Konstitusi dan Tata Perundang undangan
“Konstitusi dan Tata Perundang-undangan ”
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Genap
Mata Kuliah Civic Education
Oleh
Mohammad. Ezha Fachriza Roshady
NIM: 11141120000001
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
Abstract
Secara umum, Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Bahkan setelah abad pertengahan yang ditandai dengan ide
demokrasi dapat dikatakan tanpa konstitusi, Negara tidak mungkin terbentuk. Konstitusi
merupakan hukum dasarnya suatu Negara. Dasar-dasar penyelenggaraan bernegara
didasarkan pada konstitusi sebagai hukum dasar.
Penyelenggaran bernegara Indonesia juga didasarkan pada suatu konstitusi. Hal ini
dapat dicermati dari kalimat dalam pembukaan UUD 1945 di alinea keempat yang
berbunyi”..maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia.” Pada hakikatnya konstitusi hanyalah sebagai acuan
untuk terciptanya ketertiban di dalam Negara dan konstitusi memberikan batasan-batasan
wewenang kepada setiap lembaga Negara agar tidak bersikap sewenang-wenang terhadap
rakyatnya.
Pendahuluan
Di Negara demokrasi, pemerintah yang baik adalah pemerintah yang menjamin
sepenuhnya kepentingan rakyat. Disamping itu pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya
perlu dibatasi agar kekuasaan itu tidak disalah gunakan, tidak sewenang-wenang, serta benarbenar untuk kepentingan rakyat. Mengapa perlu dibatasi? Kekuasaan perlu dibatasi karena
kekuasaan itu cenderung disalahgunakan dan disewenang-wenangkan. Ingat hukum besi
kekuasaan dari Lord Acton yang mengatakan “power tends corrupt and absolute power
corrupts absolutely” (kekuasaan cenderung untuk menjadi kesewenang-wenangan juga
cenderung mutlak).1
Upaya mewujudkan pemerintahan yang menjamin hak dasar rakyat serta kekuasaan
yang terbatas itu dituangkan dalam suatu aturan bernegara yang umumnya disebut konstitusi
(hukum dasar atau atau undang-undang dasar negara). Konstitusi atau undang0undang dasar
Negara mengatur dan menetapkan kekuasaan Negara sedemikian rupa sehingga kekuasaan
pemerintahan Negara efektif untuk kepentingan rakyat, serta tercegah dari penyalahgunaan
kekuasaan. Konstitusi dianggap sebagai jaminan yang paling efektif bahwa kekuasaan
pemerintahan tidak akan disalahgunakan dan hak-hak warga Negara tidak dilanggar.
Pengertian Konstitusi
1 Dr.Winarno,S.Pd.,M.Si. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di
Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013), h.62.
Konstitusi berasal dari istilah bahasa Perancis “constituer” yang artinya membentuk.
Pemakaian istilah konstitusi dimaksudkan untuk pembentukan suatu Negara atau menyusun
dan menyatakan suatu Negara. Konstitusi juga dapatberarti peraturan dasar (awal) mengenai
pembentukan Negara. Istilah konstitusi dapat dipersamakan dengan hukum dasar atau
undang-undang dasar. Kata Konstitusi dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai
berikut: (1) segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan (2) undang-undang suatu
Negara.
Dalam kehidupan sehari-hari kita menerjemahkan kata Inggris constitution
(konstitusi) dengan undang-undang dasar. Istilah undang-undang dasar merupakan
terjemahan istilah yang dalam Bahasa Belanda “Grondwet”. Dalam Bahasa Indonesia, grond
berarti tanah dan wet diterjemahkan undang-undang.
Konstitusi juga dapat diartikan sebagai hukum dasar. Para pendiri Negara kita
menggunakan istilah hukum dasar. Dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan: “Undang-undang
dasar suatu Negara ialah hanya sebagian hukum dasar Negara itu. Undang-undang dasar ialah
hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya undang-undang dasar tidak tertulis , yaitu
aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelanggaraan Negara”.
Hukum dasar tidak tertulis disebut konvensi.
Dalam naskah rancangan undang-undang dasar Negara Indonesia yang dihasilkan
oleh BPUPKI sebelumnya juga menggunakan istilah hukum dasar. Barulah setelah disahkan
oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 diubah dengan istilah undang-undang dasar.
Terdapat beberapa definisi konstitusi dari para ahli, yaitu:
1. K. C. Wheare
Menurut K. C. Wheare, konstitusi ialah holistik sistem ketatanegaraaan suatu negara
nan berupa kumpulan peraturan nan membentuk, mengatur, atau memerintah dalam
pemerintahan suatu negara.
2. Herman Heller
Pengertian konstitusi menurut para ahli, kali ini menurut Herman Heller ialah
konstitusi mempunyai arti luas daripada undang-undang. Konstitusi tak hanya bersifat yuridis
tetapi juga sosiologis dan politis.
3. Lasalle
Menurut Lasalle, konstitusi ialah interaksi antara kekuasaaan nan terdapat di dalam
masyarakat seperti golongan nan mempunyai kedudukan konkret di dalam masyarakat
misalnya kepala negara angkatan perang, partai politik dsb.
4. L.j Van Apeldoorn
L.j Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tidak
tertulis.
5. Koernimanto Soetopawiro
Pengertian konstitusi menurut pada pakar juga dikeluarkan oleh Koernimanto
Soetopawiro. Menurutnya, istilah konstitusi berasal dari bahasa Latin cisme nan berarti
bersama dengan dan statute nan berarti membuat sesuatu agar berdiri. Jadi konstitusi berarti
menetapkan secara bersama.
6. Carl Schmitt
Carl Schmitt membagi konstitusi dalam 4 pengertian yaitu:
1. Konstitusi dalam arti mutlak mempunyai 4 sub pengertian yaitu; Konstitusi sebagai
kesatuan organisasi nan mencakup hukum dan semua organisasi nan ada di dalam negara.
Konstitusi sebagai bentuk negara.
Konstitusi sebagai faktor integrasi.
Konstitusi sebagai sistem tertutup dari kebiasaan hukum nan paling tinggi di dalam negara.
2. Konstitusi dalam arti nisbi dibagi menjadi 2 pengertian yaitu konstitusi sebagai tuntutan
dari golongan borjuis agar haknya bisa dijamin oleh penguasa dan konstitusi sebagai sebuah
konstitusi dalam arti formil (konstitrusi bisa berupa tertulis) dan konstitusi dalam arti materiil
(konstitusi nan dilihat dari segi isinya)
3. Konstitusi dalam arti positif ialah sebagai sebuah keputusan politik nan paling tinggi
sehingga mampu mengubah tatanan kehidupan kenegaraan.
4. Konstitusi dalam arti ideal yaitu konstitusi nan memuat adanya agunan atas hak asasi serta
perlindungannya.
7. E.C.S. Wade
Menurut E.C.S. Wade, konstitusi ialah naskah nan memaparkan rangka dan tugastugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara
kerja badan-badan tersebut.
8. Sovernin Lohman
Sovernin Lohman mengatakan makna konstitusi di dalamnya terdapat tiga unsur nan
sangat menonjol; Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak
sosial). Artinya, konstitusi merupakan hasil kerja dari kesepakatan masyarakat buat membina
negara dan pemerintahan nan akan mengatur mereka.
Konstitusi sebagai piagam nan menjamin hak-hak asasi manusia dan warga negara
sekaligus menentukan batas-batas hak dan kewajiban warga negara dan alat-alat
pemerintahannya.
Konstitusi sebagai forma regimenis, yaitu kerangka bangunan pemerintahan.
Berdasarkan pengertian tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa konstitusi atau undangundang dasar ialah suatu kerangka kerja suatu negara nan menjelaskan tujuan pemerintahan
negara tersebut diorganisir dan dijalankan.
9. James Bryce
James Bryce juga "menyumbangkan" pendapatnya tentang pengertian konstitusi. Pengertian
konstitusi menurut para ahli juga melibatkan namanya sebagai seorang pakar ketatanegaraan.
Menurutnya konstitusi sebagai suatu kerangka masyarakat politik (negara) nan diorganisir
dengan cara melalui hukum
10. CF. Strong
CF. Strong, konstitusi terdiri dari: dokumentary constiutution/ writen constitution)
ialah aturan-aturan pokok dasar negara, bangunan negara dan tata negara, demikian juga
anggaran dasar lainnya nan mengatur perikehidupan suatu bangsa di dalam komplotan hukum
negara. Nondokumentary constitution ialah berupa kebiasaan ketatanegaraan nan sering
timbul.
11. Miriam Budiarjo
Miriam Budiarjo, konstitusi memuat tentang: organisasi negara, hak asasi manusia,
mekanisme penyelesaian masalah pelanggaran hukum, dan cara perubahan konstitusi.
12. G.J. Wolhoff
G.J. Wolhoff, konstitusi ialah undang-undang dasar paling tinggi dalam negara nan
memuat dasar-dasar seluruh sistem hukum dalam negara itu.
