pada tanggal 18 Oktober 2004, lahirlah Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK dan PKPU).5

UUK dan PKPU lahir karena perkembangan perekonomian dan perdagangan, serta pengaruh dari globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini.Selain itu, mengingat umumnya modal yang dimiliki oleh para pengusaha merupakan pinjaman yang berasal dari berbagai sumber, maka hal ini telah menimbulkan banyak permasalahan utangpiutang yang menghimpit seorang debitur, dimana debitur tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan untuk membayar utang-utang tersebut kepada para krediturnya.Bila keadaan

5


(14)

ketidakmampuan untuk membayar kewajiban yang telah jatuh tempo tersebut disadari oleh debitur, maka langkah untuk mengajukan permohonan penetapan status pailit terhadap dirinya menjadi suatu langkah yang memungkinkan, atau penetapan status pailit oleh pengadilan terhadap debitur tersebut bila kemudian ditemukan bukti bahwa debitur tersebut memang telah tidak mampu lagi membayar utangnya.

Kepailitan merupakan suatu jalan keluar dari persoalan utang piutang.Alasan lain diterbitkannya UUK dan PKPU, bahwa pranata hukum kepailitan sebagai salah satu sarana untuk menyelesaikan utang sebagaimana diatur dalam UUK Stb. 1905 No. 217 Jo 1908 No. 348 yang telah diubah dengan Perpu Nomor 1 Tahun 1998 yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 dianggap tidak memenuhi perkembangan dan kebutuhan masyarakat.6

6

Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait dengan Kepailitan, (Bandung: Nuansa Aulia, 2006), hlm. 21.

Dari sudut sejarah hukum, Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditur dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar. Dalam perkembangannya kemudian, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang juga bertujuan untuk melindungi debitur dengan memberikan cara untuk menyelesaikan utangnya tanpa membayar secara penuh, sehingga usahanya dapat bangkit kembali tanpa beban utang.


(15)

Pasal 1 angka 1 UUK dan PKPU menyebutkan bahwa kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Dari pasal tersebut dapat dilihat, bahwa kurator memiliki peran penting di dalam proses kepailitan, karena berwenang dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit demi kepentingan pihak kreditur dan debitur pailit. Pelaksanaan pengurusan dan pemberesan atas harta pailit tersebut diserahkan kepada kurator yang diangkat oleh pengadilan, dengan diawasi oleh hakim pengawas yang ditunjuk oleh hakim pengadilan.Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, maka kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

Menurut UUK dan PKPU, jika ternyata kemudian putusan pernyataan pailit tersebut dibatalkan oleh putusan kasasi atau peninjauan kembali, maka segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan tetap sah dan mengikat bagi debitur pailit.7

Seorang debitur harus memenuhi syarat-syarat untuk dapat dinyatakan pailit, yaitu:8

1. Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur;

7

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 62.

8

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1)


(16)

2. Tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapatditagih;

3. Atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.

Tujuan utama kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur pailit oleh kurator kepada semua kreditur.Kepalitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama, sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing.9

Adanya pernyataan pailit mengakibatkan debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak tanggal kepailitan itu, termasuk juga untuk kepentingan perhitungan hari pernyataannya itu sendiri.10Pasal 69 ayat (1) UUK dan PKPU, menerangkan bahwa kuratorlah yang berwenang melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit.Dengan demikian, debitur kehilangan hak menguasai harta yang masuk dalam kepailitan, dan tidak kehilangan hak atas harta kekayaan yang berada di luar kepailitan.11

Diputuskannya seorang debitur menjadi debitur pailit oleh pengadilan niaga membawa konsekuensi hukum, yaitu bagi debitur dijatuhkan sita umum terhadap seluruh harta debitur pailit dan hilangnya kewenangan debitur pailit untuk menguasai dan mengurus harta pailitnya. Sedangkan bagi kreditur, akan

9

Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 9.

10

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 24

11


(17)

mengalami ketidakpastian tentang hubungan hukum yang ada antara kreditur dengan debitur pailit,untuk kepentingan itulah undang-undang telah menentukan pihak yang akan mengurusi persoalan debitur dan kreditur melalui kurator.

Tentang harta pailit, lebih lanjut dalam Pasal 21 UUK dan PKPU menerangkan bahwa harta pailit meliputi semua harta kekayaan debitur yang ada pada saat pernyataan pailit diucapkan, serta semua kekayaan yang diperolehnya selama kepailitan. Harta pailit adalah harta milik debitur yang dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan.12

Kurator juga harus paham bahwa tugasnya tidak hanya untuk menyelamatkan harta pailit yang berhasil dikumpulkannya untuk kemudian dibagi kepada para kreditur, tetapi juga sedapat mungkin bisa meningkatkan nilai harta pailit tersebut. Kemampuan kurator harus diikuti dengan integritas.Integritas berpedoman pada kebenaran dan keadilan serta keharusan untuk mentaati standar profesi dan etika sesuai isi dan semangatnya.Integritas merupakan salah satu ciri yang fundamental bagi pengakuan terhadap profesionalisme yang melandasi kepercayaan publik serta patokan (benchmark) bagi anggota (kurator) dalam Kendati telah ditegaskan bahwa dengan dijatuhkannya putusan kepailitan, harta kekayaan debitur pailit akan diurus dan dikuasai kurator, namun tidak semua kekayaan debitur pailit diserahkan ke kurator. Selain itu, hak-hak pribadi debitur yang tidak dapat menghasilkan kekayaan, atau barang-barang milik pihak ketiga yang kebetulan berada di tangan debitur pailit tidak dapat dikenakan eksekusi, misalnya hak pakai dan hak mendiami rumah.

12

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas kepailitan perseroan hal 94, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta


(18)

menguji semua keputusan yang diambilnya.13Integritas mengharuskan kurator untuk antara lain bersikap jujur dan dapat dipercaya serta tidak mengorbankan kepercayaan publik demi kepentingan pribadi. Integritas mengharuskan kurator untuk bersikap objektif dan menjalankan profesinya secara cerdas dan saksama.14

Berdasarkan Pasal 69 ayat (2) UUK dan PKPU menegaskan bahwa dalam melakukan tugasnya, kurator tidak memerlukan persetujuan dari organ debitur/perseroan pailit, walaupun di luar kepailitan persetujuan tersebut disyaratkan.Namun perlu diketahui, tugas kurator tidak mudah atau dapat berjalan dengan mulus seperti yang telah ditentukan dalam UUK dan PKPU. Persoalan yang dihadapi oleh kurator sering kali menghambat proses kinerja kurator yang semestinya, seperti menghadapi debitur yang tidak dengan sukarela menjalankan putusan pengadilan, misalkan debitur tidak memberi akses data dan informasi atas asetnya yang dinyatakan pailit.15

Kurator memiliki kewenangan yang sangat luas dalam proses kepailitan, sehingga sering kali menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaannya. Kewenangan yang luas yang diberikan oleh UUK dan PKPU kepada kurator menjadi beban tersendiri bagi kurator agar berhati-hati dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya, karena pihak yang dirugikan oleh tindakan kurator Diperlukan seorang kurator yang memiliki keahlian dan bertanggung jawab terhadap tugasnya, agar tercipta kepastian hukum, terutama dalam hukum kepailitan.

