prosiding semiloka up

PROSIDING

Seminar Nasional 2016

Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan
Pemberdayaan Masyarakat di Era ME“
30 November 2016

Program Studi Magister dan Doktor Penyuluhan Pembangunan/ Pemberdayaan Masyarakat,
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

PROSIDING
Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan
Pemberdayaan Masyarakat di Era ME“

ISBN : 978-602-61351-0-0
E ISBN : 978-602-61351-1-7
Cover Design :
Ginanjar Rahmawan

Lay Out :

Sri Mulyani
Adhianty Nurjanah
LV. Ratna Devi
Editors:
Dr. Supriyandi
Dr. Endang Sutisna Sulaeman
Dr. Sarah Rum Handayani
Dr. Mulyanto
Suwarno Widodo, MSi
Diterbitkan oleh:
Program Studi Magister dan Doktor Penyuluhan Pembangunan/ Pemberdayaan Masyarakat,
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hak cipta.
Reproduksi dalam bentuk apapun dari setiap bagian dari publikasi kami adalah pelanggaran
hukum hak cipta dan dilarang. Isi di luar tanggung jawab penerbit.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Illahi Rabbi, atas segala rahmat dan karunia-Nya
yang senantiasa dilimpahkan sehinga Seminar nasional ―Pengembangan Kompetensi
Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan di Era MEA‖ dapat terlaksana sesuai dengan

rencana. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menghimpun dan merumuskan masukan dari
pemangku kebijakan, pakar, praktisi untuk direkomendasikan sebagai arahan dan strategi
dalam pengembangan kompetensi fasilitator pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat yang ditunjang oleh kompetensi fasilitator dan kelembagaan
merupakan hal penting untuk dikembangkan dalam upaya menguatkan pemberdayaan
masyarakat. Oleh karena itu diperlukan kerja keras dan tindakan kebijakan terarah secara
tepat dalam menentukan kebijakan secara nasional dalam bidang pemberdayaan masyarakat.
Kebijakan tersebut terutama diarahkan pada penguatan kompetensi fasilitator agar dalam
memberikan fasilitasi kepada masyarakat dapat dilakukan secara optimal. Demikian juga
halnya kebijakan dalam penguatan kelembagaan dengan harapan akan memberikan
kemudahan bagi fasilitator alam melaksanakan tugasnya. Antara kompetensi fasilitator dan
penguatan kelembagaan akan memberikan sinergi yang sempurna apbila dapat berjalan
beriringan dalam proses pemberayaan masyarakat.
Seminar Nasional pengembangan kompetensi fasilitator dan kelembagaan
pemberdayaan yang diselenggarakan oleh Prodi S2 dan S3 Penyuluhan
Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat, Universitas Sebelas Maret Surakarta berupaya
menjadikannya sebagai wahana untuk mengkomunikasikan dan menyebarkan informasi,
pengetahuan dan teknologi hasil penelitian, telaah pustaka dan praktek kegiatan
pemberdayaan masyarakat. Kami berharap bahwa Seminar Nasional ini dapat dilaksanakan
secara berkesinambungan secara rutin, untuk mengembangkan kompetensi fasilitator dan

kelembagaan pemberdayaan.
Hasil seminar diharapkan muncul butir-butir usulan demi kemajuan dalam fasilitasi dan
kelembagaan dalam pemberdayaan terhadap masyarakat. Eksplorasi kekayaan sumber daya
local sudah tentu perlu didekati melalui aspek ilmiah, sehingga mampu mewujudkan bangsa
yang bermartabat dan berdaya saing dalam menghadapi Masyarakar Ekonomi ASEAN.

Surakarta, 30 November 2016
Panitia

i

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatu
Yang terhormat para peserta Seminar Nasional ―Pengembangan
Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan di Era
MEA‖ tahun 2016, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah
SWT, bahwasanya Prodi S2 dan S3 Penyuluhan
Pembangunan/Pemberdayaan
Masyarakat,
dapat
menyelenggarakan acara tersebut dengan lancar.

Tujuan terselenggaranya kegiatan tersebut adalah menghimpun
dan merumuskan masukan dari pemangku kebijakan, pakar,
praktisi untuk direkomendasikan sebagai arahan dan strategi
dalam pengembangan kompetensi fasilitator pemberdayaan masyarakat. Selain itu, acara
tersebut juga bertujuan untuk mengkomunikasikan dan menyebarkan informasi, pengetahuan
dan teknologi hasil penelitian, telaah pustaka dan praktek kegiatan pemberdayaan
masyarakat.
Kami berharap bahwa Seminar Nasional tersebut dapat dilaksanakan secara
berkesinambungan secara rutin, untuk mengembangkan kompetensi fasilitator dan
kelembagaan pemberdayaan.
Akhir kata, kami ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah ikut
mendukung dan membantu penyelenggaraan Seminar Nasional tersebut, kepada sponsor,
peserta, pemakalah, dan tentu juga pada panitia yang telah pekerja keras demi
terselenggaranya acara dengan lancar.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatu
Surakarta, 25 November 2016
Ketua Panitia
Dr. Joko Winarno, M.Si.

ii


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................................

i

Sambutan Ketua Panitia ......................................................................................................

ii

KEYNOTE SPEACH
Peningkatan Kualitas SDM Perguruan Tinggi dalam mendukung kualifikasi Kompetensi
Nasional Indonesia
Prof. Dr. John Hendri, M.Si., Ph.D (Sekretaris (Dirjen Sumber Daya Ilmu Pengetahuan,
Teknologi dan Pendidikan Tingi) .......................................................................................

