Analisis dan Eksperimen Pengujian Balok Kayu yang Diawetkan Terhadap Kuat Lentur Balok Kayu

BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1 Kayu
Kayu adalah suatu bahan konstruksi yang didapat dari alam dan sudah
lama dikenal oleh manusia. Sebagai bahan dari alam, kayu dapat terurai secara
sempurna sehingga tidak ada istilah limbah pada konstruksi kayu (environmental
friendly). Kayu mempunyai kuat tarik dan kuat tekan relatif tinggi dan berat yang
relatif rendah, mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik,
dapat dengan mudah untuk dikerjakan, relatif murah, dan bisa didapat dalam
waktu singkat (Felix, 1965).
Dalam kehidupan sehari-hari, jenis kayu tertentu sering digunakan untuk
tujuan yang tertentu pula. Pemilihan dan penggunaan kayu untuk suatu tujuan
pemakaian memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat kayu dan persyaratan
teknis yang dilakukan. Adapun sifat-sifat utama kayu antara lain:
1. Kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan habis jika
dikelola dan diusahakan dengan baik. Artinya, jika pohon ditebang untuk
diambil kayunya, harus segera ditanam kembali pohon-pohon pengganti
supaya sumber kayu tidak habis. Kayu dikatakan sebagai renewable
resources (sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui).
2. Kayu merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan
bahan lain. Dengan kemajuan teknologi, kayu sebagai bahan mentah dapat

dengan mudah diproses menjadi bahan-bahan seperti kertas, tekstil, dan
sebagainya.
3. Kayu merupakan sifat-sifat spesifik yang tidak bisa ditiru oleh bahan lain
buatan manusia. Misalnya, kayu memiliki sifat elastis, ulet, tahan terhadap
pembebanan yang tegak lurus dengan seratnya atau sejajar seratnya, dan
berbagai sifat lain lagi. Sifat-sifat seperti ini tidak dimiliki baja, beton, atau
bahan-bahan lain yang biasa dibuat oleh manusia.

6
Universitas Sumatera Utara

4. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan
susunan dinding selnya terdiri dari senyawa kimia berupa selulosa dan
hemi selulosa (karbohidrat) serta lignin (non karbohidrat).
5. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang
berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, radial dan
tangensial).
6. Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap
dan melepaskan kadar air sebagai akibar perubahan kelembaban dan suhu
udara di sekelilingnya.

7. Kayu dapat diserang oleh hama dan penyakit dan dapat terbakar.

2.1.1. Sifat Fisis Kayu
Sifat fisis kayu adalah karakteristik kuantitatif dari kayu dan perilakunya
terhadap pengaruh luar tanpa mempertimbangkan gaya-gaya yang diberikan. Sifat
fisis kayu perlu diketahui karena sifat fisis kayu berpengaruh besar terhadap
kekuatan kayu yang digunakan dalam suatu struktur bangunan.
Adapun sifat-sifat fisik kayu antara lain:
a. Kadar air
b. Kepadatan
c. Berat jenis
d. Cacat kayu
Salah satu sifat utama kayu adalah higroskopis, yaitu kayu berkaitan erat
dengan air baik berupa cairan ataupun uap. Air dalam kayu segar atau kayu yang
baru saja dipanen terletak di dalam dinding sel dan dalam rongga sel.
(Haygreen&Bowyer, 1996). Kayu memiliki kemampuan dalam menyerap dan
melepaskan air yang bergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur dan
kelembaban. Pada kondisi lembab, kayu kering akan menghisap atau menarik uap
air, sedangkan pada keadaan kelembaban udara yang rendah, kayu basah akan


7
Universitas Sumatera Utara

melepaskan uap air. Sifat higroskopis ini menyebabkan kayu pada kondisi dan
kelembaban tertentu dapat mencapai suatu keseimbangan, yang berarti kadar air
kayu tidak akan mengalami perubahan (dalam Iswanto, 2008).
Terjadi perbedaan kadar air pada bagian batang sebuah kayu. Kadar air
pada kayu gubal lebih banyak daripada kayu teras. Air yang terdapat pada batang
kayu tersimpan dalam dua bentuk yaitu: air bebas (free water) yang terletak
diantara sel-sel kayu, air ikat (bound water) yang terletak pada dinding sel. Titik
jenuh berat (fibre saturation point) adalah kondisi dimana air bebas yang terletak
diantara sel-sel sudah habis sedangkan air ikat pada dinding sel masih jenuh.
Kadar air pada saat titik jenuh serat berkisar antara 25% sampai 30% (Awaluddin,
2005).
Berat jenis mirip dengan kepadatan. Berat jenis didefinisikan sebagai
perbandingan antara kepadatan kayu dengan kepadatan air pada volume yang
sama. Ketika kayu dimasukkan ke dalam oven atau dikeringkan maka volume
yang tetap tinggal adalah volume bagian padat dan volume udara saja sedangkan
air yang terkandung di dalam kayu tersebut menguap. Karena berat jenis
berhubungan dengan kepadatan, maka semakin tinggi nilai berat jenis kayu

