Perjanjian Penyelesaian Kredit Antara PT.BANK CIMB Niaga Tbk Dengan PT.Mestika Sawit Intijaya

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perbankan merupakan salah satu unsur yang menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. 1 Peran perbankan
tersebut dilakukan dengan melaksanakan fungsi intermediasi, yaitu menghimpun
dana masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat. 2
Untuk menghimpun dana masyarakat, bank mengeluarkan berbagai
produk seperti giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Sedangkan penyaluran dana
kepada masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk kredit. 3

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menyatakan “Perbankan
Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak”.
2
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menyatakan “Fungsi utama
perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”. Renniwaty
Siringoringo, Karateristik dan Fungsi Intermediasi Perbankan di Indonesia, Buletin Ekonomi

Moneter dan Perbankan, Juli 2012, (Jakarta: Bank Indonesia, 2012), hal. 62.
3
Paal 6 UU Perbankan menyatakan bahwa bank juga dapat melakukan usaha berupa
untuk menyediakan jasa keuangan, yaitu
a. menerbitkan surat pengakuan hutang ;
b. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas
perintah nasabahnya :
1. surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak
lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud ;
2. surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama
dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud ;
3. kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah ;
4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ;
5. obligasi ;
6. surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun ;
7. instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun ;
c. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah ;
d. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik
dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau
sarana lainnya ;

1

Universitas Sumatera Utara

Kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang artinya percaya.
Dalam hal ini, bank selaku kreditur yakin untuk meminjamkan sejumlah uang
kepada nasabah (debitur) karena kreditur percaya bahwa debitur mampu untuk
membayar lunas pinjamannya setalah jangka waktu yang ditentukan.
Pengertian kredit dalam Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut “UU Perbankan”) yaitu
“Kredit adalah penyediaan uang atau yang dipersamakan dengannya,
yang didasari dengan perjanjian pinjam meminjam antara bank dengan
pihak yang lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dimana bank atas jasanya itu
akan mendapatkan bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan”.
Keyakinan debitur untuk mengembalikan pinjaman tersebut berdasarkan hasil
analisis yang mendalam terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek
usaha debitur yang dikenal dengan 5 C, yaitu:
1.


Watak (character)
Bahwa calon nasabah atau debitur memiliki watak, moral, dan sifat-sifat
pribadi yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan kemampuan dari calon nasabah
atau debitur untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan usahanya.

e. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan
antar pihak ketiga ;
f. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga ;
g. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak ;
h. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga
yang tidak tercatat di bursa efek ;
i. dihapus ;
j. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat ;
k. menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah,
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia ;
l. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
.


Universitas Sumatera Utara

Informasi ini dapat diperoleh dari bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha,
dan informasi-informasi dari usaha.
Character ini juga dapat dilihat dalam Sistem Informasi Debitur yaitu
informasi mengenai calon debitur yang akan memohon kredit, sistem ini
terhubung secara langsung kepada Bank Indonesia, dimana setiap bank yang
telah memberikan kredit kepada nasabahnya wajib melaporkan data-data atau
informasi mengenai nasabah atau istilah DIN (Data Informasi Nasabah) yang
telah diberikan kredit.
2.

Kemampuan (capacity)
Capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah atau debitur untuk
mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan,
sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan dapat memberikan
keuntungan, yang akan menjamin bahwa jangka ia mampu melunasi hutang
kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan. Pengukuran
kemampuan ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, misalnya
pendekatan materiil, yaitu melakukan penilaian terhadap keadaan neraca,

laporan laba rugi, dan arus kas (cash flow) usaha dari beberapa tahun
terakhir, dalam capacity ini bank dapat melihat layak atau tidaknya calon
debitur tersebut akan diberikan pinjaman dalam jumlah yang sesuai.

3. Modal (capital)
Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap
modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah sematamata didasarkan pada besar kecilnya modal, akan tetapi lebih difokuskan

Universitas Sumatera Utara

kepada bagaimana distribusi modal ini ditempatkan oleh pengusaha tersebut,
sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif. Modal
atau capital ini dapat dilihat dari neraca keuangan calon debitur atau ratio
modal debitur. Penilaian keadaan keuangan arus dana, realisasi produksi, serta
pembelian dan penjualan. Laporan sumber dana dan penggunaan dana sangat
membantu melakukan penilaian aspek pembiayaan. Atas dasar ini dapat
dipahami kelayakan kredit yang dibutuhkan sehingga dapat dijadikan dasar
pertimbangan keputusan penyaluran kredit. Collateral adalah jaminan untuk
persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman (back up) atas
risiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah debitur dikemudian

hari, misalnya terjadi kredit macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi
sisa hutang kredit baik hutang pokok maupun bunganya. Dalam setiap
perjanjian kredit harus ada agunan yang menjadi jaminan apabila debitur
wanprestasi (cidera janji).
4. Jaminan (collateral)
Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang
merupakan sarana pengaman (back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas
wanprestasinya nasabah debitur dikemudian hari, misalnya terjadi kredit
macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa hutang kredit baik
hutang pokok maupun bunganya. Dalam setiap perjanjian kredit harus ada
agunan yang menjadi jaminan apabila debitur wanprestasi (cidera janji).
5. Kondisi ekonomi (Condition of Economy)

Universitas Sumatera Utara

Dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi
sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dan bank untuk
memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi
ekonomi tersebut. Condition of economy ini juga mempengaruhi untuk
keputusan pemberian kredit, misalnya disaat hari-hari besar seperti Hari Raya,

