Tugas resiko dan asuransi pertanian

1.

Istilah risiko lebih

banyak

digunakan

dalam konteks

pengambilan

keputusan, karena risiko diartikan sebagai peluang akan terjadinya suatu kejadian
burukakibat suatu tindakan. Makin tinggi tingkat ketidakpastian suatu kejadian,
makin tinggi pula risiko yang disebabkan oleh pengambilan keputusan itu.
Dengan demikian, identifikasi sumber risiko sangat penting dalam proses
pengambilan keputusan. Nelson et al. (1978) menyatakan, faktor risiko di bidang
pertanian berasal dari produksi, harga dan pasar, usaha dan finansial, teknologi,
kerusakan, sosial dan hukum, serta manusia.
 Risiko produksi terjadi karena variasi hasil akibat berbagai faktor yang
sulit diduga, seperti cuaca, penyakit, hama, variasi genetik, dan waktu

pelaksanaan kegiatan. Beberapa contoh adalah variasi hasil tanaman
pangan, bobot sapih ternak, kualitas hasil, pertumbuhan ternak, daya
tampung padang penggembalaan, tingkat kematian, dan kebutuhan tenaga
kerja.
 Risiko harga dan pasar biasanya dikaitkan dengan keragaman dan
ketidaktentuan harga yang diterima petani dan yang harus dibayarkan
untuk input produksi. Jenis keragaman harga yang dapat diduga antara lain
adalah trend harga, siklus harga, dan variasi harga berdasarkan musim.
Tingkat harga dapat berpengaruh pada harapan pedagang, spekulasi,
program pemerintah, dan permintaan konsumen.
 Risiko usaha dan finansial berkaitan dengan pembiayaan dari usaha yang
dijalankan, modal yang dipengaruhinya serta kewajiban kredit. Risiko
usaha menjadi makin tinggi bila modal investasi atau pinjaman modal
usaha menjadi lebih banyak. Pengeluaran untuk biaya tunai yang makin
tinggi akan meningkatkan risiko tidak tersedianya uang tunai untuk
membayar hutang dan kewajiban financial lainnya.
Adopsi cara baru, yang dikaitkan dengan risiko teknologi, berkaitan
dengan perubahan yang tejadi setelah pengambilan keputusan dan akibat cepatnya
kemajuan teknologi. Adopsi teknologi baru yang terlalu cepat atau terlalu lambat
merupakan risiko yang harus dihadapi. Pembelian suatu alat baru, misalnya, harus


memperhitungkan kemajuan teknologi yang akan mempengaruhi tingkat
efisiensinya dalam waktu yang singkat.
Risiko

kerusakan merupakan

sumber

risiko

tradisional,

misalnya

kehilangan harta karena kebakaran, angin, banjir atau pencurian. Kehilangan yang
disebabkan oleh tingginya inflasi dirasakan makin meningkat. Risiko sosial dan
hukum berkaitan dengan peraturan pemerintah dan keputusan lainnya, seperti
peraturan baru mengenai penggunaan input produksi, pembatasan subsidi, dan
perencanaan lokasi baru untuk daerah pertanian.

Risiko faktor manusia berkaitan dengan perilaku, kesehatan, dan sifat-sifat
seseorang yang tidak terduga sehingga dapat mengakibatkan risiko dalam usaha
tani. Kehilangan pekerja utama pada saat keahliannya diperlukan dapat
mempengaruhi tingkat produksi yang akan dicapai. Ketidakjujuran dan tidak
dapat dipercayanya seseorang dapat pula mengakibatkan pelaksanaan usaha tani
menjadi kurang efisien yang akhirnya menurunkan produksi.
Oleh karena itu diperlukan beberapa pendekatan dalam pengambilan
keputusanyang melibatkan risiko, yaitu: 1) melakukan analisis terhadap keputusan
yang akan diambil dari berbagai pilihan yang tersedia, kemungkinan kejadiannya,
serta manfaatnya bila keputusan itu harus ditentukan, 2) memperkirakan peluang
yang akan terjadi dengan tingkat manfaat yang akan diperoleh, dan 3)
mempertimbangkan perilaku, kemampuan, dan tujuan pengambil keputusan
berkaitan dengan tingkat risiko yang harus dihadapi karena keputusan yang telah
diambil.
Berusaha di bidang pertanian secara umum mempunyai potensi yang
tinggi, namun risikonya juga sangat besar. Usaha pertanian memiliki karakteristik
sebagai usaha yang penuh risiko terhadap dinamika alam, bersifat biologis dan
musiman, rentan terhadap serangan hama dan penyakit, yang kesemuanya secara
bersama-sama maupun sendiri-sendiri dapat menyebabkan kerugian. Oleh karena
sudah selayaknya usaha pertanian juga mendapat perhatian khusus untuk