tersebut, maka semakin besar kekuatan kayu tersebut. Umur pohon, posisi kayu
dalam batang, tempat tumbuh, dan kecepatan tumbuh merupakan faktor-faktor
yang mempengaruhi berat jenis kayu.

2.1.2 Sifat Mekanis Kayu
Sifat mekanis kayu adalah kemampuan kayu untuk menahan muatan dari
luar. Yang dimaksud dengan muatan dari luar ialah gaya-gaya di luar benda yang
mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan besarnya. Sifat-sifat
mekanis kayu terdiri dari kuat lentur, kuat geser, kuat tekan, dan kuat tarik kayu.
Menurut Jamala, 2013, kekuatan kayu bergantung pada spesies dari tiap kayu.
Nilai-nilai dari sifat mekanis kayu dapat digunakan sebagai dasar dalam
penentuan aplikasi jenis-jenis kayu sebagai bahan konstruksi.
8
Universitas Sumatera Utara

Sifat-sifat mekanis kayu terdiri dari:
a. Kuat tekan kayu
b. Kuat tarik kayu
c. Kuat lentur kayu
d. Kuat geser kayu


Kuat tekan suatu jenis kayu ialah kekuatan batas yang dapat dicapai kayu
ketika komponen kayu tersebut mengalami kegagalan akibat tekan. Dalam
perencanaan struktur bangunan kayu bersadarkan beberapa peraturan kayu yang
ada saat ini, yaitu antara lain peraturan kayu Amerika Serikat (AWC,2011) dan
peraturan kayu Indonesia (BSN,2013), sebagai contoh untuk perencanaan
komponen struktur tekan (kolom) terdapat parameter properti mekanika berupa
kekuatan tekan baik untuk arah sejajar serat kayu maupun arah tegak lurus serat
kayu, walaupun dominan adalah tekan sejajar serat kayu. Pada perencanaan
komponen struktur lentur (balok) juga diperlukan parameter yang dominan yaitu
kekuatan tekan sejajar serat kayu. Kuat tekan kayu terbagi atas dua, yaitu kuat
tekan tegak lurus serat (sidewise compression) dan kuat tekan sejajar serat
(endwise compression). Dalam arah sejajar serat kayu, kekakuan dan kekuatannya
sangat besar. Sedangkan dalam arah tegak lurus serat kayu, kayu relatif lunak dan
lemah (Person, dalam Yosafat, dkk, 2014).

Gambar 2.1 Batang kayu menerima gaya tekan sejajar serat

9
Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2 Batang kayu menerima gaya tekan tegak lurus serat

Tekanan sejajar serat banyak terjadi dalam praktek bila kayu dipakai untuk
bangunan sebagai komponen untuk tiang, tunggul, kusen pintu dan jendela serta
bagian yang lainnya. Komponen bangunan semacam ini akan menerima beban
yang cenderung mendesaknya atau memendekkannya pada arah sejajar serat.
Kuat lentur adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang
berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban-beban mati maupun
hidup selain beban pukulan yang harus dipikul oleh kayu tersebut (Hunggurami, E
et al., 2014). Kekuatan lentur merupakan kekuatan batas yang dapat dicapai kayu
ketika komponen kayu tersebut mengalami kegagalan akibat lentur. Kuat lentur
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kuat lentur statik dan kuat lentur
pukul. Kuat lentur statik ialah kekuatan kayu dalam menahan gaya yang
mengenainya perlahan-lahan, sedangkan kuat lentur pukul adalah kekuatan kayu
dalam menahan gaya yang mengenainya secara mendadak.

