ILMU KIMIA SUMBER ALAM HAYATI INDONESIA (1)

ILMU KIMIA SUMBER ALAM HAYATI INDONESIA : PENELITIAN UNTUK PENGEMBANGAN PENDIDIKAN, ILMU PENGETAHUAN, DAN SUMBERDAYA MANUSIA * )

Sjamsul Arifin Achmad, Euis Holisotan Hakim, Lia Dewi Juliawaty, Lukman Makmur,

Didin Mujahidin, dan Yana Maulana Syah Kelompok Penelitian Kimia Organik Bahan Alam, Departemen Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung 40132, E-mail: sjamsul@indo.net.id

I. Pendahuluan

Era globalisasi ditandai oleh tersedianya peluang yang sama antara berbagai bangsa di dunia. Dunia berada dalam satu kebudayaan, bangsa yang kuat dan yang lemah berada dalam satu medan yang sama, dengan kedudukan yang sama pula. Dengan demikian, permasalahan bangsa akan berdimensi internasional. Globalisasi adalah dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti terlihat dari perkembangan bidang transportasi, komunikasi, dan informasi selama beberapa dekade terakhir. Kemajuan ekonomi dan budaya bangsa dewasa ini dilandasi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghasilkan komoditi dan masyarakat dengan muatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin meningkat, atau ”science and technology base economy”. Oleh karena perkembangan ilmu pengetahuan bersifat universal, maka sistem pendidikan di Indonesia terus mendapat tekanan agar terus meningkatkan ”internasionalisasi”, sehingga dapat menghasilkan bangsa Indonesia yang cerdas, menguasai ilmu pengetahuan, mampu mengembangkan intelektualitas, mampu berkomunikasi, mempunyai pandangan yang luas, sehingga mampu merebut peluang dalam persaingan apapun.

. Pada kesempatan ini dapat dikemukakan bahwa ilmu kimia bahan alam hayati adalah ilmu pengetahuan yang sangat luar biasa dan sangat indah, mengandung nilai- nilai ilmu pengetahuan untuk tradisi akademik dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi..Ilmu kimia bahan alam mempunyai nilai-nilai hakiki ilmu pengetahuan, perspektif sejarah ilmu kimia, penuh fenomena kimia, sarat molekul yang menarik, mempunyai prospek ilmiah masa depan, dan aktual untuk Indonesia. Ilmu pengetahuan ini, yang merupakan milik bersama umat manusia, sangat strategis untuk membina dan mengembangkan ”new practicing scientists ” yang akan menggiring ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonensia ke dan di masa yang akan datang.

*} Dipresentasikan dalam Seminar Nasional Kimia, Universitas Negeri Surabaya,

5 Desember 2007.

II. Pola kimia Lauraceae, Moraceae, dan Dipterocarpaceae

Indonesian termasuk salah satu dari tujuh negara “megadiversity” yang kaya akan keanekaragaman hayati, kedua setelah Brazil. Oleh karena setiap spesies tumbuhan, hewan, dan mikro-organisme yang terdapat di darat maupun di laut mempunyai nilai-nilai kimiawi, dalam arti menghasilkan berbagai jenis senyawa kimia yang banyak jumlahnya, maka keanekaragaman hayati yang tersedia di Indonesia dapat diartikan sebagai sumber senyawa kimia bahan alam yang sangat beranekaragam.

Sehubungan dengan itu, sejak hampir dua dekade terakhir, beberapa kelompok tumbuhan tropika yang asli berasal dari Indonesia telah diselidiki di laboratorium kami. Tumbuh-tumbuhan tersebut antara lain termasuk spesies famili Lauraceae, Moraceae, dan Dipterocarpaceae. Masing-masing famili tumbuhan ini terdiri dari banyak spesies, dan tersebar secara luas di Indonesia. Penelitian kami menunjukkan bahwa tumbuh- tumbuhan ini mengandung berbagai jenis senyawa kimia baru yang unik, antara lain jenis terpenoid, alkaloid, flavonoid, dan stilbenoid. Terkait dengan itu, hipotesis yang kami gunakan ialah bahwa senyawa-senyawa ini memegang peranan yang sangat penting dalam metabolisme dan fungsi ekologi masing-masing kelompok tumbuhan tersebut, menggantikan senyawa-senyawa sejenis yang dihasilkan oleh kelompok tumbuhan lain. Pertimbangan tersebut di atas telah kami gunakan untuk menyelidiki ilmu kimia sejumlah spesies tumbuhan ini yang tumbuh terisolasi dan tersebar di banyak wilayah Indonesia.

Makalah ini akan menguraikan secara ringkas keanekaragaman jenis molekul tersebut yang telah ditemukan di laboratorium kami, serta keunikan yang merupakan faktor penentu sifat-sifat fisika, kimia, dan fisiologi senyawa. Hasil-hasil penelitian ini merupakan landasan bagi pengembangkan penelitian-penelitian orisinil selanjutnya.

Alkaloid, seskuiterpenoid dan α-pyron dari Lauraceae

Lauraceae yang dikenal dengan nama medang, adalah suatu famili tumbuhan tropika yang tersebar secara luas di seluruh kepulauan Nusantara, terdiri dari 31 genus dan sekitar 3000 spesies. Litsea dan Cryptocarya adalah dua genus utama, masing- masing terdiri dari 318 and 478 (Cronquist, 1981; Kostermans, 1957). Beberapa spesies Litsea dan Cryptocarya digunakan dalam pengobatan tradisional Indonesia untuk menyembuhkan berbagai penyakit, seperti diare dan penyakit kulit (Heyne, 1987). Dilaporkan pula bahwa beberapa spesies yang termasuk kedua genus ini memperlihatkan berbagai efek farmakologi, seperti antikanker dan antimikroba (Collins, 1990).

Penelitian kimia terhadap lebih 20 spesies Lauraceae Indonesia, yang berasal dari wilayah Sumatera hingga Irian Jaya, telah kami dilakukan untuk pertama kalinya, misalnya tumbuhan Litsea amara, L. cassiaefolia, L. excelsa, L. firma, L. glutinosa, Neolitsea cassiaefolia, dan Cryptocarya densiflora. Penelitian ini berhasil menemukan banyak senyawa, termasuk senyawa baru jenis alkaloid, seskuiterpenoid, dan α-piron dengan beranekaragam struktur molekul. Dari L. glutinosa ditemukan alkaloid baru yang diberi nama itebein (1), bersama-sama dengan retikulin (2), krikonisin (3), palidin (4), boldin (5), dehidrodisentrin (6), dan disentrinon (7) dari L. cassiaefolia, L. excelsa, L. firma, seperti tercantum pada Bagan 1 (Achmad, 1990; Hakim, 1994a; Makmur, 1995).

Disentrinon (7) (Litsea excelsa)

O N(CH 3 ) 2

(Litsea cassiaefolia)

(Litsea glutinosa)

(Litsea firma)

(Litsea glutinosa)

(Litsea firma)

(Litsea firma)

Bagan 1. Beberapa alkaloid dari sejumlah spesies Lauraceae masing-masing dengan kerangka dasar karbon yang berbeda serta hubungan biogenesis Dari L. amara dan C. densiflora ditemukan pula senyawa baru turunan seskuiterpenoid, masing-masing diberi nama indonesiol (8) dan pseudolinderadin (9) (Achmad, 1990, 1992a), bersama-sama dengan senyawa seskuiterpenoid lainnya, yaitu isokurkumol (10). 8-hidroksikusunol (11), dan asam fiserilakton (12), masing-masing dari L. cassiaefolia, L. excelsa, dan N. Cassiaefolia, seperti tercantum pada Bagan 2 (Achmad, 1992b; 1995; Hakim, 1994b; Makmur, 1995).