Natal atau Tahun Baru kebutuhan masyarakat meningkat maka kemungkinan
untuk membayar kredit sangat kecil, atau nilai tukar rupiah turun, suku bunga
naik maka tidak mungkin pada kondisi keadaan lebih berhati-hati dalam
merealisasi kredit.
Pemberian kredit

4

tidak terlepas dari risiko dimana debitur tidak

memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian
(wanprestasi). Wanprestasi dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1243 Kitab
Undang‐undang Hukum Perdata dapat terjadi, karena tidak melakukan apa yang
disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak
dilakukan dengan semestinya, menjalankan hal yang dijanjikan akan tetapi
terlambat melaksanakannya, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian
tidak boleh dilakukannya.5 Sehingga dapat dikatakan wanprestasi seorang debitur

4
Pinjaman yang diberikan oleh bank dapat digunakan untuk konsumtif maupun

produktif. Kredit konsuntif digunakan untuk membeli kebutuhan hidup rumah tangga sehari-hari
seperti pembelian alat-alat rumah tangga. Kredit produktif digunakan untuk keperluan usaha
nasabah agar produktivitasnya meningkat. Bentuk kredit produktif dapat berupa investasi maupun
kredit modal kerja yang bertujuan meningkatkan produktivitas usaha nasabah. Gatot Supramono,
Perbankan dan Masalah Kredit, suatu Tinjauan di Bidang Yuridis (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),
hal. 155-156.
5
Pasal 1243 KUH Perdata berbunyi ““Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena
tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai,
tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang
telah ditentukan.”

Universitas Sumatera Utara

dapat berupa, sama sekali tidak memenuhi prestasi, tidak tunai memenuhi prestasi,
terlambat memenuhi prestasi, keliru memenuhi prestasi.
Bank Indonesia telah membuat kategori kelancaran pengembalian
pinjaman menurut pasal 12 ayat 3 Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (PBI No. 7/2/PBI/2005) jo Pasal 4

Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 30/267/KEP/DIR (SKBI No.
30/267/KEP/DIR tentang Kualitas Aktiva Produktif, yaitu sebagai berikut6
a. Lancar (pass), yaitu apabila memenuhi kriteria :
1) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat
2) Memiliki mutasi rekening yang aktif.
3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral)
b. Dalam perhatian khusus (special mention), yaitu apabila memenuhi kriteria :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum
melampaui 90 (sembilan puluh) hari;
2) Kadang-kadang terjadi cerukan (overdraft)
3) Mutasi rekening rendah
4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan 5.
Didukung oleh pinjaman baru
c. Kurang lancar (substandard), yaitu apabila memenuhi kriteria :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan / atau bunga yang telah
melampaui 90 (sembilan puluh) hari
2) Sering terjadi cerukan

6


Pasal 12 ayat 3 PBI No. 7/2/PBI/2005 jo Pasal 4 SKBI No. 30/267/KEP/DIR.

Universitas Sumatera Utara

3) Frekuensi mutasi rekening relatif rendah
4) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90
(sembilan puluh) hari
5) Terdapat

indikasi

masalah

keuangan

yang

dihadapi

debitur


6.

Dokumentasi pinjaman yang lemah
d. Diragukan (doubtful) yaitu, yaitu apabila memenuhi kriteria :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui
180 (seratus delapan puluh) hari
2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen
3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari
4) Terjadi kapitalisasi bunga
5) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun
pengikatan jaminan
e. Kredit macet (loss), yaitu apabila memenuhi kriteria :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui
270 (dua ratus tujuh puluh) hari
2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru
3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan
pada nilai wajar. 7
Jika dihubungkan dengan kredit macet, ada tiga macam perbuatan yang
digolongkan dengan wanprestasi, yaitu meliputi:

7

Pasal 12 ayat 3 PBI No. 7/2/PBI/2005 jo Pasal 4 SKBI No. 30/267/KEP/DIR

Universitas Sumatera Utara

1. Debitur sama sekali tidak membayar angsuran kredit dan atau beserta
bunganya,
2. Debitur membayar sebagian angsuran kredit dan atau beserta bunganya.
Pembayaran angsuran kredit tidak di persoalkan apakah debitur telah
membayar sebagian kecil atau sebagian besar angsuran. Walaupun debitur
kurang membayar satu kali angsuran tetap tergolong kreditnya sebagai kredit
macet.
3. Debitur membayar lunas kredit dan atau beserta bunganya setelah jangka
waktu yang di perjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk debitur membayar
lunas setelah perpanjangan jangka waktu kredit yang telah disetujui kreditur
atas permohonan debitur. 8
Kredit bermasalah dapat disebabkan oleh faktor‐faktor yang berasal dari
sudut eksternal maupun internal. Faktor terjadinya kredit bermasalah yang bersifat
internal pada umumnya berkaitan dengan pihak analisis kurang teliti sehingga apa
yang seharusnya terjadi tidak dapat diprediksi sebelumnya atau mungkin salah
dalam melakukan perhitungan. Sedangkan faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi kualitas kredit atau yang menyebabkan kredit bermasalah adalah
keadaan perekonomian tidak mendukung perkembangan usaha namun disatu sisi
debitur mempunyai kemauan atau itikad untuk membayar akan tetapi disisi lain
ada pula debitur yang tidak mempunyai kemauan atau itikad untuk tidak
membayar.

8
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, (Jakarta, Djambatan, 1995), hal
131-132 . Menurut J. Satrio, wajud wanprestasi bisa karena debitur sama sekali tidak berprestasi,
debitur keliru berprestasi, debitur terlambat berprestasi. J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan
Pada Umumnya, (Bandung: Alumni, 1999), hal. 122 -133.

