DAMPAK PENERBITAN SKPKB PPH BADAN AKIBAT

DAMPAK PENERBITAN SKPKB PPH BADAN AKIBAT KOREKSI FISKAL
POSITIF BEDA TETAP DAN BEDA TEMPORER TERHADAP SALDO LABA (LABA
DITAHAN) DI NERACA ENTITAS
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( Pasal 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 )
SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang
masih harus dibayar.
SKPKB dapat diterbitkan dalam jangka waktu 10 tahun dalam hal : Berdasarkan hasil
pemeriksaan/keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. Atas pajak yang
tidak/kurang dibayar tersebut ditambah sanksi administrasi bunga sebesar 2% per bulan
maksimum 24 bulan (berlaku baik atas PPh, PPN, maupun PPn BM).

0

SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Tegoran. Atas
jumlah pajak yang terutang dikenakakan sanksi kenaikan untuk PPh Sendiri
(Badan/Orangpribadi?BUT), kenaikansebesar50%

. Kewajiban Pasal 28 Undang-


Undang Nomor 28 Tahun 2007 (perihal pembukuan) dan Pasal 29 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 (berkenaan dengan pemeriksaan) tidak dipenuhi. Atas jumlah
pajak yang terutang dikenakan sanksi kenaikan sebesar : 100% untuk PPh sendiri (PPh
Orang Pribadi/Badan/BUT).
SKPKB dapat diterbitkan meskipun jangka waktu 10 tahun telah lewat, dalam hal wajib
pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan oleh pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Atas jumlah pajak yang terutang
dikenakan sanksi bunga 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
PPh Badan
PPh Badan dihitung berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan penghasilan
neto, setelah dikurangi dengan kompensasi kerugian. Tarif pajak sesuai dengan Pasal 17
UU PPh adah 28% untuk tahun pajak 2009 dan 25% untuk tahun pajak 2010 sampai
seterusnya. Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan
tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dan tarif dasar yang dikenakan atas Penghasilan
Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah).
Kredit Pajak
Pajak yang terutang dikurangi dengan kredit pajak tahun bersangkutan yang meliputi:
-


Pasal Pasal 21, pemotongan PPh dari pekerjaan, jasa dan kegiatan lain.

-

Pasal 22, pemungutan pajak dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan di
bidang lain.
Pasal 23, pemotongan pph dari dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan
penghargaan, dan imbalan lain.
Pasal 24, pajak yg dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang
boleh dikreditkan.
Pasal 25, pembayaran yg dilakukan oleh wajib pajak sendiri.
Pasal 26 ayat 5, pemotongan pajak atas penghasilan yg tdk bersifat final

-

1

PAJAK TANGGUHAN (DEFERRED TAXES)
Pada dasarnya antara akuntansi pajak dan akuntansi keuangan memiliki kesamaan tujuan,

yaitu untuk menetapkan hasil operasi bisnis dengan pengukuran dan rekognisi penghasilan
dan biaya. Namun ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan tidak sekadar instrument pentransfer sumber daya
(fungsi budgeter)
Pengenaan penghasilan untuk keperluan perhitungan pajak penghasilan berbeda dengan
perhitungan penghasilan untuk keperluan komersial, atau akibat dari perbedaan rekognisi
penghasilan dan biaya maka akan terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara kedua
perhitungan tersebut.
Perbedaan yang terjadi akibat perbedaan antara PPh Terutang dengan Beban Pajak yang
dimaksud sepanjang menyangkut perbedaan temporer hendaknya dilakukan pencatatan dan
tercermin dalam laporan keuangan komersial dalam akun pajak tangguhan (deferred tax) baik
aktiva pajak tangguhan maupun kewajiban pajak tangguhannya.
Jones Sally M dan Rhoades Catanach Shelley C. mengungkapkan bahwa perbedaan temporer
tidak berpengaruh terhadap perhitungan beban pajak (tax expense), tarif pajak efektif atau
rekonsiliasi antara tarif pajak efektif dengan tarif pajak berdasarkan undang-undang.
Malahan, perbedaan temporer tersebut akan menghasilkan baik aktiva pajak tangguhan
maupun kewajiban pajak tangguhan.
PSAK 46-Akuntansi Pajak Tangguhan
Pajak tangguhan pada prinsipnya merupakan dampak PPh di masa yang akan datang yang
disebabkan oleh perbedaan temporer (waktu) antara perlakuan akuntansi dan perpajakan serta

kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan di masa datang (tax loss carry forward)
yang perlu disajikan dalam laporan keuangan dalam suatu periode tertentu.
Dampak PPh di masa yang akan datang yang perlu diakui, dihitung, disajikan dan
diungkapkan dalam laporan keuangan, baik neraca maupun laba rugi. Suatu perusahaan bisa
saja membayar pajak lebih kecil saat ini, tapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang
lebih besar di masa datang. Atau sebaliknya, bisa saja perusahaan membayar pajak lebih
besar saat ini, tetapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih kecil di masa
2

datang. Bila dampak pajak di masa datang tersebut tidak tersaji dalam neraca dan laba rugi,
maka laporan keuangan bisa saja menyesatkan pembacanya.
Perbedaan Temporer
Perbedaan temporer merupakan perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan yang sifatnya
temporer. Artinya secara keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan
sebenarnya sama, tetapi berbeda alokasi setiap tahunnya.
Perbedaan temporer bisa bersifat koreksi positif atau koreksi negatif. Koreksi positif adalah
koreksi yang menyebabkan penambahan laba fiskal yang akhirnya akan menambah
PPh terutang. Sedangkan koreksi negatif merupakan koreksi yang menyebabkan
pengurangan laba fiskal sehingga PPh terutang menjadi lebih kecil. Mengingat sifatnya yang
temporer, maka koreksi positif saat ini akan mengakibatkan perusahaan membayar pajak

besar saat ini, tetapi akan dikompensasi (dipulihkan) dengan penghematan PPh terutang
karena koreksi negatif di masa datang. Demikian sebaliknya.
Berdasarkan penyebabnya, perbedaan-perbedaan temporer tersebut dapat dikelompokkan
menjadi:


Beban atau kerugian yang telah diakui dalam menghitung laba komersial, tetapi baru
diakui dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak pada saat realisasi.

Misalnya

pembentukan cadangan, selisih kurs yang mengunakan kurs tetap (kurs realisasi) dan
sebagainya.


Beban atau kerugian yang diakui lebih cepat dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak,
dibandingkan dengan pembebanan untuk penghitungan laba komersial. Misalnya beban
penyusutan, sewa guna usaha dengan hak opsi dan sebagainya.




Pendapatan atau keuntungan tertentu diakui sebagai penghasilan pada saat diterima untuk
tujuan fiskal, sedangkan untuk tujuan akuntansi diakui secara proporsional melalui proses
amortisasi.



Pendapatan atau keuntungan telah diakui dalam menghitung laba komersial, tetapi dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak baru diakui di masa mendatang. Misal pengunaan
equity method untuk investasi di perusahaan asosiasi atau anak perusahaan.

3

Timbulnya perbedaan temporer lebih disebabkan adanya perbedaan metode pencatatan
yang digunakan oleh perusahaan dalam penghitungan laba/rugi akuntansi maupun fiskal.
Sedangkan perbedaan perlakuan antara akuntansi dengan fiskal berkenaan dengan
dividen, bisa merupakan perbedaan temporer atau perbedaan permanen karena terdapat
perbedaan kriteria hubungan istimewa antara akuntansi dan perpajakan.
Jika kepemilikan hanya sebesar 20% s.d. kurang dari 25%, maka investor akan
menggunakan metode ekuitas dalam pencatatan investasinya, sementara dividen yang

diterima perusahaan investor akan merupakan obyek PPh sehingga perbedaan tersebut
akan menimbulkan perbedaan temporer.
Jika kepemilikannya 25% atau lebih, maka perbedaan antara akuntansi dan perpajakan
akan merupakan beda tetap, kecuali persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (3)
huruf f tidak terpenuhi. Walaupun demikian dampak pajak tangguhannya tetap harus
dihitung sampai benar-benar dividen tersebut bisa dipastikan bukan obyek PPh. Dalam
hal ini akan dilakukan periodic review atas saldo pajak tangguhan.
Pemulihan nilai tercatat aktiva pajak tangguhan akan mengakibatkan perusahaan pelapor
membayar pajak lebih kecil di periode mendatang. (KOREKSI POSITIF DIAWAL)
Perbedaan Temporer Kena Pajak: Perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah
kena pajak dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva
dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (berasal dari koreksi negatif).
(PERIODE MENDATANG DIKENAKAN PAJAK KARENA ADA KOREKSI NEGATIF
BEDA WAKTU)
Perbedaan Temporer Yang Boleh Dikurangkan: Perbedaan temporer yang menimbulkan
suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang
pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi
(berasal dari koreksi positif). (KOREKSI POSITIF BEDA WAKTU)  ADA
PENGHEMATAN PAJAK
Aktiva Pajak Tangguhan: Jumlah Pajak Penghasilan terpulihkan pada periode mendatang

sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan, dan sisa kompensasi
kerugian (berasal dari koreksi positif).
DPP Aktiva: jumlah yang dapat dikurangkan, untuk tujuan fiskal, terhadap setiap
penghasilan kena pajak yang akan diterima perusahaan pada saat memulihkan nilai tercatat
4

aktiva tersebut. Apabila penghasilan tersebut tidak akan dikenakan pajak, maka DPP aktiva
sama dengan nilai tercatat aktiva. Contoh: piutang usaha memiliki nilai tercatat 100.
Pendapatan usaha terkait sudah diakui secara fiskal. DPP aktiva tersebut adalah 100, tidak
ada perbedaan temporer.

Pengakuan Pajak Tangguhan
1.

Balance Sheet Approach For Deferred Taxes
Apabila sebelumnya perusahaan lazim menggunakan “tax payable method” dalam
akuntansi pajak penghasilan, maka dengan berlakunya PSAK No. 46, perusahaan
harus melakukan suatu perubahan mendasar dalam akuntansi pajak penghasilan
karena harus menghitung dan mengakui pajak tangguhan (deferred tax) atas “future
tax effects” dengan menggunakan “balance sheet liability method” atau disebut juga

“asset / liability method”. Penggunaan “balance sheet liability method” merupakan
suatu hal yang baru dalam standar akuntansi, mengingat selama ini yang lazim
diterapkan di berbagai negara dan juga dibahas dalam berbagai literatur adalah
pengakuan pajak dengan menggunakan “income statement liability method”.

2.

Untuk dapat menghitung dan mengakui pajak tangguhan berdasarkan “balance sheet
liability method” sebagaimana diadopsi oleh PSAK No 46, maka kunci utama yang
perlu dipahami adalah konsep tentang “temporary differences - TD” (perbedaan
temporer). (KOREKSI FISKAL – BEDA WAKTU) TD adalah perbedaan antara
“Accounting Base” yaitu nilai buku atau nilai tercatat aktiva dan kewajiban menurut
pembukuan (akuntansi) dengan “Tax Base” yaitu nilai buku fiskal yang digunakan
sebagai dasar pelaporan SPT - PPh Badan (Formulir 1771).

3.

Apabila jumlah TD pada tanggal neraca telah diketahui dari pembandingan antara
saldo menurut buku (per books) dan saldo menurut fiskal (per SPT), maka pada
tanggal neraca dapat dihitung jumlah aktiva pajak tangguhan (deferred tax assetsDTA) dan kewajiban pajak tangguhan (deffered tax liability-DTL) sebagai akibat TD

tersebut. Di samping itu, dilakukan juga pengakuan adanya aktiva pajak tangguhan
(deferred tax assets) atas sisa kerugian fiskal yang belum dikompensasikan (tax loss
carry forward), apabila persyaratan tertentu dipenuhi. Di samping itu, perlu kiranya
diketahui bahwa penghasilan tertentu di Indonesia dikenakan PPh yang bersifat final.
Terhadap penghasilan yang telah dikenakan PPh final, maka terhadap unsur aktiva
5

dan kewajiban yang terkait dengan penghasilan yang telah dikenakan PPh final
tersebut tidak boleh diakui adanya perbedaan temporer. Dengan demikian, untuk
penghasilan yang telah dikenakan PPh final tidak ada pengakuan aktiva dan
kewajiban pajak tangguhan atas unsur aktiva dan kewajiban terkait.
4.

Apabila saldo akhir DTA dan DTL yang berasal dari perbedaan temporer per tanggal
neraca telah diketahui, maka dengan membandingkannya dengan saldo awal, dapat
segera

diketahui

perubahannya


(kenaikan/penurunan)

DTA/DTL.

Jumlah

kenaikan/penurunan DTA/DTL merupakan beban pajak tangguhan atau penghasilan
pajak tangguhan (deferred tax expense atau deferred tax income) yang harus
diperhitungkan dalam laporan laba-rugi periode berjalan. Disamping itu, pengakuan
DTA yang dilakukan terhadap rugi fiskal, akan mempengaruhi jumlah penghasilan
pajak tangguhan.