Gambar 2.3. Batang kayu menerima beban lengkung

10

Universitas Sumatera Utara

Kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu erat kaitannya dengan
kemampuan bahan untuk mendukung gaya luar atau beban yang berusaha
merubah ukuran dan bentuk bahan tersebut. Timbulnya gaya dalam pada benda
akibar dari gaya-gaya luar yang bekerja disebut dengan tegangan.
Regangan ialah perubahan ukuran atau bentuk yang juga disebut
deformasi. Regangan akan terjadi apabila diberikan tekanan pada suatu bahan.
Regangan berbanding lurus dengan tegangan. Semakin besar tegangan yang
terjadi pada suatu bahan, maka semakin besar pula regangan yang diperoleh bahan
tersebut. Apabila tekanan yang diberikan pada suatu bahan tidak melebihi suatu
tingkat yang disebut batas proporsi, terdapat hubungan garis lurus antara besarnya
tegangan dengan regangan yang dihasilkan. Diluar batas proporsi, regangan akan
meningkat lebih besar dibandingkan dengan peningkatan regangan. Jika tegangan
yang didukung melebihi gaya dukung serat maka serat-serat akan putus dan
terjadilah keruntuhan/kegagalan. Bentuk kurva tegangan-regangan yang khas
untuk kayu yang diuji sejajar serat ditunjukkan oleh gambar 2.6.

Gambar 2.4 Hubungan antara tegangan dan regangan dalam uji tekanan sejajar
serat yang khas


11
Universitas Sumatera Utara

Apabila suatu gelagar seperti palang lantai kayu dibengkokkan, separuh
yang atas tegang dalam tekanan dan separuh yang bawah tegang dalam tarikan.
Tegangan maksimum terjadi pada permukaan puncak dan dasar balok tersebut.
Bidang tengah yang bebas dari tekanan ataupun tarikan ini disebut sumbu netral.
Besarnya pelengkungan pada titik tengah gelagar dinamakan defleksi (lendutan).
Defleksi yang terjadi tergantung pada tempat dan besar bahan, panjang dan
ukuran gelagar, dan modulus elastisitas lentur (MOE bahan). Semakin tinggi nilai
MOE maka semakin berkurang defleksi gelagar dengan ukuran tertentu pada
beban tertentu. ((Haygreen&Bowyer, 1996).

2.1.3. Perilaku kayu terhadap temperatur dan waktu
a.

Pengaruh Temperatur
Perilaku struktur kayu dalam merespon temperatur tinggi berbeda dengan


bahan struktur lain seperti beton dan baja. Ketika temperatur tinggi sudah dapat
membakar kayu bagian luar, maka kayu bagian luar akan terbakar dan berubah
menjadi arang. Dikarenakan angka penyebarang panas (thermal conductivity)
kayu yang relatif kecil serta kandungan air yang barada di dalam kayu, maka
dibutuhkan waktu yang lama agar api dapat membakar bagian dalam kayu
(Awaluddin, 2005).
Kadar air, dimensi batang, dan ketersediaan oksigen pada kayu merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi waktu yang diperlukan oleh temperatur tinggi
untuk membakar kayu bagian luar. Kollman, dkk (dalam Awaluddin, 2005)
menyatakan bahwa pyrolisis (penguraian/perubahan material akibat temperatur)
kayu dapat terjadi pada temperatur 150oC atau bahkan lebih rendah lagi jika
waktu pembakaran diperpanjang.
Kebanyakan sifat-sifat mekanik berkurang apabila kayu dipanaskan dan
bertambah ketika kayu didinginkan. Selama suhu tidak melebihi kira-kira 100oC,
12
Universitas Sumatera Utara

terdapat sedikit saja kehilangan kekuatan yang permanen. Umumnya semakin
tinggi kadar air kayu, semakin besar kepekaannya terhadap suhu tinggi.


b. Pengaruh Waktu
Penyimpanan kayu tanpa adanya pengaruh

yang merusak oleh

mikroorganisme, suhu tinggi, atau pembebanan yang terus-menerus kecil
pengaruhnya terhadap sifat-sifat kayu tersebut. Kehilangan kekuatan akan terjadi
apabila penyimpanan dalam waktu lama disertai oleh pembebanan yang terus
menerus. Semakin lama beban yang diberikan disangga oleh kayu tersebut, maka
kayu tersebut akan semakin lemah menahan beban yang diberikan.
Contoh dari pengaruh beban yang terus menerus dan waktu terhadap
kekuatan kayu adakah lendutan pada rak buku. Berdasarkan analisis gaya dan
tegangan, beban-beban awal dari buku-buku tidak cukup untuk menyebabkan rak
buku tersebut patah. Tetapi bila beban buku-buku tadi ditahan dalam waktu yang
lama, maka lendutan akan meningkat sebagai akibat “menurunnya tegangan” dan
pada akhirnya struktur rak buku akan mengalami keruntuhan. Fenomena
peningkatnya lendutan pada rak buku tersebut disebut dengan rayapan (creep).
Gambar 2.8 menunjukkan pengaruh waktu dan tegangan kayu pada
beberapa tipe kayu (Gerhard, 1977, dalam Haygreen&Bowyer, 1996).