Klasifikasi Konstitusi
Klasifikasi kuno menurut Aristoteles dan Plato Filsof lainnya
Klasifikasi konstitusi politik ataupun klasifikasi Negara sudah sering dilakukan pada
zaman dahulu, tetapi tidak dengan cara yang memuaskan bagi mahasiswa modern. Diantara
upaya-upaya pertama pengklasifikasian tersebut, perlu diperhatikan bahwa Aristoteles
mempelajari persoalan ini jauh lebih mendalam daripada gurunya, Plato. Pengenalan Plato
mengenai persoalan ini sangat membingungkan karena ia mengadposi satu dasar klasifikasi
dalam The Republic dan menggunakan dasar yang sama sekali berbeda pada buku yang lain
berjudul Politicus atau The Statesman Aristoteles mula-mula membagi konstitusi ke dalam
dua kelas, yaitu konstitusi yang baik dan konstitusi yang buruk, atau konstitusi yang benar
dan yang salah. Disini kriterianya adalah semangat menjiwai pemerintahan. Aristoteles
menemukakan dalam setiap kelas tersebut ada tiga tipe konstitusi berdasarkan apakah
pemerintahan tersebut dikuasai oleh satu orang, golongan atau banyak orang (rakyat).2
Aristoteles berpendapat klasifikasi ini termasuk lengkap dan eksklusif sebab telah
melakukan kajian menyeluruh dan seksama pada tak kurang 158 konstitusi Yunani dan
Barbar pada zamannya. Klasifikasi konstitusi menurut Aristoteles dapat diringkas dalam
bentuk tabel berikut:
Bentuk yang buruk atau
Bentuk yang baik atau
Tipe Konstitusi
salah
Tirani atau depotisme
benar
Monarki atau Kerajaan
Pemerintahan satu orang
Oligarki
Aristokrasi
Pemerintahan Golongan
Demokrasi
Polity
Pemerintahan banyak
orang
Konstitusi Fleksibel atau Konstitusi Kaku
2 SPA Team Work, Editor: Derta Sri Widowatie dan Waluyati Handayani, KonstitusiKonstitusi Politik Modern Studi Perbandingan Tentang Sejarah dan Bentuk – Bentuk
Konstitusi Dunia (Bandung:PT.Nusa Indah, 2008), h.83.
Dasar pembagian sebenarnya dilihat dari bentuk konstitusi itu sendiri adalah apakah
konstitusi itu fleksibel ataukah kaku. Konstitusi yang dapat dirubah atau diamandemen tanpa
adanya prosedur khusus dinyatakan sebagai konstitusi fleksibel. Konstitusi yang
mempersyaratkan prosedur khusus untuk perubahan atau amandemennya merupakan
konstitusi yang kaku.
Kedudukan Konstitusi
Meskipun konstitusi yang ada di dunia ini berbeda-beda baik dalam hal tujuan, bentuk
dan isinya, tetapi pada umumnya mempunyai kedudukan formal yang sama, berikut ini
penjelasannya :
1. Konstitusi sebagai Hukum Dasar
Konstitusi berkedudukan sebagai hukum dasar, karena ia berisi aturan dan ketentuan
tentang hal-hal yang mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara khusus
konstitusi memuat aturan-aturan tentang badan-badan pemerintah dan sekaligus memberikan
kewenangan kepadanya. Misalnya, didalam konstitusi biasanya akan ditentukan adanya
badan legislatif, cakupan kekuasaan badan legislatif itu dan prosedur penggunaan
kekuasaannya. Demikian pula dengan lembaga eksekutif dan yudikatif.
Jadi konstitusi menjadi dasar adanya sumber kekuasaan bagi setiap lembaga negara.
Oleh karena itu konstitusi juga mengatur kekuasaan badan legislatif (pembuat undangundang), Undang-Undang Dasar (UUD) juga merupakan dasar adanya dan sumber bagi isi
aturan hukum yang ada di bawahnya.
2. Konstitusi sebagai Hukum Tertinggi
Konstitusi juga berkedudukan sebagai hukum tertinggi dalam tata hukum yang
bersangkutan. Hal ini berarti bahwa aturan-aturan yang terdapat dalam konstitusi, secara
hierarkis mempunyai kedudukan lebih tinggi terhadap aturan-aturan lainnya. Oleh karena
itulah aturan-aturan lain dibuat oleh pembentuk undang-undang harus sesuai atau tidak
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Fungsi, Tujuan Konstitusi
Menurut paham konstitusionalisme, fungsi konstitusi adalah sebagai berikut :
1. Menentukan dan membatasi kekuasaan pemerintah
2. Menjamin hak-hak asasi warga negara
Dalam konstitusi biasanya diatur tentang pembagian kekuasaan negara, lembaga-lembaga
negara/pemerintah, serta batas-batas kekuasaan dan saling chek and balance antar lembaga
negara. Pemerintah suatu negara harus diberi kekuasaan cukup agar dapat berfungsi untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun, di lain kekuasaan permerintah juga harus dibatasi
kekuasaannya agar pemerintah tidak menyalahgunakan kekuasaannya dan bertindak
sewenang-wenang (otoriter). Selain itu, konstitusi juga mencantumkan ketentuan yang
mengakui dan menjamin hak-hak asasi manusia.
Pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk membatasi tindakan kesewenangan
pemerintah untuk menjamin hak-hak warga negara dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan
yang berdaulat. Setiap konstitusi mempunyai dua tujuan, yaitu :
1. Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik di suatu
negara. Hal ini bertujuan agar penguasa tidak bertindak sewenang-wenang dan
merugikan rakyat.
2. Sebagai pedoman penyelenggaraan negara.
3. Menjamin hak-hak warga negara (HAM).
4. Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak penguasa, serta menetapkan bagi
penguasa tersebut batas-batas kekuasaan mereka.
Konstitusi menempati posisi yang sangat vital dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
karena konstitusi menjadi tolok ukur untuk menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara
yang erat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu.
Fungsi Konstitusi dalam Pembentukan Negara Indonesia
Konstitusi dengan istilah lain Constitution atau Verfasung dibedakan dari UndangUndang Dasar atau Grundgesetz. Herman Heller membagi Konstitusi itu dalam tiga
pengertian sebagai berikut: 1. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam
masyarakat sebagai suatu kenyataan ( Die politische Verfassung als gesellschaftliche
Wirklichkeit) dan ia belum merupakan Konstitusi dalam arti hukum (ein Rechtsverfasssung )
atau dengan perkataan lain Konstitusi itu masih merupakan pengertian sosiologis atau politis
dan belum merupakan pengertian hukum. 2. Baru setelah orang mencari unsur-unsur
hukumnya dari konstitusi yang hidup dalam masyarakat itu untuk dijadikan sebagai suatu
kesatuan kaidah hukum, maka Konstitusi itu disebut Rechtvarssung ( Die verselbstandigte
Rechtverfassung ). 3. Kemudian orang mulai menulisnya dalam suatu naskah sebagai
Undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu Negara.3
Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan PPKI sehari setelah Proklamasi
kemerdekaan merupakan revolutie grondwet yang menentukan kehadiran Indonesia sebagai
Negara berdaulat. Dalam pengertian tersebut, UUD 1945 menurut Wirjono Prodjodikoro
merupakan permulaan dari segala macam peraturan yang pokok mengenai sendi-sendi
pertama untuk menegakkan bangunan besar yang bernama Negara Indonesia.4
Sejalan dengan itu, UUD 1945 menggunakan pendekatan stufenbau teori Hans
Kelsen merupakan Staatfundamentalnorm dan rechtidee yang di dalamnya termuat
pernyataan politik dan moral bangsa, juga cita serta tujuan Indonesia berbangsa dan
bernegara.5
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia adalah suatu naskah yang singkat.
Ia hanya berisi prinsip-prinsip umum serta menyerahkan pengaturan selanjutnya kepada
perundang-undangan yang lebih rendah. Banyak hal-hal yang sangat penting mengenai
pemerintahan yang tidak disuratkan ataupun tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945,
bahkan hal-hal yang dicantumkan di dalamnya seringkali dirumuskan sedemikian rupa
3 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,(Jakarta:
Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV Sinar Bakti,
1986), hlm,.65.
4 Wirjono Prodjodikoro,Asas-asas Hukum Tata Negara di Indonesia,(Jakarta: Dian Rakyat,
1977), hlm. 10
5 Armen Yasir,Hukum Perundang-undangan,(Bandar Lampung: Penerbit Uniiversitas
Lampung, 2007), hlm. 75
sehingga dapat berarti dua macam. Keadaan ini bukan saja dapat dimengerti, bila orang
mengetahui dalam suasana apa pembuatan naskah Undang-Undang Dasar itu terjadi.6
Kedudukan konstitusi merupakan elemen esensial dalam sebuah negara. Tidak saja
karena konstitusi memberikan penegasan atas kedudukan dan relasi yang amat kuat antara
rakyat dan penguasa. Menurut Steenbeek, sebagaimana dikutip oleh Sri Soemnatri, UUD
berisi tiga pokok materi muatan, yakni pertama,adanya jaminan terhadap hak-hak asasi
manusia dan warganegara ; kedua ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang
bersifat fundamental; dan ketiga, adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan
yang juga bersifat fundamental.7
Perubahan Konstitusi di Indonesia
Ada dua model perubahan konstitusi, yaitu renewal (pembaruan) dan amandemen
(perubahan). Renewal adalah sistem perubahan konstitusi dengan model perubahan konstitusi
secara keseluruhan, sehingga yang diberlakukan adalah konstitusi yang baru secara
keseluruhan.8
Amandemen adalah perubahan konstitusi yang apabila suatu konstitusi diubah,
konstitusi yang asli tetap berlaku. Amandemen tidak terjadi secara keseluruhan bagian dalam
konstitusi asli sehingga hasil amandemen tersebut merupakan bagian atau lampiran yang
menyertai konstitusi awal.
