Nur Afifah Agustina 071411231002 Bisnis

Nur Afifah Agustina – 071411231002 – Bisnis Internasional WEEK 4
Strategi Kapitalisme Negara dalam Bisnis Internasional
Kapitalisme merupakan sistem ekonomi yangmana industri, perdagagan, dan alat produksi dapat
dikontrol dan dikendalikan oleh suatu pihal dengan harapan membawa keuntungan dalam ekonomi
pasarnya. Kapitalisme merupakan istilah yang dikonstruksikan manusia untuk memberikan label pada
sistem ekonomi yang mendominasi dunia Barat sejak runtuhnya feodalisme pada abad ke-16 (Dillard,
1987). Sedangkan Ebenstein (1990) menyebutkan kapitalisme tidak hanya sekadar sistem perekonomian
yang melakukan pemutaran modal, namun juga sebagai sistem sosial yang menyeluruh terhadap
masyarakat. Merupakan gerakan individu yang menjamur untuk memenuhi keuntungan yang dicari dalam
pasar. Sama halnya dengan Ebenstein, Ayn Rand et.al. (1970) mengatakan bahwa kapitalisme merupakan
sistem sosial yang berlandaskan pengakuan hak individu dan include didalamnya pengakuan hak milik
yangmana semua kepemilikan merupakan hak private. Milton H. Spencer (1977) dalam bukunya
Contemporary Macro Economics, mendefinisikan kapitalisme sebagai sebuah organisasi ekonomi yang
dicirikan dengan kepemilikan individu atas alat-alat produksi dan distribusi serta pemanfaatan
kepemilikan individu itu untuk memperoleh laba dalam kondisi-kondisi yang sangat kompetitif. Modalmodal yang diakui atas dasar kepemilikan pribadi contohnya, tambang, tanah, instalasi industri, dan
perusahaan, tidak luput juga dari kepemilikan pekerja yang tidak punya modal untuk menjual jasa tenaga
kerjanya kepada para majikan. Max Weber (2005) dalam tulisannya The Protestant Etic of Spirit
Capitalism mengungkapkan bahwa kemunculan kapitalisme erat sekali dengan semangat religious
terutama kaum protestan, yangmana kaum protestan saat itu ingin memajukan agamanya dengan cara
mengembangkan ekonomi kapitalisme. Pendapat Weber ini didukung Marthin Luther King yang
mengatakan bahwa lewat perbuaatan dan karya yang lebih baik lagi, manusia dapat menyelamatkan diri

dari kutukan abadi ekonomi yang membawa pada kemiskinan.
Kapitaisme tidak memiliki suatu definisi universal yang bisa diterima secara luas, namun secara umum
kapitalisme merujuk pada sebuah sistem yang mulai terinstitusi di Eropa pada masa abad ke-16 hingga
abad ke-19 – yaitu di masa perkembangan perbankan komersial Eropa dan Amerika Utara, di mana
sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat
memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal seperti tanah dan
tenaga manusia, pada sebuah pasar bebas di mana harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran, demi
menghasilkan keuntungan di mana statusnya dilindungi oleh negara (Malaka, 2008).

Jikalau pengertian dari kapitalisme negara atau state capitalism biasanya digambarkan sebagai suatu
sistem ekonomi dimana banyak hal yang dikomersialkan, yaitu jaringan nirlaba. Kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh negara, di mana alat-alat produksi diatur dan dikelola sebagai perusahaan bisnis milik
negara termasuk proses akumulasi modal, upah buruh, dan manajemen terpusat, atau di mana ada
sebaliknya dominasi corporatized instansi pemerintah. Lembaganya diselenggarakan bersama praktek
manajemen bisnis atau emiten perusahaan yang negara telah mengendalikan saham (Williams, 1983).
Kapitalisme negara adalah sistem ekonomi di mana pemerintah memanipulasi hasil pasar untuk tujuan
politik. Pemerintah merangkul kapitalisme negara karena fungsi politik serta ekonomi, tujuannya karena
itu cara yang paling efisien untuk menghasilkan kemakmuran. Hal ini menempatkan sumber daya yang
luas keuangan dalam kendali pejabat negara, yang memungkinkan mereka akses ke uang tunai yang
membantu mengamankan modal politik dalam negeri dan dalam banyak kasus dapat meningkatkan