1

PEMAKAAH UTAMA

Menyiapkan Dan Mengelola Tenaga Pemberdayaan Masyarakat Yang Profesional Dan
Tersertifikasi Dalam Menghadapi MEA
Dr. Prabawa Eka Soesanta, S.Sos.,M.Si (Direktur Bina Ideologi, Karakter dan Wawasan
Kebangsaan, Kementrain Dalam Negeri) ...........................................................................

11

Urgensi Asosiasi Profesi Pemberdayaan Masyarakat dalam Mendukung Pembangunan
Nasional
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S (Ketua Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan
Indonesia) ............................................................................................................................

25

Peran Perguruan Tinggi Dalam Menghasilkan Tenaga Profesional Pemberdayaan
Masyarakat Dalam Menghadapi MEA
Dr. Sapja Anantanyu, S.P., Msi (Kepala Program Studi S3 Penyuluhan Pembangunan/
Pemberdayaan Masyarakat) ................................................................................................

41


PEMAKALAH PENUNJANG
Kelompok : Penyuluhan Pertanian Dalam Arti Luas
1.

2.
3.
4.

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat PenerapanTeknologi Pertanian Padi
Organik(Studi Kasus Di Kelompok Tani Madya, Dusun Jayan, Desa Kebonagung,
Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta)
Aris Slamet Widodo, Indardi Rival Chandra Saputra..................................................

50

Masa Depan Penyuluh Wanita Dalam Pembangunan Pertanian Di Indonesia
Kadhung Prayoga .........................................................................................................

61


Pemberdayaan Masyarakat Model Ambul (Dalam Perspektif Kearifan Lokal)
Tri Prajawahyudo .........................................................................................................

69

Strategi Adaptasi Petani Terhadap Perkembangan Teknologi Informasi di Era MEA
Ugik Romadi ................................................................................................................

76

5.

6.

7.

8.

9.


Eksplorasi Topik Iptek Yang Diperlukan Oleh Petani Karet Rakyat Di Kalimantan
Barat (Studi Kasus Petani Karet Rakyat di Kabupaten Bengkayang)
Akhmad Rouf dan Budi Setyawan...............................................................................

84

Teknologi Mesin Pengering Guna Meningkatkan Kualitas Produksi Biji Kakao
Di Kabupaten Gunung Kidul
Agus Nugroho Setiawan, Susanawati & Totok Suwanda............................................

95

Kajian Model Pertanian Perdesaaan Melalui Penerapan Inovasi Teknologi Adaptif
di Aceh
Basri A. Bakar, Abdul Azis .........................................................................................

103

Analisis Kebutuhan Informasi Petani Dan Penggunaan Media Informasi Dalam

Penyuluhan Di Kabupaten Bogor
Anna Fatchiya, Siti Amanah, Yatri Indah Kusumastuti ..............................................

116

Kinerja Lumbung Pangan Di Dusun Botokan Desa Argosari Kecamatan Sedayu
Kabupaten Bantul
Retno Wulandari, Francy Risvansuna, Ikhtimah Tri Astuti .......................................

125

Kelompok : Promosi Kesehatan Masyarakat
1.
2.

3.

4.

5.

6.

Meningkatkan Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi
Rahesli Humsona, Tetri Widiyani, Sri Yuliani ............................................................

131

Upaya menurunkan kematian ibu hamil melalui pemberdayaan pedagang sayur di
wilayah kerja puskesmas Sempu kabupaten Banyuwangi
Jayanti Dian Eka Sari ...................................................................................................

139

Kecemasan Ibu Dalam Perkembangan Kehamilan (Studi Eksplorasi Ibu Hamil di
Wilayah Kerja Puskesmas Kembaran II Banyumas)
Wilis Dwi Pangesti ......................................................................................................

146

Analisis proses pembinaan pengguna narkoba di yayasan laras Kota Samarinda
tahun 2016
Rosdiana.......................................................................................................................

153

Model Diseminasi Program Berhenti Merokok Pada Perokok Remaja
Endang Sutisna Sulaeman ............................................................................................

158

Pelaksanaan Promosi Kesehatan Lingkungan Pada Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) Di Kota Malang
Misbahul Subhi ............................................................................................................

167

Kelompok : Corporate Social Responsibility
1.

2.

3.

Pemberdayaan Ibu Rumah Tangga Melalui Program CSR Bank Sampah Mandiri
PT Holcim Indonesia Tbk Cilacap Plant
Adhianty Nurjanah, Ravik Karsidi, Widodo Muktiyo, Sri Kusumo Habsari ..............

175

Model Pemberdayaan Pondok Pesantren dalam Pengembangan Budaya
Kewirausahaan
Slamet Widodo ............................................................................................................

182

Program Corporate Social Responsibility PT Perkebunan Nusantara IX
Batujamus, Kerjo, kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
Paksi Mei Penggalih ....................................................................................................

191

Kelompok : Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah
1.

Kompetensi Remaja Dalam Mengelola UMKM Melalui Periklanan Di Media
Sosial
Joko Suryono, Nuryani Tri Rahayu .............................................................................

198

2.

Pemberdayaan Perempuan Tani Pada Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis Gambir
(Uncaria gambir) Di Sumatera Barat Dalam Perspektif Gender
Harmi Andrianyta, Dani Medionovianto, dan Hari Hermawan................................... 207

3.

Kebijakan Pajak Yang Bijak Untuk UKM Indonesiadi Era Masyarakat Ekonomi
ASEAN
Agus Suharsono, Khusnaini .........................................................................................