memperkecil risiko, dalam hal ini dengan manajemen risiko dalam bentuk

asuransi, yang kita sebut dengan asuransi pertanian. Asuransi pertanian adalah
mekanisme finansial yang akan membantu mengelola kerugian pertanian akibat
bencana alam atau iklim yang tidak mendukung diluar kemampuan petani untuk
mengendalikanya. Manajemen risiko dibidang pertanian adalah masalah yang
sangat penting dalam investasi dan keputusan finansial petani. Program asuransi
sangat bergantung pada rasio cost / benefit bagi petani, pengusaha pertanian dan
penyedia jasa asuransi dan yang tidak kalah pentingnya adalah asuransi yang
diberikan didasarkan pada pertimbangan apakah biaya asuransi tersebut cukup
efektif dalam menanggung sebuah risiko.
Secara umum tujuan asuransi untuk sektor pertanian adalah untuk
memberikan proteksi atau penggantian terhadap risiko gagal panen akibat
serangan hama, penyakit, ataupun bencana alam. Asuransi pertanian ini
diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi para pihak baik itu petani itu
sendiri baik menyangkut tingkat produksi bahkan sampai pada perbaikan situasi
ekonomi maupun perusahaan penyedia jasa asuransi.
Menurut Yamaguchi (1987), asuransi pertanian ini mempunyai beberapa manfaat,
antara lain :
1.


Asuransi pertanian akan melindungi petani dari kerugian secara finansial
karena kegagalan panen melalui fungsi tanggunggan kerugian.

2.

Asuransi pertanian akan meningkatkan posisi tawar petani terhadap kredit
pertanian. Hal ini karena asuransi pertanian menjamin perlindungan dari
kegagalan panen maka petani peserta asuransi mendapat rasio kredit yang lebih
baik jika asuransi termasuk didalamnya.

3.

Skim asuransi pertanian di samping meningkatkan stabilitas pendapatan
petani dengan menanggung kerugian mereka dari kerusakan tanaman juga
merupakan kebijakan yang positif dalam meningkatkan produktivitas dengan
mencegah dan membatasi pengaruh bencana alam, khususnya hama dan penyakit.

4.


Asuransi pertanian memberikan kontribusi terhadap stabilitas ekonomi
yang lebih baik akibat dampak dari kerusakan tanaman dalam ruang dan waktu.
Menurut Pusat Pembiayaan Pertanian, Departemen Pertanian RI, penerapan
asuransi pertanian harus memperhatikan sembilan prinsip yang memuat tentang
peyelenggaraan asuransi, tingkat risiko, tanggunggan kerugian, peserta asuransi
sampai pada biaya penyelenggaraan asuransi. Prisnsip Pertama : Penyelenggaraan
asuransi bertanggunggjawab terhadap usahanya yaitu tidak secara otomatis
mempunyai akses dengan anggaran pemerintah (subsidi) tidak begitu penting
tetapi harus diarahkan menetapkan persentase yang baku / permanen terhadap
total premi. Prinsip Kedua : Untuk memaksimalkan kemungkina pengembangan
penyelenggaraan asuransi seharusnya menentukan risiko yang ditanggung
termasuk bahaya yang dapat mudah dikualifikasi, kehilangan dengan mudah
ditentukan dan dinilai tidak ada maslah dengan moral hazard. Prinsip Ketiga :
Petani seharusnya hanya mendapat ganti kerugian kerusakan tanaman aktual atau
hilangnya input.
Prinsip Keempat : Kebijakan seharusnya termasuk potongan sampai 20 persen
dari tanggungan untuk memastikan bahwa petani berusaha meminimalkan
kerusakan. Prinsip kelima : Premi seharusnya berpijak pada perhitungan aktual,
mengunakan catatan cuaca dan catatan yang baik dari petani yang diasuransi.
Premi seharusnya ditentukan cukup tingggi untuk menutupi rata – rata tanggungan

kerugian, biaya administrasi dan kontribusi untuk cadangan finansial. Prinsip
Keenam : Pemberi asuransi seharusnya mengembangkan portofolio asuransi yang
rasional untuk meratakan risiko dan meminimalkan peluang kehilangan yang
besar. Prinsip Ketujuh : Asuransi seharusnya direncanakan dan didirikan oleh
pihak swasta. Hal ini memerlukan penyelenggaraan asuransi untuk pengembangan
dan tipe pasar asuransi yang diinginkan oleh petani.
Prinsip Kedelapan : Untuk menghindari masalah seleksi yang kurang baik, premi
asuransi dan tanggunggan kerugian seharusnya diimplementasikan untuk tingkat
individual petani dan bukan rata-rata wilayah. Biaya adminsitrasi untuk petani