pengaruh di panggung internasional. Tapi kapitalisme negara juga berasal munculnya globalisasi, karena
untuk berbagai derajat menghambat aliran ide-ide, informasi, orang, uang, barang, dan jasa dalam negara
dan melintasi perbatasan internasional (Bremmer, 2009), dan salah satu contohnya adalah negara modern
Republik Rakyat Cina.
Ian Bremmer (2009) dalam bukunya The End of free market menyatakan bahwa Cina adalah salah satu
contoh utama dari kapitalisme negara di abad ke-21. Menggambarkan Cina sebagai pendorong utama
bagi kebangkitan kapitalisme negara sebagai tantangan untuk ekonomi pasar bebas di negara maju,
terutama setelah terjadinya krisis keuangan 2008. Dalam sistem ini pemerintah menggunakan berbagai
macam perusahaan milik negara untuk mengelola eksploitasi sumber daya yang mereka anggap sebagai
permata negara untuk menciptakan dan memelihara sejumlah pekerjaan. Mereka memilih perusahaan
tertentu untuk mendominasi sector ekonomi. Pemerintah menggunakan apa yang disebut dana kekayaan
yang penuh kedaulatan untuk berinvestasi extra cast-nya demi mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Negara menggunakan pasar untuk menciptakan kekayaan yang diarahkan langsung kepada pejabat
politik. Pada intinya negara sebagai pemain yang dominan dan menggunakan pasar terutama untuk
kepentingan politik.
Untuk mengurangi resesi global, negara-negara berkembang merasa memiliki tangan besi dalam
perekonomian negara yang menolak doktrin pasar bebas. Berbeda dengan negara-negara maju yang
mengarah kepada pasar bebas dibanding dengan kapitalisme negara. Namun pada kenyataannya menurut
Niall Ferguson (2012) bahwa sebagian besar negara itu menggunakan gabungan dari keduanya untuk
mengintervensi negara dalam intent maupun extent variasi ekonomi. Analisis dari Chinese Model oleh

ekonom Julan Du dan Chenggang Xu menemukan bahwa sistem ekonomi kontemporer dari Republik

Rakyat Cina merupakan sistem kapitalis negara yang bertentangan dengan sistem sosialis pasar. Alasan
untuk kategorisasi ini adalah adanya pasar keuangan atau financial market dalam sistem ekonomi Cina,
yang tidak hadir di pasar literatur sosialis dan dalam model klasik sosialisme pasar. Bahwa keuntungan
negara dipertahankan oleh perusahaan bukannya merata di kalangan penduduk dalam penghasilan dasar
atau dividen sosial atau skema yang sama, yangmana fitur utama mereka adalah literatur sosialis. Mereka
menyimpulkan bahwa China bukanlah suatu bentuk sosialisme pasar atau bentuk stabil dari kapitalisme.
Namun, meskipun intervensi negara besar dalam ekonomi baik di negara maju maupun berkembang,
banyak pemimpin perusahaan dan investor bertindak seolah-olah globalisasi tetap menjadi paradigma
yang dominan. Contohnya lagi dari mesin-mesin atau istilahnya bentuk dari kapitalisme negara adalah 13
perusahaan minyak terbesar di dunia, diukur dengan cadangan pengelolaan mereka, kini dikendalikan
oleh pemerintah. Arab Saudi memiliki Aramco, Gazprom milik Rusia, China National Petroleum
Corporation (CNPC), Perusahaan Minyak Nasional Iran (NIOC), Petroleos de Venezuela (PDVSA),
Petróleo Brasileiro (Petrobras), dan Petronas (Malaysia) semua lebih besar daripada perusahaan minyak
internasional. Exxon Mobil, yang terbesar dari perusahaan multinasional, peringkat 14 di dunia dan secara
kolektif, perusahaan minyak multinasional memproduksi hanya 10 persen dari minyak dan gas di dunia
dan memegang sekitar 3 persen dari cadangan. perusahaan yang dikendalikan negara sekarang
bertanggung jawab atas lebih dari 75 persen dari cadangan minyak mentah global. Perusahaan
multinasional terus memegang keunggulan kompetitif dalam pengembangan dan produksi laut dalam dan