Universitas Sumatera Utara

Penyelesaian kredit macet tersebut dapat dilakukan dengan cara negosiasi
untuk mencari kesepakatan baru sehingga terhindar dari masalah. Bentuk
renegosiasi tersebut dapat dilakukan dengan cara:
1. Rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu memberi perpanjangan jangka
waktu kredit sehingga debitur mempunyai tambahan waktu untuk mencari
penyelesaiaan yang lebih menguntungkan, atau dengan cara memperpanjang
jangka waktu angsuran sehingga angsuran menjadi lebih ringan sesuai dengan
kemampuannya.
2. Reconditioning (mengubah persyaratan)
a. Kapitalisasi bunga yakni dengan cara bunga dijadikan hutang pokok
b. Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu maksudnya bunga
yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok pinjaman tetap
harus dibayar
c. Penurunan suku bunga agar meringankan beban debitur.
Misalnya: bunga pertahun 18% di turunkan menjadi 16% pertahun dan
tergantung pertimbangan bank bersangkutan. Akibatnya berpengaruh
kepada jumlah angsuran semakin mengecil sehingga meringankan debitur
d. Pembebasan bunga diberikan kepada debitur yang tidak mampu lagi
membayar kredit, akan tetapi wajib bagi debitur membayar pokok
pinjaman sampai lunas.
3. Restructuring (penataan kembali)

Universitas Sumatera Utara

Tindakan menambah fasilitas kredit bagi debitur atau dengan cara menambah
equity (modal sendiri) yaitu dengan menyetor fresh money, akan tetapi ini
biasanya gagal karena banyak pemilik perusahaan yang tidak mampu. 9
Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan khusus, yakni Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 31/150/KEP/DIR tanggal 12 Nopember 1998
yakni upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar
debitur dapat memenuhi kewajibannya ini dilakukan melalui tindakan sebagai
berikut:
a. Penurunan suku bunga kredit
b. Pengurangan tunggakan bunga kredit
c. Pengurangan tunggakan pokok kredit
d. Perpanjangan jangka waktu kredit
e. Penambahan fasilitas kredit
f. Pengambilalihan asset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku
g. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan
debitur. 10
Salah satu perjanjian kredit yang mengalami restructuring (penataan
kembali) karena debitur tidak dapat menyelesaikan hutangnya adalah perjanjian
antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. (selanjutnya disebut Bank CIMB Niaga)
kepada PT. Mestikasawit Intijaya.

9
http://roman-jovanda.blogspot.com/2010/06/analisa-kredit-dan-penanganan-kredit.html
diakses pada tanggal 18 Agustus 2013.
10
Sry Kartika, Analisis Hukum Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan
Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), Tesis, USU, 2012, hal. 91-92.

Universitas Sumatera Utara

PT. Mestikasawit Intijaya didirikan pada tanggal 28 April 1995
berdasarkan Akta Nomor 31 yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman
Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan tertanggal 11 Juli 1995 Nomor
C2-8.414.HT.01.01.TH.95.

PT.

Mestikasawit

Intijaya

merupakan

sebuah

perusahaan yang berkedudukan di Jalan Tembakau Deli I, No 4-1, Kabupaten Deli
Serdang, Sumatera Utara. PT. Mestikasawit Intijaya merupakan perusahaan yang
bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan pengolahan CPO (crude palm
oil). Untuk melaksanakan kegiatan bisnisnya, PT. Mestikasawit Intijaya telah
memiliki beberapa aset seperti lahan kepala sawit, gudang penyimpanan hasil
perkebunan kelapa sawit hingga pabrik pengolahan CPO beserta mesin-mesinya.
11

Sejalan dengan waktu, kepemilikan PT. Mestikasawit Intijaya telah
mengalami perubahan yang disertai dengan perubahan kepemilikan saham hingga
dimiliki oleh Wijayanto dan Shelly Kustamin sebagaimana dinyatakan dalam
Akta Nomor 195. Sebagai pemegang saham di PT. Mestikasawit Intijaya,
Wijayanto dan Shelly Kustamin dapat mewakili PT. Mestikasawit Intijaya untuk
melakukan perbuatan hukum, termasuk dalam mengajukan permohonan kredit.
Bank CIMB Niaga memberikan pinjaman kepada PT. Mestikasawit
Intijaya berdasarkan Akta Perjanjian Kredit Nomor 200 tertanggal 31 Juli 2008
yang dibuat di hadapan Notaris Jhon Langsung, S.H. (selanjutnya disebut “Akta
Perjanjian Kredit”). Berdasarkan Akta Perjanjian Kredit tersebut, CIMB Niaga
memberikan pinjaman kepada PT. Mestikasawit Intijaya berupa pinjaman

11

Perjanjian Kredit Nomor 200 tertanggal 31 Juli 2008 oleh Notaris Jhon Langsung.