6 Smail Suny,Pergeseran Kekuasaan Eksekutif,(Jakarta: Aksara Baru, 1981), hlm.13.
7 Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia,(Medan: Kencana,
2005), hlm. 93.
8 A.Ubaedilah, Pendidikan Kewarganegaraan: Pancasila, Demokrasi, HAM, dan
Masyarakat Madani. (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2010), h.
Menurut Budiardjo, ada empat macam prosedur dalam perubahan konstitusi, baiak
dalam model renewal (pembaruan) dan amandemen, yaitu:
1.Sidang badan legislatif dengan ditambah beberapa syarat, misalnya dapat ditetapkan
kuorum untuk sidang yang membicarakan usul perubahan Undang-undang Dasar dan jumlah
minimum anggota badan legislatif atau meneimanya.
2.Referendum, pengambilan keputusan dengan cara menerima atau menolak usulan
perubahan masing-masing.
3. Negara-negara bagian dalam negara federal (misalnya, Amerika Serikat, tiga perempat
dari 50 negara-negara bagian harus menyetujui).
4.Perubahan yang dilakukan dalam stuatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga
khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Dalam perubahan keempat UUD
1945 diatur tentang tatacara perubahan undang-undang. Bersandar pada Pasal 37 UUD 1945
menyatakan bahwa:
1.Usul perubahan pasal-pasal Undang-undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2.Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-undang Dasar diajukan secara tertulis
dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
3.Untuk mengubah pasal-pasal Undang-undang Dasar, sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
4.Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-undang Dasar dilakukan dengan
persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Wacana perubahan UUD 1945 mulai mengemuka seiring dengan
perkembangan politik pasca Orde Baru. Sebagian kalangan menghendaki perubahan total
UUD 1945 dengan cara membetnuk konstitusi baru. UUD 1945 dianggap tidak lagi sesuai
dengan perkembangan politik dan ketatanegaraan Indonesia, sehingga dibutuhkan konstitusi
baru sebagai pengganti UUD 1945. Kelompok lain berpendapat bahwa UUD 1945 masih
relevan dengan perkembangan politik Indonesia. Pendapat kelompok yang terakhir ini
didasarkan pada pandangan bahwa dalam UUD 1945 terdapat Pembukaan yang jika UUD
1945 diubah akan berakibat pada perubahan konsensus politik.
Perubahan UUD 1945 akan juga berakibat pada pembubaran Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Sejak Proklamasi 1945, telah menjadi perubahan-perubahan atas
UUD negara Indonesia, yaitu:
1.Undang-undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945- 27 Desember 1949).
2.Konstistusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949-17 Agustus 1950).
3.Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli
1959).
4.Undang-undang Dasar 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999).
5.Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999-18 Agustus 2000).
6.Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus 2000-9 November 2001).
7.Undang-undang Dasar dan Perubahan I, II, dan III (9 November 2001-10 Agustus 2002).
8.Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I, II, III, dan IV (10 Agustus 2002).
Konstitusi Sebagai Peranti Kehidupan Kenegaraan yang Demokratis
Konstitusi merupaakn aturan-aturan dasar yang dibentuk untuk mengatur dasar
hubungan kerja sama antara negara dan masyarakat (rakyat) dalam konteks kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sepatutnya konstitusi dibuat atas dasar kesepakatan bersama antara
negara dan warga negara, agar satu sama lain merasa bertanggung jawab serta tidak terjadi
penindasan yang kuat terhadap yang lemah.
Konstitusi memiliki kaitan yang cukup erat dengan penyelenggaraan pemerintahan
dalam sebuah negara. A. Hamid S. Attamimi berpendapat bahwa konstitusi Undang-undang
Dasar adalah sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana
kekuasaan negara harus dijalankan. Adapun, A. G. Pringgodigdo berpendapat bahwa adanya
keempat unsur pembentukkan negara belumlah cukup menjamin terlaksananya fungsi
kenegaraan suatu bangsa kalau belum ada hukum dasar yang mengaturnya.9
9 A.Ubaedilah, Pendidikan Kewarganegaraan: Pancasila, Demokrasi, HAM, dan
Masyarakat Madani. (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2010), h.102
Hukum dasar yang dimaksud adalah konstitusi atau Undang-undang Dasar.
Keberadaan konstitusi atau Undang-undang Dasar (UUD) dalam kehidupan kenegaraan
menjadi sangat penting, karena ia menjadi acuan dan penentu arah. Secara umum, konstitusi
yang dapat dikatakan demokratis mengandung prinsip-prinsip dasar demokrasi dalam
kehidupan bernegara, yaitu:
1.Menempatkan warga negara sebagai sumber utama kedaulatan.
2.Mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak minoritas.
3.Adanya jaminan penghargaan terhadap hak-hak individu warga negara dan penduduk
negara, sehingga dengan demikian entitas kolektif, tidak dengan sendirinya menghilangkan
hak-hak dasar orang per orang.
4.Pembatasan pemerintahan.
5.Adanya jaminan terhadap keutuhan negara nasional dan integritas wilayah.
6. Adanya jaminan keterlibatan rakyat dalam proses bernegara melalui pemilihan umum
yang bebas.
7.Adanya jaminan berlakunya hukum dan keadilan melalui proses peradilan yang
independen.
8.Pembatasan dan pemisahan kekuasaan negara yang meliputi Pemisahan wewenang
kekuasaan berdasarkan trias politica dan Kontrol dan keseimbangan lembaga-lembaga
pemerintahan.
Lembaga Kenegaraan Setelah Amandemen UUD 1945
Pada setiap pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Ketiga jenis kekuasaan ini terpisah satu sama lainnya, baik mengani tugas maupun
mengenai alat perlengkapan yang melakukannya. Teori pemisahan kekuasaan pemerintahan
ini dalam praktiknya berbeda pada satu negara dengan negara lainnya. Sistem ketatanegaraan
Indonesia telah mengalami perubahan sejak adanya amandemen UUD 1945 yang dilakukan
MPR pasca-Orde Baru. Perubahan tersebut dilatarbelakangi adalnya kehendak untuk
membangun pemerintahan yang demokratis.
Salah satu tujuan utama amandemen UUD 1945 adalah untuk menata keseimbangan
antarlembaga negara. Sejak lengsernya Orde Baru pada 1998, telah terjadi empat kali
perubahan (amandemen) atas UUD 1945 yaitu Perubahan Pertama pada 1999, Perubahan
Kedua pada 2000, Perubahan Ketiga pada 2002, dan Perubahan Keempat pada 2002.
Menurut pakar tata negara Jimly Asshiddiqie, materi UUD 1945 yang asli telah mengalami
perubahan besar-besaran dan dengan perubahan materi yang dapat dikatakan sangat
mendasar.
Perubahan Pertama atas UUD 1945 pada 19 Oktober 1999 merupakan tonggak
sejarah yang berhasil mematahkan semangat konservatisme dan romantisme pada sebagian
kalangan masyarakat Indonesia yang beranggapan sangat mensakralkan UUD 1945 sebagai
sesuatu yang tidak bisa disentuh sama sekali ole hide-ide perubahan.
Perubahan Kedua UUD 1945 berfokus pada penataan ulang keanggotaan, fungsi, hak,
maupun cara pengisiannya. Perubahan Ketiga UUD 1945 menitikberatkan pada penataan
ulang kedudukan dan kekuasaan MPR, jabatan presiden yang berkaitan dengan tata cara
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, pembentukan lembaga negara baru
yang meliputi Mahkamah Konstitusi (MK), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Komisi
Yudisial (KY), serta aturan tambahan untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Perubahan
Keempat UUD 1945 mencakup materi tentang keanggotaan MPR, pemilihan presiden dan
wakil presiden berhalangan tetap, serta kewenangan presiden. Dalam konteks perubahan
UUD terdapat lima unsur penting yang disepakati oleh panitia ad hoc perubahan UUD 1945,
yaitu:
1.Tidak melakukan perubahan atas Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang meliputi
sistematika, aspek kesejarahan, dan orisinalitasnya.
2.Tetap mempertahankan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
3.Mempertegas Sistem Pemerintahan Presidensial.
4.Meniadakan penjelasan UUD 1945 dan hal-hal normatif dalam penjelasan dimasukkan
dalam pasal-pasal.
5.Perubahan dilakukan dengan cara penambahan (addendum). Sebelum perubahan UUD
1945, alat-alat kelengkapan negara dalam UUD 1945 adalah Lembaga Kepresidenan, MPR,
DPA, DPR, BPK, dan Kekuasaan Kehakiman. Setelah amandemen secara keseluruhan
terhadap UUD 1945, alat kelengkapan negara yang disebut dengan lembaga tinggi negara
menjadi delapan lembaga, yakni MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, KY, dan BPK.