Perbedaan permanen hanya akan mempengaruhi Penghasilan Kena Pajak pada
periode berjalan dan tidak berdampak pada penghitungan pada periode mendatang.
Oleh karena itu perbedaan permanen ini tidak mempengaruhi besarnya pajak tangguhan
karena PSAK 46 sendiri pada dasarnya merupakan “accounting for future tax effects”.
Dengan demikian hanya perbedaan temporer yang diperhitungkan dalam pajak tangguhan
karena memiliki dampak pajak di periode mendatang.
Koreksi Positif menimbulkan pengakuan adanya “Income” dengan perkiraan tandingan yang
dapat berupa: DTA yang bertambah atau DTL yang berkurang.
a) Aset pajak kini diakui sebesar selisih antara jumlah pajak yang telah dibayarkan
dengan jumlah pajak terutang di periode kini atau periode sebelumnya atau sebesar
manfaat rugi fiskal yang dapat ditarik kembali untuk mengurangi pajak terutang
periode sebelumnya.
b) Liabilitas pajak kini diakui sebesar jumlah pajak yang belum dibayarkan untuk
periode kini dan periode sebelumnya.


Koreksi Positif Beda Temporer menghasilkan deffered tax income, di neraca dapat
menyebabkan DTA naik atau DTL turun.



Koreksi Positif Beda Temporer menghasilkan deffered tax expense, di neraca
dapat menyebabkan DTA turun atau DTL naik.
6

Rugi Kompensasi
Pada PSAK 46 Par. 26, Rugi Fiskal yang dapat dikompensasi diakui sebagai aktiva pajak
tangguhan (DTA) apabila besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa yang akan datang
memadai untuk dikompensasi.
1. Identifikasi koreksi fiskal yang dihasilkan dari akun-akun di atas dan tentukan apakah
koreksi fiskal tersebut termasuk koreksi positif atau negatif.

Koreksi
fiskal
Koreksi
positif
Koreksi
negatif

Jenis akun

Perbandingan

PPT / BPT yang dihasilkan

Penghasilan
Biaya
Penghasilan
Biaya

Akuntansi < Pajak
Akuntansi > Pajak
Akuntansi > Pajak
Akuntansi < Pajak

Penghasilan pajak tangguhan
Penghasilan pajak tangguhan
Beban pajak tangguhan
Beban pajak tangguhan

Penyebab harus menyajikan pajak tanggugan adalah:
a. Dampak koreksi fiskal terhadap pajak tangguhan:
Aktiva pajak tangguhan/DTA
Penghasilan pajak tangguhan/DTI

(25% x koreksi fiskal positif
temporer)

Koreksi positif adalah koreksi yang menyebabkan penambahan laba fiskal yang akhirnya
akan menambah PPh terutang. Koreksi positif saat ini akan mengakibatkan perusahaan
membayar pajak besar saat ini, tetapi akan dikompensasi (dipulihkan) dengan penghematan
PPh terutang karena koreksi negatif di masa datang. Demikian sebaliknya.

b. Dampak koreksi fiskal terhadap pajak tangguhan:

Beban pajak penghasilan terutang/DTE
Kewajiban pajaktangguhan/DTL

(25% x koreksi fiskal negatif
temporer)

Ada tangguhan pajak kalau tahun berikutnya ada laba
7

c. Kompensasi rugi fiskal
Aktiva pajak tangguhan/DTA
Penghasilan pajak tangguhan/DTI

25% x RUGI FISKAL

DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
Undang-Undang No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 13
Indonesian Tax Review. PSAK No 46.
PSAK No. 46

8

Dokumen yang terkait

ANALISIS KINERJA UPT RUMAH SAKIT PARU JEMBER SEBELUM DAN SESUDAH BADAN LAYANAN UMUM (BLU)

24 263 20

ANALISIS KOMUNIKASI, KOMPENSASI FINANSIAL DAN NON FINANSIAL TERHADAP KEPUASAN KERJA DENGAN DUKUNGAN SOSIAL SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA BADAN PUSAT STATISTIK JEMBER

0 48 17

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

FRAKSIONASI DAN KETERSEDIAAN P PADA TANAH LATOSOL YANG DITANAMI JAGUNG AKIBAT INOKULASI JAMUR MIKORIZA ARBUSKULAR DAN BAKTERI PELARUT FOSFAT (Pseudomonas spp.)

2 31 9

FUNGSI DAN KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (BAPEPAM) DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ)

5 65 215

MAKALAH DAMPAK NARKOBA

2 4 11

PENGAWASAN OLEH BADAN PENGAWAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA BAGI INDUSTRI (Studi di Kawasan Industri Panjang)

7 72 52

ANALISIS SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN TAX PLANNING TERHADAP LABA KENA PAJAK DAN PPH TERUTANG PADA PERUSAHAAN PT. IER (Studi Kasus Pada PT. IER)

16 148 78