13

Imran Nating, Op.Cit., hlm. 14 14

Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia, Bagian Pertama, Prinsip Kelima

15


(19)

dalam melaksanakan tugasnya dapat mengajukan tuntutan atas kerugian yang dialaminya kepada kurator.16

1. Bagaimana tugas dan kewenangan kurator di dalam kepailitan?

UUK dan PKPU mengatur bahwa kurator bertanggung jawab secara pribadi terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.Kurator bukan saja bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya dengan sengaja, tetapi juga karena kelalaiannya, namun UUK dan PKPU tidak mengatur secara jelas bagaimana bentuk tanggung jawab tersebut.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

2. Bagaimana bentuk kesalahan dan kelalaian kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit?

3. Bagaimana tanggung jawab kurator secara pribadi atas kesalahan atau kelalaiannya dalam pengurusan dan pemberesan yang menyebabkan kerugian tehadap harta pailit?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan ini bertujuan sebagai berikut:

16


(20)

1. Untuk mengetahui tugas dan kewenangan kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

2. Untuk mengetahui bentuk kesalahan atau kelalaian kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

3. Untuk mengetahui tanggung jawab kurator secara pribadi atas kesalahan atau kelalaiannya dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Selain itu, penulisan skripsi ini juga ditujukan sebagai pemenuhan tugas akhir dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun manfaat penulisan yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Secara teoritis

Secara teoritis, pembahasan mengenai tanggung jawab kurator secara pribadi atas kesalahan atau kelalaiannya dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit ini akan memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi para pembaca mengenai tugas dan kewenangan kurator dalam kepailitan, bentuk kesalahan atau kelalaian kurator dalam pengurusan dan pembersan harta pailit, serta tanggung jawabnya atas kesalahan atau kelalaian tersebut.

b. Secara Praktis

Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembaca terutama bagi praktisi dan masyarakat umum yang ingin mengetahui lebih jauh tentang kepailitan dan kurator, khususnya tentang tanggung jawab kurator secara pribadi atas kesalahan atau kelalaiannya dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.


(21)

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik dari hasil penelitian yang masih ada maupun yang sedang dilakukan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Tanggung Jawab Kurator Secara Pribadi atas Kesalahan atau Kelalaiannya dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit” belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Sehubungan dengan keaslian judul ini, peneliti telah melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi ini belum pernah diteliti oleh orang lain di lingkungan universitas/perguruan tinggi lain dalam wilayah Republik Indonesia.

Apabila di kemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

Pengertian pailit dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti bangkrut, jatuh untuk perusahaan.17

17

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), edisi II Cet keempat, 1999

Sementara itu, Kartono mengemukakan kepailitan adalah suatu sitaan umum dan eksekusi atas seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua krediturnya.Pengertian kepailitan yang lebih sederhana


(22)

dikemukakan oleh Siti Soemarti Hartono, pailit berarti mogok melakuka n pembayaran.Dari berbagai pengertian kepailitan di atas dapat dilihat, bahwa terminologi kepailitan mempunyai makna ketidakmampuan pihak debitur untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak kreditur tepat pada waktu yang sudah ditentukan.Oleh karena itu, jika terjadi ketidakmampuan untuk membayar utang, maka salah satu solusi hukum yang dapat ditempuh baik oleh debitur maupun kreditur melalui pranata hukum kepailitan.18

Syarat kepailitan di Indonesia mengacu pada UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang dalam Pasal 2 ayat (1) menyebutkan:19

Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan kreditur dalam ayat ini adalah baik kreditur konkuren, kreditur separatis, maupun kreditur preferen. Khusus mengenai kreditur separatis dan kreditur preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitur dan haknya untuk didahulukan.

”Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan keputusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya”.

20

Menurut Ricardo Simanjuntak, pailit adalah status hukum dimana harta seorang debitur diletakkan dalam sita umum akibat dari tidak membayar suatu

18

Sentosa Sembiring, Op.Cit., hlm. 13. 19

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2

20

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Penjelasan Pasal 2 UU


(23)

utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. debitur tersebut juga memiliki paling tidak satu kreditur lain atau minimal dua kreditur.21

Menurut pasal 24 ayat (1) UUK dan PKPU, dengan adanya pernyataan pailit, debitur demi hukum terhitung sejak hari pernyataaan pailit itu kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan.Kurator adalah orang yang mengurus kegiatan debitur setelah pernyataan pailit tersebut.

Adapun tujuan harta itu diletakkan dalam sita umum agar tidak memberikan kesempatan kepada kreditur untuk berebut harta tersebut. Nantinya, harta yang berada dalam status sita umum ini akan digunakan atau dijual untuk membayar kewajiban debitur kepada para kreditur, sesuai dengan jabatan masing-masing.

22

Terhitung sejak tanggal putusan pailit ditetapkan, kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan atas harta pailit, meskipun terhadapnya diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

23

Kemudian, lebih lanjut ditentukan, bahwa jika debitur atau kreditur tidak mengajukan usul pengangkatan kurator lain pada pengadilan, maka Balai Harta Peninggalan yang akan bertindak selaku kurator.24

Esensi kepailitan secara singkat dapat dikatakan sebagai sita umum atas harta kekayaan debitur, baik yang ada pada waktu pernyataan pailit maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung untuk kepentingan semua kreditur yang pada waktu kreditur dinyatakan pailit mempunyai utang, yang dilakukan dengan

21

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c8b8d9dcea63/kurator-pengurus-iboedeli-yang-masih-menunggu--- (diakses tanggal 20 Mei 2014)

22

Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 60. 23

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 16 ayat (1)

24


(24)

pengawasan pihak yang berwajib25

1. Semua hasil pendapatan debitur pailit selama kepailitan tersebut dari pekerjaan sendiri, gaji suatu jabatan/jasa, upah pensiun, uang tunggu/uang tunjangan, sekedar atau sejauh hal itu diterapkan oleh hakim pengawas.

, akan tetapi dikecualikan dari kepailitan adalah:

2. Uang yang diberikan kepada debitur pailit untuk memenuhi kewajiban pemberian nafkahnya menurut peraturan perundang-undangan (pasal 213, 225, 321 KUHPerdata)

3. Sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim pengawas dari pendapatan hak nikmat hasil seperti dimaksud dalam pasal 311 KUHPerdata.

4. Tunjangan dari pendapatan anak-anaknya yang diterima oleh debitur pailit berdasarkan pasal 318 KUHPerdata.

Berdasarkan pasal 1 angka 5 UUK dan PKPU yang dimaksud dengan kurator:

“Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitur pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-undang ini”.

Seorang kurator perlu memilah kewenangan yang dimilikinya berdasarkan undang-undang yaitu:

a. kewenangan yang dapat dilaksanakan tanpa diperlukannya persetujuan dari instansi atau pihak lain; dan

25

Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2008), hlm. 6.


(25)

b. kewenangan yang dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari pihak lain dalam hal ini hakim pengawas.26

Berdasarkan UUK dan PKPU, jika ditinjau lebih lanjut mengenai tugas dan kewenangan kurator, maka seorang kurator paling tidak harus mempunyai kemampuan antara lain:27

1) penguasaan hukum perdata yang memadai; 2) penguasaan hukum kepailitan;

3) penguasaan manajemen,(dalam hal debitur pailit merupakan suatu perusahaan yang masih dapat diselamatkan kegiatan usahanya); dan

4) penguasaan dasar mengenai keuangan.

Kurator memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjalankan tugasnya, hal ini ditegaskan di dalam Pasal 72 UUK dan PKPU, bahwa kurator bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan kontruksi yang dilakukan secara metodologi, sistematis dan konsisten. Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah

26

Marjan E. Pane, “Permasalahan Seputar Kurator”, makalah dalam Lokakarya Kurator/Pengurus dan Hakim Pengawas: Tinjauan Secara Kritis”. Jakarta, 30-31 Juli 2002

27


(26)

berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten adalah tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.28

1. Spesifikasi Penelitian

Adapun penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Pendekatan penelitian dalam menyusun skripsi ini adalah pendekatan yuridis empiris, dengan melihat kenyataan yang terjadi dilapangan dan mengaitkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pendekatan secara yuridis empirisdilakukan dengan mewawancara narasumber yang berkompeten dan berhubungan denganpenulisan skripsi ini.

Penelitian ini juga didukung dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dengan melakukan pengkajian dan analisa terhadap tanggung jawab kurator secara pribadi dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit oleh kurator yang ditinjau dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Sifat dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif.Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang suatu hal tertentu dan pada saat tertentu29, sehingga pada skripsi ini menggambarkan dan menguraikan keadaan ataupun fakta yang ada tentang hukum mengenai tanggung jawab kurator terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

28

Waluyo Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Edisi 1, Cet ke-3 (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), mengutip pendapat Soerjono Soekanto, hlm. 2.

29


(27)

2. Alat Pengumpul Data

Materi dalam penelitian ini diambil dari data sekunder. Adapun data-data sekunder yang dimaksud adalah :

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

3) Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan.