13
Universitas Sumatera Utara

Tingkat tegangan (% uji jangka pendek)

kayu
Papan partikel
Papan keras
Kayu lapis
Jangka waktu sampai rusak (jam)

Gambar 2.5 hubungan antara tingkat beban dan waktu sampai rusak untuk kayu
bebas cacat dan produk hutan majemuk

Sepuluh tahun dianggap sebagai jangka waktu kumulatif bahwa kayu
dalam suatu bangunan biasanya berada pada pembebanan yang hampir maksimum
(Haygreen&Bowyer, 1996).
Cara yang paling praktis untuk meminimalisir rayapan (creep) pada kayu
utuh dan produk-produk kayu lainnya ialah dengan menghindari pembebanan
yang berlebihan, menggunakan bahan yang benar-benar kering, dan melindungi
kayu itu sendiri dari perubahan kadar air dengan pelapisan permukaan yang baik.

14
Universitas Sumatera Utara

2.2. Pengawetan Kayu
Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan
awet bila mempunyai umur pakai yang lama. Kayu berumur pakai lama bila
mampu menahan bermacam-macam faktor perusak kayu. Keawetan kayu ialah
daya tahan suatu jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak yang datang dari luar
tubuh dan kayu itu sendiri (Hunggurami, E et al., 2014).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya tahan suatu jenis kayu
adalah:
1. Serangga perusak
2. Kembang-susut akibat perubahan kandungan air
3. Pemakaian kayu
Kerugian yang terjadi akibat kerusakan kayu oleh faktor biologis tiap
tahunnya mencapai milyaran rupiah. Kerusakan tersebut terjadi baik pada pohon
yang masih berdiri, balok segar, kayu gergajian, maupun produk-produk kayu lain
dalam penyimpanan dan pemakaian. Oleh karena itu upaya pengendalian terhadap
jasad hidup perusak kayu tersebut telah lama dilakukan baik secara fisik,
mekanik, kimia maupun secara hayati (Damanik, Revandi, 2003).
Indonesia memiliki luas hutan nomor dua di dunia setelah Brazil, yaitu
120,35 juta hektar (sekitar 10% hutan tropis dunia). Akan tetapi, hanya sebagian
kecil saja dari jenis kayu di Indonesia yang memiliki tingkat keawetan tinggi,
yaitu kelas awet I dan II (14,3%) dan sisanya yaitu 85,7% mempunyai tingkat
keawetan yang rendah, kurang dan tidak awet (Martawijaya, dalam Darmono et
al., 2013).
Kayu dengan kelas awet rendah rentan terhadap serangan organisme
pengganggu kayu sehingga perlu diwetkan terlebih dahulu sebelum digunakan
(Barly & Lelana 2010). Bahan pengawet yang digunakan salah satunya adalah
senyawa borat. Borat telah memainkan peran yang semakin meningkat dalam
pengawetan kayu di seluruh dunia sejak pelarangan CCA sebagai bahan pengawet