OH

Indonesiol (8) (L. amara)

OH

OH 8-Hidroksikusunol (11)

(L. excelsa)

Isokurkumol (10) Asam fiserilakton (12) (L. cassiaefolia)

(N. cassiaefolia)

HO

O S CH 3

OO Pseudolinderadin (9)

(C. densiflora) Bagan 2. Beberapa seskuiterpenoid dari sejumlah spesies Lauraceae masing-masing

dengan kerangka dasar karbon yang berbeda serta hubungan biogenesis Dari beberapa spesies Cryptocarya telah ditemukan pula senyawa turunan α- pyron. Dari penelitian pertama terhadap spesies Cryptocarya kamahar yang tumbuh di Bolaang Mongondow, Sulawesi, berhasil ditemukan suatu senyawa baru yang diberi nama kamaharlakton (13), bersama-sama dengan goniotalamin (14) (Damayanti, 2005; Juliawaty, 2006). Selanjutnya, dari spesies C. strictifolia yang tumbuh di Gunung Palung, Kalimantan Barat, ditemukan pula senyawa baru turunan α-pyron, .yang diberi nama trivial striktifolion (15) (Juliawaty, 2000, 2006).

OH OH

OO H H H

Kamaharlakton (13) Goniotalamin (14) Striktifolion (15)

Stilbenoid, adduct Diels-Alder, dan flavonoid dari Moraceae

Tumbuh-tumbuhan yang termasuk famili Moraceae telah digunakan di Asia dalam pengobatan tradisional, pertanian, dan bahan bangunan. Tumbuh-tumbuhan ini terdiri dari 60 genus dan 1400 spesies, dan tersebar di wilayah tropika Asia (Cronquist, 1981; Verheij, 1992). Beberapa genus ini, yaitu Morus dan Artocarpus merupakan genus yang penting dan telah menarik banyak perhatian. Beberapa spesies Morus seperti M. alba (murbei) tumbuh di Cina dan Jepang, dan digunakan dalam pengobatan tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit, seperti batuk, asma, hipertensi, aterosklerosis, artritis, dan anemia (Kimura, 1996), dan daunnya digunakan sebagai pakan ulat sutera. .

Morus macroura yang dikenal dengan nama andalas, adalah tumbuhan langka asli Indonesia. Kayu tumbuhan ini digunakan sebagai bahan bangunan dan perabot yang tahan terhadap jamur dan rayap. Penyelidikan tumbuhan ini berhasil menemukan beberapa senyawa baru turunan stilbenoid, yaitu andalasin A (16) dan andalasin B (17).

Andalasin A (16) Andalasin B (17)

Melalui pendekatan bioteknologi, maka dari kultur akar tumbuhan andalas atau M. macroura , ditemukan pula beberapa senyawa jenis adduct Diels-Ader, seperti kuwanol E (18), calkomorasin (19), kuwanon J (20), kuwanon R (21), dan mulberofuran P (22).

Kuwanol E (18) Calkomorasin (19)

R= OH : Kuwanon J (20) Mulberofuran P (22) R= H : Kuwanon R (21)

Genus Artocarpus yang terdiri dari 50 spesies terutama ditemukan di Indonesia, Malaysia, dan Filipina (Verheij, 1992). Artocarpus mengandung antara lain senyawa- Genus Artocarpus yang terdiri dari 50 spesies terutama ditemukan di Indonesia, Malaysia, dan Filipina (Verheij, 1992). Artocarpus mengandung antara lain senyawa-

Pada penyelidikan terhadap Artocarpus champeden (sinonim A. integer), yang dikenal dengan nama cempedak, telah ditemukan banyak senyawa flavonoid, termasuk sejumlah senyawa baru, yang memperlihatkan sifat-sifat anti-kanker yang sangat kuat terhadap sel kanker leukemia P388, yakni artoindonesianin A (23), artoindonesianin B (24), artoindonesian T (25), artoindonesianin (26), artoindonesian E (27), artoindo- nesianin L (28), artokarpanon (29), dan norartokarpetin (30), seperti tercantum pada Bagan 3 (Hakim, 2005, 2006).

Artoindonesianin A (23) IC 50 21.0 g/mL

Artoindonesianin B (24)

Artoindonesianin (26) IC 50 3.9 g/mL

Artoindonesianin T (25)

IC 50 1.9 g/mL

IC 50 0.2 g/mL

Artoindonesianin E (27)

Artoindonesianin L (28)

IC 50 0.6 g/mL

IC 50 19.3 g/mL Bagan 3. Beberapa senyawa kimia berbagai jenis dari tumbuhan A. champeden

dan aktivitas sitotoksik terhadap sel P-388 serta hubungan biogenesis.

Stilbenoid dari Dipterocarpaceae

Dipterocarpaceae adalah salah satu famili tumbuhan terbesar yang ditemukan pada hutan tropika Indonesia. Tumbuh-tumbuhan ini terdistribusi di wilayah Indonesia bagian barat hingga Papua, terutama di Kalimantan, sehingga kayu tumbuhan ini dikenal dengan meranti atau kayu Kalimantan Dipterocarpaceae terdiri dari 16 genus dan 600 species (Cronquist, 1981; Symington, 1974), akan tetapi hingga kini baru beberapa spesies yang telah diteliti. Genus terbesar adalah Shorea yang terdiri dari 150 spesies, Vatica terdiri dari 87 spesies, Dipterocarpus terdiri dari 75 spesies, sedangkan Dryobalanops hanya sembilan spesies, termasuk di dalam semuanya ini pohon-pohon yang tinggi sebagai penghasil kayu yang sangat berharga. Pada tumbuh-tumbuhan ini antara lain ditemukan senyawa-senyawa turunan oligostilbenoid, seperti monomer resveratrol, dimer, trimer, dan lain-lain, yang memperlihatkan bioaktivitas yang berguna, seperti antibakteri, antikanker, antihepatotoksik, dan anti-HIV (Hakim, 2002b). Oleh karena itu, Dipterocarpaceae sangat potensial sebagai objek penelitian kimia bahan alam dan farmasi.

Pada spesies Shorea seminis, yang baru diselidiki untuk pertama kalinya, telah ditemukan senyawa monomer resveratrol 12-C-glucopyranoside (31) dan suatu senyawa baru dimer resveratrol, yang diberi nama diptoindonesin A (32) ) (Aminah, 2002, 2003), dari spesies S. balangeran ditemukan pula antara lain senyawa dimer laevifonol (33) (Tukiran,2003), sedangkan dari spesies Dryobalanops oblongifolia ditemukan pula dua senyawa baru turunan trimer resveratrol, yang diberi nama cis-diptoindonesin B (34) dan trans-diptoindonesin B (35), seperti tercantum pada Bagan 4 (Syah, 2003

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman hayati hutan tropika Indonesia adalah gudang senyawa-senyawa organik bahan alam yang mempunyai struktur molekul yang beranekaragam dengan sifat-sifat biologi yang potensial. Sebagian besar sumber alam hayati Indonesia ini belum terjamah secara kimiawi, namun masih tetap menjanjikan berbagai metabolit sekunder dengan struktur molekul yang baru dan unik.