Universitas Sumatera Utara

rekening Koran sebesar Rp. 45.000.000.000,- (empat puluh lima miliyar rupiah)
yang terdiri dari pinjaman rekening koran sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima
miliyar Rupiah) dan pinjaman tetap angsuran sebesar Rp. 40.000.000.000,- (empat
puluh miliyar rupiah). Jaminan yang diberikan berupa Hak Tanggungan atas SHM
Nomor 65/Pematang Seleng, SHM Nomor 246/Pematang Seleng, SHM Nomor
342/Pematang Seleng dan fidusia atas bilyet giro, mesin-mesin pabrik.
Akta Perjanjian Kredit tersebut dirubah melalui Addendum Perjanjian
Kredit Nomor 0334/Addendum/PK/MDP/IX/2008 tertanggal 5 September 2008
yang memberikan tambahan pinjaman sebesar RP. 2.432.000.000,- (dua miliyar
empat ratus tiga puluh dua juta rupiah) dan Addendum Perjanjian Kredit Nomor
339/Addendum/PK/MDP/VII/2009 tertanggal 24 Juli 2009 yang menarik jaminan
bilyet giro dan memberikan jaminan penunjang berupa asuransi atas bangunan
pabrik kelapa sawit, mesin dan stok bahan baku sebesar USD 4.000.000,-.
Mengingat Mestikasawit Intijaya tidak melaksanakan kewajibannya untuk
menyelesaikan pinjamannya kepada CIMB Niaga, maka dilakukan restructuring
(penataan ulang) melalui kesepakatan bersama yang melibatkan CIMB Niaga,
Mestikasawit Intijaya dan Tuan Wijayanto melalui Kesepakatan Bersama
Mengenai Penyelesaian Pinjaman tertanggal 22 Desember 2009 (selanjutnya
disebut “Perjanjian Penyelesaian Pinjaman”). Para pihak sepakat untuk memilih
penyelesaian dengan cara penyerahan saham, tanah dan bangunan serta mesin dan
barang dagangan yang dimiliki oleh Mestikasawit Intijaya dan Tuan Wijayanto
kepada CIMB Niaga untuk dijual oleh CIMB Niaga kepada pihak ketiga dan uang

Universitas Sumatera Utara

hasil penjualan tersebut diserahkan kepada CIMB Niaga yang akan digunakan
sebagai pelunasan kewajiban Mestikasawit Intijaya.
Perjanjian

Penyelesaian

Pinjaman

yang

merupakan

restructuring

(penataan ulang) atas Akta Perjanjian Kredit dapat menimbulkan kerancuan bagi
para pihak untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak setelah disepakatinya
restructuring (penataan ulang).
Berdasarkan uraian di atas maka Peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian skripsi yang berjudul “Perjanjian Penyelesaian Kredit Antara PT.
Bank CIMB Niaga, Tbk dengan PT. Mestikasawit Intijaya”.

B. Permasalahan
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah:
1. Bagaimana kedudukan Perjanjian Penyelesaian Pinjaman dalam ranah
hukum perdata?
2. Apa yang menjadi dasar dilakukannya perubahan perjanjian antara PT.
Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit Intijaya?
3. Bagaimana akibat hukum bagi para pihak terkait dengan perubahan
perjanjian antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit
Intijaya?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:

Universitas Sumatera Utara

a. Untuk mengetahui kedudukan perjanjian penyelesaian pinjaman dalam
ranah hukum perdata.
b. Untuk mengetahui dasar dilakukanya perubahan perjanjian antara PT.
Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit Intijaya.
c. Untuk mengetahui akibat hukum bagi para pihak terkait dengan perubahan
perjanjian antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit
Intijaya.

D. Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi atau manfaat baik dari sisi teoritis maupun
praktis sebagai berikut:
a. Manfaat secara teoritis
Memberikan sumbangan akademis bagi perkembangan ilmu hukum pada
umumnya, dan Hukum Perjanjian pada khususnya.
b. Manfaat praktis
Membantu pihak perbankan dan masyarakat umum dalam memahami
perjanjian penyelesaian pinjaman.

E. Keaslian Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Sebagai suatu karya tulis ilmiah yang dibuat untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar Sarjana, maka seyogyanya skripsi ditulis berdasarkan buah
pikiran yang benar-benar asli tanpa melakukan tindakan peniruan (plagiat) baik
sebagian ataupun seluruhnya dari karya orang lain. Judul dan permasalahan yang
penulis pilih telah diperiksa dalam arsip bagian Hukum Ekonomi dan dinyatakan
tidak ada yang sama.

F. Tinjauan Kepustakaan
Perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Bab Ketiga Belas Buku
Ketiga KUH Perdata. Dalam Pasal1754 KUH Perdata menyebutkan, pinjam
meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena
pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan
sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. 12
Istilah yang diberikan kepada pihak yang memberikan pinjaman adalah
pihak yang berpiutang atau kreditur, sedangkan pihak yang menerima pinjaman
adalah pihak yang berhutang atau debitur.
Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi
“Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan 4 (empat) syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Cakap untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal”13
12
Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013), hal. 9 - 10.
13
Kedua syarat pertama merupakan syarat subjektif karena berkaitan dengan subjek
dalam melaksanakan perjanjian. Syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif karena
berkaitan dengan objek perjanjian.

Universitas Sumatera Utara

Ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Seseorang dikatakan telah memberikan persetujuan/sepakatnya, Jika seseorang
itu memang menghendaki apa yang disepakati. Dengan kata lain sepakat
sebenarnya merupakan pertemuan antara dua kehendak, dimana kehendak
orang yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak lain.
Persesuaian kehendak antara dua pihak menimbulkan perikatan, karena hukum
hanya mengatur perbuatan nyata daripada manusia. Dengan kata lain adanya
kesesuaian kehendak saja antara dua orang belum melahirkan suatu perjanjian,
karena kehendak itu harus dinyatakan, harus nyata bagi yang lain, dan harus
dapat di mengerti pihak lain. Kehendak itu harus saling bertemu dan untuk
saling bisa ketemu harus dinyatakan. Sepakat itu inti sebenarnya adalah suatu
penawaran yang disampaikan kepada lawan pihaknya, untuk memperoleh
persetujuan dari lawan pihaknya tersebut. Dalam hal pihak lawan dari pihak
yang melakukan penawaran menerima penawaran yang diberikan, maka
tercapailah kesepakatan tersebut. Sedangkan jika pihak lawan dari pihak yang
melakukan penawaran tidak menyetujui penawaran yang disampaikan
tersebut, maka ia dapat mengajukan penawaran balik, yang memuat ketentuanketentuan yang di anggap dapat dipenuhi atau yang sesuai dengan
kehendaknya yang dapat dilaksanakan dan diterima olehnya. Dalam hal yang
demikian maka kesepakatan belum tercapai. Saat penerimaan yang paling
akhir dari serangkaian penawaran atau bahkan tawar menawar yang
disampaikan dan dimajukan oleh para pihak, adalah, saat tercapainya