Tata Urutan Perundang-undangan Indonesia
Di awal 1966, melalui Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 Lampiran 2,
disebutkan bahwa hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia sebagai berikut:
1.Undang-undang Dasar 1945
2.Ketetapan MPR
3.Undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
4.Peraturan pemerintah.
5.Keputusan presiden.
6.Peraturan-peraturan pelaksanaannya, seperti:
a.Peraturan menteri;
b.Instruksi menteri;dan
c.Dan lain-lainnya
Selanjutnya, berdasarkan Ketetapan MPR No. III Tahun 2000, tata urutan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagai berikut:
1.Undang-undang Dasar 1945.
2.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3.Undang-undang.
4.Peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
5.Peraturan pemerintah.
6.Keputusan presiden.
7.Peraturan daerah.
Dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(PPP), yang berlaku secara efektif pada November 2004. Tata urutan peraturan perundangundangan dalam UU PP ini sebagaimana diatur dalam Pasal 7 sebagai berikut:
1.Undang-undang Dasar 1945.
2.Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
3.Peraturan pemerintah.
4.Peraturan presiden.
5.Peraturan daerah yang meliputi:
a.Peraturan daerah provinsi;
b.Peraturan daerah kabupaten/kota; dan
c.Peraturan desa.
Dengan dibentuknya tata urutan perundang-undangan, maka segala peraturan dalam
hierarki perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, tidak bisa
dilaksanakan dan batal demi hukum
Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen)
Pada tanggal 21 Mei 1998 presiden soeharto menyatakan berhenti dari jabatan
presiden setelah terjadi gelombang unjuk rasa besar-besaran, yang dimotori oleh manusia,
pemuda, dan berbagai komponen bangsa lainnya, di Jakarta dan di daerah-daerah.
Berhentinya presiden soeharto di tengah krisis ekonomi dan moneter yang sangat
memberatkan kehidupan masyarakat Indonesia menjadi awal dimulanya era reformasi di
tanah air .
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen)
terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada
masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di
tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu
"luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945
tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan
negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan
negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan
bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan
UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau
selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta
mempertegas sistem pemerintahan presidensil.10
Alasan perubahan UUD 1945
10 Majda El-Muhtaj,M.Hum., Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Dari UUD 1945 Sampai
dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, (Medan: PT.Kencana,2005), h.86.
a.UUD 1945 bersifat sementara
Sifat kesementaraan UUD 1945 ini sebetulnya telah disadari sepenuhnya oleh para
perumus UUD 1945. Mereka berpacu dengan momentum kekalahan bala tentara jepang
dalam perang pasifik . oleh karena itu UUD sementara harus segera diselesaikan dengan
harapan bisa dijadikan landasan sementara bagi Negara yang hendak didirikan. Para
pemimpin kita tidak mau berlama-lama membuat undang-undang dasar karena harus
mengutamakan kemerdekaan bangsa. Kesadaran itu juga disadari sepenuhnya oleh Ir.soekaro
yang terpilih sebagai presiden pertama Indonesia. Ketua panitia persiapan kemerdekaan
Indonesia (PPKI) ini ketika membuka siding pertama PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945,
mengatakan bahwa UUD 1945 dibuat secara kilat .
b.UUD 45 Memiliki kelemahan dan terlalu sederhana
sebagai sebuah konstitusi yang dibuat secara darurat dan terkesan buru-buru, UUD
1945 memiliki kelemahan yang cukup mendasar. Kita ketahui bahwa UUD 45 yang hanya
berisi 37 pasal itu terlalu sederhana untuk sebuah konstitusi bagi Negara sebesar dan
seberagam Indonesia. Hal ini bukannya tanpa disadari oleh para pembuatnya. Mereka
berpendapat bahwa pelaksanaan UUD 1945 bisa diatur lebih lanjut dalam UndqangUndang(UU).
Apabila para pembuat Undang-Undang tidak memilki visi, semangat dan cita-cita
yang sama dengan para pembuat UUD 1945 akan membahayakan kelangsungan hidup
berbangsa dan bernegara. Oleh karena kondisi inilah yang membuka peluang terjadinya
pratik penyimpangan dan kesewenang-wenangan presiden selaku pembuat undang-undang.
Presiden pun bisa berkelit bahwa undang-undang yang ia buat merupakan amanat UUD 1945.
Kelemahan UUD 1945 yang lain adalah belum secar tegas mengatur kehidupan yang
demokratis, supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia, dan otonomi daerah.
Konstitusi kita tersebut juga tidak mengatur peamberdayaan rakyat sehingga terjadi
kesenjangan social ekonomi. Praktik monopoli, oligopoly, dan monopsoni tumbuh dengan
susbur tanpa kendali.
c. UUD 1945 memberi kekuasaan yang besar kepada presiden
UUD 1945 jelas-jelas member kekuasaan terlau besar kepada presiden. Setidaknya 12
pasal dari 37 pasal UUD 1945 (pasal 4-pasal 15)memberikan hak kepada presiden tanpa
adanya perimbangan. Persiden mempunayi hak prerogative dan legislative sekaligus.
Dampak dari pelimpahan kekuasaan itu adalah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan,
munculnya kekuasaan otoriter, korup dan menindas rakyat, serta menciptakan
penyelenggaraan Negara yang buruk. Hal itu bisa kita selama kepemimpinan presiden
Ir.soekarno dan soeharto.
Prinsip kedaulatan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh MPR(pasal 1 UUD 1945),
pun membukan praktik penyimpangan. Hal itu di perparah dengan pengangkatan anggota
MPR utusan daerah dan golongan oleh presiden berdasar Undang-Undang. Presiden
mempunyai keleluasaan memilih anggota MPR yang sesuai dengan kepentingannya .
d. UUD 1945 tidak menganut Checks and Balances
UUD 1945 mendelegasikan kekuasaan yang sangat besar kepada kepada eksekutif.
Menurut penjelasan UUD 1945, presiden adalah penyelenggara pemerintahan Negara yang
tertinggi dibawah majelis. Presiden merupakan pusat kekuasaan yang diberi kewenangan
menjalankan pemerintahan sekaligus berkuasa membuat Undang-Undang.
Dua cabang kekuasaan yang berada ditangan presiden ini menyebabkan tidak jalannya
prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances). Selain itu,
kekuasaan yang menumpuk pada satu orang berpotensi melahirkan kekuasaan yang otoriter.
Inilah yang menjadi selama kepemimpinan dua orde di Indonesia.
e. Pasal-Pasal UUD 1945 terlalu “luwes”
sebagai sebuah konstitusi , UUD 1945 selain sederhana juga hanya berisi pokokpokok. Harapannya segera ditindaklanjuti dengan Undang-Undang. Namun, hal ini justru
menetapkan UUD 1945 sebagai sesuatu yang luwes dan multitafsir. UUD 1945 dapat dengan
mudah diinterpretasikan oleh siapapun termasuk penguasa. Oleh karena itu, kepentingan
pribadi atau golongan bisa dengan mudah menyelinap dalam praktik pemerintahan dan
ketatanegaraan kita . misalnya pada pasal 7 UUD 1945 disebutkan,”presiden dan wakil
presiden memegang jabatannya selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali”.
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan yaitu Kedudukan konstitusi merupakan
elemen esensial dalam sebuah negara. Tidak saja karena konstitusi memberikan penegasan
atas kedudukan dan relasi yang amat kuat antara rakyat dan penguasa. UUD berisi tiga pokok
materi muatan, yakni pertama,adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan
warganegara ; kedua ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat
fundamental; dan ketiga,adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga
bersifat fundamental.
2. Saran
Penulis menyarankan agar Konstitusi yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar
1945 yang telah dibentuk oleh para pendiri Negara ini dapat dilaksanakan dengan sebaikbaiknya untuk tercapainya cita-cita bangsa yang tertuang dalam konstitusi itu sendiri, dan
apabila undang-undang itu sudah tidak berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
maka sebaiknya dilakukan amandemen terhadap pasal-pasalnya bukan pembukaan UUD
1945.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ubaedilah, A. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan: Pancasila, Demokrasi,
HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah.
2. SPA Team Work, Editor: Derta Sri Widowatie dan Waluyati Handayani.
2008. Konstitusi-Konstitusi Politik Modern Studi Perbandingan Tentang
Sejarah dan Bentuk – Bentuk Konstitusi Dunia. Bandung:PT.Nusa Indah.
3. El-Muhtaj, M.Hum., Majda,. 2005. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Dari
UUD 1945 Sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Medan:
PT.Kencana.
4. Dr.Winarno,S.Pd.,M.Si. 2013. Paradigma Baru Pendidikan
Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
5. Suny,Smail. 1981. Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Jakarta: Aksara Baru.
6. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim. 1986. Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Indonesia dan CV Sinar Bakti.
7. Prodjodikoro,Wirjono. 1977. Asas-asas Hukum Tata Negara di Indonesia .
Jakarta: Dian Rakyat.
8. Yaser, Arem. 2007. Hukum Perundang-undangan. Bandar Lampung:
Penerbit Uniiversitas Lampung.