skala kecil dapat ditekan dengan mengasuransikan kelompok seperti halnya pada
petani individual. Jika premi kelompok lebih rendah, petani akan dipercayakan
untuk mengatur sendiri mutual asuransi. Penyelenggara asuransi dapat memberi
bantuan teknis yang dibutuhkan. Prinsip Kesembilan : Penyelenggara asuransi
perlu mengontrol biaya administrasi. Biaya pegawai dan lapangan dapat ditambah
biaya lainya dengan mendiversifikasi portofolio asuransi untuk mengurangi
pekerjaan musimaan atau dengan mempercayakan pengawas musiman.
Penerapan asuransi komoditas pertanian dapat memproteksi nilai usaha
tani dari kegagalan panen yang disebabkan oleh adanya serangan hama dan
penyakit, kematian tanaman / ternak, atau kehilangan yang dapat menyebabkan

kerugian. Besarnya premi asuransi sebesar 3,5% dari biaya produksi atau biaya
pembelian bibit ternak, misalnya. Apabila terjadi kegagalan panen maka kerugian
usaha akan mendapat pembayaran klaim sebesar input usaha taninya sehingga
petani masih bisa dapat berusaha tani kembali.
Penerapan asuransi komoditas pertanian jika berkembang dengan baik
dapat mendorong perbankan untuk menyalurkan kreditnya ke sektor pertanian
dengan besaran yang lebih besar karena sebagian risiko kegagalan sudah
diproteksi oleh asuransi. Dengan demikian ke depan penyaluran pembiayaan lebih
besar ke sektor pertanian dan lebih lanjut dapat mendorong meningkatnya
investasi di sektor pertanian.

2.

Resiko Dalam Usaha Tani Padi
Dalam melaksanakan setiap usaha tidak akan terlepas dari sebuah

risiko. Seperti hal nya dalm usaha pertanian. Usaha pertanian selalu tidak terlepas
dari sebuah ketidak pastian dan mengandung risiko karena disebabkan dalam
melaksanakan usaha pertanian sangat banyak factor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan usaha tersebut yang terkadang tidak semua factor dapat dikendalikan

oleh pemilik usaha. Risiko yang muncul dari usaha pertanian merupakan suatu hal
yang buruk/negative yang akan timbul selama melaksanakan usaha tersebut
dimana peluang kejadian tersebut serta dampaknya, sebenarnya dapat dihitung
dan diperkirakan. Risiko pertanian muncul dari factor yang tidak bisa diprediksi
dan dikendalikan sempurna oleh pengusaha,seperti kegiatan biologi (hama dan
penyakit), iklim, harga, kecelakaan, dll. Dimana untuk dapat mengatasi sebuah
risiko yang muncul kita harus dapat mengenali jenis resiko, penyebab risiko, serta
seberapa besar dampaknya jika risiko itu terjadi.
Usaha tani padi termasuk salah satu usaha yang resiko dan
ketidakpastiannya tinggi. Sumber resiko dan ketidakpastian yang sifatnya
eksternal (tidak dapat dikendalikan oleh petani) berasal dari lingkungan alam
terutama iklim seperti banjir dan kekeringan, bencana alam ataupun serbuan
organisme pengganggu tanaman berupa hama dan penyakit.
Organisme pengganggu tanaman berupa hama antara lain adalah :
Penggerek batang padi putih ("sundep", Scirpophaga innotata), Penggerek batang
padi kuning (S. incertulas), Wereng batang punggung putih (Sogatella furcifera),
Wereng coklat (Nilaparvata lugens), Wereng hijau (Nephotettix impicticeps),
Lembing

hijau (Nezara


viridula),

Walang

sangit (Leptocorisa

oratorius),

Ganjur (Pachydiplosis oryzae), Lalat bibit (Arterigona exigua), Ulat tentara/Ulat
grayak (Spodoptera litura dan S. exigua), Tikus sawah (Rattus argentiventer)
Sedangkan penyakit-penyakit yang sering menyerang adalah :

blas (Pyricularia oryzae, P. grisea), hawar daun bakteri ("kresek", Xanthomonas
oryzae pv. oryzae).
Lee, et al (1980) mengklasifikasikan ketidakpastian di bidang pertanian menjadi
enam tipe yaitu :
(1)

Ketidak pastian produksi yang penyebabnya terkait dengan faktor alam


(kekeringan akibat kemarau yang berkepanjangan, eksplosi hama/penyakit);
(2)

Resiko bencana yang sulit diprediksi misalnya kebanjiran, kebakaran, tanah

longsor, erupsi gunung berapi dan sebagainya;
(3)

Ketidakpastian harga masukan maupun keluaran;

(4)

Ketidakpastian yang terkait dengan ketidaktepatan teknologi sehingga

produktivitas jauh lebih rendah dari harapan;
(5)

Ketidakpastian akibat tindakan pihak lain (sabotase, penjarahan ataupun

adanya peraturan baru yang menyebabkan usahatani tidak dapat dilanjutkan;
(6)