4) Undang-UndangNo. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan danPenundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

5) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M.01-HT.05. 10 Tahun 2005 tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus

b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, dan sebagainya yang diperoleh melalui media-media cetak maupun media elektronik

c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti : jurnal ilmiah, kamus hukum, dan bahan-bahan lain yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam menyusun skripsi ini.


(28)

3. Teknik pengumpulan data a. Studi kepustakaan

Pengumpulan data dari skripsi ini dilakukan melalui teknik studi pustaka, yaitu mengumpulkan, mempelajari, menganalisa, dan membandingkan buku-buku yang berhubungan dengan judul skripsi ini.Selain itu, pengumpulan data dilakukan juga melalui media elektronik/internet.

b. Wawancara

Selian studi kepustakaan, data pendukung juga diperoleh dengan melakukan wawancara dengan Anggota Teknis Hukum di Kantor Balai Harta Peninggalan Medan.

4. Analisis data

Metode analisis data yang digunakan penulis adalah metode kualitatif dimana data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan kesatuan yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah :


(29)

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang pada pokoknya menguraikan tentang latar belakang pengangkatan judul skripsi, perumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam bab pembahasan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB II TUGAS DAN KEWENANGAN KURATOR DALAM

KEPAILITAN

Berisikan tentang tugas dan kewenangan kurator dalam kepailitan, yang pada pokoknya menguraikan tentang pengertian dan syarat kurator, pengangkatan dan pemberhentian kurator, tugas dan kewenangan kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, serta hubungan kurator dengan pihak-pihak dalam kepailitan.

BAB III KESALAHAN DAN KELALAIAN KURATOR

Berisikan tentang kesalahan dan kelalaian kurator, yang pada pokoknya menguraikan tentang prinsip etika profesi kurator, bentuk kesalahan dan kelalaian kurator, serta beberapa permasalahan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.


(30)

BAB IV TANGGUNG JAWAB KURATOR SECARA PRIBADI ATAS KESALAHAN ATAU KELALAIANNYA DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT YANG MENYEBABKAN KERUGIAN.

Berisikan tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit yang pada pokoknya menguraikan tentang perlawanan terhadap perbuatan kurator dan tanggung jawab kurator secara pribadi.

BAB V PENUTUP

Berisikan bagian penutup yang sekaligus merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini, dimana dikemukakan mengenai kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan pembahasan yang sebelumnya dalam skripsi ini.


(31)

BAB II

TUGAS DAN KEWENANGAN KURATOR DALAM

KEPAILITAN

A. Pengertian dan Syarat Kurator

Tidak semua orang dapat menjadi kurator.Menurut Undang-Undang Kepailitan yang lama, kewajiban ini secara khusus dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan, yang disingkat BHP. Balai Harta Peninggalan ini adalah suatu badan khusus dari Departemen Kehakiman (yang dinamakan demikian karena ia bertanggung jawab untuk masalah mengenai pengawasan pengampuan).30

Berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK dan PKPU), maka yang dapat bertindak sebagai kurator sebagaimana diatur dalam Pasal 70 adalah:

Balai Harta Peninggalan bertindak melalui kantor perwakilannya yang terletak dalam yurisdiksi pengadilan yang telah menyatakan debitur paillit. Pada saat ini terdapat Balai Harta Peninggalan di lima lokasi yaitu Jakarta, Medan, Semarang, Surabaya, dan Makassar.

31

1. balai harta peninggalan; atau 2. kurator lainnya.

30

Imran Nating, Op.Cit., hlm. 59. 31

Jerry Hoff, Undang-Undang Kepailitan di Indonesia(Indonesian Bankruptcy Law),diterjemahkan oleh Kartini Muljadi (Jakarta: Tatanusa, 2000), hlm.65.


(32)

Lebih lanjut, dalam pasal tersebut dijelaskan tentang apa yang dimaksud dengan kurator lainnya ialah:

a. orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit; dan

b. telah terdaftar pada Departemen Kehakiman

Pada penjelasan pasal ini disebutkan, yang dimaksud dengan keahlian khusus adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan kurator dan pengurus; yang dimaksud dengan terdaftar adalah telah memenuhi syarat-syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan anggota aktif organisasi profesi kurator dan pengurus. Oleh karena itu, untuk menjadi kurator harus terlebih dahulu mendaftarkan diri kepada Departemen Kehakiman.32

32

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm. 211

Banyak orang tidak tahu apa itu kurator. Pada ensiklopedia bebas, kurator diartikan sebagai ketua akuisisi dan penjaga barang-barang koleksi sebuah museum, perpustakaan atau lembaga serupa. Arti dari kurator itu berbeda jika diterjemahkan dalam perspektif hukum. Menurut UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK dan PKPU), kurator adalah profesional yang diangkat oleh Pengadilan Niaga untuk melakukan pengurusan dan pemberesan.Maksud pengurusan disini yaitu mencatat, menemukan, mempertahankan nilai, mengamankan, dan membereskan harta dengan cara dijual melalui lelang.


(33)

Meski ditunjuk oleh pengadilan, kurator tetap diusulkan oleh pemohon pailit.Namun, dalam bertugas kurator tidak bertindak untuk kepentingan pemohon melainkan untuk kepentingan budel pailit.Intinya, kurator tidak melulu lebih mendahulukan kepentingan kreditur, tapi harus fair juga terhadap debitur.

Menghitung aset perusahaan pailit adalah salah satu tugas kurator, untuk itu, kurator harus memahami betul cara membaca laporan keuangan perusahaan agar bisa mendapatkan informasi tentang harta yang menjadi kewenangannya tersebut. Kurator juga bisa membutuhkan auditor dalam melaksanakan tugasnya.

Menurut Ricardo Simanjuntak, jasa independen auditor sangat diperlukan jika kurator tidak mampu membaca laporan keuangan perusahaan. Kurator juga bisa saja mengundang appraisal atau konsultan pajak bila memang dibutuhkan, namun itu semua akan menambah biaya. Padahal, kurator harus berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menambah beban ke budel pailit agar nilai harta untuk kreditur tidak berkurang. 33

1) orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit;

Syarat untuk menjadi kurator ialah sebagai berikut :

2) terdaftar pada pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengenai tata cara pendaftaran kurator diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M. 01-HT.05.10 Tahun 2005 tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus.

33

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c8b8d9dcea63/kurator-pengurus-iboedeli-yang-masih-menunggu (diakses tanggal 20 Mei 2014).


(34)

Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M. 01-HT.05.10 Tahun 2005, syarat untuk dapat didaftar sebagai kurator antara lain sebagai berikut:34

a) Warga Negara Indonesia dan berdomisili di Indonesia; b) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c) Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;

d) Sarjana Hukum atau Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi;

e) Telah mengikut i pelatihan khusus calon kurator dan pengurus yang diselenggarakan oleh organisasi profesi Kurator dan Pengurus bekerja sama dengan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;

f) Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman pidana 5 tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

g) Tidak pernah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga; h) Membayar biaya pendaftaran;

i) Memiliki keahlian khusus.

Bila syarat-syarat di atas telah terpenuhi, maka seseorang dapat mengajukan permohonan sebagai kurator dan pengurus kepada Menteri Hukum dan HAM dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:35

34

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Nomor M.01-HT.05.10 Tahun 2005, Pasal 2

35


(35)

a) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk yang dilegalisir oleh Notaris;

b) Fotokopi ijasah sarjana hukum atau sarjana akuntansi yang dilegalisir oleh perguruan tinggi/sekolah tinggi tersebut;

c) Fotokopi nomor pokok wajib pajak yang dilegalisir oleh notaris;

d) Fotokopi surat tanda lulus ujian kurator dan pengurus yang diselenggarakan oleh organisasi profesi kurator dan pengurus bersama dengan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia; e) Surat rekomendasi dari organisasi profesi;

f) Fotokopi tanda keanggotaan organisasi profesi yang dilegalisir oleh notaries;

g) Surat pernyataan bersedia membuka rekening di bank untuk setiap perkara kepailitan atas nama kurator dalam kedudukannya sebagai (qualitate qua/qq) debitur pailit;

h) Surat pernyataan tidak pernah dinyatakan pailit;

i) Surat pernyataan tidak pernah menjadi anggota direksi dan komisaris yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit;

j) Surat pernyataan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman pidana 5 (lima) tahun atau lebih.