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Genap
Mata Kuliah Civic Education
Oleh
Mohammad. Ezha Fachriza Roshady
NIM: 11141120000001
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
Abstract
Secara umum, Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Bahkan setelah abad pertengahan yang ditandai dengan ide
demokrasi dapat dikatakan tanpa konstitusi, Negara tidak mungkin terbentuk. Konstitusi
merupakan hukum dasarnya suatu Negara. Dasar-dasar penyelenggaraan bernegara
didasarkan pada konstitusi sebagai hukum dasar.
Penyelenggaran bernegara Indonesia juga didasarkan pada suatu konstitusi. Hal ini
dapat dicermati dari kalimat dalam pembukaan UUD 1945 di alinea keempat yang
berbunyi”..maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia.” Pada hakikatnya konstitusi hanyalah sebagai acuan
untuk terciptanya ketertiban di dalam Negara dan konstitusi memberikan batasan-batasan
wewenang kepada setiap lembaga Negara agar tidak bersikap sewenang-wenang terhadap
rakyatnya.
Pendahuluan
Di Negara demokrasi, pemerintah yang baik adalah pemerintah yang menjamin
sepenuhnya kepentingan rakyat. Disamping itu pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya
perlu dibatasi agar kekuasaan itu tidak disalah gunakan, tidak sewenang-wenang, serta benarbenar untuk kepentingan rakyat. Mengapa perlu dibatasi? Kekuasaan perlu dibatasi karena
kekuasaan itu cenderung disalahgunakan dan disewenang-wenangkan. Ingat hukum besi
kekuasaan dari Lord Acton yang mengatakan “power tends corrupt and absolute power
corrupts absolutely” (kekuasaan cenderung untuk menjadi kesewenang-wenangan juga
cenderung mutlak).1
Upaya mewujudkan pemerintahan yang menjamin hak dasar rakyat serta kekuasaan
yang terbatas itu dituangkan dalam suatu aturan bernegara yang umumnya disebut konstitusi
(hukum dasar atau atau undang-undang dasar negara). Konstitusi atau undang0undang dasar
Negara mengatur dan menetapkan kekuasaan Negara sedemikian rupa sehingga kekuasaan
pemerintahan Negara efektif untuk kepentingan rakyat, serta tercegah dari penyalahgunaan
kekuasaan. Konstitusi dianggap sebagai jaminan yang paling efektif bahwa kekuasaan
pemerintahan tidak akan disalahgunakan dan hak-hak warga Negara tidak dilanggar.
Pengertian Konstitusi
1 Dr.Winarno,S.Pd.,M.Si. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di
Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013), h.62.
Konstitusi berasal dari istilah bahasa Perancis “constituer” yang artinya membentuk.
Pemakaian istilah konstitusi dimaksudkan untuk pembentukan suatu Negara atau menyusun
dan menyatakan suatu Negara. Konstitusi juga dapatberarti peraturan dasar (awal) mengenai
pembentukan Negara. Istilah konstitusi dapat dipersamakan dengan hukum dasar atau
undang-undang dasar. Kata Konstitusi dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai
berikut: (1) segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan (2) undang-undang suatu
Negara.
Dalam kehidupan sehari-hari kita menerjemahkan kata Inggris constitution
(konstitusi) dengan undang-undang dasar. Istilah undang-undang dasar merupakan
terjemahan istilah yang dalam Bahasa Belanda “Grondwet”. Dalam Bahasa Indonesia, grond
berarti tanah dan wet diterjemahkan undang-undang.
Konstitusi juga dapat diartikan sebagai hukum dasar. Para pendiri Negara kita
menggunakan istilah hukum dasar. Dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan: “Undang-undang
dasar suatu Negara ialah hanya sebagian hukum dasar Negara itu. Undang-undang dasar ialah
hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya undang-undang dasar tidak tertulis , yaitu
aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelanggaraan Negara”.
Hukum dasar tidak tertulis disebut konvensi.
Dalam naskah rancangan undang-undang dasar Negara Indonesia yang dihasilkan
oleh BPUPKI sebelumnya juga menggunakan istilah hukum dasar. Barulah setelah disahkan
oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 diubah dengan istilah undang-undang dasar.
Terdapat beberapa definisi konstitusi dari para ahli, yaitu:
1. K. C. Wheare
Menurut K. C. Wheare, konstitusi ialah holistik sistem ketatanegaraaan suatu negara
nan berupa kumpulan peraturan nan membentuk, mengatur, atau memerintah dalam
pemerintahan suatu negara.
2. Herman Heller
Pengertian konstitusi menurut para ahli, kali ini menurut Herman Heller ialah
konstitusi mempunyai arti luas daripada undang-undang. Konstitusi tak hanya bersifat yuridis
tetapi juga sosiologis dan politis.
3. Lasalle
Menurut Lasalle, konstitusi ialah interaksi antara kekuasaaan nan terdapat di dalam
masyarakat seperti golongan nan mempunyai kedudukan konkret di dalam masyarakat
misalnya kepala negara angkatan perang, partai politik dsb.
4. L.j Van Apeldoorn
L.j Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tidak
tertulis.
5. Koernimanto Soetopawiro
Pengertian konstitusi menurut pada pakar juga dikeluarkan oleh Koernimanto
Soetopawiro. Menurutnya, istilah konstitusi berasal dari bahasa Latin cisme nan berarti
bersama dengan dan statute nan berarti membuat sesuatu agar berdiri. Jadi konstitusi berarti
menetapkan secara bersama.
6. Carl Schmitt
Carl Schmitt membagi konstitusi dalam 4 pengertian yaitu:
1. Konstitusi dalam arti mutlak mempunyai 4 sub pengertian yaitu; Konstitusi sebagai
kesatuan organisasi nan mencakup hukum dan semua organisasi nan ada di dalam negara.
Konstitusi sebagai bentuk negara.
Konstitusi sebagai faktor integrasi.
Konstitusi sebagai sistem tertutup dari kebiasaan hukum nan paling tinggi di dalam negara.
2. Konstitusi dalam arti nisbi dibagi menjadi 2 pengertian yaitu konstitusi sebagai tuntutan
dari golongan borjuis agar haknya bisa dijamin oleh penguasa dan konstitusi sebagai sebuah
konstitusi dalam arti formil (konstitrusi bisa berupa tertulis) dan konstitusi dalam arti materiil
(konstitusi nan dilihat dari segi isinya)
3. Konstitusi dalam arti positif ialah sebagai sebuah keputusan politik nan paling tinggi
sehingga mampu mengubah tatanan kehidupan kenegaraan.
4. Konstitusi dalam arti ideal yaitu konstitusi nan memuat adanya agunan atas hak asasi serta
perlindungannya.
7. E.C.S. Wade
Menurut E.C.S. Wade, konstitusi ialah naskah nan memaparkan rangka dan tugastugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara
kerja badan-badan tersebut.
8. Sovernin Lohman
Sovernin Lohman mengatakan makna konstitusi di dalamnya terdapat tiga unsur nan
sangat menonjol; Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak
sosial). Artinya, konstitusi merupakan hasil kerja dari kesepakatan masyarakat buat membina
negara dan pemerintahan nan akan mengatur mereka.
Konstitusi sebagai piagam nan menjamin hak-hak asasi manusia dan warga negara
sekaligus menentukan batas-batas hak dan kewajiban warga negara dan alat-alat
pemerintahannya.
Konstitusi sebagai forma regimenis, yaitu kerangka bangunan pemerintahan.
Berdasarkan pengertian tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa konstitusi atau undangundang dasar ialah suatu kerangka kerja suatu negara nan menjelaskan tujuan pemerintahan
negara tersebut diorganisir dan dijalankan.
9. James Bryce
James Bryce juga "menyumbangkan" pendapatnya tentang pengertian konstitusi. Pengertian
konstitusi menurut para ahli juga melibatkan namanya sebagai seorang pakar ketatanegaraan.
Menurutnya konstitusi sebagai suatu kerangka masyarakat politik (negara) nan diorganisir
dengan cara melalui hukum
10. CF. Strong
CF. Strong, konstitusi terdiri dari: dokumentary constiutution/ writen constitution)
ialah aturan-aturan pokok dasar negara, bangunan negara dan tata negara, demikian juga
anggaran dasar lainnya nan mengatur perikehidupan suatu bangsa di dalam komplotan hukum
negara. Nondokumentary constitution ialah berupa kebiasaan ketatanegaraan nan sering
timbul.
11. Miriam Budiarjo
Miriam Budiarjo, konstitusi memuat tentang: organisasi negara, hak asasi manusia,
mekanisme penyelesaian masalah pelanggaran hukum, dan cara perubahan konstitusi.
12. G.J. Wolhoff
G.J. Wolhoff, konstitusi ialah undang-undang dasar paling tinggi dalam negara nan
memuat dasar-dasar seluruh sistem hukum dalam negara itu.