Universitas Sumatera Utara

kesepakatan. Hal ini adalah benar untuk perjanjian konsensuil, dimana
kesepakatan dianggap terjadi pada saat penerimaan dari penawaran yang
disampaikan terakhir. Dengan kata lain suatu penawaran dan persetujuan itu
bisa datang dari kedua belah pihak secara timbal balik. 14
Syarat kesepakatan diatur lebih rinci dalam Pasal 1321 KUH Perdata yang
berbunyi “Tiada suatu perjanjian pun mempunyai kekuatan jika diberikan
karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan”.
Syarat kesepakatan dapat cacat apabila terdapat unsur:
a. Kekhilafan (kesesatan)
Pasal 1322 KUH Perdata menyatakan bahwa “Kekhilafan tidak
mengakibatkan batalnya suatu perjanjian, kecuali jika kehilafan itu terjadi
mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian”. Yang dimaksud
kekhilafan ini adalah kekhilafan mengenai orang (error in persona) dan
kekhilafan karena barang yang diperjanjikan (error in substansia). 15
b. Paksaan.
Pengertian paksaan diatur dalam Pasal 1324 KUH Perdata yang berbunyi
“Paksaan telah terjadi,apabila perbuatan itu sedemikian rupa hingga
dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan apabila
perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut
bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian
yang terang dan nyata. Dengan pertimbangan itu, harus diperhatikan
usia, kelamin dan kedudukan orang-orang yang bersangkutan”.
Unsur paksaan merupakan alasan untuk batalnya perjanjian sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 1323 KUH Perdata yang berbunyi
14

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, (Bandung: Alumni, 1999), hal.

165.
15

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2001), hal. 75-76.

Universitas Sumatera Utara

“Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu
persetujuan, merupakan asalan untuk batalnya persetujuan, juga
apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga , untuk
kepentingan siapa persetujuan tersebut tidak telah dibuat”.
c. Penipuan
Penipuan membuat syarat sepakat menjadi cacat yang membatalkan
perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1328 KUH Perdata yang
berbunyi
“Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan
persetujuan, apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu
pihak, adalah sedemikian rupa sehingga terang dan nyata bahwa
pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak
dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan,
tetapi harus dibuktikan”.

Ad. 2. Cakap untuk membuat suatu perikatan
Syarat cakap melakukan perbuatan hukum diatur dalam pasal 1329 KUH
Perdata yang berbunyi “Setiap orangadalah cakap untuk membuat perikatanperikatan jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”. Pasal 1330
KUH Perdata memberikan syarat orang yang tidak cakap melakukan
perbuatan hukum dengan bunyi
“Tidak cakap untuk membuat persetujaun-persetujuan adalah:
1. Orang-orang yang belum dewasa
2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
3. Orang-orang perempuan, dalam hal ditetapkan oleh undang-undang
dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah
melarang, membuat persetujaun persetujuan tertentu”.

Universitas Sumatera Utara

Kecakapan bertindak ini dalam banyak hal berhubungan dengan masalah
kewenangan bertindak dalam hukum. Meskipun kedua hal tersebut secara
prinsipil berbeda, namun dalam membahas masalah kecakapan bertindak yang
melahirkan suatu perjanjian yang sah, maka masalah kewenangan untuk
bertindak juga tidak dapat dilupakan. Jika masalah kedewasaan dari orang
perorangan yang melakukan suatu tindakan atau perbuatan melawan hukum,
masalah kewenangan berkaitan dengan kapasitas orang perorangan tersebut
yang bertindak atau berbuat dalam hukum. Dapat saja seorang yang cakap
bertindak dalam hukum tetapi ternyata tidak berwenang untuk melakukan
suatu perbuatan hukum, dan sebaliknya seorang yang dianggap berwenang
untuk bertindak melakukan suatu perbuatan hukum, ternyata karena suatu hal
menjadi tidak cakap untuk bertindak dalam hukum. Pada dasarnya yang paling
pokok dan mendasar adalah masalah kecakapan untuk bertindak. Setelah
seseorang dinyatakan cakap untuk bertindak untuk dan atas namanya sendiri,
baru kemudian dicari tahu apakah orang perorangan yang cakap bertindak
dalam hukum tersebut juga berwenang untuk melakukan suatu tindakan atau
perbuatan hukum tertentu. Masalah kewenangan bertindak orang perorangan
dalam hukum, menurut doktrin ilmu hukum yang berkembang dapat
dibedakan ke dalam:
a) Kewenangan untuk bertindak untuk dan atas namanya sendiri, yang berkaitan
dengan kecakapannya untuk bertindak dalam hukum.
b) Kewenangan untuk bertindak selaku kuasa pihak lain, yang dalam hal ini
tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Bab XIV Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata di bawah judul “Pemberian Kuasa”.