Kurator yang telah diangkat oleh Pengadilan Niaga untuk perkara kepailitan, wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Direktur Jenderal yang terdiri atas:36

36


(36)

1) laporan pendahuluan;

2) laporan berkala pelaksanaan tugas setiap 6 (enam) bulan; 3) laporan akhir;

Setiap kurator dilarang merangkap jabatan lain kecuali sebagai advokat, akuntan, mediator, dan atau arbiter.37

Dari Pasal 15 ayat (1) UUK dan PKPU, dapat diketahui bahwa pengangkatan kurator adalah wewenang hakim Pengadilan Niaga.Pihak debitur, kreditur, atau pihak yang berwenang (Bapepam, Menteri Keuangan, Kejakasaan, Bank Indonesia) hanya mempunyai hak untuk mengajukan usul pengangkatan kurator kepada pengadilan niaga.Usulan tersebut apakah diterima atau tidak adalah diskresi hakim.Balai Harta Peninggalan (BHP) secara otomatis diangkat sebagai kurator apabila pihak debitur, kreditur, atau pihak yang berwenang tersebut tidak mengajukan usulan mengenai pengangkatan kurator.Pengangkatan kurator didasarkan pada putusan pernyataan pailit, dalam arti bahwa dalam putusan pernyataan pailit harus dinyatakan adanya pengangkatan kurator (Pasal 15 ayat (1) UUK dan PKPU).

B. Pengangkatan dan Pemberhentian Kurator

38

Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UUK dan PKPU dimungkinkan penunjukan kurator sementara sebelum diucapkannya putusan pernyataan pailit. Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap kreditur, kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, atau Menteri Keuangan dapat mengajukan

37

Ibid., Pasal 15 38


(37)

permohonan kepada Pengadilan Niaga untuk menunjuk kurator sementara untuk mengawasi:

1. pengelolaan usaha debitur; dan

2. pembayaran kepada kreditur, pengalihan, atau penggunaan kekayaan debitur yang dalam kepailitan merupakan wewenang kurator.39

Permohonan tersebut hanya dapat dikabulkan, apabila hal itu diperlukan guna melindungi kepentingan kreditur.40

a. permohonan kurator sendiri;

Dahulu dalam Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang tentang Kepailitan (Faillissementsverordening), hanya ditentukan bahwa Balai Harta Peninggalan saja yang ditugaskan sebagai kurator. Setelah ditetapkan Perpu No. 1 Tahun 1998 yang mengubah Faillissementsverordening tersebut, yang dapat menjadi kurator adalah Balai Harta Peninggalan dan kurator lainnya (Pasal 67 A ayat (1)). Begitu juga dalam Pasal 70 ayat (1) UUK dan PKPU, ditentukan bahwa yang dapat menjadi kurator adalah Balai Harta Peninggalan (BHP) dan kurator lain (kurator orang perorangan). Kurator lain sering kali diistilahkan dengan “kurator swasta”.

Pasal 71 ayat (1) UUK dan PKPU mengatakan bahwa pengadilan setiap waktu dapat mengabulkan usul penggantian kurator, setelah memanggil dan mendengar kurator, dan mengangkat kurator lain dan/atau mengangkat kurator tambahan atas:

b. permohonan kurator lainnya, jika ada;

39

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 10 ayat (1)

40


(38)

c. usul hakim pengawas; atau; d. permintaan debitur pailit.

Ini berarti keputusan untuk mengganti/mengangkat lagi kurator atas permohonan kurator sendiri/kurator lain/hakim pengawas/debitur pailit adalah diskresi hakim (wewenang hakim).Hakim berwenang untuk mengangkat atau tidak mengangkat atau mengganti atau tidak mengganti kurator tersebut, meskipun hal itu adalah diskresi hakim, tetapi sebagai hakim yang bijak, sebaiknya harus mempertimbangkan secara cermat dan tepat serta rasional atas permohonan kurator/kurator lainnya/hakim pengawas/debitur pailit.41

Pasal 71 ayat (2) UUK dan PKPU menyatakan bahwa pengadilan harus memberhentikan atau mengangkat kurator atas permohonan atau usul kreditur konkuren berdasarkan putusan rapat kreditur yang diselenggarakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, dengan persyaratan putusan tersebut diambil berdasarkan suara setuju lebih dari ½ jumlah kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat dan yang mewakili lebih dari ½ jumlah piutang kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.42

1) disetujui oleh lebih dari ½ jumlah kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat; dan

Maksudnya, hakim mempunyai kewajiban mutlak atas perintah undang-undang untuk memberhentikan atau mengangkat kurator atas permohonan/usul kreditur konkuren dengan putusan rapat kreditur dengan persyaratan :

41

Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 143. 42

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 71 ayat (2)


(39)

2) mewakili lebih dari ½ jumlah piutang kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

Kurator dapat diberhentikan, apabila tidak memenuhi kewajiban dan atau melanggar larangan yang diatur dalam Peraturan Menteri.43Kurator yang telah dikeluarkan sebagai anggota organisasi profesi dilaporkan kepada Menteri dan Pengadilan Niaga oleh organisasi profesi. Kurator berhenti karena:44

a) meninggal dunia;

b) mengundurkan diri sebagai kurator;

c) tidak memenuhi lagi persyaratan sebagai kurator;

d) dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman pidana 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

e) tidak terdaftar lagi pada Departemen Hukum dan HAM.

C. Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

1. Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Pengurusan Harta Pailit

Pada tahap ini, kurator harus melindungi keberadaan kekayaan debitur pailit dan berusaha mempertahankan nilai kekayaan tersebut.Setiap tindakan yang dilakukan di luar kewenangannya dalam tahap ini harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari hakim pengawas.

43

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Nomor M.01-HT.05.10 Tahun 2005, Pasal 16 ayat (2)

44


(40)

Undang-Undang Kepailitan menentukan tugas dan wewenang kurator dalam pengurusan sebagai berikut:

a. Kurator yang ditunjuk untuk tugas khusus berdasarkan putusan pernyataan pailit, berwenang untuk bertindak sendiri sebatas tugasnya.45

b. Dalam waktu lima hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, kurator mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta sekurang-kurangnya dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim pengawas, mengenai ikhtisar putusan pernyataan pailit yang memuat:

1) nama, alamat dan pekerjaan debitur; 2) nama, alamat dan pekerjaan kurator;

3) nama, alamat dan pekerjaan anggota panitia sementara kreditur, apabila telah ditunjuk;

4) tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditur; dan 5) nama hakim pengawas.46

c. Kurator bertugas melakukan koordinasi dengan para kreditur dengan:

1) menerima nasihat dari panitia sementara para kreditur selama belum ditetapkan panitia kreditur secara tetap;47

2) memberikan segala keterangan yang diminta oleh panitia;48 3) mengadakan rapat untuk meminta nasihat dari panitia kreditur;49

4) meminta nasihat panitia, sebelum memajukan suatu gugatan atau meneruskan perkara yang sedang berlangsung;50

45

Ibid., Pasal 73 ayat (3) 46

Ibid., Pasal 15 ayat (4) 47

Ibid., Pasal 79 ayat (1) 48

Ibid., Pasal 81 49


(41)

5) menangguhkan pelaksanaan perbuatan yang direncanakan dalam hal terjadi perbedaan pendapat dengan panitia kreditur;51

6) menghadiri rapat-rapat kreditur;52

7) menerima rencana penyelenggaraan rapat kreditur pertama yang diselenggarakan paling lambat tiga puluh hari sejak tanggal putusan pailit;53

8) memberitahukan rencana penyelenggaraan rapat kreditur pertama kepada para kreditur paling lambat hari kelima setelah putusan pernyataan pailit;54

9) menerima pemberitahuan dari para kreditur bahwa mereka telah mengangkat seorang kuasa dalam rapat kepailitan;55

10) memanggil para kreditur yang mempunyai hak suara dengan iklan, untuk menghadiri rapat yang ditentukan oleh hakim pengawas.56

d. Kurator bertugas melakukan pencatatan/inventarisasi harta pailit, sebagai berikut:

1) Paling lambat dua hari setelah kurator menerima surat putusan pengangkatannya, kurator harus membuat pencatatan harta pailit.57