Klasifikasi Konstitusi
Klasifikasi kuno menurut Aristoteles dan Plato Filsof lainnya
Klasifikasi konstitusi politik ataupun klasifikasi Negara sudah sering dilakukan pada
zaman dahulu, tetapi tidak dengan cara yang memuaskan bagi mahasiswa modern. Diantara
upaya-upaya pertama pengklasifikasian tersebut, perlu diperhatikan bahwa Aristoteles
mempelajari persoalan ini jauh lebih mendalam daripada gurunya, Plato. Pengenalan Plato
mengenai persoalan ini sangat membingungkan karena ia mengadposi satu dasar klasifikasi
dalam The Republic dan menggunakan dasar yang sama sekali berbeda pada buku yang lain
berjudul Politicus atau The Statesman Aristoteles mula-mula membagi konstitusi ke dalam
dua kelas, yaitu konstitusi yang baik dan konstitusi yang buruk, atau konstitusi yang benar
dan yang salah. Disini kriterianya adalah semangat menjiwai pemerintahan. Aristoteles
menemukakan dalam setiap kelas tersebut ada tiga tipe konstitusi berdasarkan apakah
pemerintahan tersebut dikuasai oleh satu orang, golongan atau banyak orang (rakyat).2
Aristoteles berpendapat klasifikasi ini termasuk lengkap dan eksklusif sebab telah
melakukan kajian menyeluruh dan seksama pada tak kurang 158 konstitusi Yunani dan
Barbar pada zamannya. Klasifikasi konstitusi menurut Aristoteles dapat diringkas dalam
bentuk tabel berikut:
Bentuk yang buruk atau
Bentuk yang baik atau
Tipe Konstitusi
salah
Tirani atau depotisme
benar
Monarki atau Kerajaan
Pemerintahan satu orang
Oligarki
Aristokrasi
Pemerintahan Golongan
Demokrasi
Polity
Pemerintahan banyak
orang
Konstitusi Fleksibel atau Konstitusi Kaku
2 SPA Team Work, Editor: Derta Sri Widowatie dan Waluyati Handayani, KonstitusiKonstitusi Politik Modern Studi Perbandingan Tentang Sejarah dan Bentuk – Bentuk
Konstitusi Dunia (Bandung:PT.Nusa Indah, 2008), h.83.
Dasar pembagian sebenarnya dilihat dari bentuk konstitusi itu sendiri adalah apakah
konstitusi itu fleksibel ataukah kaku. Konstitusi yang dapat dirubah atau diamandemen tanpa
adanya prosedur khusus dinyatakan sebagai konstitusi fleksibel. Konstitusi yang
mempersyaratkan prosedur khusus untuk perubahan atau amandemennya merupakan
konstitusi yang kaku.
Kedudukan Konstitusi
Meskipun konstitusi yang ada di dunia ini berbeda-beda baik dalam hal tujuan, bentuk
dan isinya, tetapi pada umumnya mempunyai kedudukan formal yang sama, berikut ini
penjelasannya :
1. Konstitusi sebagai Hukum Dasar
Konstitusi berkedudukan sebagai hukum dasar, karena ia berisi aturan dan ketentuan
tentang hal-hal yang mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara khusus
konstitusi memuat aturan-aturan tentang badan-badan pemerintah dan sekaligus memberikan
kewenangan kepadanya. Misalnya, didalam konstitusi biasanya akan ditentukan adanya
badan legislatif, cakupan kekuasaan badan legislatif itu dan prosedur penggunaan
kekuasaannya. Demikian pula dengan lembaga eksekutif dan yudikatif.
Jadi konstitusi menjadi dasar adanya sumber kekuasaan bagi setiap lembaga negara.
Oleh karena itu konstitusi juga mengatur kekuasaan badan legislatif (pembuat undangundang), Undang-Undang Dasar (UUD) juga merupakan dasar adanya dan sumber bagi isi
aturan hukum yang ada di bawahnya.
2. Konstitusi sebagai Hukum Tertinggi
Konstitusi juga berkedudukan sebagai hukum tertinggi dalam tata hukum yang
bersangkutan. Hal ini berarti bahwa aturan-aturan yang terdapat dalam konstitusi, secara
hierarkis mempunyai kedudukan lebih tinggi terhadap aturan-aturan lainnya. Oleh karena
itulah aturan-aturan lain dibuat oleh pembentuk undang-undang harus sesuai atau tidak
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Fungsi, Tujuan Konstitusi
Menurut paham konstitusionalisme, fungsi konstitusi adalah sebagai berikut :
1. Menentukan dan membatasi kekuasaan pemerintah
2. Menjamin hak-hak asasi warga negara
Dalam konstitusi biasanya diatur tentang pembagian kekuasaan negara, lembaga-lembaga
negara/pemerintah, serta batas-batas kekuasaan dan saling chek and balance antar lembaga
negara. Pemerintah suatu negara harus diberi kekuasaan cukup agar dapat berfungsi untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun, di lain kekuasaan permerintah juga harus dibatasi
kekuasaannya agar pemerintah tidak menyalahgunakan kekuasaannya dan bertindak
sewenang-wenang (otoriter). Selain itu, konstitusi juga mencantumkan ketentuan yang
mengakui dan menjamin hak-hak asasi manusia.
Pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk membatasi tindakan kesewenangan
pemerintah untuk menjamin hak-hak warga negara dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan
yang berdaulat. Setiap konstitusi mempunyai dua tujuan, yaitu :
1. Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik di suatu
negara. Hal ini bertujuan agar penguasa tidak bertindak sewenang-wenang dan
merugikan rakyat.
2. Sebagai pedoman penyelenggaraan negara.
3. Menjamin hak-hak warga negara (HAM).
4. Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak penguasa, serta menetapkan bagi
penguasa tersebut batas-batas kekuasaan mereka.
Konstitusi menempati posisi yang sangat vital dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
karena konstitusi menjadi tolok ukur untuk menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara
yang erat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu.
Fungsi Konstitusi dalam Pembentukan Negara Indonesia
Konstitusi dengan istilah lain Constitution atau Verfasung dibedakan dari UndangUndang Dasar atau Grundgesetz. Herman Heller membagi Konstitusi itu dalam tiga
pengertian sebagai berikut: 1. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam
masyarakat sebagai suatu kenyataan ( Die politische Verfassung als gesellschaftliche
Wirklichkeit) dan ia belum merupakan Konstitusi dalam arti hukum (ein Rechtsverfasssung )
atau dengan perkataan lain Konstitusi itu masih merupakan pengertian sosiologis atau politis
dan belum merupakan pengertian hukum. 2. Baru setelah orang mencari unsur-unsur
hukumnya dari konstitusi yang hidup dalam masyarakat itu untuk dijadikan sebagai suatu
kesatuan kaidah hukum, maka Konstitusi itu disebut Rechtvarssung ( Die verselbstandigte
Rechtverfassung ). 3. Kemudian orang mulai menulisnya dalam suatu naskah sebagai
Undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu Negara.3
Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan PPKI sehari setelah Proklamasi
kemerdekaan merupakan revolutie grondwet yang menentukan kehadiran Indonesia sebagai
Negara berdaulat. Dalam pengertian tersebut, UUD 1945 menurut Wirjono Prodjodikoro
merupakan permulaan dari segala macam peraturan yang pokok mengenai sendi-sendi
pertama untuk menegakkan bangunan besar yang bernama Negara Indonesia.4
Sejalan dengan itu, UUD 1945 menggunakan pendekatan stufenbau teori Hans
Kelsen merupakan Staatfundamentalnorm dan rechtidee yang di dalamnya termuat
pernyataan politik dan moral bangsa, juga cita serta tujuan Indonesia berbangsa dan
bernegara.5
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia adalah suatu naskah yang singkat.
Ia hanya berisi prinsip-prinsip umum serta menyerahkan pengaturan selanjutnya kepada
perundang-undangan yang lebih rendah. Banyak hal-hal yang sangat penting mengenai
pemerintahan yang tidak disuratkan ataupun tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945,
bahkan hal-hal yang dicantumkan di dalamnya seringkali dirumuskan sedemikian rupa
3 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,(Jakarta:
Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV Sinar Bakti,
1986), hlm,.65.
4 Wirjono Prodjodikoro,Asas-asas Hukum Tata Negara di Indonesia,(Jakarta: Dian Rakyat,
1977), hlm. 10
5 Armen Yasir,Hukum Perundang-undangan,(Bandar Lampung: Penerbit Uniiversitas
Lampung, 2007), hlm. 75
sehingga dapat berarti dua macam. Keadaan ini bukan saja dapat dimengerti, bila orang
mengetahui dalam suasana apa pembuatan naskah Undang-Undang Dasar itu terjadi.6
Kedudukan konstitusi merupakan elemen esensial dalam sebuah negara. Tidak saja
karena konstitusi memberikan penegasan atas kedudukan dan relasi yang amat kuat antara
rakyat dan penguasa. Menurut Steenbeek, sebagaimana dikutip oleh Sri Soemnatri, UUD
berisi tiga pokok materi muatan, yakni pertama,adanya jaminan terhadap hak-hak asasi
manusia dan warganegara ; kedua ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang
bersifat fundamental; dan ketiga, adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan
yang juga bersifat fundamental.7
Perubahan Konstitusi di Indonesia
Ada dua model perubahan konstitusi, yaitu renewal (pembaruan) dan amandemen
(perubahan). Renewal adalah sistem perubahan konstitusi dengan model perubahan konstitusi
secara keseluruhan, sehingga yang diberlakukan adalah konstitusi yang baru secara
keseluruhan.8
Amandemen adalah perubahan konstitusi yang apabila suatu konstitusi diubah,
konstitusi yang asli tetap berlaku. Amandemen tidak terjadi secara keseluruhan bagian dalam
konstitusi asli sehingga hasil amandemen tersebut merupakan bagian atau lampiran yang
menyertai konstitusi awal.