216

Strategi Pemberdayaan Petani Dalam Pengelolaan Usahatani Padi Di Kabupaten
Cianjur Dan Karawang, Jawa Barat
Dwi Sadono..................................................................................................................

226

Fasilitasi Inisiasi Bisnis Puding Hias Untuk Pemberdayaan Masyarakat Kampung
Kauman, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta
Inayati, Sperisa Distantina, Fadilah .............................................................................

240

Komunikasi Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan Sampah Berbasis
Masyarakat Di Kabupaten Bantul
Titi Antin, Hermin Indah Wahyuni, Partini .................................................................

246

Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar) Di Pulau Madura
Ihsannudin ....................................................................................................................

253

Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mengembangkan Produktivitas Home Industri
Bata Merah
Waluyo Sukatiman, Ida Nugroho Saputro ...................................................................

260

Pemberdayaan peternak potong melalui formulasi ransum berbasis limbah
pertanian di Kecamatan Nguntoronadi, kabupaten Wonogiri
Suwarto, Shanti Emawati, Endang Tri Rahayu ...........................................................

266

10. Strategi Pengembangan UMKM Kharisma Jaya Food Sebagai Produsen Keripik
Talas Merk Kharisma
Kharisma Nur Khakiki, Reza Safitri ............................................................................

273

11. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Desa Wisata Berbasis
Ecotourism (Studi di Desa Sumberasri, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten
Banyuwangi)
Eko Setiawan ...............................................................................................................

284

12. Implementasi Pengembangan Pariwisata Di Pulau-Pulau Kecil Terhadap
Masyarakat Pesisir Desa Lihunu, Kecamatan Likupang, Kabupaten Minahasa
Utara, Provinsi Sulawesi Utara
Prima Farid Budianto, Edi Susilo, Erlinda Indrayani ..................................................

290

13. Pemberdayaan Perempuan Melalui Kelompok Wanita Tani (KWT) Bagi
Aktualisasi Perempuan Di Perkotaan (Studi Kasus KWT Wanita Sejahtera,
Muja-Muja, Umbulharjo, Yogyakarta)
Siti Nurlaela .................................................................................................................

299

14. IbM Pengrajin Shuttlecock Di Klaster Cock Surakarta
Bambang Sulistyono, Bekti Wahyu Utami, Indri Yaningsih.......................................

307

4.

5.

6.

7.
8.

9.

Kelompok : Pendidikan Luar Sekolah
1.

Peran Pendidikan Luar Sekolah Terhadap Peningkatan Ketrampilan Pemuda Putus
Sekolah Di Kabupaten Jember Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean
Novi Haryati ................................................................................................................

314

2.

Inovasi Pembelajaran Penyuluhan di Perguruan Tinggi dalam Merespon Masyarakat
Ekonomi ASEAN
Siti Amanah ................................................................................................................. 323

3.

Diagram Jalur Efektivitas Pelatihan Padi di kabupaten Kulon Progo
Sujono ..........................................................................................................................

332

Penguatan Kapasitas Forum Anak Surakarta dalam pengambilan keputusan untuk
mendukung partisipasi aktif anak dalam Musyawarah Perencanaan pembangunan
Sri Yuliani, Rahesli Humsona, Sudaryanti ..................................................................

339

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Penyuluh Pertanian Dalam
Pengembangan Diri Melalui Pendidikan(Kasus Mahasiswa STPP Magelang
Jurusan Penyuluhan Pertanian Di Yogyakarta).
Ina Fitria Ismarlin, Eny Lestari, Sapja Anantanyu ......................................................

347

Implementasi Program Decentralized Basic Education Di Kabupaten Jepara
(Studi Kasus SDN Sukodono 03 Tahunandan SDN Dorang 2 Nalumsari Kabupaten
Jepara)
Ahmad Mardiyanto Prasetyo, Sapja Anantanyu, Eny Lestari .....................................

359

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) (Studi Kasus Pada Pkbm Nurul Jadid, Desa Banjaranyar,
Kecamatan Tanjung Anom, Kabupaten Nganjuk)
Jalil, Ravik Karsidi, Zaini Rohmad .............................................................................

368

Proses Sosialisasi Dan Persepsi Orang Tua (Nelayan) Dalam Memberikan
Kesempatan Pendidikan Bagi Anak Di Kelurahan Karangsai Kabupaten Tuban
Jawa Timur
Muhammad Alhajj Dzulfikri .......................................................................................

382

4.

5.

6.

7.

8.

Kelompok : Pengembangan SDM Fasilitator Pemberdayaan
1.

2.

3.
4.

5.

Pengaruh Komunikasi Terhadap Kinerja Anggota Gabungan Kelompok Tani
Torong Makmur Batu-Malang
Moh Sazali Harun ........................................................................................................

389

Efektivitas Aktivitas Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus pada Program
Penyuluhan Pertanian di Sejumlah UPT PPP di Kabupaten Bandung)
Dika Supyandi, Yayat Sukayat, Rani Andriani ...........................................................

397

Pola Adaptasi Kehidupan Sosial Budaya Komunitas Masyarakat Adat Mone
La Ode Topo Jers, Sitti Hermina .................................................................................

407

Manajemen Sumberdaya Komunikasi Dalam Peningkatan Kinerja Pendampingan
Program Simantri Di Provinsi Bali
I Dewa Putu Oka Suardi ..............................................................................................

416

Model Pemberdayaan Petani Berbasis Kawasan Dalam Mewujudkan Desa Industri
Pertanian Mandiri Di Era MEA
Wahyu Windari ............................................................................................................