Penemuan senyawa-senyawa murni ini yang memperlihatkan efek farmakologi, seperti efek sitotoksik, membuka peluang untuk menemukan “lead compounds” untuk uji-uji biologi lainnya yang lebih luas dengan target yang lebih spesifik.

Hasil penelitian ini membuka peluang untuk memberdayakan keanekaragaman hayati Indonesia secara ilmiah dengan mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya.

Ilmu kimia bahan alam sebagai ”experimental science” merupakan sarana untuk melakukan pengamatan tentang fenomena alam, dengan penuh kejelian dan logika, dan memeriksa ketelitian hipotesis yang muncul dari fenomena apapun yang diamati, menghargai fenomena alam, objektif, dan menegakkan kebenaran dalam penyelidikan, untuk mengembangkan sikap ilmiah.

cis -Diptoindonesin B (34) trans- Diptoindonesin B (35)

Resveratrol 12-C-gluco- Diptoindonesin A (32) Laevifonol (33) pyranoside (31)

Bagan 4. Beberapa senyawa kimia stilbenoid dari spesies Dipterocarpaceae

dan hubungan biogenesis masing-masing senyawa.

Daftar pustaka

Achmad, S.A., Hakim, E.H., Makmur, L., Rizal, H., and Zamri, A. (1990). "Ilmu Kimia Tanaman Lauraceae Indonesia: III. Isolasi Aktinodafnin dan Boldin dari Litsea glutinosa", ITB Proceedings , 23(1), 1.

Achmad, S.A., Ghisalberti, E.L., Hakim, E.H., Makmur, L. and Manurung, M. (1992a). "A New Sesquiterpene Alcohol from Litsea amara Bl. (Lauraceae)", Phytochemistry, 31(6), 2153.

Achmad, S.A., Azminah, Effendi, Ghisalberti, E.L.,Hakim, E.H., Makmur, L. and Allan

H. White. (1992b). "Structural Studies of Two Bioactive Furanosesquiterpenes from Cryptocarya densiflora (Lauraceae)", Aust. J.Chem., 45, 445.

Achmad, S.A., Budiono, R., Hakim, E.H., Juliawaty, L.D., Kasuma, S., Makmur, L., Muharram, Syah, Y.M., dan Tanjung M. (1995). “Senyawa-Senyawa Alkaloid, Terpenoid, dan Flavonoid Tanaman Cryptocarya densiflora dan Cryptocarya ferrea”, J. Mat. Sains , Suplement G, September, 56-66.

Aminah, N.S., Achmad, S.A., Aimi, N., Ghisalberti, E.L., Hakim, E.H., Kitajima, M., Syah, Y.M. and Takayama, H. (2002). Diptoindonesin A, a new C-glucoside of - viniferin from Shorea seminis (Dipterocarpaceae), Fitoterapia, 73, 501-507.

Aminah, N.S., Achmad, S.A., Hakim, E.H., Syah, Y.M., Juliawaty, L.D., dan Ghisalberti, E.L. (2003). Laevifonol, diptoindonesian A, dan ampelopsin A, tiga dimer Aminah, N.S., Achmad, S.A., Hakim, E.H., Syah, Y.M., Juliawaty, L.D., dan Ghisalberti, E.L. (2003). Laevifonol, diptoindonesian A, dan ampelopsin A, tiga dimer

Collins, D.J., Culvenor, C.C.J., Lamberton, J.A., Loder, J.W., Price, J.R. (1990). Plants for Medicine: A Chemical and Pharmacological Survey of Plants in the Australian Region.

Cronquist, A. (1981). An Integrated System of Classification of Flowering Plants, Columbia University Press, New York.

Damayanti, A. (2005). Secondary metabolites from the tree bark of Cryptocarya kamahar (Lauraceae), Thesis, Department of Chemistry, Institute Technology Bandung, Indonesia

Hakim, E.H., Achmad, S.A., Buchari, and Pramutadi, S., (1994a). "Ilmu Kimia Tanaman Lauraceae Indonesia: X. Alkaloid Benzilisokuinolin dari Litsea cassiaefolia, Proceedings ITB , 27(3), 1

Hakim, E.H., Achmad, S.A., Buchari, and Pramutadi, S. (1994b). "Ilmu Kimia Tanaman Lauraceae Indonesia: XI. Alkaloid Aporfin dan Oksoaporfin dari Litsea excelsa, Proceedings ITB , 27(3), 11.

Hakim, E.H. (2002). Review Singkat: Oligostilbenoid dari tumbuh-tumbuhan Dipterocarpaceae, Bull. Soc. Nat. Prod. Chem.(Indonesian), 2(1), 1-19.

Hakim, E.H., Achmad, S.A., Juliawaty, L.D., Makmur, L., Syah, Y.M., Aimi, N., Kitajima, M., Takayama, H., Ghisalberti, E.L. (2006). “Prenylated Flavonoids and Related Compounds of the Indonesian Artocarpus (Moraceae), J. Nat. Med., 60, 161- 184.

Heyne, K. (1987). “Tumbuhan berguna Indonesia”, Vol.2, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan R.I., hal. 795.

Juliawaty, L.D., Kitajima, M., Takayama, H., Achmad, S.A., Aimi, N. (2000). A 6- subsituted-5,6-dihydro-2-pyrone from Cryptocarya strictifolia, Phytochemistry, 54 (8), 989-993.

Juliawaty, L.D., Watanabe, Y., Kitajima, M., Achmad, S.A., Takayama, H., Aimi, N. (2002). Tetrahedron Leters., 43, 8657.

Juliawaty, L.D., Aimi, N., Ghisalberti, E.L., Kitajima, M., Makmur, L., Syah, Y.M, Siallagan, J., Takayama, H., Achmad, S.A. and Hakim, E.H. (2006). A Review : Chemistry of Indonesian Cryptocarya Plants (Lauraceae), in Chemistry of Natural Products: Recent Trend & Development, p. 399-423, Signpost, Trivandrum 695-023, Kerala, India.

Kimura, T., But, P.P.H., Guo, J-X, and Sung, C.K. (1996). International Collation of Traditional and Folk Medicine, Vol.1, Northeast Asia Part 1, World Scientific, Singapore, p.12-13.

Kostermans, A.J.G.H. (1957). Lauraceae, Communiaction of the Forest Research Institute, Bogor, No.57.

Makmur, L., Achmad, S.A., Hakim, E.H., Juliawaty, L.D., Kasuma, S., Santoni, A., Syah, Y.M., dan Yudi, V. (1995). “Ilmu Kimia Tanaman Lauraceae Hutan Tropis Indonesia: Senyawa-Senyawa Alkaloid dan Terpenoid Tanaman Neolitsea cassiaefolia (Bl.) Merr dan Litsea firma Hook (Bl.) Hkf (Lauraceae), J. Mat. Sains, Suplement G, September, 92-105.

Nomura, T., Hano, Y., and Aida, M. (1998). “Isoprenoid-Substituted Flavonoids from Artocarpus Plants (Moraceae), Heterocycles, 47, 1179.