proyek teknis sulit lainnya (Bremmer, 2009). Di berbagai sektor ekonomi, China dan Rusia memimpin
jalan dalam penyebaran strategis BUMN, dan pemerintah lainnya telah mulai mengikuti langkah mereka.
Dalam industri-pertahanan serta pembangkit listrik, telekomunikasi, logam, mineral, dan penerbangan
semakin banyak pemerintah emerging market, tidak puas dengan pasar hanya mengatur ekonomi negara,
pasar saat ini sudah bergerak mendominasi (Bremmer, 2009). Resesi global telah mempercepat tren
keterlibatan negara dalam pasar sebagai pemerintah di seluruh dunia menghabiskan miliaran untuk
merangsang pertumbuhan dan menyelamatkan industri dalam negeri dan perusahaan yang rentan.
Kebutuhan bagi para pemimpin politik dari negara G-20 untuk membangun konsensus di balik
pembentukan aturan baru untuk lembaga keuangan dan pengawasan internasional yang lebih handal akan
menambah tren. Pemerintah ini mungkin enggan dengan kapitalis negara, namun dengan terpaksa harus
masuk peran karena tuntutan politik (Bremmer, 2009).
Para pemilik modal seringkali melakukan usahanya tanpa memperdulikan bagaimana keadaan negara dan
pasar. Mereka hanya menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Upaya yang sering kali dilakukan
negara untuk melindungi kapitalnya adalah dengan cara membatasi intervensi pasar demi keuntungan

bersama, perjanjian hitam diatas putih seperti SIUP atau surat izin usaha perdagangan yang dikeluarkan
oleh dinas perindustrian, itu untuk cakupan sempitnya. Jikalau cakupan lebih luasnya seperti, adanya
aturan dari WTO sebagai pemberi batasan apa yang dapat pihak swasta lakukan, dan bagaimana
perputaran modal dunia ini dilaksanakan.


Kesimpulan yang diambil penulis adalah, negara berkembang ataupun maju, saat ini berlombalomba untuk mendapatkan kekuasaan yang tinggi dalam hal ekonomi demi memajukan
negaranya serta dalam hal pengakuan internasional. Untuk menjaga sumber daya serta
perusahaan dalam negeri, negara melakukan state capitalism yangmana artinya pemerintah
memanipulasi hasil pasar untuk tujuan politik. Pemerintah merangkul kapitalisme negara karena
fungsi politik serta ekonomi, tujuannya karena itu cara yang paling efisien untuk menghasilkan
kemakmuran. Semua keuntungan akan kembali lagi pada negara yang menjaga modalnya
tersebut, sebut saja contohnya the seven sister, tujuh negara pengasil minyak terbesar didunia
yang memanipulasi perdagangan minyak dunia. Walaupun mereka berdiri masing-masing untuk
negaranya, namun 85% minyak dunia dapat dikontrol oleh ketujuh negara tersebut.
Referensi:
Aligica, Paul & Tarko, Vlad. 2012. State Capitalism and the Rent-Seeking Conjecture,
Constitutional Political Economy 23(4) (with Dragos Paul Aligica). pp 357-379.
Bremmer, Ian. 2009. State Capitalism comes to age: the end of free market. Foreign Affairs.
May/June.

[Online]

Terdapat

dalam


http://www.mckinsey.com/industries/public-

sector/our-insights/state-capitalism-and-the-crisis. [Diakses pada 29 Oktober 2016].
Dudley, Dillard. 1987. Kapitalisme Dulu dan Sekarang. (terjemahan oleh M. Dawam Rahardjo).
Jakarta: LP3ES.
Ebenstein, W. 1990. Isme-Isme Dewasa Ini. Jakarta: Erlangga.
Ferguson, Niall. 2012. We're All State Capitalists Now. Foreign Policy.
Malaka, Tan. 2008. “Kapitalisme Indonesia”, dalam Aksi Massa, Yogyakarta: Penerbit Narasi,
pp. 45-54.
Rand, Ayn, Branden, Nathaniel, Broecke, & H.J. ten. 1975. Kapitalisme: het onbegrepen ideal.
Novapres.

Spencer, Milton H.1977. Contemporary Macroeconomics. 3d ed. New York: Worth Publishers.
pp xx-498.
Weber, Max. 2005. The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. New York: Taylor &
Francis e-Library. pp vii-263.
Williams, Raymond. 1983. Capitalism. Kata kunci: Sebuah kosakata budaya dan masyarakat, edisi revisi.
Oxford: Oxford University Press.