425

6.

7.
8.

9.

Pengembangan Kompetensi Fasilitator dalam Pemanfaatan Limbah Ternak
menjadi Biogas(Kasus Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten
Bandung Barat)
Nurul Dwi Novikarumsari, Siti Amanah, Basita Ginting Sugihen ..............................

432

Urgensi Penyuluhan Pertanian Untuk Peningkatan Mutu SDM Pemuda Pedesaan
Muksin .........................................................................................................................

439

Pendampingan Teknologi dan Supervisi pelaksanaan pengembangan usaha
agribisnis perdesaan (PUAP) di Provinsi Aceh
Abdul Azis, Basri A. Bakar, Yufniati dan Damasus ...................................................

448

Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Desa Sitimulyo,
Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul.
Emy Farida, Zaini Rohmat, Drajat Tri Kartono..........................................................

457

Kelompok : Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat
1.

Sistem Komunikasi Pemerintah dan Kompleksitas Diversifikasi Usaha dalam
Budidaya Kambing PE di Purworejo
Tatag Handaka, Hermin Indah Wahyuni, Endang Sulastri, Paulus Wiryono ..............

465

Peranan Kelembagaan dalam Menentukan Kualitas Sertifikasi SDM Bidang
Pariwisata
Riyono Gede Trisoko ...................................................................................................

473

Peran Organisasi Petani Dalam Pemberdayaan Swadaya: Kolegial Atau
Transaksional (Studi Komparasi Kelompok Tani di Tiga Lokasi di Jawa Barat)
Yayat Sukayat, Dika Supyandi, Achmad Choibar Tridakusumah ...............................

479

Pengembangan Potensi Kelembagaan Sektor Agribisnis Pertanian Di Kabupaten
Jepara
Ikhsan Gunawan, Hamdi Sari Maryoni .......................................................................

489

Penguatan Kelembagaan Pertanian Sebagai Langkah Pencegahan Migrasi Buruh
Widi Artini ...................................................................................................................

503

Pengembangan Pasar Lelang Sebagai Unit Pengolahan Dan Pemasaran Bokar
(UPPB) Di Kabupaten Rokan Hulu, Propinsi Riau
Yulfita „Aini , Eksa Rusdiyana ....................................................................................

509

Kefektifan Program Desa Wisata Kebangsaan Wonorejo Kecamatan Banyuputih
Kabupaten Situbondo dalam Meningkatkan Keberdayaan Masyarakat Melalui
Pengembangan Ekowisata Taman Nasional Baluran
Arif Pratiwi, Sapja Anantanyu, Kusnandar .................................................................

517

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kemandirian Petani Dalam pengelolaan
Hutan Rakyat Di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta
Eli Sugianto, Kusnandar, Sapja Anantanyu .................................................................

527

Kompetensi dan Kinerja Penyuluh Pertanian PNS dan Swadaya
(Kasus di Kabupaten Kampar dan Kota Pekanbaru, Provinsi Riau)
Marliati Ahmad ............................................................................................................

535

10. Manajemen Tenaga Kerja Pada ―UD Sami Makmur‖ Kabupaten Sidoarjo
Nurul Muthoharoh, Muhammad Alhajj Dzulfikri .......................................................

546

2.

3.

4.

5.
6.

7.

8.

9.

11. Pelaksanaan Peran Ganda Perempuan (Studi Kasus Pada Karyawati di Sekolah
Tinggi Penyuluhan Pertanian Jurusan Penyuluhan Pertanian Yogyakarta)
Demi Widi Kurniawati, Sapja Anantanyu, Suwarto ....................................................

552

12. Dinamika Organisasi Pos Penyuluhan Desa (Posluhdes) Bontoa (Studi Kasus
Di Desa Tupabiring, Kecamatan Bontoa, Kab. Maros, Prov. Sulsel)
Muh. Hatta Jamil, Eymal B Demmalino, Muh. IkhsanAzis, A. Nixia Tenriawaru,
Rusli M. Rukka ............................................................................................................

561

SEMINAR NASIONAL 2016
Surakarta 30 November 2016

MODEL DISEMINASI PROGRAM BERHENTI MEROKOK PADA
PEROKOK REMAJA

Endang Sutisna Sulaeman
Program Studi Program Doktor Penyuluhan Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat Pacasarjana
Universitas Sebelas Maret
Korespondensi penulis: Endang Sutisna Sulaeman, sutisnaend_dr@yahoo.com

Abstract
The not-on-tobacco program is an evidence-based teen smoking cessation program adopted by the American
Lung Association (ALA). The purpose is to describe the model of dissemination include the elements and
stages of models designed to expand the range of smoking cessation interventions in teen smoking.
Methodology: in the form of a literature review, applying the theory of diffusion innovation, social cognitive
theory, and social marketing. Results: Elements of dissemination model include eight, namely: infrastructure,
implementers, task accountability, training, critical assessment:, ntervention delivery, incentives, and
communications. Phases of dissemination models consists of nine, namely establish major partners and
evaluators, review and tailor programmatic needs, establish infrastructure, promote intervention program,
conduct training, conduct 3 month check-in, deliver intervention, conduct 6 month check-in, and conduct
facilitator 12 month check-in. Conclusion. The nine-phase model has a sound theoretical foundation utilizing
critical constructs in intervention diffusion, health behavior, and social marketing. Suggestion: nine-phase
model can be applied to the dissemination of teen smoking cessation program.
Keywords: dissemination, diffusion, teen smoking cessation, nine-phase model