15
Universitas Sumatera Utara

kayu pada tahun 2004 (Freeman et al. 2008). Borat banyak dipilih karena
mempunyai toksisitas yang rendah (Mampe 2010).
Menurut Darmono dkk (2013), penggunaan kayu sebagai material
konstruksi dan produk berbahan kayu lainnya sudah mulai mengarah pada
penggunaan kayu yang cepat tumbuh. Kayu yang cepat tumbuh pada umumnya
mempunyai tingkat keawetan yang cenderung rendah (kelas awet IV atau bahkan
V).
Keawetan alami kayu sangat dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya.
Meskipun tidak semua ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu pada
umumnya namun, terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif
keawetan alami kayu cenderung meningkat pula (Wistara et al. 2002). Di hutan
Indonesia ada sekitar 4.000 jenis kayu, namun dari jumlah tersebut hanya
sebagian kecil saja yang telah diketahui sifat dan kegunaannya dan baru 120 jenis
yang sudah diperdagangkan. Hasil pengamatan menunjukan bahwa dari jumlah
3233 yang dikumpulkan oleh Balai Penelitian Hasil Hutan, 80 – 85% termasuk
kelas awet III, IV, dan V (Martawijaya 1981 dalam Barly dan Martawijaya 2000).
Keawetan alami dapat diperbaiki dengan pengawetan sehingga umurnya dapat
meningkat beberapa kali lipat. Untuk kayu perumahan minimal dapat mencapai
20 tahun (Abdurrohim 2007).
Pengawetan kayu dianggap sebagai salah satu tindakan paling efektif
dalam meningkatkan mutu kayu. Ada empat faktor penting yang senantiasa
diperhatikan dalam proses pengawetan kayu, yaitu kondisi kayu yang diawetkan,
bahan pengawet, cara pengawetan, dan perlakukan setelah pengawetan (Batubara,
2006).
Tindakan pengawetan kayu dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanis kayu.
Menurut Hunggurami E, et al (2014), persentasi perbedaan sifat-sifat mekanis
kayu kelapa tanpa pengawetan dan dengan pengawetan konsentrasi pengawetan
3%, 6% dan 20% mengalami peningkatan kuat tekan tegak lurus serat sebesar
5.21 %, 58.06%, dan 158.06%. Untuk kuat tekan sejajar arah serat sebesar 7.12%,

16
Universitas Sumatera Utara

39.26%, dan 71.40%. Sedangkan untuk kuat lentur mengalami peningkatan
sebesar 34.76%, 87.76% dan 11991%.

2.2.1 Bahan Pengawet Kayu

Bahan pengawet adalah suatu senyawa (bahan) kimia, baik berupa tunggal
maupun campuran dua atau lebih bahan, yang dapat menyebabkan kayu yang
digunakan secara benar akan mempunyai ketahanan terhadap serangan cendawan,
serangga, dan perusak-perusak kayu lainnya. Kayu menjadi awet karena bahan
pengawet tersebut bersifat racun.
Menurut Haygreen&Bowyer (1996), ada beberapa persyaratan untuk
bahan pengawet yang ideal digunakan, antara lain:
1. Beracun terhadap kisaran luas cendawan penyerang kayu
2. Tingkat keabadiannya tinggi (penguapannya rendah, tahan pencucian,
kestabilan kimia)
3. Kemampuan untuk menembus kayu dengan mudah
4. Tidak menyebabkan karat pada logam dan tidak melukai kayunya
5. Aman penanganan dan penggunaannya
6. Ekonomis.
Pada umumnya, bahan pengawet kayu dibedakan menjadi dua, yaitu
bahan kimia larut minyak dan bahan kimia larut air.
Bahan kimia larut minyak mempunyai sejumlah keuntungan dalam
situasi yang sangat basah, karena di samping beracun terhadap cendawan
perlakuan tersebut menghambat gerakan air cair. Salah satu kekurangan dari
senyawa-senyawa yang mempunyai minyak dalam kandungannya adalah bahwa
permukaan kayu akan menjadi berminyak dan sulit untuk dicat. Tipe bahan
pengawet larut minyak yang paling umum digunakan adalah kreoso ter batubara,

17
Universitas Sumatera Utara

larutan ter baturaka kreosot, larutan kreosot-minyak tanah, pentaklorofenol (PCP)
dalam minyak, tembaga nafrenat, dan PCP dalam pelarut organik ringan dengan
suatu bahan penolak air.
Bahan kimia larut air merupakan tipe bahan pengawet yang paling sering
digunakan. Terdapat beberapa jenis bahan pengawet larut air untuk pengawetan
kayu, yaitu:
a. Copper Chrome Boron (CCB)
b. Asam borat
c. Boraks
Boraks adalah suatu senyawa berbentuk kristal, berwarna putih, tidak
berbau, larut dalam air, dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Boraks
merupakan garam natrium subklas karbonat dengan rumus kimia yaitu
Na2B4O7.10 H2O atau Na2[B4O5(OH)4].8H2O.
Hugh dan Garat (1938) dalam Hendro Sutrisno mengemukakan bahwa
boraks merupakan pengawet yang tahan terhadap api dan mempunyai daya racun
terhadap jamur. Dikatakan pula penggunaan boraks dengan konsentrasi 5% sudah
cukup untuk pengawetan dan dianjurkan sebaiknya kayu yang diawetkan itu
berada dalam keadaan siap pakai (Hendro Sutrisno, 2011).
Dalam pengawetan kayu, boraks sendiri merupakan jenis termisida
organik yang berasal dari mineral boron dan mempunyai nama dagang Imparalii
16 SP. Cara kerjanya sebagai protectants, yakni termisida yang mampu
melindungi bahan dari serangan dan kerusakan yang diakibatkan rayap perusak.
Boraks jarang digunakan dalam bentuk aslinya, tetapi dialihkam dalam bentuk
lain berupa konsentrasi atau pekatan yang diformulasikan sehingga menjadi bahan
siap pakai. Sebelum dipakai, formulasi tersebut harus dicampur dengan bahan
pengencer seperti air dan larutan asam boraks (Kurnia W Prasetiyo dan Sulaeman
Yusuf (2004), dalam Sutrisno, 2011).