Syah, Y. M., Aminah, N. S., Hakim, E. H., Kitajima, M., Takayama, H., Achmad, S. A. (2003). Phytochemistry, 63, 913-917.

Symington, C.F. (1974). “Foresters’ Manual of Dipterocarps”, University of Malaya Press, Kuala Lumpur, Malaysia.

Tukiran, Achmad, S.A., Hakim, E.H., Juliawaty, L.D., Sakai, K. and Syah, Y.M. (2003). Bull. Soc. Nat. Prod. Chem.(Indonesian), 3(1), 24-31.

Verheij, E.W.M., Coronel, R.E. (Eds.) (1992). Plant Resources of Southeast Asia, No.2,

Edible Fruits and Nuts, PROSEA, Bogor, ha

MODERNISASI PENDIDIKAN KIMIA MENGHADAPI MASALAH PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL *) Oleh: Sukardjo **)

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

Di era global saat ini, arus Teknologi Informasi dan Komunikasi (T I K) antar negara dalam segala bidang, termasuk T I K di bidang pendidikan, berjalan sangat cepat seakan-akan batas ruang dan waktu tidak ada lagi. Apa yang terjadi saat ini di negara lain dapat kita ikuti pada saat yang sama. Kemajuan T I K tidak lagi meningkat tajam tetapi bersifat ”booming”.

Dengan menggunakan T I K saat ini, tukar informasi dan komunikasi di bidang pendidikan menjadi sangat cepat. Demikian pula penggunaan hal tersebut dalam pendidikan dan pembelajaran sangat membantu kecepatan penyerapan informasi oleh peserta didik. Belajar terdiri atas dua tahap, yaitu tahap penyerapan informasi dan tahap pengolahan informasi oleh peserta didik. Oleh karena penyerapan informasi menjadi cepat, maka pengolahan informasi juga menjadi cepat, dan proses belajar menjadi cepat pula. Dengan menggunakan T I K efektivitas dan efisiensi belajar menjadi lebih baik .

Era global yang antara lain ditandai dengan berintegrasinya kehidupan ekonomi dunia (APEC, AFTA, dsb), kemajuan sains dan teknologi yang sangat cepat, timbulnya masalah-masalah kehidupan umat manusia (kependudukan, kesehatan, dsb), juga berpengaruh kepada bidang pendidikan umumnya serta pendidikan sains dan matematika pada khususnya. Kemajuan sains dan teknologi memicu usaha-usaha untuk melakukan modernisasi pendidikan sains dan matematika oleh negara-negara di seluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh karena teknologi dilandassi oleh ilmu-ilmu dasar, dua diantaranya sains dan matematika.

Masalah pendidikan di era global, khususnya pendidikan di Indonesia merupakan satu dari sekian banyak masalah di era global. Indonesia saat ini menghadapi banyak masalah di bidang pendidikan. Masalah yang belum teratasi pada saat ini terutama adalah masalah yang berhubungan dengan mutu pendidikan, khususnya mutu hasil pendidikan sains dan matematika. Masalah lainnya adalah masalah lama dalam bidang pendidikan yang sudah diidentifikasi tahun 1969, berupa masalah yang berhubungan

---------- *) Diberikan pada Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia di UNESA

Surabaya, 5 Desember 2007. **) Guru Besar Pendidikan Kimia FMIPA UNY dengan pemerataan pendidikan, efektivitas dan efisiensi pendidikan, relevansi pendidikan, dan kemudian ditambah masalah pembinaan generasi muda. Berbagai usaha dan perlakuan sudah dilakukan oleh pemerintah dari waktu ke waktu sejak tahun 1970-an untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, namun belum semua masalah dapat diatasi. Kendala utama nampaknya disebabkan oleh karena luasnya tanah air kita, penduduk usia sekolah berjumlah besar, dan biaya diperlukan untuk hal tersebut sangat tinggi, sementara biaya Depdiknas belum dapat mencukupi.

Dalam era global saat ini timbul masalah-masalah baru. Masalah baru di bidang pendidikan saat ini antara lain masalah yang berhubungan dengan desentralisasi pendidikan, multikulturalisme pendidikan, dan pendidikan lingkungan hidup (Suyanto, 2007).

2. Permasalahan

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini, beik dlam proses maupun hasil, yang dapat dibaca dari berbagai sumber, belum seperti yang diharapkan. Dalam laporan World Bank 2005, dikatakan bahwa “Indonesia’s achievements on education lag behind other countries both in terms of access and quality”, Indonsia menempati urutan keenam setelah Jepang, Korea, Australia, Hong Kong, dan Thailand. (Sukirman, 2007). Dari sumber sama yang mengutip laporan Direktorat Tenaga Kependidikan 2004, diperoleh kenyataan kualitas guru sains dan matematika juga belum seperti yang diharapkan. Uji materi bidang studi yang diajarkan guru di SMA, dengan 40 soal terhadap guru matematika, fisika, kimia, dan biologi, menunjukkan rerata skor 14,34; 13,24; 22,33, dan 19,00 (Sukirman, 2007).

Secara lokal, pemahaman peserta didik terhadap konsep-konsep kimia selama bertahun-tahun belum memuaskan. Uji awal kimia dengan materi kimia SMA terhadap peserta didik yang menjadi mahasiswa baru Prodi Pendidikan Kimia FMIPA UNY tahun 1987 (86 orang), tahun 1988 (84 orang), dan 1989 (70 orang) menghasilkan rerata nilai pada skala 11 masing-masing 4,84; 5,02; dan 4,68 (Sukardjo, 1989). Sementara uji awal kimia dengan materi kimia SMA terhadap peserta didik yang menjadi mahasiswa baru Prodi Pendidikan Kimia, Fisika, dan Biologi untuk Program Kependidikan dan Non-Kependidikan, baik Reguler maupun Non-Reguler tahun 2004 yang berjumlah 451 orang memiliki nilai rerata sebesar 4,23 pada skala 11 (Sukardjo, 2006). Kedua nilai tersebut memberikan gambaran bahwa pemahaman konsep kimia peserta didik yang baru lulus SMA relatif rendah. Dengan asumsi nilai tersebut merupakan indikator hasil belajar kimia, dalam rentang waktu lebih dari 15 tahun belum ada peningkatan hasil belajar pendidikan kimia di SMA sebagaimana diharapkan, oleh karenanya efektivitas pendidikan kimia saat ini masih menjadi masalah. Dalam menghadapi era global, modernisasi apakah yang perlu dilakukan terhadap proses pendidikan kimia agar supaya hasil pendidikan kimia bermutu dan dapat bersaing dengan negara lain.

Pembahasan dalam makalah ini bertujuan untuk melakukan modernisasi pendidikan kimia dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pendidikan kimia, sehingga dapat menghadapi persaingan yang ketat di era global. Objek modernisasi dipilih berdasarkan pengalaman modernsasi pendidikan kimia masa lalu.

3 Urgensi Masalah

Guru kimia dan calon guru kimia merupakan komponen pendidikan kimia di barisan paling depan dalam mengatasi masalah pendidikan kimia, oleh karenanya modernisasi pendidikan kimia lebih tertuju kepada mereka. Pendidikan kimia yang efektif dan efisien akan memberi sumbangan besar terhadap penyelesaian masalah di bidang pendidikan kimia khususnya, pendidikan sains dan matematika dan pendidikan di Indonesia umumnya.