Universitas Sumatera Utara

c) Kewenangan untuk bertindak dalam kapasitasnya sebagai wali atau wakil dari
pihak lain. 16

Syarat suatu hal tertentu merupakan objek tertentu yang merupakan barang
yang saat ini sudah ada maupun yang aka nada di kemudian hari.
Syarat suatu sebab yang halal berkaitan dengan:
a. Perjanjian tanpa kausa sebagaimana Pasal 1335 KUH Perdata yang
berbunyi “Suatu persetujaun tanpa sebab, atau telah dibuat karena
sesuatu sebab yang palsu atau terlarang , tidak mempunyai kekuatan”.
b. Sebab yang halal sebagaimana diatur dalam Pasal 1336 KUH Perdata yang
berbuyi “Jika tak dinyatakan sesuatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang
halal, ataupun jika ada suatu sebab lain daripada yang dinyatakan,
persetujuannya namun demikian adalah sah”.
c. Sebab terlarang sebagaimana diatur dalam Pasal 1336 KUH Perdata yang
berbunyi “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undangundang, atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.

Ad. 3. Suatu Hal Tertentu
KUH Perdata menjelaskan suatu hal tertentu dirumuskan dalam Pasal 1333
Kitab undang-undang hukum perdata, yang berbunyi “Suatu perjanjian harus
mempunyai sebagai pokok perjanjian berupa suatu kebendaan yang paling
sedikit ditentukan jenisnya”

16

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 127.

Universitas Sumatera Utara

Pada perikatan untuk memberikan sesuau kebendaan yang akan diserahkan
berdasarkan suatu perikatan tertentu tersebut haruslah sesuai yang telah
ditentukan secara pasti. Dalam pemberian kredit misalnya, setiap kesepakatan
antara bank dan debitur mengenai kredit harus telah ditentukan terlebih dahulu
jumlah, jangka waktu pembayaran, bunga, jatuh tempo dan sebagainya,
sehingga tidak akan menimbulkan keraguan terkait dengan kredit bank yang
akan diberikan.

Ad. 4. Suatu Sebab yang Halal
Sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335 hingga 1337 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan bahwa “Suatu
perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu
atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan”. KUH Perdata tidak
memberikan pengertian atau definisi dari “sebab” yang dimaksud dalam Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dijelaskan bahwa yang disebut
dengan sebab yang halal yaitu: pertama: Bukan tanpa sebab, kedua: Bukan
sebab yang palsu, ketiga: Bukan sebab yang terlarang.
Jika dihubungkan dengan kredit, perjanjian kredit yang telah memenuhi
syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut
maka menimbulkan perjanjian kredit dimana bank menjadi debitur dan nasabah
peminjam menjadi kreditur. Kreditur berkewajiban melakukan pembayaran sesuai

Universitas Sumatera Utara

kesepakatan sebelumnya. Jika dihubungkan dengan kredit macet/bermasalah,
maka ada tiga macam perbuatan yang tergolong wanprestasi, yakni antara lain
a. Debitor sama sekali tidak membayar angsuran kredit (beserta bunganya).
b. Debitor membayar sebagian angsuran kredit (beserta bunganya). Pembayaran
angsuran kredit tidak dipersoalkan apakah nasabah telah membayar sebagian
besar atau sebagian kecil angsuran. Walaupun nasabah kurang membayar satu
kali angsuran, tetap tergolong kreditnya sebagai kredit macet.
c. Debitor membayar lunas kredit (beserta bunganya) setelah jangka waktu yang
diperjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk nasabah membayar lunas
setelah perpanjangan jangka waktu kredit yang telah disetujui bank atas
permohonan nasabah karena telah terjadi perubahan perjanjian yang disepakati
bersama” 17
Terjadinya kredit bermasalah ini ditinjau dari sudut bank dapat
dikemukakan berbagai faktor penyebab yang dapat diidentifikasikan dan
dikelompokkan kedalam 2 (dua) faktor yaitu Faktor internal dan eksternal, sebagai
berikut : 18
a. Faktor Internal, yaitu disebabkan:
1). Adanya kebijakan kredit yang ekspansif.
Pola kebijakan pemberian kredit yang selalu terlalu ekspansif melebihi
batas pertumbuhan yang normal mengakibatkan bank kurang selektif
dalam menilai permohonan kredit calon nasabah dan cenderung banyak
17

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis,
Jakarta, Djambatan, 1996, hal 131.
18

Aprizal, Restrukturisasi Kredit Macet Debitor di PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Terabina Serayamulia Selatpanjang, Tesis, Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Medan, hal. 29-32.

Universitas Sumatera Utara

memberikan kemudahan-kemudahan. Hal ini disebabkan karena dikejar
target yang cukup tinggi sehingga mendorong sebagian bank untuk
menarik nasabah bank yang lain tanpa melakukan analisis dan perhitungan
risiko yang bakal terjadi.
2). Penyimpangan dalam prosedur pemberian kredit.
Adanya kecenderungan bank kurang mengikuti sistem atau kurang disiplin
dalam menerapkan prosedur pemberian kredit yang berlaku dapat
menimbulkan kredit bermasalah. Karena biasanya dalam proses pemberian
kredit kurang diperhatikan azas pemberian kredit yang sehat seperti
analisis kelayakan usaha, data keuangan debitor, tujuan penggunaan kredit
dan lain sebagainya.
3). Itikad kurang baik dari Pemilik/Pengurus/Pegawai bank.
Adanya itikad kurang baik dari pemilik/pengurus/pegawai bank sering
dijumpai adanya kredit yang tidak layak, kredit fiktif, kredit yang tidak
jelas penggunaannya, kredit topengan, yang pada umumnya kredit tersebut
digiring untuk segera menjadi macet, kemudian dihapusbukukan dari
neraca bank untuk menghilangkan jejaknya agar tidak mudah dilacak oleh
siapapun.
4). Lemahnya Administrasi dan Pengawasan Kredit
Sistem administrasi dan pengawasan kredit yang lemah banyak
mengakibatkan kredit bermasalah, karena administrasi dokumen-dokumen
tidak dilakukan dengan baik dan peninjauan langsung terhadap kegiatan