2) Pencatatan boleh dibuat di bawah tangan oleh kurator dengan pengawasan hakim pengawas.58

50

Ibid., Pasal 83 ayat (1) 51

Ibid., Pasal 84 ayat (4) 52

Ibid., Pasal 85 ayat (2) 53

Ibid., Pasal 86 54

Ibid., Pasal 86 ayat (3) 55

Ibid., Pasal 89 56

Ibid., Pasal 86 ayat (3) 57

Ibid., Pasal 100 ayat (1) 58


(42)

3) Pada saat pembuatan pencatatan tersebut, para anggota panitia kreditur sementara berhak untuk hadir.59

4) Setelah pencatatan dibuat, kurator harus memulai pembuatan suatu daftar yang menyatakan sifat dan jumlah piutang-piutang dan utang-utang harta pailit, nama-nama dan tempat tinggal kreditur, beserta jumlah piutang masing-masing.60

5) Semua pencatatan tersebut di atas, oleh kurator harus diletakkan di Kepaniteraan Pengadilan, untuk dengan cuma-cuma dilihat oleh siapa saja yang menghendakinya.61

6) Dalam melakukan pencatatan harta pailit, kurator harus memperhatikan bukan saja harta tetap berwujud tetapi juga harta kekayaan debitur pailit yang tidak berwujud, seperti surat-surat berharga dan tagihan-tagihan. e. Kurator bertugas mengamankan kekayaan milik debitur pailit, yaitu dengan

melakukan hal-hal berikut:

1) Kurator menangguhkan hak eksekusi kreditur dan pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitur pailit atau kurator, untuk waktu sembilan puluh hari sejak pernyataan pailit.62

2) Kurator membebaskan barang yang menjadi agunan dengan membayar kepada kreditur.63

3) Segera sejak mulai pengangkatannya, kurator harus dengan segala upaya yang perlu dan patut harus mengusahakan keselamatan harta pailit. Seketika harus diambilnya untuk disimpan segala surat-surat, uang-uang,

59

Ibid., Pasal 100 ayat (3) 60

Ibid., Pasal 102 61

Ibid., Pasal 103 62

Ibid., Pasal 56 ayat (1) 63


(43)

barang-barang perhiasan , efek-efek dan lain-lain surat berharga dengan memberikan tanda penerimaan.64

4) Kurator, dalam rangka mengamankan harta pailit, meminta kepada hakim pengawas untuk menyegel harta pailit. Penyegelan tersebut dilakukan oleh juru sita dimana harta itu berada dengan dihadiri dua orang saksi yang salah satunya adalah wakil pemerintah daerah setempat.65

5) Kurator harus menyimpan sendiri semua uang, barang-barang perhiasan, efek-efek dan surat berharga lainnya. Hakim pengawas berwenang pula menentukan cara penyimpanan harta tersebut. Khusus terhadap uang tunai, jika tidak diperlukan untuk pengurusan, kurator wajib menyimpannya di bank untuk kepentingan harta pailit.66

6) Kurator mengembalikan ke dalam harta pailit terhadap barang yang dilakukan hak penahanan oleh kreditur.67

f. Kurator bertugas melakukan tindakan hukum ke pengadilan dengan melakukan hal-hal berikut:

1) Untuk menghadap di muka pengadilan, kurator harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari hakim pengawas, kecuali menyangkut sengketa pencocokan piutang atau dalam hal yang diatur dalam Pasal 36, Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 59 ayat (3).68

2) Kurator mengajukan tuntutan hukum atau dituntut atas harta kekayaan debitur pailit.69

64

Ibid., Pasal 98 65

Ibid., Pasal 99 66

Ibid., Pasal 108 67

Ibid., Pasal 185 ayat (4) 68

Ibid., Pasal 69 ayat (5) 69


(44)

3) Kurator menerima panggilan untuk mengambil alih perkara dan mohon agar debitur keluar dari perkara.70

4) Ditarik dalam persengketaan, atas suatu tuntutan hukum yang dimajukan terhadap debitur pailit.71

5) Kurator memajukan tuntutan hukum untuk membatalkan perbuatan hukum yang dilakukan debitur yang diatur dalam Pasal 41 s.d Pasal 46 UUK.72

6) Kurator menuntut kepada pemegang hak tanggungan agar menyerahkan hasil penjualan barang agunan.73

7) Kurator mengajukan permohonan kasasi atas putusan perlawanan terhadap daftar pembagian.74

g. Kurator bertugas meneruskan atau menghentikan hubungan hukum yang telah dilakukan oleh debitur pailit dengan:

1) memberi kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian timbal balik;75

2) menerima tuntutan ganti rugi dari kreditur;76

3) memberikan jaminan atas kesanggupan melanjutkan perjanjian, atas permintaan pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitur;77

4) menghentikan sewa menyewa;78

70

Ibid., Pasal 28 71

Ibid.

72

Ibid., Pasal 47 ayat (1) 73

Ibid., Pasal 60 ayat (2) 74

Ibid., Pasal 196 75

Ibid., Pasal 36 ayat (1) 76

Ibid., Pasal 36 ayat (3) 77

Ibid., Pasal 36 ayat (4) 78


(45)

5) menghentikan hubungan kerja dengan para buruh yang bekerja pada debitur pailit.79

h. Kurator bertugas melakukan pencocokan utang dengan:

1) memberitahukan batas akhir pengajuan tagihan dan rapat kreditur pencocokan utang, yang ditetapkan hakim pengawas, dengan surat dan iklan;80

2) menerima pengajuan segala piutang yang disertai dengan bukti dari para kreditur;81

3) mencocokkan perhitungan-perhitungan piutang yang dimasukkan kreditur, dengan catatan dan keterangan debitur pailit;82

4) memasukkan utang yang diakui dan dibantah dalam suatu daftar yang terpisah;83

5) membubuhkan catatan terhadap setiap piutang, dengan pendapat apakah piutang tersebut diistimewakan atau dijamin dengan hak tanggungan;84 6) memasukkan piutang-piutang yang dibantah serta alasannya dalam

daftar piutang yang diakui sementara atas piutang dengan hak didahulukan atau adanya hak retensi;85

7) meletakkan salinan dari masing-masing daftar piutang di kepaniteraan pengadilan selama tujuh hari sebelum hari pencocokan piutang;86

8) memberitahukan dengan surat tentang peletakan daftar piutang kepada kreditur yang dikenal;87

79

Ibid., Pasal 39 80

Ibid., Pasal 114 81

Ibid., Pasal 115 ayat (1) 82

Ibid., Pasal 116 83

Ibid., Pasal 117 84

Ibid., Pasal 118 ayat (1) 85

Ibid., Pasal 118 ayat (2) 86


(46)

9) membuat daftar piutang yang diakui sementara dan yang ditolak;88 10) menarik kembali daftar piutang sementara yang diakui dan dibantah;89 11) menerima dengan syarat atas piutang yang dimintakan dengan

penyumpahan;90

12) menuntut pembatalan pengakuan piutang atas alasan adanya penipuan;91

13) memberikan laporan tentang keadaan harta pailit, setelah berakhirnya pencocokan piutang dan meletakkannya di kepaniteraan pengadilan dan salinannya di kantornya;92

14) menerima perlawanan kreditur yang piutangnya belum dicocokkan.93 i. Kurator bertugas melakukan upaya perdamaian dengan:

1) mengumumkan perdamaian dalam Berita Negara dan paling sedikit dua surat kabar harian;

2) memberikan pendapat tertulis atas rencana perdamaian yang diajukan debitur pailit;94

3) melakukan perhitungan tanggung jawab kepada debitur pailit di hadapan hakim pengawas setelah pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap;95

4) mengembalikan semua barang, uang, buku-buku dan surat-surat yang termasuk harta pailit kepada debitur pailit jika terjadi perdamaian;96

87

Ibid., Pasal 120 88

Ibid., Pasal 117 89

Ibid., Pasal 124 ayat (3) 90

Ibid., Pasal 126 ayat (3) 91

Ibid., Pasal 126 ayat (5) 92

Ibid., Pasal 143 93

Ibid., Pasal 195 ayat (1) 94

Ibid., Pasal 146 95


(47)