B. PEMBAHASAN 1. Masalah Pendidikan di Era Global

Saat ini dunia sudah memasuki abad XXI, suatu era baru yang disebut era global. Dalam era global sekan-akan dunia ini menjadi satu kesatuan fisik, ekonomi, dan perdagangan. Segala kejadian di negara asing dapat dilihat dan didengar beritanya melalui televisi, jarak ruang dan waktu hampir tidak ada.

Dalam era global saat ini, ada ciri-ciri kehidupan yang sangat berbeda dengan era sebelumnya. Menurut Mochtar Buchori (2001), ada lima hal yang menjadi ciri kehidupam di era global, yaitu (1) kecenderungan untuk berintegrasi dalam kehidupan ekonomi (pembentukan EU, NAFTA, APEC, AFTA) dan berdisintegrasi dalam kehidupan politik (perpecahan UNI Sovyet, Yugoslavia, Irlandia); (2) bertambahnya masalah yang menyangkut nasib seluruh umat manusia (kependudukan, pendidikan, kesehatan, dsb); (3) terjadinya kemajuan sains dan teknologi yang sangat cepat yang Dalam era global saat ini, ada ciri-ciri kehidupan yang sangat berbeda dengan era sebelumnya. Menurut Mochtar Buchori (2001), ada lima hal yang menjadi ciri kehidupam di era global, yaitu (1) kecenderungan untuk berintegrasi dalam kehidupan ekonomi (pembentukan EU, NAFTA, APEC, AFTA) dan berdisintegrasi dalam kehidupan politik (perpecahan UNI Sovyet, Yugoslavia, Irlandia); (2) bertambahnya masalah yang menyangkut nasib seluruh umat manusia (kependudukan, pendidikan, kesehatan, dsb); (3) terjadinya kemajuan sains dan teknologi yang sangat cepat yang

Masalah-masalah di atas merupakan masalah yang sangat luas, umum, dan kompleks. Masalah pendidikan merupakan satu dari sekian banyak masalah di era global. Menurut Suyanto (2007: 12) fenomena global ditandai oleh munculnya berbagai hal, seperti: (1) ketergantungan pada IPTEK, (2) perdagangan bebas, (3) kekuatan global, (4) demokratisasi, (5) hak azasi manusia atau HAM, (6) lingkungan hidup, (7) kesetaraan gender, (8) multikulturalisme. Fenomena global tersebut saat ini sudah menjadi masalah yang merambah ke bidang pendidikan di Indonesia.

Pendidikan di Indonesia saat ini kecuali menghadapi masalah-masalah global, masih menghadapi masalah-masalah dari dalam negeri yang bersifat makro, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan (1) mutu atau kualitas pendidikan, (2) pemerataan atau kuantitas pendidikan, (3) relevansi pendidikan, dan (4) efektivitas dan efisiensi pendidikan. Akhir-khir ini timbul masalah baru yang juga merupkan masalah makro, yaitu masalah desentralisasi pendidikan dan pembinaan generasi muda.

Dari sejumlah masalah global di atas, masalah “ketergantungan pada IPTEK” terutama T I K merupakan masalah yang berkaitan erat dengan masalah kualitas pendidikan, termasuk kualitas pendidikan di Indonesia. Bahasan selanjutnya khusus berkaitan dengan masalah yang berhubungan dengan kualitas pendidikan sains dan matematika, khususnya pendidikan kimia di Indonesia.

2. Modernisasi Pendidikan Kimia a. Pendidikan Kimia

Selama ini, pendidikan kimia atau ilmu pendidikan kimia kurang mendapat perhatian dari berbagai pihak. Banyak pihak berpendapat bahwa seorang ahli kimia dengan sendirinya dapat mendidik dan mengajar peserta didik dalam bidang kimia. Hal ini antara lain disebabkan oleh karena ilmu kimia sudah dikenal ribuan tahun, sedang ilmu pendidikan kimia baru dikenal sejak sekitar limapuluh tahun yang lalu (Vossen, 1986:15).

Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan ilmu pendidikan kimia itu? Apakah objek atau bahan kajiannya? Apakah kegunaannya? Bagaimanakah ilmu pendidikan kimia diperoleh? Apakah fungsinya dalam modernisasi pendidikan kimia?

Pendidikan Kimia dapat diartikan sebagai ilmu (aspek teoretis) atau sebagai praktik pendidikan (aspek praksis). Sebagai ilmu, pendidikan kimia adalah ilmu interdisiplin antara ilmu kimia dan ilmu pendidikan. Ilmu Pendidikan Kimia pada hakikatnya merupakan penerapan teori pendidikan dalam konteks ilmu kimia untuk tujuan pendidikan dan pembelajaran (Konsorsium Ilmu Pendidikan, 1991).

Ilmu Pendidikan Kimia (Chemical Education) merupakan salah satu bidang ilmu dari 11 (sebelas) Bidang Ilmu Kimia. Bidang Ilmu Kimia lainnya adalah (1) Analytical Chemistry, (2) Atmospheric Chemistry, (3) Biological Chemistry, (4) Chemical Education, (5) Inorganic Chemistry, (6) Macromolecul Chemistry, (7) Materials Chemistry and Nanoscience, (8) Nuclear and Radiochemistry, (9) Organic Chemistry, (10) Physical Chemistry, (11) Theory/ Computation Chemistry (Journal of Chemical Education, Vol. 84 No. 6 June 2007).

Sebagaimana bidang ilmu lain, Ilmu Pendidikan Kimia memiliki aspek ontologi (objek atau bahan kajian) atau aspek teoretik, aksiologi (kegunaan) atau aspek praksis, dan epistemologi (cara memperoleh) atau aspek penelitian. Objek atau bahan kajian pendidikan kimia, meliputi 5 (lima) aspek atau disiplin:

1) Kurikulum, yang meliputi teori tentang pengembangan kurikulum kimia, organi-sasi kurikulum kimia, isi kurikulum kimia, dan

model-model pengembangan kurikulum kimia. 2) Peserta didik dan perbuatan belajar, yang meliputi teori tentang karakteristik peserta

didik, jenis-jenis dan cara belajar kimia, hirarkhi proses belajar kimia, dan kondisi-kondisi belajar kimia 3) Pendidik dan perbuatan mendidik, yang meliputi teori tentang karakteristik pendidik kimia, karakteristik perbuatan mendidik atau mengajar kimia, model- model mendidik atau mengajar kimia, metode atau teknik mendidik atau mengajar kimia, dan sistem pengelolaan kelas.

4) Lingkungan Pendidikan, yang meliputi teori tentang pranata pendidikan kimia, perencanaan dan pengelolaan pendidikan kimia, bimbingan dan penyuluhan atau bimbingan karir, serta prasarana dan sarana (media) pendidikan kimia.

5) Sistem penilaian hasil belajar dan penelitian pendidikan kimia, yang meliputi teori tentang model-model penilaian hasil belajar kimia, teknik penilaian hasil belajar kimia, dan instrumen penilaian hasil belajar kimia; serta jenis-jenis penelitian yang aplikatif bagi pendidikan kimia.