Universitas Sumatera Utara

usaha debitor hampir tidak pernah dilakukan, sehingga diketahui tiba-tiba
usaha debitor sudah macet dan sulit untuk diselamatkan lagi.
5). Lemahnya sistem informasi kredit bermasalah.
Bank memiliki kecenderungan untuk melaporkan gambaran yang lebih
baik mengenai kondisi kreditnya kepada Bank Indonesia dengan harapan
akan mendapatkan penilaian tingkat kesehatan yang baik. Sementara itu
secara intern bank sendiri tidak mengadministrasikan kondisi kredit yang
sebenarnya, sehingga bank seringkali terlambat dalam mengantisipasi
terjadinya kredit bermasalah.
b. Faktor Eksternal, yaitu disebabkan :
1). Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit.
Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya tingkat suku bunga kredit
dapat menyulitkan debitor dalam memenuhi kewajibannya kepada bank,
karena beban bunga yang ditangggung debitor terlalu berat.
2). Iklim persaingan tidak sehat
Adanya iklim persaingan yang ketat setelah Pakto 1988 sering membuat
perbankan memberikan kemudahan dan keringanan serta fasilitas yang
berlebihan

kepada

debitor,

sehingga

mendorong

debitor

untuk

menggunakan kelebihan dana tersebut kepada tujuan yang bersifat
spekulatif.
3). Kegagalan usaha debitor

Universitas Sumatera Utara

Kegagalan usaha debitor dapat menyebabkan debitor tidak mampu
memenuhi kewajibannya kepada bank. Hal ini biasanya karena kegiatan
usaha debitor sensitif terhadap perubahan lingkungan.
4). Musibah yang menimpa kegiatan debitor.
Keadaan yang tidak terduga sering menyebabkan kredit menjadi
bermasalah, seperti adanya kebakaran yang menimpa tempat usaha debitor
sementara tempat tersebut lalai diasuransikan oleh bank, seperti gempa
bumi, tsunami dan bencana alam lainnya yang dapat menimbulkan
kerugian.
Dalam hal terjadi kredit macet, maka bank dapat memilih alternatif untuk
menyelesaikan masalah tersebut, yaitu dengan cara-cara litigasi maupun non
litigasi. Cara litigasi dilakukan dengan mengajukan gugatan perdata melalui
Peradilan Umum atau permohonan pailit melalui Peradilan Niaga (dalam hal
debitur memiliki kreditur lain). Penyelesaian melalui cara litigasi akan sangat
merugikan bank karna memerlukan waktu yang lama, biaya yang besar dan
hubungan antara bank dan nasabah yang rusak mengingat dalam peradilan salah
satu pihak akan menang dan pihak lainnya akan kalah (win lose solution). Caracara non litigasi dapat diambil bank dengan cara melakukan restrukturisasi kredit
untuk dilakukan rescheduling (penjadwalan kembali), reconditioning (mengubah
persyaratan) ataupun restructuring (penataan kembali).
Terkait dengan restrukturisasi kredit tersebut, Bank Indonesia memberikan
acuan restrukturisasi kredit melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 15
/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Restrukturisasi kredit

Universitas Sumatera Utara

dapat dilakukan terhadap debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok
dan/atau bunga Kredit namun debitur tersebut masih memiliki prospek usaha yang
baik sebagaimana diatur dalam Pasal 52 yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 52
“Bank hanya dapat melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap debitur
yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga
Kredit; dan
b. debitur masih memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu
memenuhi kewajiban setelah Kredit direstrukturisasi”.

Selain prospek bisnis yang baik, restrukturisasi kredit yang dilakukan bank
memiliki harus berdasarkan kebijakan yang ketat. Hal ini dapat dilihat dari Pasal
55 PBI No. Nomor 14/ 15 /PBI/2012 sebagai berikut:
Pasal 55
“(1) Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
Restrukturisasi Kredit.
(2) Kebijakan Restrukturisasi Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib disetujui oleh Dewan Komisaris.
(3) Prosedur Restrukturisasi Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib disetujui paling rendah oleh Direksi.
(4) Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan secara aktif terhadap
pelaksanaan kebijakan Restrukturisasi Kredit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(5) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen
risiko Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku”.
Pasal 56
“(1) Keputusan Restrukturisasi Kredit harus dilakukan oleh pihak yang
lebih tinggi dari pihak yang memutuskan pemberian Kredit.
(2) Dalam hal keputusan pemberian Kredit dilakukan oleh pihak yang
memiliki kewenangan tertinggi sesuai anggaran dasar Bank maka
keputusan restrukturisasi Kredit dilakukan oleh pihak yang setingkat
dengan pihak yang memutuskan pemberian Kredit.
(3) Untuk menjaga obyektivitas, Restrukturisasi Kredit wajib dilakukan
oleh pejabat atau pegawai yang tidak terlibat dalam pemberian Kredit
yang direstrukturisasi.

Universitas Sumatera Utara

(4) Dalam pelaksanaan Restrukturisasi Kredit, pembentukan satuan kerja
khusus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing Bank dengan
tetap mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.”