6 Smail Suny,Pergeseran Kekuasaan Eksekutif,(Jakarta: Aksara Baru, 1981), hlm.13.
7 Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia,(Medan: Kencana,
2005), hlm. 93.
8 A.Ubaedilah, Pendidikan Kewarganegaraan: Pancasila, Demokrasi, HAM, dan
Masyarakat Madani. (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2010), h.
Menurut Budiardjo, ada empat macam prosedur dalam perubahan konstitusi, baiak
dalam model renewal (pembaruan) dan amandemen, yaitu:
1.Sidang badan legislatif dengan ditambah beberapa syarat, misalnya dapat ditetapkan
kuorum untuk sidang yang membicarakan usul perubahan Undang-undang Dasar dan jumlah
minimum anggota badan legislatif atau meneimanya.
2.Referendum, pengambilan keputusan dengan cara menerima atau menolak usulan
perubahan masing-masing.
3. Negara-negara bagian dalam negara federal (misalnya, Amerika Serikat, tiga perempat
dari 50 negara-negara bagian harus menyetujui).
4.Perubahan yang dilakukan dalam stuatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga
khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Dalam perubahan keempat UUD
1945 diatur tentang tatacara perubahan undang-undang. Bersandar pada Pasal 37 UUD 1945
menyatakan bahwa:
1.Usul perubahan pasal-pasal Undang-undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2.Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-undang Dasar diajukan secara tertulis
dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
3.Untuk mengubah pasal-pasal Undang-undang Dasar, sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
4.Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-undang Dasar dilakukan dengan
persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Wacana perubahan UUD 1945 mulai mengemuka seiring dengan
perkembangan politik pasca Orde Baru. Sebagian kalangan menghendaki perubahan total
UUD 1945 dengan cara membetnuk konstitusi baru. UUD 1945 dianggap tidak lagi sesuai
dengan perkembangan politik dan ketatanegaraan Indonesia, sehingga dibutuhkan konstitusi
baru sebagai pengganti UUD 1945. Kelompok lain berpendapat bahwa UUD 1945 masih
relevan dengan perkembangan politik Indonesia. Pendapat kelompok yang terakhir ini
didasarkan pada pandangan bahwa dalam UUD 1945 terdapat Pembukaan yang jika UUD
1945 diubah akan berakibat pada perubahan konsensus politik.
Perubahan UUD 1945 akan juga berakibat pada pembubaran Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Sejak Proklamasi 1945, telah menjadi perubahan-perubahan atas
UUD negara Indonesia, yaitu:
1.Undang-undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945- 27 Desember 1949).
2.Konstistusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949-17 Agustus 1950).
3.Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli
1959).
4.Undang-undang Dasar 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999).
5.Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999-18 Agustus 2000).
6.Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus 2000-9 November 2001).
7.Undang-undang Dasar dan Perubahan I, II, dan III (9 November 2001-10 Agustus 2002).
8.Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I, II, III, dan IV (10 Agustus 2002).
Konstitusi Sebagai Peranti Kehidupan Kenegaraan yang Demokratis
Konstitusi merupaakn aturan-aturan dasar yang dibentuk untuk mengatur dasar
hubungan kerja sama antara negara dan masyarakat (rakyat) dalam konteks kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sepatutnya konstitusi dibuat atas dasar kesepakatan bersama antara
negara dan warga negara, agar satu sama lain merasa bertanggung jawab serta tidak terjadi
penindasan yang kuat terhadap yang lemah.
Konstitusi memiliki kaitan yang cukup erat dengan penyelenggaraan pemerintahan
dalam sebuah negara. A. Hamid S. Attamimi berpendapat bahwa konstitusi Undang-undang
Dasar adalah sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana
kekuasaan negara harus dijalankan. Adapun, A. G. Pringgodigdo berpendapat bahwa adanya
keempat unsur pembentukkan negara belumlah cukup menjamin terlaksananya fungsi
kenegaraan suatu bangsa kalau belum ada hukum dasar yang mengaturnya.9
9 A.Ubaedilah, Pendidikan Kewarganegaraan: Pancasila, Demokrasi, HAM, dan
Masyarakat Madani. (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2010), h.102
Hukum dasar yang dimaksud adalah konstitusi atau Undang-undang Dasar.
Keberadaan konstitusi atau Undang-undang Dasar (UUD) dalam kehidupan kenegaraan
menjadi sangat penting, karena ia menjadi acuan dan penentu arah. Secara umum, konstitusi
yang dapat dikatakan demokratis mengandung prinsip-prinsip dasar demokrasi dalam
kehidupan bernegara, yaitu:
1.Menempatkan warga negara sebagai sumber utama kedaulatan.
2.Mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak minoritas.
3.Adanya jaminan penghargaan terhadap hak-hak individu warga negara dan penduduk
negara, sehingga dengan demikian entitas kolektif, tidak dengan sendirinya menghilangkan
hak-hak dasar orang per orang.
4.Pembatasan pemerintahan.
5.Adanya jaminan terhadap keutuhan negara nasional dan integritas wilayah.
6. Adanya jaminan keterlibatan rakyat dalam proses bernegara melalui pemilihan umum
yang bebas.
7.Adanya jaminan berlakunya hukum dan keadilan melalui proses peradilan yang
independen.
8.Pembatasan dan pemisahan kekuasaan negara yang meliputi Pemisahan wewenang
kekuasaan berdasarkan trias politica dan Kontrol dan keseimbangan lembaga-lembaga
pemerintahan.
Lembaga Kenegaraan Setelah Amandemen UUD 1945
Pada setiap pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Ketiga jenis kekuasaan ini terpisah satu sama lainnya, baik mengani tugas maupun
mengenai alat perlengkapan yang melakukannya. Teori pemisahan kekuasaan pemerintahan
ini dalam praktiknya berbeda pada satu negara dengan negara lainnya. Sistem ketatanegaraan
Indonesia telah mengalami perubahan sejak adanya amandemen UUD 1945 yang dilakukan
MPR pasca-Orde Baru. Perubahan tersebut dilatarbelakangi adalnya kehendak untuk
membangun pemerintahan yang demokratis.
Salah satu tujuan utama amandemen UUD 1945 adalah untuk menata keseimbangan
antarlembaga negara. Sejak lengsernya Orde Baru pada 1998, telah terjadi empat kali
perubahan (amandemen) atas UUD 1945 yaitu Perubahan Pertama pada 1999, Perubahan
Kedua pada 2000, Perubahan Ketiga pada 2002, dan Perubahan Keempat pada 2002.
Menurut pakar tata negara Jimly Asshiddiqie, materi UUD 1945 yang asli telah mengalami
perubahan besar-besaran dan dengan perubahan materi yang dapat dikatakan sangat
mendasar.
Perubahan Pertama atas UUD 1945 pada 19 Oktober 1999 merupakan tonggak
sejarah yang berhasil mematahkan semangat konservatisme dan romantisme pada sebagian
kalangan masyarakat Indonesia yang beranggapan sangat mensakralkan UUD 1945 sebagai
sesuatu yang tidak bisa disentuh sama sekali ole hide-ide perubahan.
Perubahan Kedua UUD 1945 berfokus pada penataan ulang keanggotaan, fungsi, hak,
maupun cara pengisiannya. Perubahan Ketiga UUD 1945 menitikberatkan pada penataan
ulang kedudukan dan kekuasaan MPR, jabatan presiden yang berkaitan dengan tata cara
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, pembentukan lembaga negara baru
yang meliputi Mahkamah Konstitusi (MK), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Komisi
Yudisial (KY), serta aturan tambahan untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Perubahan
Keempat UUD 1945 mencakup materi tentang keanggotaan MPR, pemilihan presiden dan
wakil presiden berhalangan tetap, serta kewenangan presiden. Dalam konteks perubahan
UUD terdapat lima unsur penting yang disepakati oleh panitia ad hoc perubahan UUD 1945,
yaitu:
1.Tidak melakukan perubahan atas Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang meliputi
sistematika, aspek kesejarahan, dan orisinalitasnya.
2.Tetap mempertahankan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
3.Mempertegas Sistem Pemerintahan Presidensial.
4.Meniadakan penjelasan UUD 1945 dan hal-hal normatif dalam penjelasan dimasukkan
dalam pasal-pasal.
5.Perubahan dilakukan dengan cara penambahan (addendum). Sebelum perubahan UUD
1945, alat-alat kelengkapan negara dalam UUD 1945 adalah Lembaga Kepresidenan, MPR,
DPA, DPR, BPK, dan Kekuasaan Kehakiman. Setelah amandemen secara keseluruhan
terhadap UUD 1945, alat kelengkapan negara yang disebut dengan lembaga tinggi negara
menjadi delapan lembaga, yakni MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, KY, dan BPK.