Ilmu Pendidikan Kimia tersusun atas sejumlah disiplin ilmu, yang di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan kelompok mata kuliah yang harus dipelajari oleh calon guru kimia. Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Ilmu Pendidikan Kimia merupakan suatu kompetensi yang harus dikuasai oleh guru kimia dan calon guru kimia, yaitu kompetensi pedagogik. Dalam jangka pendek modernisasi pendidikan kimia di SMA/MA dimulai dari guru kimia di lapangan, dalam jangka menengah dan panjang harus dimulai dari pendidikan guru kimia di LPTK. Guru dan calon guru kimia merupakan agen modernisasi, merekalah pelaku-pelaku utama modernisasi pendidikan kimia.

b. Modernisasi Pendidikan Kimia di Negara Barat

Modernisasi adalah proses pergeseran sikap, cara berpikir, dan bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. Modernisasi pendidikan kimia berarti mengubah sistem yang ada menjadi modern, terbaru, mutakhir, atau terkini. Modernisasi pendidikan kimia bertarti mengubah paradigma lama menjadi paradigma modern (baru). Modernisasi atau keterkinian pendidikan

merupakan kegiatan statis tetapi merupakan kegiatan dinamis, modernisasi selalu berjalan terus dari waktu ke waktu. Hal ini menjadikan sesuatu yang modern di saat lalu akan menjadi biasa saat ini dan sesuatu ang modern saat ini akan menjadi biasa saat yang akan datang. Atas dasar hal tersebut, modernisasi hanya berlaku saat hal tersebut berlangsung.

kimia

bukan

Di samping istilah modern dikenal istilah up to date. Up to date atau termasa mempunyai arti berbeda, sesuatu yang up to date artinya berlaku sepanjang masa atau waktu. Konsep-konsep dasar sains dan matematika, termasuk kimia, ada yang bersifat up to date, misalnya konsep reaksi kimia, konsep pengembangan zat oleh panas, dsb. Konsep-konsep tersebut berlaku sepanjang masa.

Pendidikan kimia sebagai praktik pendidikan (aspek praksis) adalah aspek aksiologi ilmu pendidikan kimia. Modernisasi pendidikan kimia merupakan bagian modernisasi pendidikan sains dan matematik. Modernisasi pendidikan sains dan matematika di negara-negara Barat, khususnya Amerika Sarikat, dimulai tahun enampuluhan. Pada tahun 1959 Uni Soviet dapat membuat pesawat ruang angkasa pertama dan dapat mengirim kosmonaut ke bulan serta dapat memotret punggungya bulan. Negara-negara sekutu Barat sangat terperanjat dengan kemajuan di bidang ilmu dan teknologi yang dicapai Uni Soviet. Mereka sadar bahwa selama bertahun-tahun telah terjadi kesalahan dalam bidang pendidikan sains dan matematika, oleh karena sains dan matematika merupakan dasar teknologi, termasuk teknologi ruang angkasa.

Atas dasar kesadaran tersebut, negara-negara Barat melakukan modernisasi dalam pendidikan sains dan matematika. Modernisasi tersebut meliputi dua hal, Atas dasar kesadaran tersebut, negara-negara Barat melakukan modernisasi dalam pendidikan sains dan matematika. Modernisasi tersebut meliputi dua hal,

Sepuluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 1970 teknologi ruang angkasa sudah sangat maju, tahun itu Amerika Sarikat sudah dapat membuat pesawat rung angkasa yang diberi nama Apollo-I dan mengirimkan astronautnya ke bulan, bahkan dapat mendaratkan astronautnya di bulan. Modernisasi pendidikan sains dan matematika di negara Barat berjalan terus hingga saat ini. Dengan diketemukannya teknologi informasi dan komunikasi saat ini, kemajuan pendidikan sains dan matematika menjadi sangat pesat.

c. Modernisasi Pendidikan Kimia di Indonesia

Bagaimana dengan pendidikan sains dan matematika di Indonesia? Modernisasi pendidikan sains dan matematika di negara Barat cepat mengimbas ke Indonesia. Pada tahun 1969 Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengumpulkan ahli-ahli berbagai bidang ilmu untuk mengidentifikasi, masalah- masalah bidang pendidikan. Pada saat itu telah dapat diidentifikasi empat masalah makro bidang pendidikan, yaitu masalah yang berhubungan dengan:

 pemerataan (kuantitas) pendidikan,  mutu (kualitas) pendidikan,  relevansi pendidikan,  efektivitas dan efisiensi pendidikan.

Keempat hal tersebut menjadi dasar modernisasi pendidikan di Indonesia. Di bidang pemerataan pendidikan dilakukan modernisasi dengan cara pembangunan SD Inpres yang jumlahnya mencapai ribuan. Di bidang peningkatan mutu pendidikan, relevansi, efektivitas dan efisiensi, selama 30 tahun dari 1969 – 1999 masalah demi masalah bidang ini telah diusahakan untuk diatasi, namun banyak masalah yang belum dapat diatasi sebagaimana yang diharapkan.

Dari empat masalah tersebut, masalah yang berhubungan dengan mutu pendidikan saat ini menjadi prioritas Depdiknas dan menjadi program utama dalam visi dan misinya. Di bidang peningkatan mutu pendidikan, pada tahun 1975, dilakukan perubahan Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah yang semula berupa kurikulum berbasis materi (subject matter oriented) menjadi kurikulum berbasis tujuan (output oriented curriculum). Kegiatan lain ialah disusunnya buku-buku teks pelajaran atau buku paket kimia, fisika, biologi, dan matematika modern menggunakan materi baru dan pendekatan baru; pengadaan alat laboratorium IPA untuk semua SMP Negeri dan laboratorium kimia, fisika, dan biologi untuk semua SMA negeri di Indonesia. Pendidikan sains dan matematika saat itu sangat bagus, Malaysia saat itu mendatangkan guru sains dan matematika yang berjumlah besar dari Indonesia.

Modernisasi pendidikan kimia dilakukan bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1975. Modernisasi dilakukan terhadap dua hal: 1) Modernisasi materi ajar kimia dalam Kurikulum Tahun 1975.

 Struktur mata pelajaran kimia disesuaikan dengan struktur bidang ilmu kimia yang dipakai negara-negara barat, pengaruh CHEM-Study pada

kurikulum kimia 1975 sangat dominan, pengaruh tersebut juga terlihat pada kurikulum kimia tahun 1984 dan tahun 1994.

 Ilmu kimia dilandasi teori atom dan ikatan kimia, sehingga pembelajaran kimia di SMA/MA juga harus dimulai dengan teori atom dan ikatan kimia.

 Dalam Kurikulum Kimia Tahun 1950, 1952, 1960, 1968 teori atom dan ikatan kimia di SMA baru diberikan di akhir kelas III, sedang pada Kurikulum Kimia Tahun 1975 teori atom dan ikatan kimia diberikan di kelas

I awal. 2) Modernisasi dalam sistem penyampaian.

 Sistem pendidikan baru yang mendasari Kurikulum Tahun 1975 disebut pendidikan berorientasi tujuan.  Pada penyusunan persiapan mengajar, pertama harus ditetapkan lebih dahulu tujuan pembelajaran umum (general instructional objectives) dan tujuan pembelajaran khusus (spesific instructional objectives).

 Atas dasar tujuan di atas, disusunlah pendekatan pembelajaran kimia, proses pembelajaran, penilaian hasil belajar kimia.

 Hal baru lainnya ialah digunakannya prinsip mastery learning dengan segala konsekuensinya ( program enrichment, remedial, dan criterian

reference evaluation, CRT atau penilaian acuan patokan, PAP).