1. Pendahuluan
Sebagai satu dari isu kesehatan masyarakat yang paling mahal di Amerika Serikat
adalah merokok (CDC, 2004) menyebabkan lebih dari 400.000 kematian prematur dan
$157 milyar kerugian ekonomi per tahun (CDC, 2002). Hampir 4.000 remaja memulai
merokok setiap hari dan sekitar seperempat dari siswa sekolah menengah akhir adalah
perokok (U.S. Department of Health and Human Services, 2012). Lebih dari setengah
jumlah remaja mencoba merokok selama hidupnya (CDC, 2004). Tanpa intervensi efektif,
kebanyakan remaja akan merokok sampai mereka dewasa, meningkatkan risiko untuk
terkena penyakit kardiovaskular, beberapa jenis kanker (termasuk kanker paru-paru), dan
memperburuk kondisi lain (Services USDoHaH, 1994). Untungnya, 65% dari perokok
remaja aktif mengatakan bahwa mereka ingin berhenti merokok (Lamkin et al., 1998;
Sussman, 2002). Prevalensi dan efek dari remaja yang merokok disajikan dengan bukti
baru dari keefektifan program penghentian, menunjukkan kebutuhan ambigu untuk
intervensi penghentian remaja yang merokok yang disebarluaskan.
Kerner et al. (2005) mencatat usaha untuk menggerakkan strategi preventif efektif
dalam diseminasi sering tidak teratur tidak terkoordinasi, dan tidak cukup dimanfaatkan.
Tujuan dari artikel ini adalah untuk mendeskripsikan teori model diseminasi sembilan
tahap yang didesain untuk memperluas jangkauan intervensi penghentian remaja yang
merokok yang disebut not-on-tobacco (N-O-T, berhenti merokok). N-O-T adalah program
“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 158

SEMINAR NASIONAL 2016
Surakarta 30 November 2016

nasional dari American Lung Association (ALA). Artikel ini, menjelaskan alasan dan
konseptualisasi dari model tersebut, termasuk dasar teori, dan langkah-langkah operasional
dari setiap tahap. Aplikasi model di negara bagian West Virginia (WV) sebagai contoh
kasus. Perlu diketahui bahwa remaja WV mempunyai urutan tertinggi dalam merokok di
Amerika Serikat. Urutan ke-49 dibandingkan dengan negara bagian lain (America’s Health
Rankings. United Health Foundation, 2013; Prevention CfDCa, 2012).
Sembilan tahap model diseminasi dibentuk dari riset sebelumnya oleh tim (Dino et al.,
2001; Horn et al., 2005) dan lainnya mendemonstrasikan secara konsisten bahwa
perubahan membutuhkan bantuan teknik berkelanjutan dan sumber yang mudah dijangkau
untuk memandu pengguna melewati proses yang rumit dari diseminasi (Backer, 2000;
Brownson et al., 2006; Glasgow et al., 2003).
2. Tinjauan Pustaka
Konseptualisasi model diseminasi meliputi dua aspek yaitu elemen model dan
tahapan-tahapan model diseminasi.
a. Elemen Model Disemenasi
Model ini meliputi delapan elemen, yaitu infrastruktur, pelaksana,
pertanggungjawaban tugas, pelatihan, penilaian penting, pemberian intervensi, insentif,
dan komunikasi. (a) Infrastruktur: pelayanan yang terkoneksi, fasilitas dan sumber daya
untuk diseminasi N-O-T; (b) Pelaksana: Pelaksana kunci meliputi pelatih utama N-O-T,
koordinator daerah, dan fasilitator N-O-T. (c) Pertanggungjawaban tugas: semua partisipan
dalam proses diseminasi mempunyai fungsi rinci dan tugas menyeluruh. (d) Pelatihan:
perolehan pengetahuan, kemampuan, dan kompetensi untuk melaksanakan pelatihan N-OT (pelatihan pelatih) dan untuk melaksanakan N-O-T (pelatihan fasilitator). (e) Penilaian
penting: menyediakan informasi formatifuntuk mempromosikan pelaksanaan N-O-T.
Koordinator regional menyediakan pemeriksaan ulang dengan fasilitator setelah pelatihan
untuk menentukan aktivitas yang berkelanjutan dan tingkatan pelaksanaan sejak pelatihan.
(f) Pemberian intervensi: pelaksanaan N-O-T sebagai permulaan. (g) Insentif:
diperkenalkan selama pelatihan dan pada saat pemeriksaan untuk memotivasi tindakan
meningkatkan harapan akanpenghargaan. (h) Komunikasi: dibutuhkan untuk menciptakan
dan membagikan informasi antar pengguna, dan partisipan untuk mempromosikan
pemahaman timbal balik.
b. Tahapan-Tahapan Model Diseminasi
Tahap-tahap model diseminasi meliputi sembilan tahapan, yaitu:
Tahap 1: Menetapkan Rekan Utama dan Evaluator
Rekan utama harus dapat diwakili oleh seorang atau lebih yang membuat keputusan
kunci atau mereka yang memiliki akses langsung pada pembuat keputusan kunci. Teori
difusi menyatakan bahwa penting untuk mendapatkan keuntungan stakeholders: (1)
bagaimana berkaitan dan bermakna untuk pembuat keputusan kunci dan organisasi dan
bagaimana kecocokan dengan tujuan organisasi; (2) dapat membantu organisasi dalam
pencapaian tujuan obyektif program, juga kecocokannya; (3) hemat biaya dan konsisten
dengan panduan berbasis bukti, kerumitan, dan keuntungan rata-rata; dan (4) menyediakan
mekanisme umpan balik untuk mendukung keputusan (Rogers, 1995; Dobbins et al., 2002;
Hancock et al., 2002; Mailbach et al., 2006; Grier et al., 2005). Menurut Mailbach (2006),
stakeholders organisasi penting untuk membangun saluran distribusi berkelanjutan untuk
mempromosikan dan menjelaskan program berbasis bukti untuk calon pengadopsi. Rekan
“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 159