Dalam melakukan restrukturisasi kredit tersebut, PBI No. Nomor 14/ 15
/PBI/2012 memberikan kesempatan kepada bank untuk melakukan restrukturisasi
kredit kepada debitur dengan cara penyertaan modal sementara kepada debitur
persyaratan ketat dengan mengacu pada Pasal 62 dan 63 PBI No. Nomor 14/ 15
/PBI/2012 sebagai berikut:
Pasal 62
(1) Bank dapat melakukan Restrukturisasi Kredit dalam bentuk
Penyertaan Modal Sementara.
(2) Penyertaan Modal Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dilakukan untuk Kredit yang memiliki kualitas Kurang
Lancar, Diragukan, atau Macet.
Pasal 63
(1) Penyertaan Modal Sementara wajib ditarik kembali apabila:
a. Telah melampaui jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun; atau
b. Perusahaan debitur tempat penyertaan telah memperoleh laba
kumulatif.
(2) Penyertaan Modal Sementara wajib dihapusbukukan dari neraca Bank
apabila telah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun.

G. Metode Penelitian
1. Jenis & Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis
normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedahkaedah atau norma-norma hukum positif. Dengan pertimbangan bahwa
penelitian yang dilakukan ialah dengan mengkaji keberadaan dari perjanjian

Universitas Sumatera Utara

pemberian pinjaman ini dengan melihat keberadaan dari perjanjian tersebut
kepada hukum positif yakni hukum perdata.
Sifat penelitian dari skripsi ini adalah bersifat deskriptif analitis yaitu suatu
penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis
suatu peraturan hukum. Dalam hal ini menelaah dan mengkaji berbagai bentuk
peraturan yang tentunya terkait dengan penelitian ini khususnya dalam hal
perjanjian.

2.

Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Bahan hukum yang dipergunakan dalam peneltian ini adalah sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
3) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/150/KEP/DIR tanggal 12
Nopember 1998
4) Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas
Aktiva Bank Umum
5) Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 30/267/KEP/DIR tentang
Kualitas Aktiva Produktif
6) Akta Perjanjian Kredit Nomor 200 tertanggal 31 Juli 2008 yang dibuat di
hadapan Notaris Jhon Langsung, S.H. beserta seluruh addendum.

Universitas Sumatera Utara

7) Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman tertanggal 22
Desember 2009.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengani bahan hukum primer seperti berbagai macam buku literatur yang
sesuai dengan penelitian ini. Bahan sekunder yang digunakan dalam penelitian
ini seperti buku-buku yang berkaitan dengan perjanjian, kredit dan perbankan
misalnya J. Satrio pada buku Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya,
Mariam Darus Badrulzaman pada buku Kompilasi Hukum Perikatan, Sutan
Remy Sjahdeini dan Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang
bagi Para Pihak dalam Perjajian Kredit Bank dan beberapa ahli hukum lainya.
Cara mendapatkan data sekunder adalah dengan melakukan penelitian
kepustakaan (library research). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi dokumen dimana selanjutnya dilakukan analisis dengan mengumpulkan
fakta-fakta yang didapat dari studi kepustakaan sebagai acuan umum dan
kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis untuk mencapai
kejelasan masalah yang dimaksud berdasarkan bahan-bahan hukum yang telah
dikumpulkan.

H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab yang disusun secara sistematis dalam suatu
sistematika penulisan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Bab I berisi tentang gambaran dari seluruh isi skripsi, yang terdiri dari
latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II berisi tentang gambaran dari Perjanjian tentang Kesepakatan
Bersama Mengenai Penyelesaiaan Pinjmana Antara PT.Bank Cimb Niaga Tbk
Dengan PT Mestika Sawit Intijaya. Bab ini terdiri dari 2 (dua) sub bab, yaitu (1)
Pengertian tentang Kesepakatan Bersama mengenai Penyelesaian Pinjaman
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengulas tentang
pengaturan perjanjian bernama di KUH Perdata, Perjanjian Kredit Menurut
Beberapa Ahli Hukum Perdata, dan Kesepakatan Bersama mengenai Penyelesaian
Pinjaman Sebagai Perjanjian Tidak Bernama dalam KUH Perdata; (2) Perjanjian
tentang Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman Antara PT.Bank
Cimb Niaga Tbk dengan PT Mestika Sawit Intijaya yang membahas tentang dasar
hukum, akibat hukum dan berakhirnya perjanjian Perjanjian tentang Kesepakatan
Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman Antara PT.Bank Cimb Niaga Tbk
dengan PT Mestika Sawit Intijaya.
Bab III membahas tentang Dasar Hukum Kesepakatan Bersama Tentang
Perjanjian Penyelesaian Pinajaman Antara CIMB Niaga dengan Mestikasawit
Intijaya. Bab ini terdiri dari 2 (dua) sub bab, yaitu (1) Dasar Hukum Para Pihak
Dalam Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman Antara CIMB
Niaga dengan Mestikasawit Intijaya; dan (2) Sahnya Perjanjian Tentang
Kesepakatan Pinjaman Antara PT. Bank CIMB Niaga Tbk dengan PT.
Mestikasawit Intijaya.

Universitas Sumatera Utara

Bab IV membahas tentang Akibat Hukum Perjanjian tentang Kesepakatan
Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman Antara CIMB Niaga dengan
Mestikasawit Intijaya yang terdiri dari 3 (tiga) sub bab, yaitu (1) Perubahan Jatuh
Tempo Pembayaran Utang, (2) Perubahan Jaminan Dalam Perjanjian dan (3)
Penyelesaian Permasalahan Yang Timbul Dalam Perjanjian.
Bab V sebagai penutup, berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari
hasil penelitian dan saran sebagai rekomendasi yang berkaitan dengan penelitian
ini.

Universitas Sumatera Utara