3. Modernisasi Pendidikan Kimia di Era Global a. Ciri-ciri modernisasi pendidikan kimia di era global

Modernisasi pendidikan kimia di era global yang dibahas adalah modernisasi yang dimulai tahun 2003, yaitu sejak dikeluarkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2005 tentang Sisdiknas. Undang-undang tersebut memberi landasan hukum untuk melakukan modernisasi pendidikan yang bersifat konseptual dan futuristik. Di samping UU Sisdiknas, landasan hukum yang lain adalah PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Standar Nasional Pendidikan berisi 8 (delapan) standar minimal yang harus dipenuhi oleh pendidikan di Indonesia, yaitu standar (1) isi, (2) proses, (3) kompetensi lulusan, (4) pendidik dan tenaga kependidikan, (5) sarana dan prasarana, (6) pengelolaan, (7) pembiayaan, (8) penilaian pendidikan.

Apakah ciri-ciri modernisasi pendidikan kimia di era global? Ciri-ciri modernisasi pendidikan kimia di era global, antara lain :  Manggunakan T I K dalam segala aspek manajemen pendidikan dan pembelajaran kimia, baik pada perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil belajar.

 Menggunakan kurikulum berorientasi tujuan dalam bentuk kompetensi atau standart dan kompetensi pembelajaran aspek kognitif menggunakan klasifikasi baru, yaitu dalam kategori dimensi proses kognitif (cognitive process dimension) dan tipe dimensi pengetahuan kimia (chemistry knowledge dimension).

 Kompetensi pembelajaran aspek kognitif, ada kecenderungan berubah, untuk kategori dimensi proses kognitif dari “mengingat” (remember) menjadi

“mengerti” (understand) dan untuk tipe dimensi pengetahuan kimia dari pengetahuan faktual (factual knowlwedge) menjadi pengetahuan konseptual (conceptual knowledge).

 Organisasi materi kimia disesuaikan dengan struktur keilmuan kimia, dimulai dengan teori atom dan ikatan kimia, serta memasukkan masalah “Kimia,

Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat” (Chemistry, Environment, Technology, and Society, C E T S)

 Menerapkan sistem penyampaian yang mengaktifkan peserta didik, berpusat pada peserta didik, media berupa buku kimia dengan pendekatan modular atau modul pembelajaran dalam bentuk tercetak atau CD, bila perlu menggunakan e-learning atau distance learning.

 Menerapkan sistem penilaian menggunakan teknik dan instrumen penilaian yang variatif, memasukkan sistem penilaian alternatif, prinsip belajar tuntas,  Menerapkan sistem penilaian menggunakan teknik dan instrumen penilaian yang variatif, memasukkan sistem penilaian alternatif, prinsip belajar tuntas,

 Adanya pemikiran, pertemuan, seminar, rekomendasi penyelesaian masalah pendidikan kimia secara kolaboratif antara pendidik, ahli pendidikan kimia, dan ahli-ahli kimia melalui Himpunan Profesi Kimia dan Pendidikan Kimia untuk mendorong terciptanya situasi dan kondisi agar modernisasi pendidikan kimia segera terwujud.

b. Objek modernisasi pendidikan kimia di era global

Mengapa modernisasi pendidikan kimia di era global harus dilakukan?. Dalam era global saat ini, ilmu kimia maju pesat sehingga jumlah materi kimia menjadi berlipat ganda, aplikasi kimia dalam teknologi juga bertambah banyak, tantangan utama pendidikan kimia adalah bagaimana melakukan pembelajaran kimia dengan jumlah materi kimia yang banyak dapat berhasil baik (pembelajaran efektif), namun dalam alokasi waktu yang sedikit (pembelajaran efisien). Modernisasi harus dilakukan terhadap dua hal, yaitu modernisasi “materi kimia” dan modernisasi ”sistem penyampaian “, agar supaya tercapai pendidikan kimia yang efektif dan efisien.

Apakah objek modernisasi pendidikan kimia di era global? Objek modernisasi pendididikan kimia di era global adalah segmen-segmen objek atau bahan kajian yang menunjang berlangsungnya pendidikan kimia yang efektif dan efisien. Modernisasi pendidikan kimia dilakukan mengikuti kecenderungan baru dalam teknologi pendidikan kimia.

c. Waktu diperlukan dan manfaat modernisasi pendidikan kimia di era global

Berapa waktu diperlukan untuk modernisasi pendidikan kimia di era global? Salah satu perangkat yang diperlukan untuk modal modernisasi pendidikan kimia di era global, ialah 8 (delapan) perangkat standar nasional pendidikan yang saat ini dalam penyelesaian oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Salah satu komponen dalam standar tenaga pendidik disebutkan bahwa syarat menjadi pendidik harus lulusan S1/D4 dengan bidang ilmu sesuai tugasnya dan bersertifikasi pendidik. Menurut rencana semua tenaga pendidik akan berijazah S1/D4 dan memiliki sertifikat pendidik dalam kurun waktu 10-15 tahun dimulai tahun 2005, ini berarti bahwa untuk standar pendidikan lainnya akan memakan waktu lebih lama.

Modernisasi pendidikan kimia mempunyai perangkat lebih dari standar minimal. Bila mengikuti hal tersebut berarti modernisasi pendidikan kimia akan memakan waktu cukup lama, sekitar 25 tahun. Berdasarkan pengalaman masa lalu, modernisasi pendidikan matematika dengan penerapan new-math tahun 1970, baru tercapai sekitar

25 tahun kemudian Modernisasi pendidikan kimia di era global akan berjalan lebih cepat bila dilakukan secara bertahap (parsial), objek mana yang siap sarananya dapat dilakukan terlebih dahulu, sedang objek yang belum dipenuhi perangkatnya ditunda pelaksanaannya. Penyediaan prasarana laboratorium kimia dan peralatan laboratorium kimia, memerlukan waktu lama untuk realisasinya, sementara sarana teknologi informasi dan komunikasi lebih cepat direalisasikan. Kendala utama dalam modernisasi pendidikan kimia adalah biaya yang diperlukan untuk hal tersebut, yang saat ini nampaknya masih sulit disediakan oleh Depdiknas dan/atau masyarakat, dalam hal ini Komite Sekolah. Atas dasar hal tersebut, pelaksanaan modernisasi akan dapat dilaksanakan secara parsial.

Manfaat apakah yang akan diperoleh dengan modernisasi pendidikan kimia di era global? Modernisasi pendidikan kimia di era global akan sangat bermanfaat dalam merealisasikan pendidikan kimia yang efektif dan efisien. Pendidikan yang demikian akan meningkatkan proses dan hasil pendidikan kimia di Indonesia, yang pada akhirnya kita dapat mengejar kemajuan pendidikan kimia di negara tetangga dan Manfaat apakah yang akan diperoleh dengan modernisasi pendidikan kimia di era global? Modernisasi pendidikan kimia di era global akan sangat bermanfaat dalam merealisasikan pendidikan kimia yang efektif dan efisien. Pendidikan yang demikian akan meningkatkan proses dan hasil pendidikan kimia di Indonesia, yang pada akhirnya kita dapat mengejar kemajuan pendidikan kimia di negara tetangga dan

4. Prioritas objek Modernisasi Pendidikan Kimia di Era Global a. Kurikulum kimia

Dua objek penting komponen kurikulum kimia adalah pengembangan kurikulum kimia dan isi kurikulum kimia. Saat ini banyak negara asing mengembangkan pendidikan berbasis kompetensi (competency based education), yang melahirkan kurikulum berbasis kompetensi (competency based curriculum). Indonesia sudah mengambil keputusan untuk memberlakukan kurikulum yang berbasis kompetensi, yaitu “Kurikulum 2006”. Hal ini sesuai dengan arus modernisasi pendidikan kimia di era global.