SEMINAR NASIONAL 2016
Surakarta 30 November 2016

utama adalah bagian dari pembuat keputusan, termasuk seleksi seorang evaluator (Dobbins
et al., 2002).
Tahap 2: Meninjau dan Menyesuaikan Kebutuhan Program
Diseminasi dapat dideskripsikan sepanjang rangkaian kesatuan dari tidak ada adopsi
sampai dengan adopsi secara penuh (termasuk stakeholders, koordinator regional dan
pelatihan fasilitator, perekrutan remaja, pelaksanaan, dan pelaporan).Pada saat rekan utama
menyebarluaskan intervensi seperti N-O-T, biasanya terdapat satu dari beberapa kondisi.
Pertama, mereka tidak pernah berusaha untuk menyebarluaskan N-O-T secara umum dan
mempunyai keinginan untuk menentukan strategi yang paling efektif. Kedua, mereka
mengusahakan beberapa tipe diseminasi tapi serapan dan adopsi mempunyai tingkatan
keberhasilan yang bervariasi di tempat dan suasana yang berbeda. Ketiga, semua aspek
berhasil. Efek yang diinginkan adalah pengurangan kerumitan dalam rekrutmen fasilitator,
pelatihan, pelaporan, dan insentif berlanjut, menyediakan fleksibilitaspada pelaksanaan
program, dan menyediakan keuntungan dalam pengurangan hambatan di bawah model.
Tahap 3: Membangun Infrastruktur
Mengidentifikasi dan membangun infrastruktur dalam meningkatkan pelaksanaan
program. Menjabarkan infrastruktur sebagai layanan yang saling berhubungan, fasilitas,
dan sumber daya yang permanen dalam lokasi geografis tertentu untuk mendukung dan
menyebarluaskan intervensi khusus. Mailbach (2006) merujuk pada konsep ini sebagai
―saluran distribusi‖. Divisi pekerja dari diseminasi adalah bagian penting dari infrastruktur
diseminasi (USDoHaHSCCI, 2003). Untuk menyebarluaskan infrastruktur, model
membagi pekerja ke tiga tingkatan. (1) Infrastruktur rekan utama di tingkat regional:
melibatkan infrastruktur dari rekan utama yang menyediakan aset penting. (2) Infrastruktur
daerah: ditugaskan untuk satu atau dua mitra utama, atau satu atau dua orang di setiap
daerah. (3) Infrastruktur tingkat situs. Situs diartikan sebagai tempat atau lokasi
pelaksanaan N-O-T (sekolah atau pusat komunitas). Situs menyediakan aset pelaksanaan
seperti ruang pertemuan, mekanisme perekrutan remaja, dan akses untuk fasilitator.
Penghalang harus bisa diatasi.
Tahap 4: Mempromosikan Progran Intervensi
Diseminasi program kesehatan masyarakat dimaksimalkan saat pengadopsi potensial:
(1) sadar akan kebutuhan kesehatan masyarakat, (2) sadar akan bukti, pendekatan hemat
biaya untuk memenuhi kebutuhan, (3) merasakan bahwa program mempunyai keuntungan
melebihi pilihan lain yang berkaitan dengan kebutuhan, (4) merasakan keuntungan
organisasi dan target populasi untuk program adopsi dengan keuntungan tinggi, dan (5)
mempunyai
kapasitas
untuk
melaksanakan
intervensi
(Dobbins
et
al.,
2002;USDoHaHSCCI, 2003; Stirman et al., 2004). Faktor ini dapat dibahas melalui
pendekatan pemasaran sosial untuk promosi program (Grier et al., 2005; Prue et al., 2006).
Pemasaran sosial termasuk aplikasi dari teknik pemasaran komersial untuk desain,
pelaksanaan, dan evaluasi program untuk mempromosikan perubahan perilaku positif
secara sosial (Anesetti-Rothermel et al., 2012; Andreasen, 1995). Usaha promosi dari
pelatih utama dan koordinator daerah dipandu oleh empat pesan (Andreasen, 1995):
Produk: N-O-T adalah berbasis bukti, hemat biaya, menjangkau jaringan yang mendukung
tingkat lokal dan nasional, mudah untuk dilakukan, dan lebih baik dari kompetisi; Harga:
keuntungan dari penggunaan N-O-T (promosi kesehatan remaja, pengurangan pelanggaran
penggunaan tembakau, menangani tujuan kontrol tembakau) biaya yang besar (waktu,
sumber daya). Insentif untuk adopsidan pelaksanaan program disediakan oleh infrastruktur
“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 160