Ketidakpastian yang sifatnya personal, misalnya petani/anggota keluarganya

sakit atau meninggal dunia.
Resiko yang terkait tipe (1) dan (2), kadangkala bersifat katastropik dan
dapat menyebabkan gagal panen dalam skala yang luas. Belum lagi ditambah
faktor lainnya seperti rusaknya jaringan irigasi, jalan usahatani dan prasarana
pertanian lainnya. Rusaknya jaringan irigasi misalnya akan dapat menyebabkan
distribusi barang dan jasa termasuk masukan dan keluaran usahatani menjadi tidak
lancar. Ketersediaan (jumlah, mutu, waktu dan tempat) masukan usahatani di
pasar tidak sesuai dengan kebutuhan petani. Rata-rata harga barang tersebut
cenderung lebih mahal karena ongkos transportasi per unit meningkat. Di sisi lain
harga keluaran usahatani cenderung turun. Contoh lain seperti intensitas curah
hujan yang tinggi terlebih-lebih jika terjadi pada saat panen bisa menyebabkan
mutu keluaran usahatani turun drastis, apalagi jika dibarengi dengan transportasi

yang memburuk malah dapat mengakibatkan harga rendah, bahkan dalam kasuskasus tertentu petani tidak dapat memasarkannya.
3.

Dalam bahasa hukum dan ekonomi, asuransi dapat diartikan sebagai

bentuk dari pengelolaan resiko yang secara prinsipnya digunakan untuk
menghindar dari berbagai resiko kerugian, maupun kehilangan. Asuransi juga
dapat berarti sebagai bentuk transfer dari resiko kehilangan dari suatu entitas ke
entitas tang lain melalui system pembayaran penanggulangan resiko. Bahkan oleh
menurut Joel C Lagan (2004) dari Commercial Insurance Agent, dikatakan bahwa
asuransi merupakan jenis pembayaran sejumlah uang yang dihitung berdasarkan
premi yang harus dibayar atas potensi resiko yang akan terjadi. Dalam hal transfer
pembayaran terhadap penjaminan resiko tersebut, tentu saja akan melibatkan
perusahan asuransi yang menjual produk asuransi, selain itu juga peserta asuransi
yang dalam hal ini adalah pihak-pihak yang akan memperoleh manfaat asuransi
tersebut, dimana mereka akan terikat dalam suatu kontrak dengan perusahaan
asuransi yang menyediakan produk asuransi sesuai dengan kebutuhan peserta.
Sedangkan nilai asuransi yang dijamin adalah sebesar tingkat resiko yang dimiliki
oleh si peserta dan besarnya jumlah yang harus dibayar oleh setiap peserta tentu
saja akan menjelaskan sejauhmana tingkat resiko yang akan diasuransikan/dijamin
(disebut dengan premi). Dalam manajemen resiko, dalam aplikasi pelaksanaannya
sebelum perusahaan asuransi menentukan berapa besar tingkat resiko yang
dimiliki oleh peserta dan berapa besar remi yang harus dibayar oleh peserta, tentu
saja dibutuhkan suatu proses uji kelayakan dan pengawasan dari pihak perusahaan
yang harus melakukan studi di lapangan dan memiliki kompetensi khusus dalam
mengestimasi tingkat resiko trtentu yang dimiliki oleh peserta. Transaksi asuransi
melibatkan perhitungan jaminan dan bentuk pembayaran yang ditujukan untuk
peserta asuransi yang nantinya akan ditukar dalam bentuk penjaminan untuk
memberikan kompensasi kerugian yang apabila peserta mengalami kerugian
ataupun kehilangan (disebut dengan indemnity atau pertanggungan), nantinya
peserta akan menerima sebuah kontrak perjanjian dengan pihak perusahaan
asuransi yang disebut dengan polis asuransi yang mana dalam polis tersebut berisi

secara lengkap mengenai kondisi dan gambaran keadaan yang akan diterima oleh
peserta berikut aturan-aturan dan prasarat-prasaratnya.
Premi merupakan jumlah yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi
yang besarnnya ditetapkan oleh perusahaan asuransi sebagai penyedia produk
asuransi berdasrkan jangka waktu tertentu. Jenis pembayaran ini dibuat oleh
perusahaan dan ditujukan kepada peserta berasarkan tingkat maturity/umur jangka
panjang. Premi asuransi yang diterapkan pada umumnya akan semakin tinggi
apabila resiko yang dimiliki oleh peserta juga semakin tinggi. Pada kasus asuransi
kesehatan misalnya, premi yang harus dibayar oleh peserta asuransi yang
dikategorikan sebagai golongan perokok tentu saja akan jauh lebih mahal
dibandingkan yang bukan dikateorikan senagai non-perokok. Hal ini terjadi
karena potensi resiko dari perokok lebih besar dibandingkan yang tidak merokok.