Tata Urutan Perundang-undangan Indonesia
Di awal 1966, melalui Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 Lampiran 2,
disebutkan bahwa hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia sebagai berikut:
1.Undang-undang Dasar 1945
2.Ketetapan MPR
3.Undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
4.Peraturan pemerintah.
5.Keputusan presiden.
6.Peraturan-peraturan pelaksanaannya, seperti:
a.Peraturan menteri;
b.Instruksi menteri;dan
c.Dan lain-lainnya
Selanjutnya, berdasarkan Ketetapan MPR No. III Tahun 2000, tata urutan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagai berikut:
1.Undang-undang Dasar 1945.
2.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3.Undang-undang.
4.Peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
5.Peraturan pemerintah.
6.Keputusan presiden.
7.Peraturan daerah.
Dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(PPP), yang berlaku secara efektif pada November 2004. Tata urutan peraturan perundangundangan dalam UU PP ini sebagaimana diatur dalam Pasal 7 sebagai berikut:
1.Undang-undang Dasar 1945.
2.Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
3.Peraturan pemerintah.
4.Peraturan presiden.
5.Peraturan daerah yang meliputi:
a.Peraturan daerah provinsi;
b.Peraturan daerah kabupaten/kota; dan
c.Peraturan desa.
Dengan dibentuknya tata urutan perundang-undangan, maka segala peraturan dalam
hierarki perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, tidak bisa
dilaksanakan dan batal demi hukum
Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen)
Pada tanggal 21 Mei 1998 presiden soeharto menyatakan berhenti dari jabatan
presiden setelah terjadi gelombang unjuk rasa besar-besaran, yang dimotori oleh manusia,
pemuda, dan berbagai komponen bangsa lainnya, di Jakarta dan di daerah-daerah.
Berhentinya presiden soeharto di tengah krisis ekonomi dan moneter yang sangat
memberatkan kehidupan masyarakat Indonesia menjadi awal dimulanya era reformasi di
tanah air .
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen)
terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada
masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di
tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu
"luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945
tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan
negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan
negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan
bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan
UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau
selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta
mempertegas sistem pemerintahan presidensil.10
Alasan perubahan UUD 1945
10 Majda El-Muhtaj,M.Hum., Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Dari UUD 1945 Sampai
dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, (Medan: PT.Kencana,2005), h.86.
a.UUD 1945 bersifat sementara
Sifat kesementaraan UUD 1945 ini sebetulnya telah disadari sepenuhnya oleh para
perumus UUD 1945. Mereka berpacu dengan momentum kekalahan bala tentara jepang
dalam perang pasifik . oleh karena itu UUD sementara harus segera diselesaikan dengan
harapan bisa dijadikan landasan sementara bagi Negara yang hendak didirikan. Para
pemimpin kita tidak mau berlama-lama membuat undang-undang dasar karena harus
mengutamakan kemerdekaan bangsa. Kesadaran itu juga disadari sepenuhnya oleh Ir.soekaro
yang terpilih sebagai presiden pertama Indonesia. Ketua panitia persiapan kemerdekaan
Indonesia (PPKI) ini ketika membuka siding pertama PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945,
mengatakan bahwa UUD 1945 dibuat secara kilat .
b.UUD 45 Memiliki kelemahan dan terlalu sederhana
sebagai sebuah konstitusi yang dibuat secara darurat dan terkesan buru-buru, UUD
1945 memiliki kelemahan yang cukup mendasar. Kita ketahui bahwa UUD 45 yang hanya
berisi 37 pasal itu terlalu sederhana untuk sebuah konstitusi bagi Negara sebesar dan
seberagam Indonesia. Hal ini bukannya tanpa disadari oleh para pembuatnya. Mereka
berpendapat bahwa pelaksanaan UUD 1945 bisa diatur lebih lanjut dalam UndqangUndang(UU).
Apabila para pembuat Undang-Undang tidak memilki visi, semangat dan cita-cita
yang sama dengan para pembuat UUD 1945 akan membahayakan kelangsungan hidup
berbangsa dan bernegara. Oleh karena kondisi inilah yang membuka peluang terjadinya
pratik penyimpangan dan kesewenang-wenangan presiden selaku pembuat undang-undang.
Presiden pun bisa berkelit bahwa undang-undang yang ia buat merupakan amanat UUD 1945.
Kelemahan UUD 1945 yang lain adalah belum secar tegas mengatur kehidupan yang
demokratis, supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia, dan otonomi daerah.
Konstitusi kita tersebut juga tidak mengatur peamberdayaan rakyat sehingga terjadi
kesenjangan social ekonomi. Praktik monopoli, oligopoly, dan monopsoni tumbuh dengan
susbur tanpa kendali.
c. UUD 1945 memberi kekuasaan yang besar kepada presiden
UUD 1945 jelas-jelas member kekuasaan terlau besar kepada presiden. Setidaknya 12
pasal dari 37 pasal UUD 1945 (pasal 4-pasal 15)memberikan hak kepada presiden tanpa
adanya perimbangan. Persiden mempunayi hak prerogative dan legislative sekaligus.
Dampak dari pelimpahan kekuasaan itu adalah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan,
munculnya kekuasaan otoriter, korup dan menindas rakyat, serta menciptakan
penyelenggaraan Negara yang buruk. Hal itu bisa kita selama kepemimpinan presiden
Ir.soekarno dan soeharto.
Prinsip kedaulatan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh MPR(pasal 1 UUD 1945),
pun membukan praktik penyimpangan. Hal itu di perparah dengan pengangkatan anggota
MPR utusan daerah dan golongan oleh presiden berdasar Undang-Undang. Presiden
mempunyai keleluasaan memilih anggota MPR yang sesuai dengan kepentingannya .
d. UUD 1945 tidak menganut Checks and Balances
UUD 1945 mendelegasikan kekuasaan yang sangat besar kepada kepada eksekutif.
Menurut penjelasan UUD 1945, presiden adalah penyelenggara pemerintahan Negara yang
tertinggi dibawah majelis. Presiden merupakan pusat kekuasaan yang diberi kewenangan
menjalankan pemerintahan sekaligus berkuasa membuat Undang-Undang.
Dua cabang kekuasaan yang berada ditangan presiden ini menyebabkan tidak jalannya
prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances). Selain itu,
kekuasaan yang menumpuk pada satu orang berpotensi melahirkan kekuasaan yang otoriter.
Inilah yang menjadi selama kepemimpinan dua orde di Indonesia.
e. Pasal-Pasal UUD 1945 terlalu “luwes”
sebagai sebuah konstitusi , UUD 1945 selain sederhana juga hanya berisi pokokpokok. Harapannya segera ditindaklanjuti dengan Undang-Undang. Namun, hal ini justru
menetapkan UUD 1945 sebagai sesuatu yang luwes dan multitafsir. UUD 1945 dapat dengan
mudah diinterpretasikan oleh siapapun termasuk penguasa. Oleh karena itu, kepentingan
pribadi atau golongan bisa dengan mudah menyelinap dalam praktik pemerintahan dan
ketatanegaraan kita . misalnya pada pasal 7 UUD 1945 disebutkan,”presiden dan wakil
presiden memegang jabatannya selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali”.
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan yaitu Kedudukan konstitusi merupakan
elemen esensial dalam sebuah negara. Tidak saja karena konstitusi memberikan penegasan
atas kedudukan dan relasi yang amat kuat antara rakyat dan penguasa. UUD berisi tiga pokok
materi muatan, yakni pertama,adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan
warganegara ; kedua ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat
fundamental; dan ketiga,adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga
bersifat fundamental.
2. Saran
Penulis menyarankan agar Konstitusi yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar
1945 yang telah dibentuk oleh para pendiri Negara ini dapat dilaksanakan dengan sebaikbaiknya untuk tercapainya cita-cita bangsa yang tertuang dalam konstitusi itu sendiri, dan
apabila undang-undang itu sudah tidak berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
maka sebaiknya dilakukan amandemen terhadap pasal-pasalnya bukan pembukaan UUD
1945.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ubaedilah, A. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan: Pancasila, Demokrasi,
HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah.
2. SPA Team Work, Editor: Derta Sri Widowatie dan Waluyati Handayani.
2008. Konstitusi-Konstitusi Politik Modern Studi Perbandingan Tentang
Sejarah dan Bentuk – Bentuk Konstitusi Dunia. Bandung:PT.Nusa Indah.
3. El-Muhtaj, M.Hum., Majda,. 2005. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Dari
UUD 1945 Sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Medan:
PT.Kencana.
4. Dr.Winarno,S.Pd.,M.Si. 2013. Paradigma Baru Pendidikan
Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
5. Suny,Smail. 1981. Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Jakarta: Aksara Baru.
6. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim. 1986. Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Indonesia dan CV Sinar Bakti.
7. Prodjodikoro,Wirjono. 1977. Asas-asas Hukum Tata Negara di Indonesia .
Jakarta: Dian Rakyat.
8. Yaser, Arem. 2007. Hukum Perundang-undangan. Bandar Lampung:
Penerbit Uniiversitas Lampung.