SEMINAR NASIONAL 2016
Surakarta 30 November 2016

tingkat daerah; Tempat: pelatihan fasilitator N-O-T dan pelaksanaan N-O-T muncul di
daerah-daerah (mudah diakses); Materipromosi: N-O-T menyediakan materi yang siap
pakai mencakup pernyataan, brosur, selebaran, media, poster perekrutan, rangkuman
praktis berbasis bukti.
Tahap 5: Melakukan Pelatihan
Semua pelatihan mengikuti protokol standar. Selama pelatihan, semua pelaksana
menerima daftar tugas mereka.. Melatih koordinator: Pelatihan dilakukan lebih dari dua
hari, termasuk pelatihan reguler fasilitator N-O-T atau pelatihan intensif dalam
pertanggungjawaban koordinator daerah. Pelatihan fasilitator: koordinator daerah
melaksanakan pelatihan fasilitator menurut panduan ALA.Pelatihan dilakukan dengan lima
langkah berbeda dari adopsi yang dijelaskan pada teori, pengetahuan, bujukan, keputusan,
pelaksanaan, dan konfirmasi difusi inovasi.
Tahap 6: Melaksanakan Pemeriksaan Tiga Bulan
Koordinator daerah mempunyai tanggungjawab bersama dengan fasilitator N-O-T
untuk memeriksa dalam tiga bulan setelah pelatihan N-O-T. Monitoring: koordinator
daerah memantau fasilitator dengan mengumpulkan data evaluasi proses dan hasil, dengan
penekanan pada hambatan pelaksanaan dan perekrutan remaja. Pada tiga bulan setelah
pelatihan, fasilitator harus memulai pelaksanaan N-O-T pertama atau merencanakan
pelaksanaan. Alat pengumpulan data standar untuk pemeriksaan, dengan pertanyaan
mencakup: sudahkah pelaksanaan N-O-T dijadwalkan, apa motede perekrutan yang
dipakai, apa hambatan yang ditemukan, apa solusi yang dilakukan? Pelaporan: koordinator
daerah bertanggungjawab mengumpulkan data dan pelaporan yang ditemukan pada ALA
dan evaluator. Mentoring: mentoring mencerminkan pengumpulan data melalui
monitoring. Koordinator daerah menyediakan umpan balik positif atau memujikepada
fasilitator yang telah memulai program N-O-T atau yang sudah merencanakan untuk
memulai.
Tahap 7: Memberikan Intervensi
Model ini menyatakan bahwa N-O-T diberikan sebagai materi dalam kurikulum.
Fasilitator mempunyai tugas untuk merekrut remaja dan melaksanakan program.
Diharapkan tiap fasilitaor melaksanakan > 1 program N-O-T dalam 6 bulan masa
pelatihan; > 2 dalam 12 bulan. Kurikulum N-O-T menyediakan rincian luas pada
rekrutmen dan pelaksanaan; Koordinator daerah membantu fasilitator dengan tantangan
pelaksanaan selama pemeriksaan. Situs pelaksanaan terhubung pada fasilitator terlatih NO-T. Untuk menghadapi perekrutan dan setiap hambatan diidentifikasi, bertujuan untuk
menyediakan mentoring berkelanjutan dan bantuan teknis untuk fasilitator, menambah
pelatihan pada rekrutmen, dan menjalin materi promosi. Adopsi dan imlementasi adalah
jumlah program N-O-T yang berhasil diberikan untuk remaja.
Tahap 8: Melaksanakan Pemeriksaan Enam Bulan
Monitoring: seperti dalam pemeriksaan tiga bulan, koordinator daerah memantau
fasilitator dengan mengumpulkan data evaluasi proses dan hasil, hambatan dan
pelaksanaan, dan perekrutan remaja. Diharapkan pada enam bulan setelah pelatihan
fasilitator N-O-T menyelesaikan satu program N-O-T. Pemeriksaan 6 bulan mencakup
critical assessment (Rogers, 1995;Lomas, 1993) yang membantu koordinator daerah
menetapkan jika fasilitator menyampaikan program sebagai rencana. Pertanyaan lain
“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 161