18
Universitas Sumatera Utara

Beberapa kelebihan dari bahan persenyawaan bor adalah:
1. Beracun terhadap jamur perusak kayu
2. Beracun terhadap serangga
3. Dapat digunakan baik secara vakum maupun cara difusi
4. Kayu yang diawetkan dengan persenyawaan bor tidak berbahaya bagi
manusia, ternak dan tidak berbau
5. Tidak korosif terhadap logam
6. Dapat diplitur seperti halnya kayu yang tidak diawetkan
7. Tida menimbulkan warna pada kayu, bila diinginkan warna tertentu
dapat ditambahkan cat atau zat warna pada pelatutnya

2.2.2 Metode Pengawetan Kayu
Metode pengawetan merupakan cara memasukkan bahan pengawet ke
dalam kayu. Ada beberapa metode pengawetan kayu:
1. Metode pencelupan dan penyemprotan
2. rendaman dingin
3. rendaman panas-dingin
4. proses vakum.

Pengawetan dengan metode perendaman dilakukan dengan merendam
kayu di dalam bahan pengawet larut air pada suhu kamar (Suranto 2002). Proses
pengawetan rendaman dingin termasuk proses sederhana yang dianjurkan untuk
mengawetkan kayu bangunan perumahan dan gedung.
Metode rendaman dingin dapat dilakukan dengan bak dari beton, kayu
atau logam anti karat yaitu kayu direndam di dalam bak larutan bahan pengawet
yang telah ditentukan konsentrasi bahan pengawet dan larutannya, selama dua

19
Universitas Sumatera Utara

minggu. Kayu yang diawetkan tidak boleh terapung, tetapi harus tenggelem,
bahan kayu gergajian harus disusun secara baik dengan diberi ganjal kira-kira 1
cm. Susunan demikian dimaksudkan untuk memberi peluang bagi sirkulasi bahan
pengawet dan memberi jalan bagi udara yang keluar dari dalam kayu.
Menurut Dumanau (2001), keuntungan dan kerugian metode rendaman
dingin dalam pengawetan adalah:
 Keuntungan
a. Retensi dan penetrasi bahan pengawet lebih banyak dibanding metode
peleburan, penyemprotan, dan pencelupan
b. Kayu dalam jumlah banyak dapat diawetkan bersama
c. Larutan dapat digunakan berulang kali
 Kerugian
a. Waktu lebih lama dibanding rendaman panas dingin
b. Peralatan mudah terkena karat
c. Kayu basah agak sulit diawetkan

2.3. Kekuatan Lentur Balok
Menurut Haygreen dan Bowyer, 1989 kuat lentur merupakan sifat
kekuatan dengan mengetahui kuat lentur dari suatu gelagar dapat ditentukan
beban yang dapat dipikul oleh gelagar tersebut.
Metode pengujian ada 2 cara yaitu menggunakan model dan ukuran
sebenarnya (berukuran struktural). Pengujian lentur dengan menggunakan model
dengan ASTM D 143 – 52 ukuran benda uji 5 x 5 x 76 cm, dengan jarak antar
tumpuan 70 cm, pembebanan diberikan ditengah-tengah bentang secara statis.
Sedangkan ukuran sebenarnya (struktural), pengujian sesuai dengan SNI 03-39751995 dengan panjang total 6h +1m + 2h, dengan jarak antar tumpuan 6h + 1m,
pembebanan menggunakan metode third point loading. Perhitungan kekuatan
lentur kayu dapat dihitung berdasarkan rumus (Rochadidkk, 1996: 8):

20
Universitas Sumatera Utara

dimana:
lt = keteguhan lentur maksimum (MPa)
M = momen (mm4)
W = tahanan momen (mm3)
P = beban maksimum (N)
a = jarak tumpu (mm)
b = lebar benda uji (mm)
h = tinggi benda uji (mm)

21
Universitas Sumatera Utara