5) melunasi/memenuhi persetujuan damai jika debitur tidak memenuhinya, dari harta pailit;97

6) menyediakan suatu jumlah cadangan dari harta pailit, yang dapat dituntut berdasarkan hak istimewa;98

7) memberitahukan dan mengumumkan putusan yang membatalkan perdamaian.

j. Kurator bertugas melanjutkan usaha debitur pailit dengan: 1) mengusulkan supaya perusahaan debitur pailit dilanjutkan;99

2) meminta kepada hakim pengawas untuk menunda pembicaraan dan pemutusan tentang usul melanjutkan perusahaan;100

3) memberitahukan kepada kreditur yang tidak hadir dalam rapat, tentang rencana melanjutkan udaha debitur pailit;101

4) meminta kepada majelis hakim untuk sekali lagi menyatakan usul untuk melanjutkan usaha tersebut diterima atau ditolak;102

5) melanjutkan usaha debitur yang dinyatakan pailit, atas persetujuan panitia kreditur sementara atau hakim pengawas;103

6) membuka semua surat dan telegram yang dialamatkan kepada debitur pailit;104

7) menerima semua surat pengaduan dan keberatan yang berkaitan dengan harta pailit;105

96

Ibid., Pasal 167 ayat (2) 97

Ibid., Pasal 168 ayat (3) 98

Ibid., Pasal 169 99

Ibid., Pasal 179 ayat (1) 100

Ibid., Pasal 179 ayat (3) 101

Ibid., Pasal 179 ayat (4) 102

Ibid., Pasal 182 103

Ibid., Pasal 104 ayat (1) 104


(48)

8) memberi sejumlah uang kepada debitur pailit, untuk biaya hidup debitur pailit dan keluarganya, sejumlah yang telah ditetapkan hakim pengawas;106

9) atas persetujuan hakim pengawas, untuk menutupi ongkos kepailitan, kurator dapat mengalihkan harta pailit;107

10) meminta kepada hakim pengawas untuk menghentikan pelanjutan perusahaan.108

2. Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Pemberesan Harta Pailit

a. Mengusulkan dan Melaksanakan Penjualan Harta Pailit

Kurator memulai pemberesan harta pailit setelah harta pailit dalam keadaan tidak mampu membayar dan usaha debitur dihentikan. Kurator memutuskan cara pemberesan harta pailit dengan selalu memperhatikan nilai terbaik pada waktu pemberesan. Pemberesan dapat dilakukan sebagai satu atau lebih kesatuan usaha

(going concern) atau atas masing-masing harta pailit.Kurator melakukan

pemberesan dengan penjualan di muka umum atau, apabila di bawah tangan, dengan persetujuan hakim pengawas.109Kurator harus memperhatikan beberapa hal dalam melaksanakan penjualan harta debitur pailit, antara lain:110

1) harus menjual untuk harga yang paling tinggi;

105

Ibid., Pasal 105 ayat (4) 106

Ibid., Pasal 106 107

Ibid., Pasal 107 ayat (1) 108

Ibid., Pasal 183 109

Standar Profesi Kurator dan Pengurus Indonesia 110


(49)

2) harus memutuskan apakah harta tertentu harus dijual segera dan harta yang lain harus disimpan terlebih dahulu karena nilainya akan meningkat di kemudian hari;

3) harus kreatif dalam mendapatkan nilai tertinggi atas harta debitur pailit. Kurator, dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 15 ayat (1) harus memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan debitur apabila:

1) Usul untuk mengurus perusahaan debitur tidak diajukan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau usul tersebut telah diajukan tetapi ditolak; atau

2) Pengurusan terhadap perusahaan debitur dihentikan111

Dalam rangka membiayai tindakan-tindakan pengurusan dan pemberesan termasuk jasa kurator diperlukan dana dan dana tersebut diperoleh dari hasil penjualan harta kekayaan pailit baik barang bergerak maupun barang-barang tidak bergerak. 112Semua benda harus dijual di muka umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Penjualan di bawah tangan dengan izin Hakim Pengawas dapat dilakukan, apabila penjualan di muka umum tidak tercapai 113

111

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 184 ayat (5)

112

Sunarmi, Hukum Kepailitan, (Medan: Usu Press, 2009), hlm.123. 113

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 185

Semua benda yang tidak segera atau sama sekali tidak dapat dibereskan, maka kurator yang memutuskan tindakan yang harus dilakukan terhadap benda tersebut dengan izin hakim Pengawas.


(50)

Kurator harus terlebih dahulu meminta izin dari Hakim Pengawas, dalam melaksanakan penjualan harta pailit. Izin dari Hakim Pengawas ini dituangkan dalam suatu penetapan. Izin penetapan ini diperoleh setelah kurator terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk melakukan penjualan harta pailit dan dapat dilakukan secara lelang di depan umum maupun secara di bawah tangan.114

Kurator juga berkewajiban membayar piutang kreditur yang mempunyai hak untuk menahan suatu benda, sehingga benda itu masuk kembali dan menguntungkan harta pailit.115

Kurator wajib menyusun suatu daftar pembagian untuk dimintakan persetujuan kepada hakim [engawas. Daftar pembagian memuat rincian penerimaan dan pengeluaran termasuk di dalamnya upah kurator, nama kreditur, jumlah yang dicocokkan dari tiap-tiap piutang dan bagian yang wajib diterimakan kepada kreditur. Daftar pembagian ini dapat dibuat sekali atau lebih dari sekali dengan memperhatikan kebutuhan.

b. Membuat Daftar Pembagian

116

114

Sunarmi, Op,Cit., hlm. 124. 115

Ibid.

116

Ibid.

Daftar pembagian yang telah disetujui oleh hakim pengawas wajib disediakan di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat oleh kreditur selama tenggang waktu yang ditetapkan oleh hakim pengawas pada waktu daftar tersebut disetujui dan diumumkan oleh kurator dalam surat kabar. Daftar pembagian ini dapat dilawan oleh kreditur dengan mengajukan surat keberatan disertai alasan kepada Panitera Pengadilan dengan menerima tanda bukti penerimaan.


(51)

Hakim Pengawas akan menetapkan hari untuk memeriksa perlawanan di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. Hakim Pengawas memberi laporan tersebut dalam sidang tersebut, sedangkan kurator dan setiap kreditur atau kuasanya dapat mendukung atau membantah daftar pembagian tersebut dengan mengemukakan alasannya dan pengadilan paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari wajib memberikan putusan yang disertai dengan pertimbangan hukum yang cukup.Terhadap putusan pengadilan ini dapat diajukan permohonan kasasi.

Setelah berakhirnya tenggang waktu untuk melihat daftar pembagian atau setelah putusan akibat diajukan perlawanan diucapkan, kurator wajib segera membayar pembagian yang telah ditetapkan.Setelah kurator selesai melaksanakan pembayaran kepada masing-masing kreditur berdasarkan daftar pembagian, maka berakhirlah kepailitan. Kurator melakukan pengumuman mengenai berakhirnya kepailitan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan surat kabar.117

Kurator wajib memberikan pertanggungjawaban mengenai pengurusan dan pemberesan yang telah dilakukannya kepada Hakim Pengawas paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya kepailitan.Semua buku dan dokumen mengenai harta pailit wajib diserahkan kepada debitur dengan tanda bukti penerimaannya.

c. Membuat Daftar Perhitungan dan Pertanggungjawaban Pengurusan dan Pemberesan Kepailitan kepada Hakim Pengawas

118

117

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 201 dan 202 UU No. 37 Tahun 2004

118


(52)

Kemudian, apabila sesudah diadakan pembagian penutup, ada pembagian yang tadinya dicadangkan jatuh kembali dalam harta pailit atau apabila ternyata masih terdapat bagian harta pailit yang sewaktu diadakan pemberesan tidak diketahui, maka atas perintah Pengadilan, kurator membereskan dan membaginya berdasarkan daftar pembagian yang dahulu.119

Selanjutnya agar seorang kurator dapat melaksanakan tugas yang diberikan tersebut, kurator diberikan kewenangan untuk:120

1. dibebaskan dari kewajiban untuk memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan;

2. melakukan pinjaman dari pihak ketiga, semata-mata dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit, jika dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga kurator perlu membebani harta pailit dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaaan lainnya, maka pinjaman tersebut harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan hakim pengawas, dan pembebanan tersebut hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta pailit yang belum dijadikan jaminan utang.