SEMINAR NASIONAL 2016
Surakarta 30 November 2016

termasuk: apakah protokol N-O-T diikuti, hambatan apa yang ditemukan, berapa orang
remaja yang terdaftar, berapa remaja yang mengikuti N-O-T, apa penurunan hasil yang
ditemui? Fasilitator bisa mengakses laporan melalui internet ataupun surat. Koordinator
daerah terlibat dalam penyelesaian masalah tidak dengan pelaksana. Reporting: (lihat
Tahap 6). Mentoring: koordinator menyediakan umpan balik positif atau pujian kepada
fasilitator yang menyelesaikan program N-O-T; koordinator berurusan dengan fasilitator
yang tidak melaksanakan program. Insentif: fasilitaor yang menyelesaikan program N-OT menerima dorongan dalam bentuk uang. Mereka juga menerima sertifikat. Fasilitator
yang menyelesaikan > 1 program N-O-T dalam 6 bulan dianugerahi status ―tembaga‖,
sebuah cara untuk mengenali fasilitator N-O-T berpengalaman.
Tahap 9: Melaksanaan Pemeriksaan Fasilitator Dua Belas Bulan
Monitoring: seperti pada pemeriksaan tiga dan enam bulan, koordinator daerah
memantau fasilitator N-O-T dengan mengumpulkan data evaluasi proses dan hasil, dengan
tekanan dalam hambatan ke pelaksanaan dan rekrutmen. Pertanyaan kunci mencakup:
apakah mereka melaksanakan program, apa mereka mengikuti protokol, hambatan apa
yang mereka temui, berapa banyak remaja yang terdaftar, berapa banyak remaja yang hadir
dan menyelesaikan N-O-T, adakah penurunan hasil yang ditemui? Fasilitator juga
ditanyakan tentang masukan untuk pengembangan program. Fasilitaor bisa mengakses
laporan menggunakan internet maupun surat. Pemeriksaan 12 bulan adalah critical
assessment untuk mengidentifikasi jika fasilitator telah memimpin satu kelompok N-O-T.
Pelaporan: koordinator daerah mengumpulkan data dan menganilisis temuan. Mentoring:
koordinator regional menyediakan umpan balik positif atau pujian kepada fasilitator yang
menyelesaikan program N-O-T. Di akhir tahap 9, fasilitator aktif yang terlatih bersama
dihubungkan dengan jaringan fasilitator daerah N-O-T untuk insentifdan komunikasi yang
akan datang. Insentif: fasilitator yang menyelesaikan program N-O-T mendapat dirongan
dalam bentuk uang. Tambahan, mereka mendapat sertifikat.Fasilitator yang menyelesaikan
>1 program menerima status ―tembaga‖. Mereka yang menyelesaikan >2 kali program NO-T menerima status ―perak‖. Faslitator yang menyelesaikan >4 kali program menerima
status ―emas‖.
3. Metodologi
Metodologi yang dipergunakan adalah berupa studi kepustakaan (literature review)
artikel Horn et al.(2014) berjudul ―Developing a dissemination model to improve
intervention reach among West Virginia youth smokers ‖. Model ini mengaplikasikan Teori
Difusi, TeoriKognitif Sosial, danPemasaran Sosial. Rogers (1995) menggambarkan pola
adopsi yang tergambar dengan kurva S, karakter individu/organisasi sebagai inovator,
pengadopsi awal, mayoritas awal, mayoritas akhir, dan lamban (kaum kolot).Teori difusi
menjelaskan lima langkah: (1) mendapat pengertian bagaimana intervensi itu bekerja
(pengetahuan); (2) membentuk sikap menyenangkan tentang intervensi (bujukan); (3)
melibatkan aktivitas pemimpin pada keputusan untuk menerima (keputusan); (4)
menggunakan intervensi (implementasi); (5) mencari penguat untuk implementasi
(konfirmasi).
TeoriKognitif Sosial, menurut Bandura (1991) pemodelanadalah carakunci untuk
belajar tentang perilaku. Pemodelan dapat muncul melalui observasi langsung atau melalui
peragaan simbolis (contohnya media). Pemodelan dapat menginformasikan pengadopsi
potensial tentang pelengkap positif N-O-T dan dapat menyediakan penguatan untuk
adopsi, pelaksanaan, dan pemeliharaan. Insentif juga memainkan peranan penting dalam
mempengaruhi perilaku dan dapat digunakan untuk memperkuat fungsi awal dan
“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 162

SEMINAR NASIONAL 2016
Surakarta 30 November 2016

berkelanjutan dari N-O-T. Insentif mencakup sosial, keuangan, status dan kekuasaan, dan
insentif evaluasi diri.
Pemasaran sosial dirancang untuk memfasilitasi adopsi dan pelaksanaan melalui tiga
pendekatan: (1) melakukan riset formatif menurut pandangan pengadopsi
(contohnyawilayah, sekolah, fasilitator) untuk memahami bagaimana intervensi berbasis
bukti (N-O-T) dapat mempromosikan misi stakeholders untuk meningkatkan kemungkinan
adopsi; (2) mengembangkan saluran yang dapat dipertahankan (contohnya jaringan
regional) untuk mempromosikan dan melaksanakan N-O-T: (3) meningkatkan akses
intervensi (contohnya pelaksanaan penyebaran N-O-T). Juga menyertakan empat elemen
pemasaran sosial - produk dalam harga minimal; memaksimalkan tempat yang
menawarkan program N-O-T menggunakan pengiriman daerah, dan mempromosikan
program dengan berbagai saluran di berbagai tingkatan.
Program inti N-O-T terdiri dari 10 sesi selama 50 menit yang dilakukan seminggu
sekali untuk 10 minggu berurutan, dengan pilihan 4 sesi penguat tambahan. Program inti
dibimbing oleh fasilitator terlatih, biasanya dari dalam sekolah remaja. Fasilitator harus
orang yang tidak merokok atau mantan perokok yang bisa berhubungan dengan remaja,
dan mau bekerja dengan kepemimpinan administrasi sekolah atau organisasi komunitas
untuk merekrut remaja dan mempromosikan program di sekolah dan organisasinya.
Fasilitator N-O-T bertanggung jawab untuk merekrut remaja ke dalam program, mencakup
kurang lebih 3-10 partisipan. Remaja layak untuk mendaftar jika mereka pernah
menggunakan satu atau lebih rokok dalam 30 hari belakangan, memiliki ketertarikan untuk
berhenti, dan secara sukarela mengikuti program.
4.

Hasil dan Pembahasan
Riset menunjukkan bahwa N-O-T hemat biaya (Dino et al., 2008), bisa diadopsi, dan
cocok untuk diseminasi (Glasgow et al., 2003). Study N-O-T antara tahun 1998 sampai
tahun 2003 menunjukan angka penurunan ada sebesar 15-19% (Horn et al., 2005),
ditengah laju tertinggi yang dilaporkan di literatur (Sussman, 2002). Setiap Regional
Education Services Agencies (RESAs) mempunyai sedikitnya 40 fasilitator terlatih; sekitar
700 fasilitator dilatih antara tahun 2000 sampai tahun 2005 (Program TTRR, 2008).
Memperluas dari fasilitator profesional kesehatan masyarakat dan kesehatan sekolah yang
melayani remaja, sedikitnya 84% dari fasilitator potensial belum pernah dilatih di N-O-T
(Rogers, 1995), mencakup