Isi kurikulum kimia, adalah materi kimia SMA/MA yang dipelajari oleh peserta didik. Materi kimia disesuaikan dengan struktur keilmuan kimia, setidak-tidaknya berisi materi pokok yang bersifat esensial dan merupakan pengetahuan dasar kimia, yaitu (1) Materi dan energi, (2) Struktur dan sifat-sifat atom, (3) Ikatan kimia dan sifat-sifat zat, (4) Prinsip-prinsip reaksi, (5) Kimia deskriptif unsur-unsur., (6) Kimia organik.

Standar Kompetensi (S K), Kompetensi Dasar (K D), dan Indikator pencapaian ( I P), berisi kompetensi kognitif , afektif, dan psikomotor. Kompetensi kognitif tersusun atas dua dimensi:  6 (enam) kategori dimensi proses kognitif (cognitive process dimension, verb),

yaitu mengingat (remember, C1), mengerti (understand, C2), mengaplikasikan (apply, C3), menganalisis (analyze, C4), mengevaluasi (evaluate, C5), dan mencipta (create, C6).

 4 (empat) tipe dimensi pengetahuan kimia (chemistry knowledge dimension, noun), yaitu pengetahuan faktual (factual knowledge, K1), pengetahuan

konseptual (conceptual knowledge, K2), pengetahuan prosedural (procedural knowledge, K3), dan pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge, K4). Kompetensi afektif dan psikomotorik: (1) pendidikan nilai, (2) pendidikan

lingkungan, (3) keterampilan proses sains.

b. Peserta didik dan perbuatan belajar kimia

Dua objek penting dalam hal ini ialah penerapan teori belajar konstruktivisme dan pembelajaran individual atau kelompok. Peserta didik diberi motivasi untuk selalu “membaca dan belajar kimia”, belajar terdiri atas dua kegiatan yaitu penyerapan informasi dan pengolahan informasi dalam benaknya. Ilmu kimia dikonstruksi oleh peserta didik bukan oleh guru.

Pembelajaran individual atau kelompok dilakukan terhadap peserta didik, baik dengan buku teks pelajaran kimia yang menggunakan pendekatan modular maupun melalui soft ware compact disk (CD) yang berbentuk modul pembelajaran.

c. Pendidik dan perbuatan mengajar kimia

Dua komponen penting dalam hal ini ialah kompetensi pendidik dan metode atau teknik mendidik. Guru kimia harus memiliki sertifikasi pendidik dan memiliki kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial.

Dalam pembelajaran kimia guru perlu meningatkan kemampuan mengerti (understand) tentang konsep kimia dan bukan kemampuan mengingat (remember) pengetahuan faktual kimia. Guru tidak hanya mentransfer pengetahuan kimia tetapi mengembangkan kecerdasan peserta didik (Harry Firman, 2007: 786). Guru melaksanakan pembelajaran aktif (student active learning), berpusat pada peserta didik (student centered learning), dan menyenangkan. Guru wajib dapat melakukan pembelajaran kimia berbantuan komputer (computer assisted instruction).

d. Lingkungan Pendidikan Kimia

Empat komponen penting dalam hal ini ialah tersedianya laboratorium kimia, peralatan dan bahan kimia, buku teks pelajaran kimia dengan pendekatan modular, Empat komponen penting dalam hal ini ialah tersedianya laboratorium kimia, peralatan dan bahan kimia, buku teks pelajaran kimia dengan pendekatan modular,

Saat ini buku teks pelajaran kimia di pasaran sudah banyak, namun perlu dicermati kualitasnya. Pemerintah sebenarnya sudah menyetujui buku teks pelajaran kimia yang memenuhi standar, namun nampaknya belum sampai si sekolah. Harga buku teks pelajaran kimia yang tidak terjangkau masayarakat, merupakan kendala utama. Rencana pemerintah akan membeli hak cipta buku teks pelajaran, termasuk buku teks pelajaran kimia, dan menyebarkannya melalui INTERNET di sambut dengan gembira. Buku teks pelajaran kimia yang ideal:

 terdiri atas 4 (empat) buku, yaitu buku untuk peserta didik, buku untuk pendidik, buku eksperimen (bukan praktikum), dan buku latihan soal;

 materi kimia sesuai dengan struktur keilmuan kimia, keluasan dan kedalaman

sesuai dengan perkembangan mental peserta didik;  menggunakan pendekatan modular dan dilengkapi dengan CD pembelajaran,

sehingga peserta didik dapat belajar mandiri dengan pendekatan modular.  Bahasa digunakan bahasa Indonesia yang benar dan komunikatif Media pembelajaran kimia berbantuan komputer dan tentu saja hardware komputer

beserta perlengkapannya perlu tersedia di sekolah. Media pembelajaran kimia berbantuan komputer dalam bentuk CD pembelajaran telah banyak diteliti penggunaannya, dan umumnya berkesimpulan bahwa media ini meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran kimia. Khusus media jenis ini dapat menggantikan sebagian eksperimen laboratorium, namun bukan keseluruhan karena banyak fakta tidak tergantikan, seperti timbulnya panas, bau, dan rsa.

e. Sistem penilaian hasil belajar dan penelitian pendidikan kimia,

Penilaian hasil belajar kimia saat ini dilakukan dengan instrumen penilaian hasil belajar berbentuk soal dan terutama menekankan pada aspek kognitif. Cara penilaian klasik demikian tidak dapat merekam hasil belajar kimia peserta didik secara optimal. Diperlukan teknik dan instrumen penilaian yang lebih variatif untuk hal tersebut. Teori multiple intelligence memberikan dasar penilaian yang lebih komprehensif. Atas dasar hal ini, perlu dilakukan perubahan dalam hal berikut:

 Objek penilaian hasil belajar kimia meliputi spektrum yang luas, yaitu aspek kognitif, aspek afektif (terutama minat belajar dan sikap terhadap pelajaran kimia), dan aspek psikomotorik (terutama kerja laboratorium).

 Menggunakan teknik penilaian ujian, teknik penilaian non-ujian, dan teknik penilaian alternatif  Menggunakan instrumen penilaian yang bervariasi, yaitu instrumen penilaian soal, non-soal, dan penugasan (portofolio, proyek, dsb) Pendekatan penilaian menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP), sebagai realisasi prinsip belajar tuntas (mastery learning). Konsekuensi digunakannya prinsip belajar tuntas, program remedial (remedial program) dan program pengayaan (enrichment program) wajib dilaksanakan. Organisasi kelas yang saat ini klasikal secara berangsur-angsur perlu diubah menjadi organisasi kelompok, atau individual.

Dalam rangka memperkaya khasanah ilmu pendidikan kimia, penelitian perlu dilakukan (aspek epistemologi). Penelitian dilakukan untuk berbagai tujuan:

 peningkatan pengertian terhadap konsep-konsep kimia, terutama terjadinya