119

Ibid., Pasal 203 120


(53)

D. Hubungan Kurator dengan Pihak-pihak dalam Kepailitan

Dalam proses pengurusan dan pemberesan hara pailit yang dilakukan oleh kurator tidak akan berhasil tanpa bantuan atau kerja sama yang baik dengan debitur pailit, krditor, dann hakim pengawas.

1. Hubungan Kurator dan Debitur Pailit

Kerja sama yang baik dengan debitur pailit merupakan hal yang penting untuk menyukseskan tugas seorang kurator. Kegagalan kurator membina kerja sama dengan debitur pailit dapat menyebabkan hambatan bagi proses kepailitan itu sendiri. Memang tidak mudah untuk menjalin hubungan dengan debitur pailit, terlebih jika debitur dinyatakan pailit karena permohonan kreditur. Pada situasi ini, debitur akan senantiasa berpikir bahwa tindakan kurator adalah semata untuk keuntungan kreditur dan tidak memerhatikan kerugian yang diderita oleh si debitur. Hal ini berbeda jika permohonan pailit tersebut diajukan oleh debitur pailit sendiri, dalam hal ini kurator akan memperoleh kerja sama yang baik dari debitur pailit. 121

Seorang kurator untuk memperoleh kerja sama yang baik dari debitur, tidak berarti bahwa kurator harus mengikuti keinginan debitur demi terciptanya keharmonisan hubungan, tapi dalam kerangka profesional, seorang kurator harus tetap berada pada jalur bahwa ia harus menyelamatkan harta pailit. Oleh karena itu, kurator wajib memberitahukan dan mengingatkan debitur pailit secara tertulis

121


(54)

tentang kewajiban dan larangan atau pembatasan yang harus dipatuhinya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.122

Selain itu, jika debitur dinilai tidak kooperatif, yaitu apabila mereka menolak, baik jika diminta oleh kurator atau tidak, untuk bekerja sama dalam menjalankan proses kepailitan, kurator harus tetap berusaha untuk memperoleh harta debitur pailit dengan cara-cara yang ditentukan dalam aturan kepailitan.123

Kerja sama yang dimaksud antara lain:

Debitur harus memahami bahwa tindakan kurator bukanlah semata untuk kepentingan kreditur, melainkan untuk kepentingan si debitur juga. Oleh karena itu, kerja sama debitur sungguh sangat diharapkan.

124

a. memberikan seluruh data dan informasi sehubungan dengan harta pailit secara lengkap dan akurat;

b. menyerahkan seluruh kewenangan pengurusan harta pailit dan usahanya pada kurator dan tidak lagi menjalankan sendiri;

c. jika diminta, membantu kurator dalam menjalankan tugasnya; dan d. tidak menghalangi, baik sengaja atau tidak, pelaksanaan tugas kurator.

Seorang kurator sebelum memulai tugasnya, dalam hubungannya dengan debitur pailit, harus betul-betul memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a. Keadaan objektif debitur pailit, yang meliputi: 1) jenis usaha dan skala ekonomis debitur pailit;

122

Imran Nating, Op.Cit, hlm. 95 123

Ibid.

124


(55)

2) kondisi fisik usaha debitur;

3) uraian harta kekayaan dan utang debitur pailit; dan 4) keadaan arus kas (cash flow) debitur pailit.

b. Kerja sama dari debitur pailit.

c. Kondisi sosial ekonomi yang mungkin timbul sebagai akibat pernyataan pailit.

Kurator yang cerdas dan berpengalaman sekalipun tidak akan berhasil melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit jika kurator tersebut tidak dapat menjalin kerja sama dengan debitur pailit atau debitur pailit yang tidak mau bekerja sama dengan kurator.

Hubungan kurator dan debitur berakhir jika proses pemberesan harta pailit telah selesai atau jika terjadi pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan mutlak, maka di hadapan hakim pengawas, kurator wajib melakukan perhitungan tanggung jawab kepada debitur.

2. Hubungan Kurator dan Kreditur

Selain kerja sama dengan debitur pailit, kurator juga memerlukan kerja sama dengan kreditur. Kerja sama yang aktif dari kreditur akan mempermudah kerja kurator.Kreditur dalam hal pendataan harta debitur pailit misalnya, diminta atau tidak diminta oleh kurator harus menunjukkan kepada kurator jumlah dan lokasi aset harta debitur pailit.

Pada suatu proses kepailitan, meskipun yang mengajukan permohonan pailit hanya satu atau dua kreditur, namun pada saat debitur dinyatakan pailit, maka yang berhak mendapatkan haknya atas harta pailit bukan hanya yang mengajukan permohonan pailit tetapi semua kreditur dari debitur pailit. Sulit bagi kurator jika


(56)

harus berhubungan dengan orang perorangan dari para kreditur dalam menjalin kerja sama dengan para kreditur. Oleh karena itu, dibentuklah panitia kreditur yang selanjutnya menjadi lembaga bagi para kreditur debitur pailit. Hal ini mempermudah kerja kurator karena ia tidak harus berurusan dengan semua kreditur tapi cukup dengan panitia kreditur.125

Panitia kreditur setiap waktu berhak meminta diperlihatkan segala buku dan surat-surat yang mengenai kepailitan, dan terhadap hal tersebut, kurator diwajibkan untuk memberikan kepada panitia kreditur segala keterangan yang dimintanya.Selain itu, panitia juga berhak meminta diadakannya rapat-rapat kreditur, serta dapat memberikan dan bahkan wajib memberikan saran tertulis kepada rapat verifikasi mengenai perdamaian yang ditawarkan.

UUK dan PKPU tidak mewajibkan adanya panitia tersebut, akan tetapiapabila kepentingan menghendaki (demi suksesnya pelaksanaan kepailitan), pengadilan dapat membentuk panitia kreditur. Hakim pengawas wajibmenawarkan pembentukan panitia tersebut kepada para kreditur.

126

Kurator oleh UUK dan PKPU dibolehkan setiap saat mengadakan rapat dengan panitia kreditur untuk meminta nasihat panitia kreditur bila dianggap perlu, namun kurator tidak wajib mengikuti nasihat dari panitia

Hubungan kerja dan komunikasi yang baik antara kurator dan panitai kreditur akan menguntungkan semua pihak. Minimal hal ini akan mempercepat proses penyelesaian tugas seorang kurator. Selain itu, para kreditur akan lebih cepat pula memperoleh haknya atas harta debitur pailit.

125

Ibid.,hlm. 99 126


(57)

kreditur.Akibatnya,jika terhadap nasihat tersebut tidak diterima atau ditolak oleh kurator, kurator harus segera menyampaikan hal tersebut kepada panitia kreditur.Selanjutnya, jika panitia kreditur kemudian merasa keberatan atau tidak menerima penolakan kurator, panitia kreditur dapat meminta keputusan atas hal tersebut kepada hakim pengawas.

Dikecualikan oleh Pasal 83 Undang-Undang Kepailitan, jika hal kurator akan mengajukan atau melanjutkan atau mengadakan pembelaan terhadap gugatan, kurator wajib meminta nasihat panitia kreditur.Selanjutnya, hal yang tidak kalah penting yang harus dilakukan oleh para kreditur dalam rangka menyukseskan tugas kurator adalah membantu kurator secara terbuka untuk menunjukkan keberadaan harta dari debitur pailit yang diketahuinya.Kemudian, kreditur juga harus senantiasa mengikuti aturan yang telah ditentukan oleh UUK atau keputusan rapat panitia kreditur.Hal ini bertujuan agar penyelesaian kepailitan bisa terlaksana sesuai jadwal yang telah direncanakan.Hal ini juga untuk menghindari terjadinya sengketa antara kreditur dengan kurator, misalnya seorang kreditur harus memenuhi batas waktu penyerahan tagihan ke kurator sesuai jadwal.127

Kemungkinan terjadinya tuntutan hukum atau sengketa antara kreditur dan debitur bisa dihindari jika dari awal keduanya saling terbuka dalam menyampaikan gagasan-gagasan atau saran-saran serta senantiasa mengikuti komitmen yang telah disepakati. Kurator maupun kreditur harus menghindari kemungkinan terjadinya perselisihan tersebut, karena kejadian ini akan menghambat proses penyelesaian kepailitan. Kemudian, berakibat pada

127


(58)

keterlambatan kreditur mendapatkan haknya dan kemungkinan terburuk yang bisa timbul karena larutnya proses penyelesaian tersebut, bisa berakibat pada menurunnya nilai harta pailit,jika hal ini sampai terjadi, kreditur akan mengalami kerugian.128

Kurator tidaklah sepenuhnya bebas dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit.Kurator senantiasa berada di bawah pengawasan hakim pengawas.Tugas hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang menjadi tugas kurator (yang dilakukan oleh kurator).Hakim pengawas menilai sejauh manakah pelaksanaan tugas pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit yang dilaksanakan oleh kurator dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur dan kreditur, dalam kondisi inilah diperlukan peran pengawasan oleh hakim pengawas.Oleh karena itu, kurator harus menyampaikan laporan kepada hakim pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap tiga bulan.

3. Hubungan Kurator dan Hakim Pengawas

129

Mengingat beratnya tugas yang diemban oleh seorang kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, maka seorang kurator harus selalu berhubungan dengan hakim pengawas untuk melakukan konsultasi atau sekadar mendapat masukan.Hal ini untuk mencapai tujuan keberhasilan dari suatu pernyataan pailit, karenanya hakim pengawas dan kurator harus saling berhubungan sebagai mitra kerja.130

128

Ibid.

129

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 65

130


(59)

Hakim pengawas maupun kurator harus sama-sama saling mengetahui tugas keduanya, sehingga keduanya saling memahami kapankah harus berhubungan. Kerja sama yang harmonis sangat diperlukan, terlebih-lebih apabila menemui debitur atau kreditur yang kurang mendukung kelancaran penyelesaian perkara131.Kenyataan di lapangan, meskipun komunikasi hakim pengawas dan kurator lancar, tetapi hakim pengawas sering kali ragu untuk secara tegas dan langsung membantu tugas kurator, misalnya menindak debitur yang tidak kooperatif.132

Hubungan kurator dan hakim pengawas layaknya bersifat kolegial. Keduanya harus bekerja sama dalam penanganan perkara. Memang kurator harus meminta persetujuan hakim pengawas dalam beberapa hal, dan hal ini kadang disalahartikan sebagai hubungan subordinasi.133

Hubungan tugas kurator dan hakim pengawas dalam Undang-Undang Kepailitan disebutkan sebagai berikut:

Bentuk bantuan yang bisa diberikan dan harus senantiasa dilakukan oleh seorang hakim pengawas adalah memberi masukan kepada kurator tentang bagaimana baiknya melakukan pengurusan dan pemberasan atas harta pailitdemi menjaga agar nilai harta pailit tetap atau bahkan meningkat.

Hakim pengawas berharap seorang kurator bekerja sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam ketentuan UUK. Seorang kurator juga harus benar-benar terampil menguasai tugas dan kewenangannya

131

Parwoto Wignjosumarto, “Peran dan Hubungan Hakim Pengawas dengan Kurator/Pengurus serta Permasalahannya dalam Praktik Kepailitan dan PKPU”, (Makalah disampaikan pada Lokakarya Kurator dan Hakim Pengawas: Tinjauan Secara Kritis, Jakarta, 30-31 Juli 2002.

132

Imran Nating, Op.Cit.,hlm.102-103. 133

Ibrahim Asegaf, “Hasil Survei Kurator dan Pengurus: Harapan Praktisi”, Makalah disampaikan pada lokakarya Kurator, Pengurus dan hakim Pengawas: Tinjauan Kritis, Jakarta, 30-31 Juli 2002


(1)

Republik Indonesia.Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia Republik Indonesia.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Republik Indonesia.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Republik Indonesia.Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M.01-HT.05. 10 Tahun 2005 tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus

C. Putusan

PutusanNo.20/Pailit/ 2007/ PN Niaga. JKT.PST Putusan No.2081/Pid.B/2011/PN.JKT.PST

D. Makalah

Pane, Marjan.Permasalahan Seputar Kurator, (Makalah yang disampaikan dalam lokakarya “Kurator/Pengurus dan Hakim Pengawas. Tinjauan Kritis”. (Makalah disampaikan di Jakarta, 30-31 Juli 2002).

Parwoto Wignjosumarto, “Peran dan Hubungan Hakim Pengawas dengan Kurator/Pengurus serta Permasalahannya dalam Praktik Kepailitan dan PKPU”, (Makalah disampaikan pada Lokakarya Kurator dan Hakim Pengawas: Tinjauan Secara Kritis, Jakarta, 30-31 Juli 2002).

Ibrahim Asegaf, “Hasil Survei Kurator dan Pengurus: Harapan Praktisi”, (Makalah disampaikan pada lokakarya Kurator, Pengurus dan hakim Pengawas: Tinjauan Kritis, Jakarta, 30-31 Juli 2002).

E. Internet


(2)

2014).

tanggal 30 Juni 2014).

2014).

http:/ 3-tahun, (diakses tanggal 10 Juni 2014).


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Jono.Hukum Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Sembiring, Sentosa.Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan yang

Terkait dengan Kepailitan. Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2006.

Yani, Ahmad, dan Widjaja, Gunawan.Seri Hukum Bisnis Kepailitan. Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2004.

Nating, Imran.Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan

Pemberesan Harta Pailit. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.

Widjaja,Gunawan.Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2005.

Sutedi,Adrian.Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.

Hartini,Rahayu.Hukum Kepailitan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang,

2008.

Waluyo, Bambang.Penelitian Hukum Dalam Praktek, Edisi 1, Cet ke-3. Jakarta:


(4)

Zainal,Mairuddin.Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.

Sjahdeini, Sutan Remy.Hukum Kepailitan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002.

Sunarmi.Hukum Kepailitan. Medan: USU Press, 2009.

Barkatulah,Abdul Halim.Hukum Perlindungan Konsumen, Kajian Teoritis dan

Perkembangan.Banjarmasin: FH Unlam Press, 2008.

Sianturi, S.R.Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya.Jakarta:

Alumni Ahaem-Patehaem, 1996.

Kristianto, Fennieka.Kewenangan Menggugat Pailit dalam Perjanjian Kredit

Sindikasi.Jakarta: Minerva Athena Pressindo, 2009.

Ridwan H.R.Hukum Administrasi Negara,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi.Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar

Grafika, 2008.

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi.Jakarta:

Gramedia Widiasarana Indonesia,2006.

B. Perundang-Undangan dan Peraturan

Republik Indonesia.Undang-Undang Nomor 04 Tahun 1998 tentang Kepailitan.

Republik Indonesia.Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Republik Indonesia.Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.


(5)

Republik Indonesia.Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia Republik Indonesia.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Republik Indonesia.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Republik Indonesia.Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M.01-HT.05. 10 Tahun 2005 tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus

C. Putusan

PutusanNo.20/Pailit/ 2007/ PN Niaga. JKT.PST Putusan No.2081/Pid.B/2011/PN.JKT.PST

D. Makalah

Pane, Marjan.Permasalahan Seputar Kurator, (Makalah yang disampaikan dalam

lokakarya “Kurator/Pengurus dan Hakim Pengawas. Tinjauan Kritis”. (Makalah disampaikan di Jakarta, 30-31 Juli 2002).

Parwoto Wignjosumarto, “Peran dan Hubungan Hakim Pengawas dengan Kurator/Pengurus serta Permasalahannya dalam Praktik Kepailitan dan

PKPU”, (Makalah disampaikan pada Lokakarya Kurator dan Hakim Pengawas:

Tinjauan Secara Kritis, Jakarta, 30-31 Juli 2002).

Ibrahim Asegaf, “Hasil Survei Kurator dan Pengurus: Harapan Praktisi”, (Makalah

disampaikan pada lokakarya Kurator, Pengurus dan hakim Pengawas: Tinjauan Kritis, Jakarta, 30-31 Juli 2002).


(6)

2014).

tanggal 30 Juni 2014).

2014).

http:/ 3-tahun, (diakses tanggal 10 Juni 2014).